Tuesday 25 July 2017



MANAJEMEN STRATEGIK
PERGURUAN TINGGI








Sub-Pokok Bahasan Planning of Ministry in the Christian Education

-- eko basuki --

Dosen Pengampu : 
Stevri Indra Lumintang 





Program Master of Theology (M.Th)
STT Pokok Anggur (STT-PA)


3 – 7 April 2017


Daftar Isi


Bab 1. Latar Belakang Masalah……………………………………………….……2

Bab 2. Pengertian Manajemen Strategik...................................................................5

Bab 3. Kegunaan Manajemen Strategik bagi Pendidikan Tinggi...........................6

Bab 4. Elemen-Elemen Dasar Manajemen Startagik Perguruan Tinggi...............7

1.      Pemindaian Lingkungan Internal dan External.....................................7
a.      Lingkungan External...........................................................................8
b.      Lingkungan Internal............................................................................9
c.       Strategi Umum.....................................................................................9

2.      Formulasi Strategi....................................................................................10
a.      Penentuan Visi dan Misi....................................................................10
b.      Penentuan Tujuan dan Sasaran........................................................12
c.       Pengembangan Strategi.....................................................................12
d.      Pembuatan Kebijakan.......................................................................13

3.      Implementasi Strategi..............................................................................13
a.      Penyusunan Program.........................................................................14
b.      Pembuatan Anggaran........................................................................14
c.       Pembuatan Prosedur.........................................................................14

4.      Evaluasi dan Pengawasan Kinerja.........................................................15
a.      Evaluasi...............................................................................................15
b.      Pengawasan........................................................................................16
c.       Studi Kelayakan.................................................................................18

Bab 5 Penutup............................................................................................................18

Kepustakaan...............................................................................................................19










Bab 1

Latar Belakang Masalah


Ilmu manajemen mengalami perkembangan demikian rupa dan telah banyak memberikan kontribusi bagi perkembangan banyak perusahaan, termasuk lembaga-lembaga nirlaba, seperti pada umumnya perguruan-perguruan tinggi. Perguruan tinggi adalah suatu satuan pendidikan penyelenggara pendidikan tinggi. Tujuan perguruan tinggi adalah penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi bertujuan meningkatkan taraf kehidupan masyarakat. Bertalian dengan itu, Indrajit mengemukakan lima dimensi yang melekat pada perguruan tingi, yaitu: dimensi keilmuan, dimensi pendidikan, dimensi sosial (kehidupan masyarakat), dimensi korporasi (satuan pendidikan atau penyelenggara), dan dimensi etis.1 Semua dimensi ini tidak bisa terpisahkan, karena semuanya adalah saling berhubungan erat.

Kelima dimensi di atas menunjukkan betapa kompleksnya pengelolaan (manajemen) perguruan tinggi. Kompleksitasnya manajeman perguruan tinggi sangat menentukan mutu perguruan tinggi tersebut. Saat pemerintah mulai dengan tegas menerapkan delapan standar pendidikan nasional, bersamaan dengan pengaruh globalisasi yang menuntut sumber daya manusia yang bermutu, maka perguruan-perguruan tinggi yang “selama ini merasa nyaman” dengan banyaknya kemudahan dan toleransi pemerintah, menjadi terbangun dan gelisah, sehingga berusaha sedemikian rupa untuk memenuhi standar pendidikan nasional melalui proses akreditasi. Sayangnya, usaha untuk meningkatkan diri baru dalam upaya untuk bertahan hidup, dan belum sampai pada kesadaran mutu (quality awarness)
Alpahnya manajemen strategik dalam lembaga-lembaga pendidikan tinggi, termasuk pendidikan tinggi theologi mengakibatkan matinya lembaga-lembaga tersebut. Salah satu fungsi manajemen strategik adalah perencanaan strategi. Indrajit dan Djokopranoto menegaskan: “perencanaan strategis, yaitu perencanaan yang menentukan hidup mati dan berkembang tidaknya suatu universitas”.2 Bahkan sebelum deadline tersebut, kenyataannya, banyak sekolah tinggi teologi yang berhenti beroperasi karena kekurangan atau ketiadaan mahasiswa, keuangan dan tenaga dosen yang memenuhi ketentuan standar pendidikan nasional. Itu pun, karena alpanya implementasi manajemen strategik di sekolah-sekolah tersebut.
Persoalan mutu pendidikan tinggi tidak hanya digambarkan oleh kondisi ketidaksiapan banyak lembaga pendidikan tinggi diakreditasi, melainkan juga dengan mutu lulusannya. Bukan tidak sedikit sarjana yang tidak memiliki tempat pekerjaan tetap “alias” pengangguran, karena tidak memiliki daya kreativitas dan inovatif yang akhirnya menjadi beban masyarakat, ungkap Tilaar.3 Pengangguran yang demikian tentu jelas adalah masalah lembaga pendidikan. Selain masalah pegangguran, kasus lain ditemukan yang banyak ditemukan, dimana para pekerja bekerja tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan. Sarjana pertanian bekerja di kantor-kantor perbankan; sarjana hukum bekerja sebagai tenaga keamanan perusahaan-perusahaan; sarjana pendidikan sebagai penjual mobile handphone, dan masih banyak lagi pekerja yang bekerja namun tidak sesuai dengan bidang atau latar belakang pendidikan mereka. Salah satu sebab ialah kesenjangan antara “supply” dan “demand” seperti yang dikemukakan oleh Tilaar.4
Selain persoalan pengangguran dan penyimpangan peran lulusan sarjana, juga fakta yang ditemukan di banyak tempat bahwa sedang terjadi ketidakseimbangan penyebaran tenaga yang bergelar sarjana atau master. Di kota-kota atau daerah-daerah tertentu, sedangkan di daerah-daerah lain, khususnnya daerah pedesaan dan terpencil mengalami kekurangan tenaga pekerja yang ahli di bidangnya, sehingga daerah-daerah pedesaan dan terpencil akan terus mengalami ketertinggalkan atau setidaknya mengalami kemajuan yang sangat lambat.
Lemahnya mutu pendidikan dan mutu lulusan seperti yang digambarkan dalam pemaparan masalah di atas, ternyata disebabkan oleh alpanya faktor yang menentuhkan mati hidupnya lembaga-lembaga tersebut, yaitu manajemen strategik. Inilah yang menstimulasi penulis untuk mengadakan kajian lebih lanjut mengenai pokok manajemen strategik bagi pencapaian mutu pendidikan, khususnya pendidikan tinggi teologi di Indonesia. Ada pun tujuan tulisan ini untuk memberikan pencerahan dan dorongan bagi stekholder dan penyelenggara serta pemimpin pendidikan tinggi di Indonesia untuk terlibat secara sadar dan bertanggung jawab dalam manajemen pendidikan tinggi untuk mewujudkan mutu pendidikan. Karena memang tujuan manajemen pendidikan adalah untuk mewujudkan mutu pendidikan yang terungkap melalui mutu lulusan.



Bab 2
Pengertian Manajemen Strategik


Tidak dapat dipungkiri bahwa ada beberapa Perguruan Tinggi, di antaranya Sekolah-Sekolah Tinggi Teologi yang tandinya mencapai kemajuan sehingga dimintai oleh para pelanggan (customer) baik gereja, masyarakat maupun pemerintah, namun sayangnya makin lama makin mundur dan akhirnya berhenti atau ditutup. Salah satu sebab yang mendasar adalah alpanya implementasi manajemen strategik. Manajemen atau perencanaan strategik adalah: “perencanaan yang menentukan hidup mati dan berkembang tidaknya suatu universitas atau penguruan tinggi”.Perencanaan dilakukan untuk mempertahankan kelangusngan hidup Perguruan Tinggi dan mencapai kemajuan atau perkambangannya sehingga memiliki daya saing dalam masyarakat.
Manajemen strategik merupakan perkembangan terakhir (terkini) dari perencanaan strategik, yangmuncul sebagai tanggapan atas kritik bahwa perencanaan, betapapun strategisnya, akan kurang mencukupi bagi perusahaan untuk mempertahankan hidupnya, menjalankan misinya, dan mencapai visinya dalam lingkungan persaingan yang terus berubah.5 manajemen strategik adalah manajemen jangka panjang, sehingga perencanaannya dilengkapi juga dengan perencanaan jangka menengah dan pendek sebagai perencanaan antara dan bersifat membantu. Manjemen strategik diartikan oleh Hunger dan Wheelen sebagai: “The set of managerial decisions and actions that determines the long-run performance of a corporation”. Demikian dengan definisi Alex Miller, bahwa “Strateic management is a set of managerial skills that can and should be used throughout the organization in a wide variety of function”. Akhirnya, patut juga mempertimbangkan pengertian dari Pearce dan Robinson, bahwa “Strategic management is defined as the set of decisions and actions that result in the formulation and implementation of plans designed to achieve a company’s objectives”.
Dari tiga pengertian di atas, maka pada intinya, manajemen strategic adalah berkenaan dengan tiga aspek, yakni: 1). Satu kesatuan keputusan dan tindakan; 2). Dapat digunakan oleh organisasi apapun, termasuk Pergurtuan Tinggi, di antaranya Sekolah Tinggi Teologi; 3). Penetapan rencana untuk mencapai tujuan Sekolah Tinggi Teologi dan mempertahankan eksistensi dan perannya dalam masyarakat.



Bab 3
Kegunaan Manajemen Strategik bagi Pendidikan Tinggi


Dari pengertian yang dikemukakan di atas, maka secara eksplisit juga ditemukan penting dan kegunaan manajemen strategik. Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, bahwa manajemen strategik adalah penting, karena menentukan mati hidupnya dan berkembangnya Sekolah-Sekolah Tinggi Teologi di Indonesia. Indrajit dan Djokopranoto mengemukakan sejumlah kegunaan manjemen strategik, yaitu: 1). Memberikan pedoman yang lebih baik bagi seluruh jajaran oragnisasi mengenai titik krusial; 2). Membuat para manajer lebih waspada mengenai angin perubahan, kesempatan yang baru, dan perkembangan ancaman; 3). Memberikan pada manajer alasan-alasan yang masuk akal mengenai prioritas alokasi sumber daya yang dimiliki perusahaan; 4). Membantu mengintegrasikan berbagai keputusan yang berhubungan dengan strategi tertentu yang dilakukan oleh berbagai manajer pada berbagai bidang di perusahaan; 5). Menciptakan suatu sikap manajemen yang lebih proaktif dari pada sikap defensif atau reaktif yang kadang cenderung terlamat.



Bab 4
Elemen-Elemen Dasar Manajemen Startagik
Perguruan Tinggi



Para ahli berbeda satu dengan yang lain saat membahas mengenai elemen-elemen dasar dari manajemen strategik perguruan tinggi. Bryson dalam bukunya Riant Nugroho mengemukakan sepuluh langkadalam pembuatan manajemen strategik, yaitu: 1). Membangun inisyatif dan kesepakatan proses perencaaan strategis; 2).Mengidentifikasi mandat organisasi; 3). Mengindentifikasi misi dan nilai organisasi; 4). Melakukan penilaian lingkungan internal dan eksternal; 5). Mengidentifikasi isu-isu strategik; 6). Merumuskan strategi dan membuat rencana memanajemeni isu-isu; 7). Meninjau ulang; 8). Merumuskan visi yang efektif dari organisasi; 9). Mengembangkan proses implementasi yang efektif; dan 10). Menilai ulang strategi dan proses perencanaan strategik.6 Pada hakikatnya sama dengan elemen-elemen dari Bryson di atas, penulis memilih elemen-elemen yang dikemukakan oleh Hunger dan Wheelen. Mereka membagi proses manajemen strategis dalam empat langka, sekaligus sebagai empat elemen dasar, yaitu: 1). Pemindaian lingkungan; 2). Formulasi strategis; 3). Implementasi strategis; dan 4). Evaluasi dan pengawasan kinerja.7 Keempat elemen inilah yang menjadi kerangka pembahasan penulis berikut ini.

1.   Pemindaian Lingkungan Internal dan External
           Pemindaian lingkungan (environmental scanning) adalah pemindaian lingkungan, baik variabel internal maupun esternal. Variabel internal adalah variabel yang paling penting, yang terdiri dari kekuatan dan kelemahan organisasi; sedangkan variabel eksternal adalah berupa tantangan dan ancaman. Pemindaian lingkungan ini dinamakan analisis SWOT, seperti yang dikemukakan di bawah ini.

a.  Lingkungan Eksternal
     Yang dimaksudkan dengan lingkungan eksternal adalah lingkungan tugas dan lingkungan sosial. Yang dimaksudkan dengan lingkungan tugas adalah elemen atau kelompok yang berdampak atau yang dipengaruhi langsung oleh operasi organisasi, seperti pemegang saham, pemasok, kompetitor, masyarakat setempat, pelanggan, kreditor, serikat buruh, asosiasi dagang dan sebagainya. Lingkungan sosial adalah kelompok umum yang tidak berdampat atau dipengaruhi langsung oleh oprasi organisasi, namun dapat saling mempengaruhi dalam jangka panjang, seperti lingkungan ekonomi, sosial-kultural, tehnologi, politik, hukum dan sebagainya.
      Berkenaan dengan dua jenis lingkungan eksternal di atas, maka tentu keduanya dapat mempengaruhi perguruan tinggi yang diselenggarakan, baik positif maupun negatif, yaitu baik memberikan peluang atau kesempatan, maupun ancaman. Langkah awal manajemen strategik yang dilakukan oleh lembaga pendidikan perguruan tinggi ialah mendaftarkan apa saja dari lingkungan tugas dan sosial yang dapat memberikan peluang atau kesempatan (opportunities) bagi pencapaian misi dan tujuan perguruan tinggi. Di samping itu juga, harus mengetahui apa saja yang dianggap sebagai ancaman (threats) bagi pencapaian misi dan tujuan perguruan tinggi.

b.  Lingkungan Internal
Setelah mengetahui dan mendaftarkan sejumlah kesempatan dan ancaman dari luar terhadap lembaga pendidikan tingkat perguruan tinggi, maka selanjutnya dilanjutkan dengan pemindaian lingkungan internal. Ada dua hal yang dianalisis dalam lingkungan internal, yaitu kekuatan dan kelemahan lembaga pendidikan tinggi. Kekuatan dan kelemahan adalah dua hal yang berada di bawah kendali pimpinan lembaga pendidikan tinggi. Dengan kata lain, kekuatan dan kelemahan berada dalam lingkungan struktur, budaya dan sumber daya perguruan tinggi. Struktur adalah cara suatu organisasi diorganisir dalam arti komunikasi, otorisasi dan aliran kerja (garis komando). Budaya meliputi kebiasaan, tradisi, kepercayaan, nilai dan harapan yang dipegang oleh semua yang berada di lembaga pendidikan tinggi tersebut. Sedangkan sumber daya adalah aset yang dimiliki oleh perusahaan, berupa sumber daya manusia (keahlian), keuangan, fasilitas serta peralatan dan sebagainya.

c.       Strategi Umum
      Setelah mengetahui dan mendaftarkan kekuatan-kekuatan (strenghts), kelemahan-kelemahan (weaknesses), kesempatan-kesempatan (opportunities), dan ancaman-ancaman (threats), maka kemudian berdasarkan hasil temuan tersebut, diformulasilah strategi-strategi umum sebagai berikut:
1.      Strategi SO (Kekuatan-Peluang) dengan mengembangkan suatu strategi dalam memanfaatkan kekuatan (S) untuk mengambil manfaat dari peluang (O) yang ada
2.      Strategi WO (Kelemahan-Peluang)  yaitu mengembangkan suatu strategi dalam memanfaatkan peluang untuk mengatasi kelemahan (W) yang ada.
3.      Strategi ST (Kekuatan-Ancaman) yaitu dengan mengembangkan suatu strategi dalam memanfaatkan kekuatan (S) untuk menghindari ancaman (T)
4.      Strategi WT (Kelemahan-Ancaman) yaitu dengan mengembangkan suatu strategi dalam mengurangi kelemahan (W) dan menghindari ancaman (T).

2.  Formulasi Strategi
Setelah mengetahui kekuatan, kelemahan, kesempatan dan ancaman lingkungan internal dan eksternal, serta merencanakan strategi umum dengan menggunakan kesempatan sebaik-baiknya, mengantisipasi dan menanggulangi ancaman, dan menggunakan kekuatan sebagai modal dasar operasi untuk mengurangi atau menghilangkan kelemahan yang masih ada, maka selanjutnya melakukan formulasi strategi. Formulasi strategi adalah pengembangan rencana jangka panjang untuk mengelola secara efektif kesemp atan dan ancaman dari luar yang dihadapi organisasi dalam batasan kekuatan dan kelemahan organisasi. Berkenaan dengan itu, maka ada empat hal yang perlu diformulasi, yakni misi dan visi, tujuan, strategi dan kebijakan, seperti yang penulis bahas masing-masing berikut ini.

a.  Penentuan Misi dan Visi
Misi adalah penyebab lembaga pendidikan didirikan, karena itu rumusan misi haruslah mencerminkan alasan mengapa organisasi didirikan (alasan pertama dan utama). Perumus misi adalah pendiri organisasi.8 Ada dua jenis misi, yaitu misi sederhana, misalnya menghasilkan tamatan teologi; sedangkan misi yang lebih tajam ialah menghasilkan tamatan teologi yang berkualitas. Rumusan misi yang baik akan mengambarkan secara jelas tujuan dasar dan unik lembaga pendidikan yang membedahkan dari lembaga pendidikan yang lain. Misi menjawab pertanyaan kita itu siapa dan apa yang kita lakukan? Dengan demikian, misi adalah sebuah hakikat dan tujuan melekat dari suatu organisasi. Karena itu, apabila misi diganti, maka organisasi bubar dan diganti; atau apabila ”produk” diganti, maka organisasi pun diganti; atau diadakan transformasi besar-besaran.
Misi berbeda sama sekali dengan visi, dan misi bukanlah turunan (penjabaran) dari visi, seperti kesalahan yang banyak dilakukan dewasa ini. Misi melekat pada organisasi, sedangkan visi melekat pada pemimpin. Karena itu, visi akan selalu berubah dengan bergantinya pemimpin, atau visi dibatasi oleh eksistensi pemimpin. Itu artinya, rentang visi yang hendak dicapai adalah rentang ketika pemimpin mempunyai masa kerja. Nugroho menulis: ”Pertama, visi – jika hendak disebut demikian – jangka panjang adalah misi organisasi itu sendiri. Kedua, pemimpin dapat membangun dua visi, yaitu core vision: visi yang dibangun selama ia mempunyai rentang akuntabilitas, yaitu sepanjang masa kerjanya; dan expanded vision: visi yang merentang jauh ke depan – dalam hal ini, tahap pertama dicapai melalui pencapaian core-visionnya, seperti nampak pada gambar di halaman sebelah:9




 








      -------------------------------------------------------------------------------------------
Core vision: masa kerja pemimpin              Masa kerja yg diharapkan pemimpin


Contoh misi dan visi lembaga pendidikan tinggi, adalah sebagai berikut: Misi adalah Ikut mencerdaskan kehidupan bangsa di bidang pendidikan tinggi; sedangkan visinya adalah Menjadi universitas yang paling baik di Indonesia bagian Timur.10


b.  Penentuan Tujuan dan Sasaran

Sasaran (Obyektif) adalah hasil suatu aktivitas yang diharapkan dapat dicapai dalam waktu tertentu. Karena itu, tujuan haruslah dapat diukur secara kuantitas. Lebih lanjut, obyektif haruslah sesuai dengan misi lembaga pendidikan tinggi. Indrajit membedahkan antara tujuan dan obyektif: ”Tujuan adalah hal yang ingin dicapai dalam waktu yang tidak ditentukan, sehingga semacam cita-cita dalam jangka panjang; sedangkan obyektif (sasaran) adalah hal yang direncakan dicapai dalam jumlah tertentu dan waktu tertentu, namun dalam jangka panjang.

c.  Pengembangan Strategi

Strategi adalah suatu rencana yang bersifat komprehensif mengenai bagaimana lembaga pendidikan tinggi melaksanakan misinya dan mencapai sasarannya. Strategi adalah rencana dalam garis besar dan untuk jangka panjang. Oleh karena itu, strategi harus memaksimalkan keunggulan dan meminimalkan kelemahan untuk jangka panjang. Pengembangan strategi dalam dilakukan dalam lembaga pendidikan tinggi, seperti: mengadakan studi kelayakan, mempersiapkan dosen untuk program studi strata tiga, mempersiapkan pembangunan gedung yang sesuai, dan mempelajari persyaratan pembukaan program strata dua.

d.  Pembuatan Kebijakan

Menindaklanjuti pengembangan strategi di atas, maka dilakukan pembuatan kebijakan. Pembuatan kebijakan adalah langkah menyiapkan kebijakan umum yang diperlukan untuk melaksanakan strategi yang dimaksud. Kebijakan diharapkan akan menghubungkan formulasi strategi dalam implementasi strategi. Bertolak dari contoh pengembangan strategi di atas, maka kebijakan yang dibuat adalah berupa: Kebijakan pembuatan panitia studi kelayakan, kebijakan peningkatan pendidikan bagi dosen yang bergelar strata dua ke strata tiga, dan kebijakan perekrutan dosen yang bergelar strata tiga.


3.  Implementasi Strategi

Setelah formulasi strategi disusun, baik visi, misi, tujuan dan sasaran, pengembangan strategi dan pembuatan kebijakan, maka selanjutnya tibalah saatnya untuk memformulasi implementasi strategi. Implementasi strategi adalah kegiatan manajemen untuk menerjemahkan strategi dan kebijakan ke dalam aktivitas melalui penyusunan program, penyusunan anggaran dan pembuatan prosedur, seperti yang penulis kemukakan berikut ini.
a.      Penyusunan Program
Penyususnan program adalah penyususnan aktivitas yang nyata dan jelas  untuk menterjemahkan strategi ke dalam aktivitas nyata. Oleh karena itu, program dalam pendidikan tinggi dibuat dalam jangka panjang (4 tahun), jangka menengah (2-3 tahun) dan jangka pendek (1 tahun). Penetapan program jangka panjang selama 4 tahun adalah sesuai dengan ketentuan masa kerja pimpinan lembaga pendidikan yang ditetapkan oleh pemerintah. Program jangka panjang adalah program untuk menyelesaikan strategi yang dibuat untuk jangka panjang pula. Sedangkan program jangka menengah dan pendek adalah program untuk menjembatani dan menunjang pelaksanaan program jangka panjang.11

b.      Pembuatan Anggaran
Anggaran adalah penerjemahan program dalam bentuk uang secara terinci dan dalam kurun waktu tertentu. Anggaran yang lengkap terdiri atas anggaran pendapatan dan anggaran pengeluaran. Kalau dalam perusahaan, proyeksi keuntungan perlu ditambahkan dalam anggaran pendapatan dan pengeluaran; sedangkan dalam lembaga nirlaba, seperti lembaga pendidikan tinggi, proyeksi keuntungan tidak akan dikemukakan, kecuali sisa hasil usaha. Sisa tersebut biasanya direncanakan dan dihitung untuk mengembangkan misi perguruan tinggi, bukan untuk pribadi dan dikembalikan kepada yayasan badan penyelenggara.

c.       Pembuatan Prosedur
Setelah program dan anggaran disusun, maka akhirnya, dibuatlah prosedur. Prosedur adalah aturan atau teknik pelaksanaan sistem secara langkah demi langkah untuk melaksanakan suatu aktivitas tertentu, yang dikenal di dalam perusahaan dengan istilah Standard Operating Procedure (SOP). Prosedur dapat dibuat untuk berbagai kegiatan yang ada di lembaga pendidikan tinggi, seperti kegiatan teknis, administrasi, marketing, logistik, keuangan, produksi, transportasi dan sebagainya. Sebagai contoh SOP dalam perguruan tinggi, adalah sebagai berikut: 1). Prosedur rekrutmen; 2). Prosedur perhitungan penyusutan; 3). Prosedur pengiriman dosen untuk studi lanjut; 4). Prosedur penggantian biaya belajar dosen; 5). Dan sebagainya.

4.  Evaluasi dan Pengawasan Kinerja
Mata rantai terakhir dari manajemen strategik adalah evaluasi an pengawasan. Evaluasi dan pengawasan adalah aktivitas di mana hasil dan kegiatan suatu lembaga pendidikan tinggi dimonitor dan kinerjanya dibandingkan dengan kinerja yang diharapkan. Sekalipun mata rantai terakhir dalam manajemen strategis, namun evaluasi dan pengawasan dapat pula mendeteksi adanya kekurangan atau kelemahan dalam kegiatan sebelumnya, sehingga dapat dilakukan perbaikan di mana pun yang memerlukan.

a.      Evaluasi
Evaluasi dapat dilakukan secara keseluruhan. Apabila kinerja nyata jauh dari harapan, maka satu per satu kegiatan sebelumnya perlu dievaluasi lebih dalam, umumnya mulai dari obyektivitas, strategi, kebijakan, program, anggaran dan prosedur. Masing-masing mempunyai potensi untuk diperbaiki. Lebih lanjut, evaluasi pun dapat mengubah tujuan dan sasaran, serta memperbaiki analisis SWOT yang kurang tajam atau kurang lengkap.
b.      Pengawasan
Pengawasan dilakukan selain untuk membandingkan kinerja yang dicapai dengan kinerja yang diharapkan, juga menilai dan mengukur sejauh mana sasaran dicapai. Kalau sasaran diformulasi secara kuantitatif (dapat diukur), maka pengawasan pun akan sangat obyektif. Untuk dapat diukur, tentu haruslah memiliki kriteria pencapaian yang obyektif dan benchmark. Benchmark adalah tolok ukur kinerja yang didapatkan dari kinerja lembaga pendidikan yang unggul dan yang dijadikan acuan. Pengukuran dapat dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Pengukuran kinerja secara kualitatif banyak kelemahannya, sehingga yang dikembangkan adalah pengukuran secara kuantitatif. Pengukuran kuantitatif lebih mudah mendeteksi kemajuan atau kemunduran (lebih obyektif). Salah satu cara pengukuran kinerja lembaga pendidikan adalah dengan Balanced Scorecard. Model ini adalah model kartu pencatat skor yang bersifat mutidimensional, yang meliputi empat pokok, yaitu: keungan, pelanggan, proses internal dan inovasi (pertumbuhan). Disebut balanced, karena memang adanya keseimbangan: antara perspektif keuangan dan non-keuangan; antara hasil kinerja di dalam (pimpinan) dan hasil kinerja di luar (pemegang saham); antara kemampuan dan kinerja waktu yang lalu dan masa yang akan datang; antara hasil kinerja lembaga dan hasil kinerja subyektif (potensi), seperti yang nampak pada gambar yang dikemukakan oleh penemunya yakni Robert S. Kaplan dan David P. Norton di bawah ini:12




 


















Dalam perkembangannya, balanced scorecard tidak hanya digunakan untuk sistem ukuran kinerja, melainkan juga dapat diterapkan sebagai suatu sistem manajemen. Balanced scorecard dapat digunakan sebagai pengembangan sistem pengukuran kinerja, juga digunakan sebagai sarana yang berkaiatan dengan manajemen strategik, seperi nampak pada gambar di bawah ini:
 


















c.       Studi Kelayakan

Studi kelayakan dapat dilakukan dalam beberapa tahap, baik jangka panjang maupun jangka pendek. Studi kelayakan ini akan menentukan apakah program tertentu, misalnya program studi strata dua jurusan teologi dapat dibuka atau tidak. Dengan kata lain, studi kelayakan ini menolong lembaga pendidikan untuk menetapkan kelayakan program dibuka atau tidak. Studi kelayakan bukan dalam rangka pembenaran suatu program.


Bab 5
Penutup

Dari semua pemaparan masalah dan pembahasan yang membuat solusi atas masalah dalam konteks manajemen perguruan tinggi, maka dapatlah ditarik kesimpulan, bahwa memang, mati hidupnya dan mandek berkembangnya lembaga pendidikan sangat ditentukan oleh manajemen strategik lembaga pendidikan tinggi tersebut. Dengan kata lain, tidak ada cara untuk suatu lembaga pendidikan tinggi dapat mempertahankan eksistensinya selain dari pada melakukan manajemen strategik. Begitu juga, tidak ada cara untuk  suatu lembaga dapat mencapat standar pendidikan nasional, bahkan melampuai standar, bahkan bisa berbasis internasional, selain dengan melakukan manajemen strategik. Ada pun alasan dari pernyataan-pernyataan ini adalah: Karena manajemen strategik memberikan pedoman kerja yang jelas dan terukur, mempersiapkan para pemimpin lembaga mengantisipasi setiap perubahan, menolong untuk mengelola sumber daya yang ada, dan menciptakan sikap yang proaktif dalam konteks kompetisi lembaga-lembaga pendidikan nasional dan internasional.
Kepustakaan


Abbas, Syahrizal, Manajemen Perguruan Tinggi. Jakarta: Kencana Prenada Media
            Group, 2009

Indrajit R. Eko, R. Djokopranoto, Manajemen Perguruan Tinggi Moden. Yogyakarta:
            Andi Offset, 2006

Mulyadi, Sistem Perencanaan dan Pengendalian Manajemen. Jakarta: Penerbit
            Salemba Empat, 2007

Nugroho, Riant, Perencanaan Strategis in Action. Jakarta: Penerbit PT Elex Media
            Komputindo, 2010

Robert S. Kaplan, David P. Norton, Balanced Scorecard Translating Strategy into
            Action. New York: Harvard Busines School, 1996

Rochaety Ety, Pontjorini Rahayuningsih, Sistem Informasi Manajemen Pendidikan.
            Jakarta: Penerbit Bumi Aksara, 2010

Tilaar, H.A.R. Standarisasi Pendidikan Nasional, Suatu Tinjauan Kritis. Jakarta: PT
            Rineka Cipta, 2006

Tilaar H.A.R., Kekuasaan Dan Pendidikan: Manajemen Pendidikan Nasional Dalam
           Pusaran Kekuasaan. Jakarta: PT Rineka Cipta, 2009

Tilaar H.A.R., Manajemen Pendidikan Nasional: Kajian Pendidikan Masa Depan.
           Bandung: Penerbit PT Remaja Rosdakarya, 2008


          1 R. Eko Indrajit, R. Djokopranoto, Manajemen Perguruan Tinggi Modern, (Yogyakarta: Penerbit Andi, 2006), 42
          3 H.A.R. Tilaar, Kekuasaan Dan Pendidikan: Manajemen Pendidikan Nasional Dalam Pusaran Kekuasaan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2009), 61
          4 H.A.R. Tilaar, Manajemen Pendidikan Nasional: Kajian Pendidikan Masa Depan, (Bandung: Penerbit PT Remaja Rosdakarya, 2008), 194
          5 Eko Indrajit dan E. Djokopranoto, Manajemen Perguruan Tinggi Modern, (Yogyakarta: Penerbit ANDI, 2006), 63
          6 Riant Nugroho, Perencanaan Strategis in Action, (Jakarta: PT Alex Media Komputindo, 2010), 12-13
          7 Eko Indrajit dan E. Djokopranoto, Manajemen Perguruan Tinggi Modern...64
          8 Riant Nugroho, Perencanaan Strategis in Action…22
          10 Eko Indrajit dan E. Djokopranoto, Manajemen Perguruan Tinggi Modern... 71
          11 Ibid., 74
       12 Robert S. Kaplan, David P. Norton, Balanced Scorecard Translating Strategy into Action, (New York: Harvard Busines School, 1996), 31

No comments:

Post a Comment

Misi Kristus Sedunia

PELAJARAN SEKOLAH MINGGU

  TANGGAL   PELAJARAN SEKOLAH MINGGU KATEGORI Babak pertama        ...