MANAJEMEN STRATEGIK
PERGURUAN
TINGGI
Sub-Pokok
Bahasan Planning of Ministry in the Christian Education
-- eko basuki --
Dosen Pengampu :
Program Master
of Theology (M.Th)
STT Pokok Anggur (STT-PA)
3 – 7 April 2017
Daftar Isi
Bab 1. Latar Belakang
Masalah……………………………………………….……2
Bab 2. Pengertian
Manajemen Strategik...................................................................5
Bab 3. Kegunaan
Manajemen Strategik bagi Pendidikan Tinggi...........................6
Bab 4. Elemen-Elemen
Dasar Manajemen Startagik Perguruan Tinggi...............7
1.
Pemindaian
Lingkungan Internal dan External.....................................7
a.
Lingkungan
External...........................................................................8
b.
Lingkungan
Internal............................................................................9
c.
Strategi
Umum.....................................................................................9
2.
Formulasi Strategi....................................................................................10
a.
Penentuan
Visi dan Misi....................................................................10
b.
Penentuan
Tujuan dan Sasaran........................................................12
c.
Pengembangan
Strategi.....................................................................12
d.
Pembuatan
Kebijakan.......................................................................13
3.
Implementasi
Strategi..............................................................................13
a.
Penyusunan
Program.........................................................................14
b.
Pembuatan
Anggaran........................................................................14
c.
Pembuatan
Prosedur.........................................................................14
4.
Evaluasi
dan Pengawasan Kinerja.........................................................15
a.
Evaluasi...............................................................................................15
b.
Pengawasan........................................................................................16
c.
Studi
Kelayakan.................................................................................18
Bab 5 Penutup............................................................................................................18
Kepustakaan...............................................................................................................19
Bab 1
Latar
Belakang Masalah
Ilmu manajemen mengalami perkembangan demikian rupa dan telah banyak
memberikan kontribusi bagi perkembangan banyak perusahaan, termasuk
lembaga-lembaga nirlaba, seperti pada umumnya perguruan-perguruan tinggi. Perguruan
tinggi adalah suatu satuan pendidikan penyelenggara pendidikan tinggi. Tujuan
perguruan tinggi adalah penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Penggunaan
ilmu pengetahuan dan teknologi bertujuan meningkatkan taraf kehidupan
masyarakat. Bertalian dengan itu, Indrajit mengemukakan lima dimensi yang
melekat pada perguruan tingi, yaitu: dimensi keilmuan, dimensi pendidikan,
dimensi sosial (kehidupan masyarakat), dimensi korporasi (satuan pendidikan
atau penyelenggara), dan dimensi etis.1
Semua dimensi ini tidak bisa terpisahkan, karena semuanya adalah saling
berhubungan erat.
Kelima dimensi di atas menunjukkan betapa kompleksnya pengelolaan
(manajemen) perguruan tinggi. Kompleksitasnya manajeman perguruan tinggi sangat
menentukan mutu perguruan tinggi tersebut. Saat pemerintah mulai dengan tegas menerapkan
delapan standar pendidikan nasional, bersamaan dengan pengaruh globalisasi yang
menuntut sumber daya manusia yang bermutu, maka perguruan-perguruan tinggi yang
“selama ini merasa nyaman” dengan banyaknya kemudahan dan toleransi pemerintah,
menjadi terbangun dan gelisah, sehingga berusaha sedemikian rupa untuk memenuhi
standar pendidikan nasional melalui proses akreditasi. Sayangnya, usaha untuk
meningkatkan diri baru dalam upaya untuk bertahan hidup, dan belum sampai pada
kesadaran mutu (quality awarness)
Alpahnya manajemen strategik dalam lembaga-lembaga pendidikan tinggi,
termasuk pendidikan tinggi theologi mengakibatkan matinya lembaga-lembaga
tersebut. Salah satu fungsi manajemen strategik adalah perencanaan strategi.
Indrajit dan Djokopranoto menegaskan: “perencanaan strategis, yaitu perencanaan
yang menentukan hidup mati dan berkembang tidaknya suatu universitas”.2 Bahkan sebelum deadline tersebut, kenyataannya,
banyak sekolah tinggi teologi yang berhenti beroperasi karena kekurangan atau
ketiadaan mahasiswa, keuangan dan tenaga dosen yang memenuhi ketentuan standar
pendidikan nasional. Itu pun, karena alpanya implementasi manajemen strategik
di sekolah-sekolah tersebut.
Persoalan mutu pendidikan tinggi tidak
hanya digambarkan oleh kondisi ketidaksiapan banyak lembaga pendidikan tinggi diakreditasi,
melainkan juga dengan mutu lulusannya. Bukan tidak sedikit sarjana yang tidak
memiliki tempat pekerjaan tetap “alias” pengangguran, karena tidak memiliki
daya kreativitas dan inovatif yang akhirnya menjadi beban masyarakat, ungkap
Tilaar.3 Pengangguran yang demikian tentu jelas
adalah masalah lembaga pendidikan. Selain masalah pegangguran, kasus lain
ditemukan yang banyak ditemukan, dimana para pekerja bekerja tidak sesuai
dengan latar belakang pendidikan. Sarjana pertanian bekerja di kantor-kantor
perbankan; sarjana hukum bekerja sebagai tenaga keamanan perusahaan-perusahaan;
sarjana pendidikan sebagai penjual mobile handphone, dan masih banyak lagi
pekerja yang bekerja namun tidak sesuai dengan bidang atau latar belakang
pendidikan mereka. Salah satu sebab ialah kesenjangan antara “supply” dan
“demand” seperti yang dikemukakan oleh Tilaar.4
Selain persoalan pengangguran dan
penyimpangan peran lulusan sarjana, juga fakta yang ditemukan di banyak tempat
bahwa sedang terjadi ketidakseimbangan penyebaran tenaga yang bergelar sarjana
atau master. Di kota-kota atau daerah-daerah tertentu, sedangkan di
daerah-daerah lain, khususnnya daerah pedesaan dan terpencil mengalami
kekurangan tenaga pekerja yang ahli di bidangnya, sehingga daerah-daerah
pedesaan dan terpencil akan terus mengalami ketertinggalkan atau setidaknya
mengalami kemajuan yang sangat lambat.
Lemahnya mutu pendidikan dan mutu lulusan
seperti yang digambarkan dalam pemaparan masalah di atas, ternyata disebabkan
oleh alpanya faktor yang menentuhkan mati hidupnya lembaga-lembaga tersebut,
yaitu manajemen strategik. Inilah yang menstimulasi penulis untuk mengadakan kajian lebih lanjut
mengenai pokok manajemen strategik bagi pencapaian mutu pendidikan, khususnya
pendidikan tinggi teologi di Indonesia. Ada pun tujuan tulisan ini untuk
memberikan pencerahan dan dorongan bagi stekholder dan penyelenggara serta
pemimpin pendidikan tinggi di Indonesia untuk terlibat secara sadar dan
bertanggung jawab dalam manajemen pendidikan tinggi untuk mewujudkan mutu pendidikan.
Karena memang tujuan manajemen pendidikan adalah untuk mewujudkan mutu
pendidikan yang terungkap melalui mutu lulusan.
Bab 2
Pengertian
Manajemen Strategik
Tidak dapat dipungkiri bahwa ada beberapa Perguruan Tinggi, di antaranya
Sekolah-Sekolah Tinggi Teologi yang tandinya mencapai kemajuan sehingga
dimintai oleh para pelanggan (customer) baik gereja, masyarakat maupun
pemerintah, namun sayangnya makin lama makin mundur dan akhirnya berhenti atau
ditutup. Salah satu sebab yang mendasar adalah alpanya implementasi manajemen
strategik. Manajemen atau perencanaan strategik adalah: “perencanaan yang
menentukan hidup mati dan berkembang tidaknya suatu universitas atau penguruan
tinggi”.Perencanaan dilakukan untuk mempertahankan kelangusngan hidup Perguruan
Tinggi dan mencapai kemajuan atau perkambangannya sehingga memiliki daya saing
dalam masyarakat.
Manajemen strategik merupakan perkembangan terakhir (terkini) dari
perencanaan strategik, yangmuncul sebagai tanggapan atas kritik bahwa
perencanaan, betapapun strategisnya, akan kurang mencukupi bagi perusahaan
untuk mempertahankan hidupnya, menjalankan misinya, dan mencapai visinya dalam
lingkungan persaingan yang terus berubah.5
manajemen strategik adalah manajemen jangka panjang, sehingga perencanaannya
dilengkapi juga dengan perencanaan jangka menengah dan pendek sebagai
perencanaan antara dan bersifat membantu. Manjemen strategik diartikan oleh Hunger dan Wheelen
sebagai: “The set of managerial decisions and actions that determines the
long-run performance of a corporation”. Demikian dengan definisi Alex Miller,
bahwa “Strateic management is a set of managerial skills that can and should be
used throughout the organization in a wide variety of function”. Akhirnya,
patut juga mempertimbangkan pengertian dari Pearce dan Robinson, bahwa
“Strategic management is defined as the set of decisions and actions that
result in the formulation and implementation of plans designed to achieve a
company’s objectives”.
Dari tiga pengertian di
atas, maka pada intinya, manajemen strategic adalah berkenaan dengan tiga
aspek, yakni: 1). Satu kesatuan keputusan dan tindakan; 2). Dapat digunakan
oleh organisasi apapun, termasuk Pergurtuan Tinggi, di antaranya Sekolah Tinggi
Teologi; 3). Penetapan rencana untuk mencapai tujuan Sekolah Tinggi Teologi dan
mempertahankan eksistensi dan perannya dalam masyarakat.
Bab 3
Kegunaan Manajemen Strategik bagi
Pendidikan Tinggi
Dari pengertian yang dikemukakan di atas, maka secara eksplisit juga
ditemukan penting dan kegunaan manajemen strategik. Seperti
yang sudah disinggung sebelumnya, bahwa manajemen strategik adalah penting,
karena menentukan mati hidupnya dan berkembangnya Sekolah-Sekolah Tinggi
Teologi di Indonesia. Indrajit dan Djokopranoto mengemukakan sejumlah kegunaan
manjemen strategik, yaitu: 1). Memberikan pedoman yang lebih baik bagi seluruh
jajaran oragnisasi mengenai titik krusial; 2). Membuat para manajer lebih
waspada mengenai angin perubahan, kesempatan yang baru, dan perkembangan
ancaman; 3). Memberikan pada manajer alasan-alasan yang masuk akal mengenai
prioritas alokasi sumber daya yang dimiliki perusahaan; 4). Membantu
mengintegrasikan berbagai keputusan yang berhubungan dengan strategi tertentu
yang dilakukan oleh berbagai manajer pada berbagai bidang di perusahaan; 5).
Menciptakan suatu sikap manajemen yang lebih proaktif dari pada sikap defensif
atau reaktif yang kadang cenderung terlamat.
Bab 4
Elemen-Elemen
Dasar Manajemen Startagik
Perguruan
Tinggi
Para ahli berbeda satu dengan yang lain
saat membahas mengenai elemen-elemen dasar dari manajemen strategik perguruan
tinggi. Bryson dalam bukunya Riant Nugroho mengemukakan sepuluh langkadalam
pembuatan manajemen strategik, yaitu: 1). Membangun inisyatif dan kesepakatan proses
perencaaan strategis; 2).Mengidentifikasi mandat organisasi; 3). Mengindentifikasi
misi dan nilai organisasi; 4). Melakukan penilaian lingkungan internal dan
eksternal; 5). Mengidentifikasi isu-isu strategik; 6). Merumuskan strategi dan
membuat rencana memanajemeni isu-isu; 7). Meninjau ulang; 8). Merumuskan visi
yang efektif dari organisasi; 9). Mengembangkan proses implementasi yang
efektif; dan 10). Menilai ulang strategi dan proses perencanaan strategik.6 Pada hakikatnya sama dengan elemen-elemen dari Bryson di atas, penulis memilih
elemen-elemen yang dikemukakan oleh Hunger dan Wheelen. Mereka membagi proses
manajemen strategis dalam empat langka, sekaligus sebagai empat elemen dasar,
yaitu: 1). Pemindaian lingkungan; 2). Formulasi strategis; 3). Implementasi
strategis; dan 4). Evaluasi dan pengawasan kinerja.7
Keempat elemen inilah yang menjadi kerangka pembahasan penulis berikut ini.
1. Pemindaian Lingkungan Internal
dan External
Pemindaian lingkungan
(environmental scanning) adalah pemindaian lingkungan, baik variabel internal
maupun esternal. Variabel internal adalah variabel yang paling penting, yang
terdiri dari kekuatan dan kelemahan organisasi; sedangkan variabel eksternal
adalah berupa tantangan dan ancaman. Pemindaian lingkungan ini dinamakan
analisis SWOT, seperti yang dikemukakan di bawah ini.
a. Lingkungan Eksternal
Yang
dimaksudkan dengan lingkungan eksternal adalah lingkungan tugas dan lingkungan
sosial. Yang dimaksudkan dengan lingkungan tugas adalah elemen atau kelompok
yang berdampak atau yang dipengaruhi langsung oleh operasi organisasi, seperti
pemegang saham, pemasok, kompetitor, masyarakat setempat, pelanggan, kreditor,
serikat buruh, asosiasi dagang dan sebagainya. Lingkungan sosial adalah
kelompok umum yang tidak berdampat atau dipengaruhi langsung oleh oprasi
organisasi, namun dapat saling mempengaruhi dalam jangka panjang, seperti
lingkungan ekonomi, sosial-kultural, tehnologi, politik, hukum dan sebagainya.
Berkenaan
dengan dua jenis lingkungan eksternal di atas, maka tentu keduanya dapat
mempengaruhi perguruan tinggi yang diselenggarakan, baik positif maupun
negatif, yaitu baik memberikan peluang atau kesempatan, maupun ancaman. Langkah
awal manajemen strategik yang dilakukan oleh lembaga pendidikan perguruan
tinggi ialah mendaftarkan apa saja dari lingkungan tugas dan sosial yang dapat
memberikan peluang atau kesempatan (opportunities) bagi pencapaian misi dan
tujuan perguruan tinggi. Di samping itu juga, harus mengetahui apa saja yang
dianggap sebagai ancaman (threats) bagi pencapaian misi dan tujuan perguruan
tinggi.
b. Lingkungan Internal
Setelah mengetahui dan mendaftarkan sejumlah kesempatan dan ancaman dari
luar terhadap lembaga pendidikan tingkat perguruan tinggi, maka selanjutnya
dilanjutkan dengan pemindaian lingkungan internal. Ada dua hal yang dianalisis
dalam lingkungan internal, yaitu kekuatan dan kelemahan lembaga pendidikan
tinggi. Kekuatan dan kelemahan adalah dua hal yang berada di bawah kendali pimpinan
lembaga pendidikan tinggi. Dengan kata lain, kekuatan dan kelemahan berada
dalam lingkungan struktur, budaya dan sumber daya perguruan tinggi. Struktur
adalah cara suatu organisasi diorganisir dalam arti komunikasi, otorisasi dan
aliran kerja (garis komando). Budaya meliputi kebiasaan, tradisi, kepercayaan,
nilai dan harapan yang dipegang oleh semua yang berada di lembaga pendidikan
tinggi tersebut. Sedangkan sumber daya adalah aset yang dimiliki oleh
perusahaan, berupa sumber daya manusia (keahlian), keuangan, fasilitas serta
peralatan dan sebagainya.
c. Strategi
Umum
Setelah mengetahui dan mendaftarkan
kekuatan-kekuatan (strenghts), kelemahan-kelemahan (weaknesses),
kesempatan-kesempatan (opportunities), dan ancaman-ancaman (threats), maka kemudian
berdasarkan hasil temuan tersebut, diformulasilah strategi-strategi umum
sebagai berikut:
1.
Strategi SO
(Kekuatan-Peluang) dengan mengembangkan suatu strategi dalam memanfaatkan
kekuatan (S) untuk mengambil manfaat dari peluang (O) yang ada
2.
Strategi WO
(Kelemahan-Peluang) yaitu mengembangkan
suatu strategi dalam memanfaatkan peluang untuk mengatasi kelemahan (W) yang
ada.
3.
Strategi ST
(Kekuatan-Ancaman) yaitu dengan mengembangkan suatu strategi dalam memanfaatkan
kekuatan (S) untuk menghindari ancaman (T)
4.
Strategi WT
(Kelemahan-Ancaman) yaitu dengan mengembangkan suatu strategi dalam mengurangi
kelemahan (W) dan menghindari ancaman (T).
2. Formulasi Strategi
Setelah mengetahui kekuatan, kelemahan, kesempatan dan ancaman lingkungan
internal dan eksternal, serta merencanakan strategi umum dengan menggunakan
kesempatan sebaik-baiknya, mengantisipasi dan menanggulangi ancaman, dan
menggunakan kekuatan sebagai modal dasar operasi untuk mengurangi atau
menghilangkan kelemahan yang masih ada, maka selanjutnya melakukan formulasi
strategi. Formulasi strategi adalah pengembangan rencana jangka panjang untuk
mengelola secara efektif kesemp atan dan ancaman dari luar yang dihadapi
organisasi dalam batasan kekuatan dan kelemahan organisasi. Berkenaan dengan
itu, maka ada empat hal yang perlu diformulasi, yakni misi dan visi, tujuan, strategi
dan kebijakan, seperti yang penulis bahas masing-masing berikut ini.
a. Penentuan Misi
dan Visi
Misi adalah penyebab lembaga pendidikan didirikan, karena itu rumusan misi
haruslah mencerminkan alasan mengapa organisasi didirikan (alasan pertama dan
utama). Perumus misi adalah pendiri organisasi.8
Ada dua jenis misi, yaitu misi sederhana, misalnya menghasilkan tamatan teologi;
sedangkan misi yang lebih tajam ialah menghasilkan tamatan teologi yang
berkualitas. Rumusan misi yang baik akan mengambarkan secara jelas tujuan dasar
dan unik lembaga pendidikan yang membedahkan dari lembaga pendidikan yang lain.
Misi menjawab pertanyaan kita itu siapa dan apa yang kita
lakukan? Dengan demikian, misi adalah sebuah hakikat dan tujuan melekat dari
suatu organisasi. Karena itu, apabila misi diganti, maka organisasi bubar dan
diganti; atau apabila ”produk” diganti, maka organisasi pun diganti; atau
diadakan transformasi besar-besaran.
Misi berbeda sama sekali dengan visi, dan misi bukanlah turunan
(penjabaran) dari visi, seperti kesalahan yang banyak dilakukan dewasa ini.
Misi melekat pada organisasi, sedangkan visi melekat pada pemimpin. Karena itu,
visi akan selalu berubah dengan bergantinya pemimpin, atau visi dibatasi oleh
eksistensi pemimpin. Itu artinya, rentang visi yang hendak dicapai adalah
rentang ketika pemimpin mempunyai masa kerja. Nugroho menulis: ”Pertama, visi –
jika hendak disebut demikian – jangka panjang adalah misi organisasi itu
sendiri. Kedua, pemimpin dapat membangun dua visi, yaitu core vision: visi yang
dibangun selama ia mempunyai rentang akuntabilitas, yaitu sepanjang masa
kerjanya; dan expanded vision: visi yang merentang jauh ke depan – dalam hal
ini, tahap pertama dicapai melalui pencapaian core-visionnya, seperti nampak
pada gambar di halaman sebelah:9
-------------------------------------------------------------------------------------------
Core vision: masa kerja pemimpin
Masa kerja yg diharapkan pemimpin
Contoh
misi dan visi lembaga pendidikan tinggi, adalah sebagai berikut: Misi adalah
Ikut mencerdaskan kehidupan bangsa di bidang pendidikan tinggi; sedangkan
visinya adalah Menjadi universitas yang paling baik di Indonesia bagian Timur.10
b. Penentuan Tujuan dan Sasaran
Sasaran (Obyektif) adalah hasil suatu aktivitas yang diharapkan dapat
dicapai dalam waktu tertentu. Karena itu, tujuan haruslah dapat diukur secara
kuantitas. Lebih lanjut, obyektif haruslah sesuai dengan misi lembaga
pendidikan tinggi. Indrajit membedahkan antara tujuan dan obyektif: ”Tujuan
adalah hal yang ingin dicapai dalam waktu yang tidak ditentukan, sehingga
semacam cita-cita dalam jangka panjang; sedangkan obyektif (sasaran) adalah hal
yang direncakan dicapai dalam jumlah tertentu dan waktu tertentu, namun dalam
jangka panjang.
c. Pengembangan Strategi
Strategi adalah suatu rencana yang bersifat komprehensif mengenai bagaimana
lembaga pendidikan tinggi melaksanakan misinya dan mencapai sasarannya. Strategi
adalah rencana dalam garis besar dan untuk jangka panjang. Oleh karena itu,
strategi harus memaksimalkan keunggulan dan meminimalkan kelemahan untuk jangka
panjang. Pengembangan strategi dalam dilakukan dalam lembaga pendidikan tinggi,
seperti: mengadakan studi kelayakan, mempersiapkan dosen untuk program studi
strata tiga, mempersiapkan pembangunan gedung yang sesuai, dan mempelajari
persyaratan pembukaan program strata dua.
d. Pembuatan Kebijakan
Menindaklanjuti pengembangan strategi di atas, maka dilakukan pembuatan
kebijakan. Pembuatan kebijakan adalah langkah menyiapkan kebijakan umum yang
diperlukan untuk melaksanakan strategi yang dimaksud. Kebijakan diharapkan akan
menghubungkan formulasi strategi dalam implementasi strategi. Bertolak dari
contoh pengembangan strategi di atas, maka kebijakan yang dibuat adalah berupa:
Kebijakan pembuatan panitia studi kelayakan, kebijakan peningkatan pendidikan
bagi dosen yang bergelar strata dua ke strata tiga, dan kebijakan perekrutan
dosen yang bergelar strata tiga.
3. Implementasi Strategi
Setelah formulasi strategi disusun, baik visi, misi, tujuan dan sasaran,
pengembangan strategi dan pembuatan kebijakan, maka selanjutnya tibalah saatnya
untuk memformulasi implementasi strategi. Implementasi strategi adalah kegiatan
manajemen untuk menerjemahkan strategi dan kebijakan ke dalam aktivitas melalui
penyusunan program, penyusunan anggaran dan pembuatan prosedur, seperti yang
penulis kemukakan berikut ini.
a. Penyusunan
Program
Penyususnan program adalah penyususnan aktivitas yang nyata dan jelas untuk menterjemahkan strategi ke dalam
aktivitas nyata. Oleh karena itu, program dalam pendidikan tinggi dibuat dalam
jangka panjang (4 tahun), jangka menengah (2-3 tahun) dan jangka pendek (1
tahun). Penetapan program jangka panjang selama 4 tahun adalah sesuai dengan
ketentuan masa kerja pimpinan lembaga pendidikan yang ditetapkan oleh
pemerintah. Program jangka panjang adalah program untuk menyelesaikan strategi
yang dibuat untuk jangka panjang pula. Sedangkan program jangka menengah dan
pendek adalah program untuk menjembatani dan menunjang pelaksanaan program
jangka panjang.11
b. Pembuatan
Anggaran
Anggaran adalah penerjemahan program dalam bentuk uang secara terinci dan
dalam kurun waktu tertentu. Anggaran yang lengkap terdiri atas anggaran
pendapatan dan anggaran pengeluaran. Kalau dalam perusahaan, proyeksi
keuntungan perlu ditambahkan dalam anggaran pendapatan dan pengeluaran;
sedangkan dalam lembaga nirlaba, seperti lembaga pendidikan tinggi, proyeksi
keuntungan tidak akan dikemukakan, kecuali sisa hasil usaha. Sisa tersebut
biasanya direncanakan dan dihitung untuk mengembangkan misi perguruan tinggi,
bukan untuk pribadi dan dikembalikan kepada yayasan badan penyelenggara.
c. Pembuatan
Prosedur
Setelah program dan anggaran disusun, maka akhirnya, dibuatlah prosedur.
Prosedur adalah aturan atau teknik pelaksanaan sistem secara langkah demi
langkah untuk melaksanakan suatu aktivitas tertentu, yang dikenal di dalam
perusahaan dengan istilah Standard
Operating Procedure (SOP). Prosedur dapat dibuat untuk berbagai kegiatan
yang ada di lembaga pendidikan tinggi, seperti kegiatan teknis, administrasi,
marketing, logistik, keuangan, produksi, transportasi dan sebagainya. Sebagai
contoh SOP dalam perguruan tinggi, adalah sebagai berikut: 1). Prosedur
rekrutmen; 2). Prosedur perhitungan penyusutan; 3).
Prosedur pengiriman dosen untuk studi lanjut; 4). Prosedur penggantian biaya
belajar dosen; 5). Dan sebagainya.
4. Evaluasi dan Pengawasan Kinerja
Mata rantai terakhir dari manajemen strategik adalah evaluasi an
pengawasan. Evaluasi dan pengawasan adalah aktivitas di mana hasil dan kegiatan
suatu lembaga pendidikan tinggi dimonitor dan kinerjanya dibandingkan dengan
kinerja yang diharapkan. Sekalipun mata rantai terakhir dalam manajemen
strategis, namun evaluasi dan pengawasan dapat pula mendeteksi adanya
kekurangan atau kelemahan dalam kegiatan sebelumnya, sehingga dapat dilakukan
perbaikan di mana pun yang memerlukan.
a. Evaluasi
Evaluasi dapat dilakukan secara keseluruhan. Apabila kinerja nyata jauh
dari harapan, maka satu per satu kegiatan sebelumnya perlu dievaluasi lebih
dalam, umumnya mulai dari obyektivitas, strategi, kebijakan, program, anggaran
dan prosedur. Masing-masing mempunyai potensi untuk diperbaiki. Lebih lanjut,
evaluasi pun dapat mengubah tujuan dan sasaran, serta memperbaiki analisis SWOT
yang kurang tajam atau kurang lengkap.
b. Pengawasan
Pengawasan dilakukan selain untuk membandingkan kinerja yang dicapai dengan
kinerja yang diharapkan, juga menilai dan mengukur sejauh mana sasaran dicapai.
Kalau sasaran diformulasi secara kuantitatif (dapat diukur), maka pengawasan
pun akan sangat obyektif. Untuk dapat diukur, tentu haruslah memiliki kriteria
pencapaian yang obyektif dan benchmark. Benchmark adalah tolok ukur kinerja
yang didapatkan dari kinerja lembaga pendidikan yang unggul dan yang dijadikan
acuan. Pengukuran dapat dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Pengukuran
kinerja secara kualitatif banyak kelemahannya, sehingga yang dikembangkan
adalah pengukuran secara kuantitatif. Pengukuran kuantitatif lebih mudah
mendeteksi kemajuan atau kemunduran (lebih obyektif). Salah satu cara
pengukuran kinerja lembaga pendidikan adalah dengan Balanced Scorecard. Model
ini adalah model kartu pencatat skor yang bersifat mutidimensional, yang
meliputi empat pokok, yaitu: keungan, pelanggan, proses internal dan inovasi
(pertumbuhan). Disebut balanced, karena memang adanya keseimbangan: antara
perspektif keuangan dan non-keuangan; antara hasil kinerja di dalam (pimpinan)
dan hasil kinerja di luar (pemegang saham); antara kemampuan dan kinerja waktu
yang lalu dan masa yang akan datang; antara hasil kinerja lembaga dan hasil
kinerja subyektif (potensi), seperti yang nampak pada gambar yang dikemukakan
oleh penemunya yakni Robert S. Kaplan dan David P. Norton di bawah ini:12
Dalam perkembangannya, balanced scorecard tidak hanya digunakan untuk
sistem ukuran kinerja, melainkan juga dapat diterapkan sebagai suatu sistem
manajemen. Balanced scorecard dapat digunakan sebagai pengembangan sistem
pengukuran kinerja, juga digunakan sebagai sarana yang berkaiatan dengan
manajemen strategik, seperi nampak pada gambar di bawah ini:
c.
Studi
Kelayakan
Studi kelayakan dapat dilakukan dalam
beberapa tahap, baik jangka panjang maupun jangka pendek. Studi kelayakan ini
akan menentukan apakah program tertentu, misalnya program studi strata dua
jurusan teologi dapat dibuka atau tidak. Dengan kata lain, studi kelayakan ini
menolong lembaga pendidikan untuk menetapkan kelayakan program dibuka atau
tidak. Studi kelayakan bukan dalam rangka pembenaran suatu program.
Bab 5
Penutup
Dari semua pemaparan masalah dan
pembahasan yang membuat solusi atas masalah dalam konteks manajemen perguruan
tinggi, maka dapatlah ditarik kesimpulan, bahwa memang, mati hidupnya dan
mandek berkembangnya lembaga pendidikan sangat ditentukan oleh manajemen
strategik lembaga pendidikan tinggi tersebut. Dengan kata lain, tidak ada cara
untuk suatu lembaga pendidikan tinggi dapat mempertahankan eksistensinya selain
dari pada melakukan manajemen strategik. Begitu juga, tidak ada cara untuk suatu lembaga dapat mencapat standar
pendidikan nasional, bahkan melampuai standar, bahkan bisa berbasis
internasional, selain dengan melakukan manajemen strategik. Ada pun alasan dari
pernyataan-pernyataan ini adalah: Karena manajemen strategik memberikan pedoman
kerja yang jelas dan terukur, mempersiapkan para pemimpin lembaga
mengantisipasi setiap perubahan, menolong untuk mengelola sumber daya yang ada,
dan menciptakan sikap yang proaktif dalam konteks kompetisi lembaga-lembaga
pendidikan nasional dan internasional.
Kepustakaan
Abbas, Syahrizal, Manajemen Perguruan
Tinggi. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2009
Indrajit R. Eko, R. Djokopranoto, Manajemen
Perguruan Tinggi Moden. Yogyakarta:
Andi Offset, 2006
Mulyadi, Sistem Perencanaan dan Pengendalian Manajemen.
Jakarta: Penerbit
Salemba Empat, 2007
Nugroho, Riant, Perencanaan Strategis
in Action. Jakarta: Penerbit PT Elex Media
Komputindo, 2010
Robert S. Kaplan, David P. Norton, Balanced Scorecard Translating Strategy into
Action. New York: Harvard
Busines School, 1996
Rochaety Ety, Pontjorini Rahayuningsih, Sistem
Informasi Manajemen Pendidikan.
Jakarta: Penerbit Bumi
Aksara, 2010
Tilaar, H.A.R. Standarisasi
Pendidikan Nasional, Suatu Tinjauan Kritis. Jakarta: PT
Rineka Cipta, 2006
Tilaar H.A.R., Kekuasaan Dan Pendidikan: Manajemen
Pendidikan Nasional Dalam
Pusaran
Kekuasaan. Jakarta: PT
Rineka Cipta, 2009
Tilaar H.A.R., Manajemen Pendidikan Nasional: Kajian
Pendidikan Masa Depan.
Bandung: Penerbit PT Remaja
Rosdakarya, 2008
No comments:
Post a Comment