TEORI, PRINSIP DAN KONSEP PEMBELAJARAN
TEORI PEMBELAJARAN
Teori ialah prinsip kasar yang menjadi dasar pembentukan sesuatu ilmu pengetahuan. Dasar teori
ini yang akan di kembangkan pada ilmu pengetahuan agar dapat di ciptakan pengetahuan baru
yang lebih lengkap dan detail sehingga dapat memperkuat pengetahuan tersebut.Teori juga
merupakan satu rumusan daripada pengetahuan sedia ada yang memberi panduan untuk
menjalankan penyelidikan dan mendapatkan maklumat baru. Sehingga ada ahli yang
mengemukakan asumsinya terhadap kebutuha adanya sebuah rumusan teori. Menurut
Snelbecker(di situs www.teknologi-pembelajaran.com) menjelaskan sejumlah asumsi dijadikan
dasar untuk menentukan gejala yang diamati dan atau teori yang dirumuskan. Asumsi-asumsi itu
adalah:
Ilmu dan pengetahuan berkembang dengan pesat dengan implikasi bagi kebanyakan orang untuk
mengikuti perkembangan itu.Pertambahan penduduk akan senantiasa terjadi meskipun dengan
derajat perbandingan yang kian mengecil. Perkembangan penduduk ini membawa implikasi makin
banyaknya mereka yang perlu memperoleh pendidikan.Terjadinya perubaha-perubahan mendasar
dan bersifat menetap di bidang sosial, politik, ekonomi, industri, atau secara luas kebudayaan,
yang menghendaki re-edukasi atau pendidikan terus-menerus bagi semua orang.Penyebaran
teknologi ke dalam kehidupan masyarakat yang makin meluas. Masyarakat mengandung budaya
dan teknologi, yang memengaruhi segenap bidang kehidupan, termasuk di dalamnya bidang
pendidikan.Makin terbatasnya sumber-sumber tradisional sehingga harus diciptakan sumber-
sumber baru dan sementara itu memanfaatkan sumber yang makin terbatas itu secara lebih
berdaya guna dan berhasil guna. Termasuk dalam sumber tradisional ini adalah sumber insani
untuk keperluan pendidikan.
Dan untuk asumsi tersebut dapat di buktikan kebenarannya atau tidak itu tidak menjadi masalah
dalam teori Pembelajaran. Yang terpenting adalah hasil Teori -teori yang di kemukakan ahli dapat
memberikan rumusan baru pada pembelajaran. Pada asasnya, teori-teori pembelajaran masa kini
dapat diklasifikasikan kepada teori yang utama yaitu yaitu behavioris, kognitif, sosial, humanis,
Piaget, Vygotsky, Ausubel, dan Konstruktivisme. Untuk lebih jelasnya, disini akan di bahas satu-
persatu di bawah ini.
1. Teori Behavioris
Teori behavioris yang diperkenalkan oleh Ivan Pavlov dan dikembangkan
oleh Thorndike dan Skinner,berpendapat bahwa pembelajaran adalah berkaitan dengan perubahan
tingkah laku. Teori pembelajaran mereka kebanyakannya dihasilkan dengan. Mereka
menumpukan ujian kepada perhubungan antara ‘rangsangan’ dan ‘gerakbalas’ yang menghasilkan
perubahan tingkah laku. Ujian ini bisa bersifat sebagai suatu usaha yang dapat merubah tingkah
laku orang agar bisa lebih baik. Maka perubahan inilah yang di sebut pembelajaran. Secara
umumnya memang teori behavioris menyatakan bahwa pengajaran dan pembelajaran akan
mempengaruhi segala perbuatan atau tingkah laku pelajar sama ada baik atau sebaliknya. Teori ini
juga menjelaskan bahwa tingkah laku pelajar dapat diperhatikan dan diprediksi apakah mengarah
ke hal positif atau negative.
2. Teori Kognitif
Teori kognitif pula berpendapat bahwa pembelajaran ialah suatu proses pendalaman yang berlaku
dalam akal pikiran, dan tidak dapat diperhatikan secara langsung dengan tingkah laku. Ahli-ahli
psikologi kognitif seperti Bruner dan Piaget menjelaskan kajian kepada berbagai jenis
pembelajaran dalam proses penyelesaian masalah dan akal berdasarkan berbagai peringkat umur
dan kecerdasan pelajar. Teori-teori pembelajaran mereka adalah bertumpu kepada cara
pembelajaran seperti pemikiran cerdik, urgensi penyelesaian masalah, penemuan dan
pengkategorian. Menurut teori ini, manusia memiliki struktur kognitif, dan semasa proses
pembelajaran, otak akan menyusun segala pernyataan di dalam ingatan.
3. Teori Sosial
Teori sosial pula menyarankan teori pembelajaran dengan menggabungkan teori behavioris
bersama dengan kognitif. Teori ini juga dikenal sebagai Teori Perlakuan Model. Albert Bandura,
seorang tokoh teori sosial ini menyatakan bahwa proses pembelajaran akan dapat dilaksanakan
dengan lebih berkesan dengan menggunakan pendekatan ‘permodelan’. Beliau menjelaskan lagi,
bahwa aspek pemerhatian pelajar terhadap apa yang disampaikan atau dilakukan oleh guru dan
juga aspek peniruan oleh pelajar akan dapat memberikan kesan yang menarik kepada kepahaman
pelajar. Sehingga dalam pembelajaran perlu ada obyek belajar sehingga seorang guru dapat
mempraktekkan materinya untuk lebih dipahami siswa dengan obyek tadi.
4. Teori Humanisme
Teori humanis juga berpendapat pembelajaran manusia bergantung kepada emosi dan
perasaannya. Seorang ahli teori ini, Carl Rogers menyatakan bahwa setiap individu itu mempunyai
cara belajar yang berbeda dengan individu yang lain. Oleh karena itu, strategi dan pendekatan
dalam proses pengajaran dan pembelajaran hendaklah dirancang dan disusun mengikut kehendak
dan perkembangan emosi pelajar itu. Beliau juga menjelaskan bahwa setiap individu mempunyai
potensi dan keinginan untuk mencapai aktualisasi diri. Maka, guru hendaknya menjaga psikologi
pelajar dan memberi bimbingan supaya potensi mereka dapat diperkembangkan ke tahap
maksimal.
5. Teori Piaget
Menurut Piaget (Dahar 1996; Hasan 1996; Surya 2003), setiap individu mengalami tingkat-tingkat
perkembangan intelektual dalam pembelajaran. Tahap- tahap tersebut berdasarkan umur seorang
anak. Tahap-tahap tersebut sebagai berikut:
1. Tingkat Sensorimotor (0-2 tahun)
Anak mulai belajar dan mengendalikan lingkungannya melalui kemampuan panca indra dan
gerakannya. Perilaku bayi pada tahap ini semata-mata berdasarkan pada stimulus yang
diterimanya. Sekitar usia 8 bulan, bayi memiliki pengetahuan object permanence yaitu walaupun
objek pada suatu saat tak terlihat di depan matanya, tak berarti objek itu tidak ada. Sebelum usia 8
bulan bayi pada umumnya beranggapan benda yang tak mereka lihat berarti tak ada. Pada tahap
ini, bayi memiliki dunianya berdasarkan pengamatannya atas dasar gerakan/aktivitas yang
dilakukan orang-orang di sekelilingnya.
2. Tahap Preoporational (2-7 tahun)
Pada tahap ini anak sudah mampu berpikir sebelum bertindak, meskipun kemampuan berpikirnya
belum sampai pada tingkat kemampuan berpikir logis. Masa 2-7 tahun, kehidupan anak juga
ditandai dengan sikap egosentris, di mana mereka berpikir subyektif dan tidak mampu melihat
obyektifitas pandangan orang lain, sehingga mereka sukar menerima pandangan orang lain. Ciri
lain dari anak yang perkembangan kognisinya ada pada tahap preporational adalah
ketidakmampuannya membedakan bahwa 2 objek yang sama memiliki masa, jumlah atau volume
yang tetap walau bentuknya berubah-ubah. Karena belum berpikir abstrak, maka anak-anak di usia
ini lebih mudah belajar jika guru melibatkan penggunaan benda yang konkrit daripada
menggunakan hanya kata-kata.
3. Tahap Concrete (7-11 thn)
Pada umumnya, pada tahap ini anak-anak sudah memiliki kemampuan memahami konsep
konservasi (concept of conservacy), yaitu meskipun suatu benda berubah bentuknya, namun masa,
jumlah atau volumenya adalah tetap. Anak juga sudah mampu melakukan observasi, menilai dan
mengevaluasi sehingga mereka tidak se-egosentris sebelumnya. Kemampuan berpikir anak pada
tahap ini masih dalam bentuk konkrit, mereka belum mampu berpikir abstrak, sehingga mereka
juga hanya mampu menyelesaikan soal-soal pelajaran yang bersifat konkrit. Aktifitas
pembelajaran yang melibatkan siswa dalam pengalaman langsung sangat efektif dibandingkan
penjelasan guru dalam bentuk verbal (kata-kata).
4. Tahap Formal Operations (11 tahun ke atas)
Pada tahap ini, kemampuan siswa sudah berada pada tahap berpikir abstrak. Mereka mampu
mengajukan hipotesa, menghitung konsekuensi yang mungkin terjadi serta menguji hipotesa yang
mereka buat. Kalau dihadapkan pada suatu persoalan, siswa pada tahap perkembangan formal
operational mampu memformulasikan semua kemungkinan dan menentukan kemungkinan yang
mana yang paling mungkin terjadi berdasarkan kemampuan berpikir analistis dan logis.
Sehingga pada yang terakhir inilah merupakan kesempurnaan dari penerimaan pembelajaran yang
baik dan mengembangkan potensi diri yang sempurna.
5. Teori Vygotsky
Vygotsky adalah salah seorang tokoh konstrutivisme. Hal terpenting dari teorinya adalah
pentingnya interaksi antara aspek internal dan eksternal pembelajaran dengan menekankan aspek
ling-kungan sosial pembelajaran. Vygotsky yakin bahwa pembelajaran terjadi ketika siswa bekerja
menangani tugas-tugas yang belum dipelajari, namun tugas-tugas itu masih berada dalam
jangkauan kemampuannya atau tugas-tugas itu berada dalam zona perkembangan proksimal (zone
of proximal development).
Sumbangan teori Vigotsky adalah penekanan pada bakat sosio budaya dalam pembelajaran.
Menurutnya, pembelajaran terjadi ketika siswa bekerja dalam zona perkembangan proksima (zone
of proximal development). Zona perkembangan proksima adalah tingkat perkembangan sedikit di
atas tingkat perkembangan seseorang pada ketika pembelajaran berlaku.
Astuty (2000) secara terperinci, mengemukakan bahwa yang dimaksudkan dengan “zona per-
kembangan proksima” adalah jarak antara tingkat per-kembangan sesungguhnya dengan tingkat
perkembangan potensial. Tingkat perkembangan sesungguhnya adalah kemampuan pemecahan
masalah secara mandiri sedangkan tingkat per-kembangan potensial adalah kemampuan
pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa melalui kerja sama dengan rakan sebaya
yang lebih mampu. Oleh yang demkian, maka tingkat perkembangan potensial dapat disalurkan
melalui model pembelajaran koperatif. Ide penting lain juga diturunkan Vygotsky ialah konsep
pemenaraan (scaffolding) (Nur 2000), yaitu memberikan sejumlah bantuan kepada siswa pada
tahap-tahap awal pembelajaran, kemudian menguranginya dan memberi kesempatan kepada siswa
untuk mengambil alih tanggung jawab sekadar yang mereka mampu. Bantuan tersebut berupa
petunjuk, peringatan, dorongan, menguraikan masalah pada langkah-langkah pemecahan,
memberi contoh ataupun hal-hal lain yang memungkinkan siswa tumbuh sendiri.
6. Teori Ausubel
David Ausubel adalah seorang ahli psikologi pendidikan. Menurut Ausubel (Dahar 1996) bahan
subyek yang dipelajari siswa haruslah “bermakna” (meaningfull). Pembelajaran bermakna
merupakan suatu proses mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat
dalam struktur kognitif seseorang. Struktur kognitif ialah fakta-fakta, konsep-konsep, dan
generalisasi-generalisasi yang telah disiswai dan diingat siswa. Suparno (1997) mengatakan
pembelajaran bermakna adalah suatu proses pembelajaran di mana informasi baru dihubungkan
dengan struktur pengertian yang sudah dimiliki seseorang yang sedang melalui pembelajaran.
Menurut Ausubel, pemecahan masalah yang sesuai adalah lebih bermanfaat bagi siswa dan
merupakan strategi yang efisien dalam pembelajaran. Kekuatan dan makna proses pemecahan
masalah dalam pembelajaran sejarah terletak pada kemampuan siswa dalam mengambil peranan
pada kumpulannya. Untuk melancarkan proses tersebut maka diperlukan bimbingan secara
langsung daripada guru, sama ada secara lisan maupun dengan tingkah laku, manakala siswa
diberi kebebasan untuk membangun pengetahuannya sendiri.
Selanjutnya Ausubel mengatakan bahwa ada dua jenis belajar, yaitu belajar bermakna (meaningful
learning) dan belajar menghafal (rote learning). Bahan pelajaran yang dipelajari haruslah
bermakna. Belajar bermakna adalah suatu proses di mana informasi baru dihubungkan dengan
struktur pengertian yang sudah dipunyai seseorang yang sedang belajar. Belajar akan bermakna
bila siswa mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur
kognitif seseorang. Struktur kognitif ialah fakta-fakta, konsep konsep dan generalisasi-generalisasi
yang telah dipelajari dan diingat oleh siswa.
Lebih lanjut Ausubel (dalam Kartadinata, 2001) mengemukakan, seseorang belajar dengan
mengasosiasikan fenomena, pengalaman dan fakta-fakta baru ke dalam skemata yang telah
dipelajari. Hal ini menjadikan pembelajaran akuntansi tidak hanya sebagai konsep-konsep yang
perlu dihapal dan diingat hanya pada saat siswa mendapat materi itu saja tetapi juga bagaimana
siswa mampu menghubungkan pengetahuan yang baru didapat kemudian dengan konsep yang
sudah dimilikinya sehingga terbentuklah kebermaknaan logis.
7. Teori Konstruktivisme
Teori konstruktivisme lahir dari idea Piaget dan Vygotsky. Konstruktivisme adalah satu faham
bahwa siswa membina sendiri pengetahuan atau konsep secara aktif berasaskan pengetahuan dan
pengalaman sedia ada. Dalam Proses ini, siswa akan menyesuaikan pengetahuan yang diterima
dengan pengetahuan sedia ada untuk membina pengetahuan baru. Mengikut Briner (1999),
pembelajaran secara konstruktivisme berlaku di mana siswa membina pengetahuan dengan
menguji ide dan pendekatan berasaskan pengetahuan dan pengalaman sedia ada,
mengimplikasikannya pada satu situasi baru dan mengintegerasikan pengetahuan baru yang
diperoleh dengan binaan intelektual yang sedia wujud. Manakala mengikut Mc Brien dan Brandt
(1997), konstruktivisme adalah satu pendekatan pembelajaran berasaskan kepada penelitian
tentang bagaimana manusia belajar. Kebanyakan peneliti berpendapat setiap individu membina
pengetahuan dan bukannya hanya menerima pengetahuan daripada orang lain.
Brooks dan Books (1993) pula menyatakan konstruktivisme berlaku apabila siswa membina
makna tentang dunia dengan mensintesis pengalaman baru pada apa yang mereka telah faham
sebelum ini. Mereka akan membentuk peraturan melalui cerminan tentang tindak balas mereka
dengan objek dan idea. Apabila mereka bertemu dengan objek, ide atau perkaitan yang tak
bermakna pada mereka, maka mereka akan sama ada menginterpretasikan apa yang mereka lihat
supaya sesuai dengan peraturan yang telah dibentuk atau disesuaikan dengan peraturan agar dapat
menerangkan informasi baru. Dalam teori konstruktivisme, penekanan diberikan pada siswa lebih
daripada guru. Ini karena siswalah yang bertindak balas dengan bahan dan peristiwa dan
memperoleh kepahaman tentang bahan dan peristiwa tersebut. Justru, siswa membina sendiri
konsep dan membuat penyelesaian kepada masalah (Sushkin 1999). Pada teori menekankan pada
siswa untuk mencari cara sendiri untuk setiap penyelesaian masalah. Sehingga dapat ditemukan
cara yang sesuai dengan dirinya.
PRINSIP PEMBELAJARAN
Arthur W. Chickering dan Zelda F. Gamson mengetengahkan tentang 7 (tujuh) prinsip praktik
pembelajaran yang baik yang dapat dijadikan sebagai panduan dalam upaya meningkatkan
kualitas pembelajaran, baik bagi guru, siswa, kepala sekolah, pemerintah, maupun pihak lainnya
yang terkait dengan pendidikan.( disalin darihttp://arminrasyid.wordpress.com/2009/10/31/7-
prinsip-pembelajaran-yg-baik/). Di bawah ini akan dijelaskan mengenai prinsip pembelajaran
tersebut.
1. Encourages Contact Between Students and Faculty
Frekuensi kontak antara guru dengan siswa, baik di dalam maupun di luar kelas merupakan faktor
yang amat penting untuk meningkatkan motivasi dan keterlibatan siswa dalam belajar. Dengan
seringnya kontak antara guru-siswa ini, guru dapat lebih meningkatkan kepedulian terhadap
siswanya. Guru dapat membantu siswa ketika melewati masa-masa sulitnya. Begitu juga, guru
dapat berusaha memelihara semangat belajar, meningkatkan komitmen intelektual siswa,
mendorong mereka untuk berpikir tentang nilai-nilai mereka sendiri serta membantu menyusun
rencana masa depannya.
2. Develops Reciprocity and Cooperation Among Students
Upaya meningkatkan belajar siswa lebih baik dilakukan secara tim dibandingkan melalui
perpacuan individual (solo race). Belajar yang baik tak ubahnya seperti bekerja yang baik, yakni
kolaboratif dan sosial, bukan kompetitif dan terisolasi. Melalui bekerja dengan orang lain, siswa
dapat meningkatkan keterlibatannya dalam belajar. Saling berbagi ide dan mereaksi atas
tanggapan orang lain dapat semakin mempertajam pemikiran dan memperdalam pemahamannya
tentang sesuatu.
3. Encourages Active Learning
Belajar bukanlah seperti sedang menonton olahraga atau pertunjukkan film. Siswa tidak hanya
sekedar duduk di kelas untuk mendengarkan penjelasan guru, menghafal paket materi yang telah
dikemas guru, atau menjawab pertanyaan guru. Tetapi mereka harus berbicara tentang apa yang
mereka pelajari dan dapat menuliskannya, mengaitkan dengan pengalaman masa lalu, serta
menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari mereka. Mereka harus menjadikan apa yang mereka
pelajari sebagai bagian dari dirinya sendiri.
4. Gives Prompt Feedback
Siswa membutuhkan umpan balik yang tepat dan memadai atas kinerjanya sehingga mereka dapat
mengambil manfaat dari apa yang telah dipelajarinya. Ketika hendak memulai belajar, siswa
membutuhkan bantuan untuk menilai pengetahuan dan kompetensi yang ada. Di kelas, siswa perlu
sering diberi kesempatan tampil dan menerima saran agar terjadi perbaikan. Dan pada bagian
akhir, siswa perlu diberikan kesempatan untuk merefleksikan apa yang telah dipelajari, apa yang
masih perlu diketahui, dan bagaimana menilai dirinya sendiri.
5. Emphasizes Time on Task
Ada pernyataan waktu + energi = belajar. Memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya
merupakan sesuatu yang sangat penting bagi siswa. Siswa membutuhkan bantuan dalam
mengelola waktu efektif belajarnya. Mengalokasikan jumlah waktu yang realistis artinya sama
dengan belajar yang efektif bagi siswa dan pengajaran yang efektif bagi guru. Sekolah seyogyanya
dapat mendefinisikan ekspektasi waktu bagi para siswa, guru, kepala sekolah, dan staf lainnya
untuk membangun kinerja yang tinggi bagi semuanya
6. Communicates High Expectations
Berharap lebih dan Anda akan mendapatkan lebih. Harapan yang tinggi merupakan hal penting
bagi semua orang. Mengharapkan para siswa berkinerja atau berprestasi baik pada gilirannya akan
mendorong guru maupun sekolah bekerja keras dan berusaha ekstra untuk dapat memenuhinya
7. Respects Diverse Talents and Ways of Learning
Ada banyak jalan untuk belajar. Para siswa datang dengan membawa bakat dan gaya belajarnya
masing-masing Ada yang kuat dalam matematika, tetapi lemah dalam bahasa, ada yang mahir
dalam praktik tetapi lemah dalam teori, dan sebagainya. Dalam hal ini, siswa perlu diberi
kesempatan untuk menunjukkan bakatnya dan belajar dengan cara kerja mereka masing-masing.
Kemudian mereka didorong untuk belajar dengan cara-cara baru, yang mungkin ini bukanlah hal
mudah bagi guru untuk melakukannya.
Pada bagian lain, Arthur W. Chickering dan Zelda F. Gamson mengatakan bahwa guru dan siswa
memegang peran dan tanggung jawab penting untuk meningkatkan mutu pembelajaran, tetapi
mereka tetap membutuhkan bantuan dan dukungan dari berbagai pihak untuk membentuk sebuah
lingkungan belajar yang kondusif bagi praktik pembelajaran yang baik. Adapun yang dimaksud
dengan lingkungan tersebut meliputi:
(a) adanya rasa tujuan bersama yang kuat;
(b)dukungan kongkrit dari kepala sekolah dan para administrator pendidikan untuk mencapai
tujuan ;
(c) dana yang memadai sesuai dengan tujuan;
(d) kebijakan dan prosedur yang konsisten dengan tujuan; dan
(e) evaluasi yang berkesinambungan tentang sejauh mana ketercapaian tujuan.
Dari selain prinsip diatas sebenarnya masih banyak prinsip pembelajaran yang dikembangkan
sampai saat ini. Tetapi disini penulis hanya mengambil beberapa saja.
KONSEP PEMBELAJARAN
Ada banyak sekali konsep pembelajaran yang diterapkan khususnya di Indonesia. Salah satunya
konsep pembelajaran konstekstual yang dipandang sebagai salah satu strategi yang memenuhi
prinsip pembelajaran. Konsep pembelajaran yang konstekstual ini merupakan pembelajaran aktif
antara guru dan siswa. Dan di dalam konsep pembelajaran konstekstual ada unsur-unsurnya.
Untuk lebih jelasnya sebagai berikut penjelasannya.
Constructivisme
Belajar adalah proses aktif mengonstruksi pengetahuan dari abstraksi pengalaman alami maupun
manusiawi, yang dilakukan secara pribadi dan sosial untuk mencari makna dengan memproses
informasi sehingga dirasakan masuk akal sesuai dengan kerangka berpikir yang dimiliki. Belajar
berarti menyediakan kondisi agar memungkinkan peserta didik membangun sendiri
pengetahuannya. Kegiatan belajar dikemas menjadi proses mengonstruksi pengetahu-an, bukan
menerima pengetahuan sehingga belajar dimulai dari apa yang diketahui peserta didik. Peserta
didik menemukan ide dan pengetahuan (konsep, prinsip) baru, menerapkan ide-ide, kemudian
peserta didik mencari strategi belajar yang efektif agar mencapai kompetensi dan memberikan
kepuasan atas penemuannya itu.
Inquiry
Siklus inkuiri: observasi dimulai dengan bertanya, mengajukan hipotesis, mengumpulkan data,
dan menarik simpulan. Langkah-langkah inkuiri dengan merumuskan masalah, melakukan
observasi, analisis data, kemudian mengomunikasikan hasilnya. Inquiri merupakan pembelajaran
untuk dapat berpikir nyata dan kritis dalam menyikapinya. Biasanya untuk inkuiri ini berbentuk
kasus untuk dianalisis berdasarkan teori yang ada.
Questioning
Berguna bagi guru untuk: mendorong, membimbing dan menilai peserta didik; menggali informasi
tentang pemahaman, perhatian, dan pengetahuan peserta didik. Berguna bagi peserta didik sebagai
salah satu teknik dan strategi belajar. Jika pertanyaan bagus maka akan memberikan rasa ingin
tahu kepada peserta didik.
Learning Community
Dilakukan melalui pembelajaran kolaboratif. Belajar dilakukan dalam kelompok-kelompok kecil
sehingga kemampuan sosial dan komunikasi berkembang.
Modelling
Berguna sebagai contoh yang baik yang dapat ditiru oleh peserta didik seperti cara menggali
informasi, demonstrasi, dan lain-lain. Pemodelan ini dapat dilakukan oleh guru (sebagai teladan),
peserta didik, dan tokoh lain.
Reflection
Yaitu tentang cara berpikir apa yang baru dipelajari. Sehingga ada respon terhadap kejadian,
aktivitas/pengetahuan yang baru. Hasilnya nanti merupakan konstruksi pengetahuan yang baru.
Bentuknya dapat berupa kesan, catatan atau hasil karya yang dapat memberikan imbal balik.
Autentic Assesment
Yaitu menilai sikap, pengetahuan, dan ketrampilan. Hal iuni berlangsung selama proses
pembelajaran secara terintegras. Pada unsur ini dapat dilakukan melalui berbagai cara yaitu test
dan non-test. Alternative bentuk yang dapat dilakukan kinerja, observasi, portofolio, dan/atau
jurnal
Seorang ahli yang bernama Carl R Rogers (1951) mengajukan konsep pembelajaran laian daripada
konsep pembelajaran konstektual yaitu “Student Centered Learning” yang intinya yaitu :
1. Kita tidak bisa mengajar orang lain tetapi kita hanya bisa menfasilitasi belajarnya.
2. Seseorang akan belajar secarasignifikan hanya pada hal-hal yang dapat
memperkuat/menumbuhkan “self”nya.
3. Manusia tidak bisa belajar kalau berada dibawah tekanan.
4. Pendidikan akan membelajarkan peserta didik secara signifkan bila tidak ada tekanan
terhadap peserta didik, dan adanya perbedaan persepsi/pendapat difasilitasi/diakomodir.
Dari kedua konsep tersebut memang tidak ada yang salah dalam pembelajaran. Biasanya yang
terjadi kekeliruan adalah pada saat prakteknya. Banyak pengajar yang mempraktekkan sesuka
dirinya sehingga jika dikatakan seorang pengajar itu hanya menggunakan satu konsep, itu
merupakan pernyataan yang salah. Banyak para pengajar yang menggunakan kombinasi berbagai
konsep. Hal ini agar menunjang pembelajaran yang baik dan agar bisa di mengerti oleh siswanya
dengan baik. Ketika seorang pengajar menggunakan konsep terdiri hanya satu itupun sebenarnya
tidak salah, karena banyak sekali pengajar yang mengajar dengan konsep sama tetapi terjadi
perbedaan di teknik-teknik pembelajarannya. Maka haruslah dimengerti untuk konsep ini bebas
dilakukan oleh pengajar apakah mimilih satu
Teori Kurikulum PAK
Rabu, 30 Oktober 2013
Teori Kurikulum PAK
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai Negara Indonesia yang berdasar Pancasila, vak Agama sudah masuk kedalam kurikulum
wajib di Sekolah – sekolah sejak dasawarsa 50-an. Peraturan pelaksanaannya di sempurnakan
terus menerus dari tahun ke tahun tanpa mengubah keharusan adanya nilai vak Agama dalam
raport setiap anak sekolah.
Berdasarkan instruksi pemerintah pada Tahun 1967 “ pendidikan Agama wajib diberikan
walaupun dari sesuatu golongan Agama hanya ada seorang pelajar “. Jadi, setiap para pemimpin
dari setiap Agama di tugaskan untuk menyusun kurikulumnya tetapi pemerintah khususnya
Departemen Pendidikan dan kebudayaan dan Departeman Agama harus menyetujuinya serta
menentukan persyaratan untuk melaksanakannya. [1]
Pada umumnya kurikulum pendidikan apa pun berkaitan dengan usaha dari pihak lembaga atau
masyarakat tertentu untuk menghasilkan perubahan dalam diri seseorang. Menurut Sherrill,
Masing – masing lembaga dan masyarakat cenderung menentukan jenis – jenis perubahan yang
sesuai dengan jati dirinya, dan inilah yang membedakan pendidikan umum dari pendidikan
Agama Kristen. [2]
Dasar dari kurikulum Pendidikan Agama Kristen adalah Alkitab. Untuk Kurikulum Sekolah Dasar
( SD ) berporos kepada PL & PB tetapi isi pengajarannya atau tema - temanya disesuaikan dengan
tingkat kelas atau umur. Untuk anak SMP & SMU di pusatkan pada ruang lingkup “ manusia,
Masyarakat & Iman “. Dengan Harapan melalui pembahasan – pembahasan tersebut anak remaja
dapat bertumbuh menjadi seorang warga negara muda yang berbudi pekerti tinggi dan
bertanggung jawab dimana saja mereka berada. Tetapi untuk tema Iman, pengajarannya lebih
bersifat usaha memahami ajaran Kristen. Tetapi walaupun tema iman ini ruang lingkupnya sendiri,
tetapi tidak berarti pokok iman kristen tidak termasuk dalam pembahasan tema manusia dan
masyarakat.
B. Tujuan Penulisan
Makalah ini di tulis sebagai tugas dari mata kuliah Kurikulum PAK. Melalui makalah ini penulis
mengharapkan pembaca lebih memahami dan mengerti tentang defenisi, tujuan, komponen, asas –
asas, isi, pedoman dan langkah – langkah dalam mengembangkan kurikulum PAK, sehingga bisa
membantu guru – guru Agama Kristen dalam menjalankan proses belajar mengajar di tempat
melayani.
BAB II
TEORI KURIKULUM PAK
A. Defenisi Kurikulum PAK
Untuk mendapatkan rumusan tentang defenisi kurikulum, para ahli mengemukakan pandangan
yang beragam. Di bawah ini ada Beberapa defenisi kurikulum menurut dari beberapa para ahli
kurikulum sebagai berikut:
1. J. Galen Saylor dan William M. Alexander dalam buku Curriculum Planning for Better
Teaching and Learning (1956) menjelaskan arti kurikulum sebagai berikut: “ The Curriculum is
the sum total of school’s efforts to influence learning whether in the classroom, on the playground,
or out of school”. Jadi segala usaha sekolah untuk mempengaruhi anak belajar, apakah dalam
ruangan kelas, di halaman sekolah atau di luar sekolah termasuk kurikulum.
2. Harold B. Albertycs memandang kurikulum sebagai “all of the activities that are provided
for students by the school”. Kurikulum tidak terbatas pada mata pelajaran, akan tetapi juga
meliputi kegiatan-kegiatan lain, di dalam dan di luar kelas, yang berada di bawah tanggung jawab
sekolah.
3. B. Othanel Smith, W. O. Stanley, dan J. Harlan Shores memandang kurikulum sebagai “a
sequence of potential experiences set up in the school for the purpose of discipling children and
youth in group ways of thinking and acting”. Mereka melihat kurikulum sebagai sejumlah
pengalaman yang secara potensial dapat diberikan kepada anak dan pemuda, agar mereka dapat
berpikir dan berbuat sesuai dengan masyarakatnya.
4. William B. Ragan, dalam buku Modern Elementary Curriculum (1966) menjelaskan arti
kurikulum dalam arti yang luas, yang meliputi seluruh program dan kehidupan dalam sekolah,
yakni segala pengalaman anak di bawah tanggung jawab sekolah. Kurikulum tidak hanya meliputi
bahan pelajaran tetapi meliputi seluruh kehidupan dalam kelas. Jadi hubungan sosial antara guru
dan murid, metode mengajar, cara mengavaluasi termasuk kurikulum.
Untuk mengakomodasi perbedaan pandangan tersebut, Hamid Hasan (1988) mengemukakan
bahwa konsep kurikulum dapat ditinjau dalam empat dimensi, yaitu:
a. Kurikulum sebagai suatu ide; yang dihasilkan melalui teori-teori dan penelitian, khususnya
dalam bidang kurikulum dan pendidikan.
b. Kurikulum sebagai suatu rencana tertulis, sebagai perwujudan dari kurikulum sebagai suatu
ide; yang didalamnya memuat tentang tujuan, bahan, kegiatan, alat-alat, dan waktu.
c. Kurikulum sebagai suatu kegiatan, yang merupakan pelaksanaan dari kurikulum sebagai
suatu rencana tertulis dalam bentuk praktek pembelajaran.
d. Kurikulum sebagai suatu hasil yang merupakan konsekwensi dari kurikulum sebagai suatu
kegiatan, dalam bentuk ketercapaian tujuan kurikulum yakni tercapainya perubahan perilaku atau
kemampuan tertentu dari para peserta didik.
Sementara itu, Purwadi (2003) memilah pengertian kurikulum menjadi enam bagian :
1. kurikulum sebagai ide;
2. kurikulum formal berupa dokumen yang dijadikan sebagai pedoman dan panduan dalam
melaksanakan kurikulum;
3. kurikulum menurut persepsi pengajar;
4. kurikulum operasional yang dilaksanakan atau dioprasional kan oleh pengajar di kelas;
5. kurikulum experience yakni kurikulum yang dialami oleh peserta didik; dan
6. kurikulum yang diperoleh dari penerapan kurikulum.
Dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional sebagaimana dapat dilihat dalam Undang-
Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa: “Kurikulum adalah
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu ”.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka Penulis menarik kesimpulan bahwa pengertian
kurikulum PAK ialah sebagai suatu rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, bahan pelajaran,
serta cara yang digunakan sebagai pedoman dalam menyelenggarakan proses belajar mengajar
untuk mencapai tujuan yaitu membangun anak – anak yg takut Tuhan ( percaya kepada Tuhan ),
mengenal karya Tuhan dan kuasaNya sesuai dengan Firman Tuhan yang dituliskan di dalam
Alkitab.
B. Komponen – komponen kurikulum PAK
Ralph W. Tyler dalam bukunya Basic Principles of Curriculum and Instruction (1949),
salah satu buku yang paling berpengaruh dalam pengembangan kurikulum, mengajukan 4
pertanyaan pokok, yakni:
1. Tujuan apa yang harus dicapai sekolah?
2. Bagaimanakah memillih bahan pelajaran guna mencapai tujuan itu?
3. Bagaimanakah bahan disajikan agar efektif diajarkan?
4. Bagaimanakah efektifitas belajar dapat dinilai?
Berdasarkan pertanyaan itu, maka diperoleh keempat komponen kurikulum PAK yakni:
1. Tujuan PAK
2. Bahan pelajaran PAK
3. Proses belajar-mengajar PAK
4. Evaluasi atau penilaian PAK
C. Tujuan Dan Isi Kurikulum PAK
Tujuan dan isi Kurikulum PAK dalam buku Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek PAK
adalah
· Menurut Sherrill, tujuan PAK adalah untuk memperkenalkan para pelajar dikalangan
persekutuan Kristen dengan warisannya, khususnya Alkitab, agar dengannya mereka dipersiapkan
menjumpai Allah dan menjawab kepadaNya, memperlancar komunikasi pada tahab yang
mendalam antar orang tentang keprihatinan – keprihatinan insani dan mempertajam
kemampuannya menerima fakta bahwa mereka dicengkeram oleh kekuatan dan kasih Allah yang
memperbaiki, menebus dan menciptakannya kembali.
· Wickoff berpendapat, tujuan PAK adalah menunjuk arah dari usaha para pendidik dan
menjadi tolak ukur bagi penilaian hasil usahanya.
· Dewan Gereja – Gereja Nasional Amerika serikat bagi anak remaja tua, berpendapat bahwa
tujuan PAK adalah menolong orang – orang menjadi sadar akan penyikapan diri Allah dan
kasihNya dalam Yesus Kristus yang senantiasa mencari orang serta menjawabnya dengan
kepercayaan dan kasih, agar mereka mengetahui siapa dirinya sebenarnya dan apa arti
keadaannya, bertumbuh sebagai anak – anak yang berakar dalam persekutuan Kristen, memenuhi
panggilannya bersama sebagai murid – murid Yesus Kristus didunia dan tetap percaya pada
pengharapan Kristen.
· Menurut Miler, tujuan PAK adalah mencakup usaha menolong setiap pelajar mengenal
dirinya seorang ahli waris kerajaan Allah yang diampuni dan ditebus Allah dalam Yesus Kristus
sehingga ia mengabdikan diri kepada Tuhan dalam ibadah, persekutuan dan pelayanan di gereja
serta mengejawantahkan kehidupan baru itu dalam segala hubungannya, khususnya dalam rumah
tangga, dengan sesama manusia, dengan masyarakat, negara dan dunia alam.
· Menurut Calvin, tujuan PAK adalah mendidik semua anak –anak ( Gereja ) agar mereka
dilibatkan dalam penelaahan Alkitab secara cerdas sebagaimana dibimbing oleh Roh Kudus, diajar
mengambil bagian dalam kebaktian serta mencari keesaan Gereja, diperlengkapi memilih cara –
cara mengejawantahkan pengabdian diri kepada Allah Bapa Yesus Kristus dalam gelanggang
pekerjaan sehari –hari serta hidup bertanggung jawab dibawah kedaulatan Allah demi
kemuliaanNya sebagai lambang ucapan syukur mereka yang dipilih dalam Yesus Kristus.
Berdasarkan pendapat para ahli tentang tujuan – tujuan PAK diatas maka menurut penulis isi PAK
adalah Firman Tuhan, yang membahas tentang iman Kristen (Karya Allah melalui Yesus Kristus
dan pimpinan Roh kudus), Alkitab merupakan Firman Allah baik PL DAN PB, Kehidupan Umat
Kristen setiap hari dalam hal ibadah, pergaulan, perbuatan, pekerjaan, kehidupan dalam rumah
tangga, dan dalam kehidupan sosial dengan sesama, masyarakat, negara dan dunia luas serta alam.
D. Asas – asas kurikulum PAK
Dalam mengembangkan kurikulum bukan sesuatu yang mudah dan sederhana karena
banyak hal yang harus dipertimbangkan dan dan banyak pertanyaan yang dapat diajukan untuk
diperhitungkan.
Asas-asas kurikulum meliputi :
1. Asas Teologis
Mengarahkan anak – anak kepada perubahan hidup yang lebih baik untuk hormat kemuliaan nama
Tuhan dan berguna bagi masyarakat
2. Asas Filosofis
Sekolah bertujuan mendidik anak agar menjadi manusia yangLebih baik sehingga menjadi garam
dan terang dunia sesuai dengan perintah Tuhan.
3. Asas Psikologis
a. Psikologi anak
Sekolah didirikan untuk kepentingan anak, yakni menciptakan situasi-situasi dimana anak dapat
belajar untuk mengembangkan bakat/potensi atau talenta yang di anugrahkan Tuhan kepadanya.
b. Psikologis belajar
Pendidikan PAK di sekolah dipercayai dan diyakini bahwa anak-anak dapat dididik dan dapat
dipengaruhi kelakuannya.
4. Asas Sosiologis
Sebagai makhluk sosial anak tidak bisa hidup sendiri tetapi membutuhkan orang lain, ia hidup
dalam suatu masyarakat. Ditengah – tengah masyarakat, sebagai anak – anak Tuhan, ia harus
memenuhi tugas-tugas yang harus dilakukannya dengan penuh tanggung jawab sesuai dengan
kebenaran Firman Tuhan, baik sebagai anak, maupun sebagai orang dewasa kelak .
5. Asas Organisatoris
Asas ini berkenaan dengan masalah, dalam bentuk yang bagaimana bahan pelajaran PAK akan
disajikan? Apakah dalam bentuk mata pelajaran yang terpisah-pisah, ataukah diusahakan adanya
hubungan dengan pelajaran lain.
E. Pedoman Kurikulum PAK
Pedoman kurikulum PAK disusun untuk menentukan garis besarnya :
· Topik atau tema Apa yang akan diajarkan ( ruang lingkup scope )
· Kepada siapa Firman Tuhan diajarkan
· Apa sebab diajarkan topik tersebut, dan dengan tujuan apa mengajarkan topik tersebut.
· Dalam urutan yang bagaimana
Selanjutnya perlu diuraikan :
· Falsafah dan misi lembaga pendidikan, sekolah, akademik atau universitas tersebut. Dalam
hal ini perlu dikemukakan falsafah dan misi tiap fakultas dan jurusan.
· Alasan atau rasional kurikulum berhubungan dengan populasi yang dijadikan sasaran yakni
untuk apa siswa dipersiapkan
· Tujuan filosofis mengenai bahan yang diajarkan dan alasan memilihnya.
· Organisasi bahan pelajaran secara umum.
I. Langkah – langkah dalam pengembangan kurikulum PAK
Menurut Nasution S dalam bukunya Kurikulum dan Pengajaran Cet. 3, langkah – langkah dalam
pengembangan kurikulum, dalam garis besarnya kita akan mengikuti langkah-langkah sebagai
berikut :
1. Kumpulkan faktor-faktor yang turut menentukan kurikulum PAK serta latar belakangnya.
Pertanyaan yang perlu dijawab antara lain ialah :
· Apakah definisi kurikulum PAK yang akan dikembangkan ?
· Apakah faktor utama yang mempengaruhi kurikulm PAK ?
· Apa, kepada siapa, apa sebab, bagaimana organisasi bahan yang akan diajarkan ?
· Adakah alternatif lain ?
2. Tentukan Firman Tuhan ( topik ) yang akan diajarkan.
· Berhubung dengan pertimbangan di atas, topik apakah yang dianggap paling serasi untuk
diberikan kepada para siswa
· Bagaimana ruang lingkupnya ?
3. Rumuskan setiap topik yang dibawakan
4. Tentukan hasil belajar yang diharapkan
· Apakah standar hasil belajar siswa dalam tiap topik yang diajarkan dalam sapek koqnitif,
afektif dan psikomotorik
5. Tentukan topik-topik Firman Tuhan yang diajarkan
· Bagaimanakah menentukan topik Firman Tuhan yang di ajarkan, beserta luasnya dan
urutan bahannya serta berhubungan dengan tujuan yang telah dirincikan.
6. Tentukan syarat-syarat yang diharapkan dari siswa
· Bagaimanakah tingkat perkembangan dan pengetahuan siswa ?
· Apakah syarat agar siswa dapat mengikuti Topik Firman Tuhan yang disampaikan.
· Kegiatan-kegiatan apakah yang harus dan dapat dilakukan siswa agar dapat mencapai
tujuan dari topik – topik Firman Tuhan yang telah di pelajari.
7. Tentukan bahan yang harus dibaca oleh siswa
· Sumber bahan apa yang tersedia antara lain di perpustakaan
· Sumber bacaan apa yang disediakan
· Bacaan apa yang esensial dan bacaan apa sebagai pelengkap atau sebagai rujukan
8. Tentukan strategi mengajr yang serasi serta sediakan berbagai sumber alat /alatperaga prses
belajar mengajar
· Berhubung dengan bahan pelajaran dan taraf perkembangan dan pengetahuan siswa
strategi mengajar yang bagaimana akan paling efektif ?
· Alat instruksional / alat peraga apakah yang telah ada dan sumber apakah yang telah
disediakan ?
9. Tentukan alat evaluasi hasil belajar siswa serta skala penilaiannya.
· Alag dan kegiatan apa yang yang digunakan untuk mengukur taraf kemajuan siswa
· Aspek-aspek apakah yang akan dinilai
· Apakah akan diberikan tekanan yang berbeda untuk aspek tertentu ?
10. Buat desain rencana penilaian kurikulum secara keseluruhan dan strategi perbaikan.
· Kapan dan berapa kali harus diadakan evaluasi kurikulum serta revisinya
· Alat, proses dan prosedur apakah yang dapat digunakan ?
Dari penjelasan di atas, cukup memberikan petunjuk praktis tentang bagaimana cara
mengembangkan kurikulum, langkah-langkah untuk menterjemahkan pedoman kurikulum
menjadi pedoman instruksional dan selanjutnya membuat persiapan pelajaran untuk
merealisasikan kurikulum dalam bentuk kelakuan siswa / naradidik serta menghubungkannya
dengan pelaksanaannya dalam pengajaran di kelas.
F. Perbedaan Kurikulum PAK dengan Kurikulum Umum
Perbedaannya adalah :
1. Tolak ukur masing – masing. PAK ditentukan oleh Lembaga Gereja sedangkan Umum oleh
Negara
2. Bahan pelajaran PAK bersumber dari Alkitab
3. Persekutuan Kristen menaklukkan diri pada kedaulatan yang lebih berkuasa yaitu kepada
Tuhan ketimbang kepada segala kedaulatan lainnya
BAB III
Penutup
A. Kesimpulan
Setelah membahas tentang teori Kurikulum PAK, maka penulis menarik kesimpulan bahwa
kurikulum PAK merupakansalah satu alat yang sangat penting dalam proses belajar mengajar baik
di TK, SD, SMP, SMU, di Universitas dll untuk mencapai tujuanpendidikan Agama Kristen. Oleh
sebab itu, dalam penyusunan kurikulum PAK harus sesuai dengan zaman dan dikembangkan
sesuai kebutuhan, sehingga tujuan yang ingin di capai dapat terwujud karena tanpa
kurikulum PAK yang sesuai dan tepat akan sulit untuk mencapai tujuan dan sasaran
pendidikan PAK yang diharapkan.
B. Aplikasi
Melalui pembahasan ini penulis berharap, setiap Guru – Guru yang bergelut dalam tugas melayani
sebagai pengajar, semakin memahami, mengerti dan mampu membuat kurikulum PAK yang tepat
sehingga bisa mencapai tujuan atau sasaran yang di tetapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Nasution, S. Asas – Asas Kurikulum, Jakarta : Bumi Aksara.
2. Nasution, S. Kurikulum dan Pengajaran Cet. 3, Jakarta : Bumi Aksara, 1999
Boehlke, Robert R. Sejarah Perkembangan pikiran dan praktek Pendidikan Agama Kristen, ( dari
Yohanes Amos Comenius Sampai Perkembangan PAK di Indonesia ). Jakarta : BPK Gunung
Mulia, 2011Boehlke, Robert R. Sejarah Perkembangan pikiran dan praktek Pendidikan Agama
Kristen, ( dari Plato sampai Ignatius Loyola ). Jakarta : BPK Gunung Mulia,
2011http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/31/teori-pendidikan-dan-
kurikulum/http://aaadduu.blogspot.com/2013/02/teori-pendidikan.html
[1] Peraturan bersama Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan dan Menteri Agama Tgl
16 Juli 1951.
[2] Robert R. Boehlke, Ph.D, Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek PAK, ( Jakarta : BPK
Gunung Mulia, 2011 ), hlm : 722.
Diposkan oleh Murni Hulu di 05.52 2 komenta
Senin, 06 Juni 2011
PAPER TEORI BELAJAR AKTIF DALAM PEMBELAJARAN PAK
Pengantar
Pembelajaran dapat diartikan sebagai kegiatan dimana guru (pengajar) dan murid (pembelajar)
berinteraksi, membicarakan suatu bahan atau melakukan suatu aktivitas, guna mencapai tujuan
yang dikehendaki. Dr Oemar Hamalik mengartikan pembelajaran sebagai “suatu kombinasi yang
tersusun, meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur, yang
saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran”. Juga dikemukakan bahwa
pembelajaran merupakan “upaya mengorganisasi lingkungan untuk menciptakan kondisi belajar
bagi peserta didik”.
Salah satu unsur penting bagi guru PAK untuk meningkatkan kualitas dan kompetensi
pembelajaran yang direncanakan dan dikelolanya ialah pemahaman tentang konsep atau teori
belajar. Kalau guru memahami bagaimana individu dapat belajar secara lebih efektif, maka ia
dapat membantu peserta didiknya mengalami kegiatan belajar dengan hasil optimal. Kalau guru
hanya menguasai bahan pengajarannya namun kurang mengerti cara efektif anak didik belajar,
maka hasil kegiatan yang dikelolanya tentu bisa kurang memuaskan. Untuk tujuan itu, guru perlu
terus belajar dari berbagai teori belajar, dan meninjau secara kritis dan konstruktif manfaatnya
dalam pembelajaran PAK. Dalam kesempatan ini diperbincangkan sebuah teori pembelajaran aktif
dari Dave Meier
Tentang belajar aktif
Belajar aktif itu apa? Apakah ada kegiatan belajar tidak aktif atau pasif? Sebenarnya semua
kegiatan belajar merupakan kegiatan aktif. Tetapi mungkin saja di kelas seringkali ketika
mengajar, guru hanya berbicara, bercerita, dan muridnya mendengar dan mencatat. Komunikasi
satu arah yang terjadi. Guru PAK seringkali bahkan bertindak seperti pengkotbah yang
menyampaikan firman Tuhan di jemaat pada ibadah hari minggu. Pendeta atau pengkotbath
membacakan firman Tuhan lalu menguraikannya kepada jemaat. Jemaat dalam kondisi itu hanya
sebagai penerima, yang merenung dan mencermati serta mengolah pesan yang didengar bagi
dirinya sendiri. Tidak terlihat apa yang terjadi dalam diri warga jemaat itu. Tetapi kegiatan itu pun
masih dapat dikatakan aktif, setidaknya dalam diri warga jemaat itu sendiri! Kecuali bila anggota
jemaat tertidur. Sebab tidak sedikit juga kegiatan kotbah yang justru membuat jemaat pulas
tertidur.
Kegiatan belajar PAK di sekolah harusnya tidak demikian. Tidak membuat murid tertidur.
Seharusnya kegiatan itu membuat siswa aktif, seperti: mendengar dan berbicara, melihat dan
membaca, bahkan melakukan peragaan atau melakukan suatu aktifitas. Diantara guru dan murid
terjadi komunikasi multi arah. Prof. Mohamad Surya mengemukakan pengajaran akan bersifat
efektif jika
(1) berpusat kepada siswa yang aktif, bukan hanya guru;
(2) terjadi interaksi edukatif diantara guru dengan murid;
(3) berkembang suasana demokratis;
(4) metode mengajar bervariasi;
(5) gurunya profesional;
(6) apa yang dipelajari bermakna bagi siswa;
(7) lingkungan belajar kondusif serta
(8) sarana dan prasarana belajar sangat menunjang
Sekarang, pertanyaannya ialah: Kegiatan apa sajakah yang termasuk ke dalam pembelajaran
secara aktif? Mengutip gagasan Paul D. Dierich, Dr Oemar Hamalik mengemukakan delapan
kelompok perbuatan belajar aktif.
1. Kegiatan-kegiatan visual: membaca, melihat gambar-gambar, mengamati eksperimen,
demonstrasi, pameran, mengamati orang lain bekerja, atau bermain.
2. Kegiatan-kegiatan lisan (oral): mengemukakan suatu fakta atau prinsip, menghubungkan suatu
kejadian, mengajukan pertanyaan, memberi saran, mengemukakan pendapat, berwawancara,
diskusi.
3. Kegiatan-kegiatan mendengarkan: mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan
atau diskusi kelompok, mendengarkan suatu permainan instrumen musik, mendengarkan siaran
radio.
4. Kegiatan-kegiatan menulis: menulis cerita, menulis laporan, memeriksa karangan, bahan-bahan
kopi, membuat sketsa, atau rangkuman, mengerjakan tes, mengisi angket.
5. Kegiatan-kegiatan menggambar: menggambar, membuat grafik, diagram, peta, pola.
6. Kegiatan-kegiatan metrik: melakukan percobaan, memilih alat-alat, melaksanakan pameran,
membuat model, menyelenggarakan permainan (simulasi), menari, berkebun.
7. Kegiatan-kegiatan mental: merenungkan, mengingat, memecahkan masalah, menganalisis
faktor-faktor, menemukan hubungan-hubungan, membuat keputusan.
8. Kegiatan-kegiatan emosional: minat, membedakan, berani, tenang dan sebagainya.
(Hamalik, 1995:90)
Mengapa harus kegiatan belajar aktif?
Bahwa guru PAK harus berusaha mengelola kegiatan belajar aktif bersama muridnya ialah
pertama, karena hakekat manusia sebagai pribadi yang dinamis. Alkitab mengemukakan bahwa
Tuhan Allah menciptakan manusia sebagai pribadi multidimensi, memiliki roh, hati/jiwa (pikiran,
perasaan/emosi, dan kehendak/kemauan), serta fisik (pancaindera) (bd. Kej 2:7; Ibr 4:12; 1 Tes
5:23). Ketika anak didik berkumpul di kelas, berarti guru harus melayaninya dalam kegiatan
belajar dengan mengaktifkan pontesi dirinya – pancainderanya, pikiran, perasaan, kemauan
bahkan rohnya. Para murid juga harus mengalami kegiatan belajar itu sebagai kelompok
(komunitas) umat beriman kepada Tuhan Yesus Kristus. Dimana dua, tiga orang berkumpul, di
situ kehadiran Allah sangat nyata (bd Mat 18:19-20). Sikap kesatuan dan persatuan harus
ditingkatkan, supaya kegiatan kebersamaan itu bermakna.
Landasan kedua, Tuhan Yesus sendiri sebagai Guru Agung, mengajari dan melatih murid-murid-
Nya dengan kegiatan aktif. Ada banyak kegiatan yang dilakukan Yesus termasuk: memberikan
kotbah atau ceramah, mengemukakan perumpamaan, melakukan perbuatan kasih, menyatakan
perbuatan kuasa dan mujizat, mengutus murid melakukan tugas tertentu, mendengarkan dan
menjawab pertanyaan, bermain-main dengan anak kecil dan memberkati mereka, berdialog
dengan tokoh-tokoh agama Yahudi. Yesus mengajar murid-Nya tidak hanya pada satu lokasi
seperti di sebuah rumah saja. Ia mengajari mereka ketika di danau, di perahu, di perjalanan, di
bukit, di Bait Allah dan di sinagog, atau di tempat orang menderita (kusta, dirasuk setan Gerasa),
termasuk di taman Getsemane, di pengadilan Pilatus dan di Golgota. Dia mengajar di malam hari,
di pagi, di siang dan sore hari. Dia mengajar secara individual juga secara kelompok kecil,
kelompok sedang (tujuhpuluh murid) dan masa besar (4000 dan 5000 orang). Jika demikian, kalau
guru PAK ingin membimbing murid lebih mengenal siapa Yesus Kristus, agar menjadi murid-Nya
(bd Mat 28:19-20), maka keteladanan-Nya dalam mengajar harus terus menerus kita renungkan
berdasarkan informasi keempat Injil!
Landasan ketiga ialah sifat remaja yang kita layani, sebagai pribadi-pribadi yang bertumbuh dan
berubah dalam segi fisik, kognitif, emosional dan sosial.Siswa remaja di tingkat SLTP yang
berusia sekitar 13/14-15/16 tahun, menginginkan kegiatan aktif secara fisik, belajar dengan
gerakan tubuh atau melakukan sesuatu. Mereka menyukai kegiatan yang ceria dan menyenangkan
(fun activities). Karena tengah berkembang dalam segi pola pikir dan pemahaman, remaja
menginginkan diskusi, tanya jawab, dialog dengan guru atau diantara sesama rekannya. Didorong
oleh rasa ingin tahu (curiosity), remaja biasanya ingin mencari jawaban atas masalahnya sendiri,
melalui penyelidikannya. Kegiatan belajar aktif melalui penyelidikan sendiri atau bersama rekan-
rekan, cocok bagi mereka. Karena sifat mereka yang labil secara emosional, remaja membutuhkan
variasi kegiatan belajar, termasuk suasana keakraban dan persahabatan. Seturut dengan
perkembangan sosialnya, siswa SLTP membutuhkan kegiatan kebersamaan dengan rekan-
rekannya. Remaja cenderung lebih banyak menerima masukan dari teman sebayanya
Akhirnya, pandangan ahli-ahli pendidikan yang dikembangkan berdasarkan ilmu-ilmu sosial juga
patut kita dengarkan. Oemar Hamalik misalnya, mengemukakan ada sejumlah manfaat atau
kegunaan dari kegiatan pembelajaran aktif, antara lain:
1 – Siswa mencari pengalaman sendiri dan langsung mengalami sendiri.
2 – Berbuat sendiri akan mengembangkan seluruh aspek kepribadian siswa.
3 – Memupuk kerjasama yang harmonis di kalangan para siswa yang pada gilirannya dapat
memperlancar kerja kelompok.
4 – Siswa belajar dan bekerja berdasarkan minat dan kemampuan sendiri, sehingga sangat
bermanfaat dalam rangka pelayanan perbedaan individual.
5 – Memupuk disiplin belajar dan suasana belajar yang demokratis dan kekeluargaan, musyawarah
dan mufakat.
6 – Membina dan memupuku kerjasama antara sekolah dan masyarakat, dan hubungan antara guru
dan orangtua siswa, yang bermanfaat dalam pendidikan siswa.
7 – Pembelajaran dan belajar dilaksanakan secara realistik dan konkrit, sehingga mengembangkan
pemahaman dan berpikir kritis serta menghindarkan terjadinya verbalisme.
8 – Pembelajaran dan kegiatan belajar menjadi hidup sebagaimana halnya kehidupan dalam
masyarakat yang penuh dinamika. (1995: 91).
Teori belajar aktif Dave Meier
Belakangan ini ada sebuah teori belajar aktif yang dinamakan teori holistik.Dave Meier dalam
bukunya The Accelerated Learning Handbook (Kaifa, 2002), mengemukakan bahwa konsep guru
mengenai siapa manusia yang diajarinya (murid) menentukan sekali terhadap kegiatan belajar
yang direncanakan dan dikelolanya. Meier mengkritik kecenderungan pendidikan di Barat yang
memandang manusia hanya sebagai tubuh dan pikiran. Aktivitas tubuh dan pikiran dipisahkan
dalam kegiatan belajar. Pembelajaran sangat kaku. Selain itu pembelajaran individual amat
ditekankan. Cara berpikir ilmiah pun sangat diutamakan. Peranan media cetak dalam belajar
seperti buku sumber utama sangat ditekankan.
Dari penelitiannya, Dave Meier berpendapat bahwa manusia memiliki empat dimensi yakni: tubuh
atau somatis (S), pendengaran atau auditori (A), penglihatan atau visual (V), dan pemikiran atau
intelek (I). Bertolak dari pandangan ini ia mengajukan model pembelajaran aktif yang disingkat
SAVI –somatis, auditori, visual dan intelektual. Dengan pemahaman ini beliau mengajukan
sejumlah prinsip pokok dalam belajar, yakni:
1 – Belajar melibatkan seluruh tubuh dan pikiran
2 – Belajar adalah berkreasi, bukan mengkonsumsi.
3 – Kerjasama membantu proses belajar.
4 – Pembelajaran berlangsung pada banyak tingkatan secara simultan.
5 – Belajar berasal dari mengerjakan pekerjaan itu sendiri.
6 – Emosi positif sangat membantu pembelajaran.
7 – Otak-citra menyerap informasi secara langsung dan otomatis.
Sekarang, marilah kita simak pokok-pokok pikiran Meier, bagaimana prinsip kegiatan belajar
berdasarkan prinsip SAVI itu.
Pertama, belajar somatis, belajar dengan bergerak dan berbuat. Apa sajakah yang dapat dilakukan?
Jawabnya ialah:
* Membuat model dalam suatu proses.
* Secara fisik menggerakkan berbagai komponen dalam suatu proses atau sistem
* Menciptakan bagan, diagram, piktogram.
* Memeragakan suatu proses, sistem, atau seperangkat konsep.
* Mendapatkan pengalaman, lalu membicarakannya dan merefleksikannya.
* Melengkapi suatu proyek yang memerlukan kegiatan fisik.
* Menjalankan pelatihan belajar aktif (simulasi, permainan belajar, dan lain-lain)
* Melakukan tinjauan lapangan. Lalu menuliskan, menggembar dan membicarakan apa yang
dipelajari.
* Mewawancarai orang di luar kelas.
* Dalam tim, menciptakan pelatihan pembelajaran aktif bagi seluruh kelas.
Kedua, belajar auditori (A), kegiatan mendengar dan berbicara. Apa saja yang dilakukan dalam
kegiatan?
* Membaca keras dari bahan sumber.
* Membaca paragraf dan memberikan maknanya.
* Membuat rekaman suara sendiri.
* Menceritakan buku yang dibaca.
* Membicarakan apa yang dipelajari dan bagaimana menerapkannya.
* Meminta pelajar memperagakan sesuatu dan menjelaskan apa yang dilakukan.
* Bersama-sama membaca puisi, menyanyi.
Ketiga, belajar visual (V), kegiatan melihat, mengamati, memperhatikan. Apa sajakah kegiatan
dalam pendekatan ini?
* Mengamati gambar dan memaknainya.
* Memperhatikan grafik atau membuatnya
* Melihat benda tiga dimensi.
* Menonton video, film.
* Kreasi piktogram
* Pengamatan lapangan
* Dekorasi warna-warni
Keempat, belajar intelektual (I), kegiatan mencipta, merenungkan, memaknai, memecahkan
masalah. Ada sejumlah kegiatan terkait dengan pendekatan ini, antara lain:
* Pemecahan masalah
* Menganalisis pengalaman, kasus
* Mengerjakan rencana strategis
* Melahirkan gagasan kreatif
* Mencari dan menjaring informasi
* Merumuskan pertanyaan
* Menciptakan model mental
* Menerapkan gagasan bagus pada pekerjaan.
* Menciptakan makna pribadi
* Meramalkan implikasi suatu gagasan.
Manfaat bagi guru PAK
Teori dan prinsip belajar aktif di atas, perlu kita responi secara positif.Adalah benar bahwa dalam
kegiatan belajar berbagai aspek kedirian (persona) manusia harus dilibatkan. Allah sendiri
berbicara (mengajari) manusia dengan berbagai cara dan dalam pelbagai kesempatan (bd. Ibr 1:1-
2; Ul 6:6-9). Allah menghendaki kita kreatif dalam merencanakan dan mengelola kegiatan
pembelajaran. Menilai hasil kegiatan itu tentunya juga jangan hanya dari satu aspek, seperti dari
segi intelektual anak didik.
Karena PAK terkait dengan masalah kerohanian atau spiritualitas, maka ia sedikit berbeda dengan
kegiatan pembelajaran mata pelajaran lainya. Alkitab mengajarkan manusia juga memiliki roh,
hati dan suara hati dalam dirinya. Jika roh manusia “dijamah” Allah yang adalah Roh (bd Yoh
4:24), maka kegiatan belajar menjadi sangat aktif dan penuh makna. Kegiatan belajar menjadi
transformatoris, membawa perubahan dari dalam keluar (proses inside out).Jika tidak demikian,
yang terjadi ialah proses outside in atau dari luar ke dalam. Anak didik hanya bersifat konformis
terhadap apa yang diajarkan oleh guru kepadanya, dalam arti menerima supaya mendapat nilai
(angka) bagus! Bagaimana caranya supaya murid mengalami kehadiran Roh Allah? Jawabnya,
jika mereka menyambut Yesus ke dalam kehidupannya, karena mendengarkan berita Injil secara
jelas (bd Ef 1:13,14; 1 Kor 15:3,4; Rom 8:9-11). Karena itu PAK perlu terus menjelaskan berita
pengampunan dosa, berita anugerah kepada para siswa.
Kegiatan belajar PAK bersifat spiritual. Karena itu bersama murid, guru harus giat berdoa,
beribadah, memuji dan menyembah Dia. Guru PAK hanyalah hamba Tuhan. Dia hanya perantara
(imam) Sang Raja Kristus dengan murid (1 Ptr 2:9,10). Roh Kuduslah menjadi pengajar
sesungguhnya dalam diri orang percaya (Yoh 16:11-13; 1 Yoh 2:20,27). Pengakuan kita sebagai
guru, kepada Pribadi Roh Tuhan ini sangat penting. Kita juga berdoa supaya dipenuhi oleh-Nya
(Ef 5:18), dipimpin dan berjalan menunaikan karya bersama Dia (Gal 5:16-18). Kita juga harus
menjaga diri supaya tidak mendukakan Dia (Ef 4:30). Atau supaya tidak menghambat pekerjaan-
Nya (1 Tes 5:20). Kitab Kisah Para Rasul menyatakan bahwa ketika Roh Kudus hadir dan bekerja
dalam hidup komunitas orang percaya, maka proses pembelajaran berlangsung dengan baik dan
membawa perubahan hidup.
Guru hendaknya jangan memandang rendah pengalaman spiritual siswanya juga pergumulan yang
dihadapinya. Iman Kristen yang diperlukan oleh siswa remaja dewasa ini ialah yang sifatnya
praktis, termasuk bagaimana menghadapi krisis dan konflik kehidupan di rumah, di sekolah dan
diantara kawan-kawan. Guru harus bersedia mendengar apa yang mereka alami dan pergumulkan.
Bahkan bersedia menyimak masalah mereka lebih dari yang diucapkan. Selanjutnya guru
menuntun mereka menemukan jawaban dari firman Tuhan. Mengajak murid berdoa dengan
sungguh-sungguh kepada Tuhan, mendoakan mereka, juga membukakan hati mereka kepada Dia.
Menjadikan diri teladan iman, adalah menjadi kerinduan siswa remaja yang kita layani. Siswa di
usia ini sangat gemar mengamati kehidupan tokoh-tokoh di sekitarnya, menilai apakah layak
didengar, diikuti atau tidak. Firman Tuhan sendiri mengatakan bahwa dalam melayani kaum
muda, para pelayan harus menjadi teladan, model kehidupan (live model) (bd. Ti 2:6,7). Guru
PAK harus menanamkan pengaruh melalui keteladanan hidupnya baik dalam perkataan dan
perbuatan mengajar.
Teori Belajar Konstruktivisme
A. Hakikat Anak Menurut Pandangan Teori Belajar Konstruktivisme
Salah satu teori atau pandangan yang sangat terkenal berkaitan dengan teori belajar
konstruktivisme adalah teori perkembangan mental Piaget. Teori ini biasa juga disebut teori
perkembangan intelektual atau teori perkembangan kognitif. Teori belajar tersebut berkenaan
dengan kesiapan anak untuk belajar, yang dikemas dalam tahap perkembangan intelektual dari
lahir hingga dewasa. Setiap tahap perkembangan intelektual yang dimaksud dilengkapi dengan
ciri-ciri tertentu dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan. Misalnya, pada tahap sensori motor
anak berpikir melalui gerakan atau perbuatan (Ruseffendi, 1988: 132).
Selanjutnya, Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama (Dahar, 1989: 159) menegaskan
bahwa pengetahuan tersebut dibangun dalam pikiran anak melalui asimilasi dan akomodasi.
Asimilasi adalah penyerapan informasi baru dalam pikiran. Sedangkan, akomodasi adalah
menyusun kembali struktur pikiran karena adanya informasi baru, sehingga informasi tersebut
mempunyai tempat (Ruseffendi 1988: 133). Pengertian tentang akomodasi yang lain adalah proses
mental yang meliputi pembentukan skema baru yang cocok dengan ransangan baru atau
memodifikasi skema yang sudah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu (Suparno, 1996: 7).
Lebih jauh Piaget mengemukakan bahwa pengetahuan tidak diperoleh secara pasif oleh seseorang,
melainkan melalui tindakan. Bahkan, perkembangan kognitif anak bergantung pada seberapa jauh
mereka aktif memanipulasi dan berinteraksi dengan lingkungannya. Sedangkan, perkembangan
kognitif itu sendiri merupakan proses berkesinambungan tentang keadaan ketidak-seimbangan dan
keadaan keseimbangan (Poedjiadi, 1999: 61).
Dari pandangan Piaget tentang tahap perkembangan kognitif anak dapat dipahami bahwa pada
tahap tertentu cara maupun kemampuan anak mengkonstruksi ilmu berbeda-beda berdasarkan
kematangan intelektual anak.
Berkaitan dengan anak dan lingkungan belajarnya menurut pandangan konstruktivisme, Driver
dan Bell (dalam Susan, Marilyn dan Tony, 1995: 222) mengajukan karakteristik sebagai berikut:
(1) siswa tidak dipandang sebagai sesuatu yang pasif melainkan memiliki tujuan, (2) belajar
mempertimbangkan seoptimal mungkin proses keterlibatan siswa, (3) pengetahuan bukan sesuatu
yang datang dari luar melainkan dikonstruksi secara personal, (4) pembelajaran bukanlah
transmisi pengetahuan, melainkan melibatkan pengaturan situasi kelas, (5) kurikulum bukanlah
sekedar dipelajari, melainkan seperangkat pembelajaran, materi, dan sumber.
Pandangan tentang anak dari kalangan konstruktivistik yang lebih mutakhir yang dikembangkan
dari teori belajar kognitif Piaget menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam pikiran
seorang anak dengan kegiatan asimilasi dan akomodasi sesuai dengan skemata yang dimilikinya.
Belajar merupakan proses aktif untuk mengembangkan skemata sehingga pengetahuan terkait
bagaikan jaring laba-laba dan bukan sekedar tersusun secara hirarkis (Hudoyo, 1998: 5).
Dari pengertian di atas, dapat dipahami bahwa belajar adalah suatu aktivitas yang berlangsung
secara interaktif antara faktor intern pada diri pebelajar dengan faktor ekstern atau lingkungan,
sehingga melahirkan perubahan tingkah laku.
Berikut adalah tiga dalil pokok Piaget dalam kaitannya dengan tahap perkembangan intelektual
atau tahap perkembangan kognitif atau biasa juga disebut tahap perkembagan mental. Ruseffendi
(1988: 133) mengemukakan; (1) perkembangan intelektual terjadi melalui tahap-tahap beruntun
yang selalu terjadi dengan urutan yang sama. Maksudnya, setiap manusia akan mengalami urutan-
urutan tersebut dan dengan urutan yang sama, (2) tahap-tahap tersebut didefinisikan sebagai suatu
clusterdari operasi mental (pengurutan, pengekalan, pengelompokan, pembuatan hipotesis dan
penarikan kesimpulan) yang menunjukkan adanya tingkah laku intelektual dan (3) gerak melalui
tahap-tahap tersebut dilengkapi oleh keseimbangan (equilibration), proses pengembangan yang
menguraikan tentang interaksi antara pengalaman (asimilasi) dan struktur kognitif yang timbul
(akomodasi).
Berbeda dengan kontruktivisme kognitif ala Piaget, konstruktivisme sosial yang dikembangkan
oleh Vigotsky adalah bahwa belajar bagi anak dilakukan dalam interaksi dengan lingkungan sosial
maupun fisik. Penemuan atau discovery dalam belajar lebih mudah diperoleh dalam konteks sosial
budaya seseorang (Poedjiadi, 1999: 62). Dalam penjelasan lain Tanjung (1998: 7) mengatakan
bahwa inti konstruktivis Vigotsky adalah interaksi antara aspek internal dan ekternal yang
penekanannya pada lingkungan sosial dalam belajar.
Adapun implikasi dari teori belajar konstruktivisme dalam pendidikan anak (Poedjiadi, 1999: 63)
adalah sebagai berikut: (1) tujuan pendidikan menurut teori belajar konstruktivisme adalah
menghasilkan individu atau anak yang memiliki kemampuan berfikir untuk menyelesaikan setiap
persoalan yang dihadapi, (2) kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi situasi yang
memungkinkan pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta didik. Selain itu,
latihan memcahkan masalah seringkali dilakukan melalui belajar kelompok dengan menganalisis
masalah dalam kehidupan sehari-hari dan (3) peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat
menemukan cara belajar yang sesuai bagi dirinya. Guru hanyalah berfungsi sebagai mediator,
fasilitor, dan teman yang membuat situasi yang kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan
pada diri peserta didik.
B. Hakikat Pembelajaran Menurut Teori Belajar Konstruktivisme
Sebagaimana telah dikemukakan bahwa menurut teori belajar konstruktivisme, pengertahuan tidak
dapat dipindahkan begitu saja dari pikiran guru ke pikiran siswa. Artinya, bahwa siswa harus aktif
secara mental membangun struktur pengetahuannya berdasarkan kematangan kognitif yang
dimilikinya. Dengan kata lain, siswa tidak diharapkan sebagai botol-botol kecil yang siap diisi
dengan berbagai ilmu pengetahuan sesuai dengan kehendak guru.
Sehubungan dengan hal di atas, Tasker (1992: 30) mengemukakan tiga penekanan dalam teori
belajar konstruktivisme sebagai berikut. Pertama adalah peran aktif siswa dalam mengkonstruksi
pengetahuan secara bermakna. Kedua adalah pentingya membuat kaitan antara gagasan dalam
pengkonstruksian secara bermakna. Ketiga adalah mengaitkan antara gagasan dengan informasi
baru yang diterima.
Wheatley (1991: 12) mendukung pendapat di atas dengan mengajukan dua prinsip utama dalam
pembelajaran dengan teori belajar konstrukltivisme. Pertama, pengetahuan tidak dapat diperoleh
secara pasif, tetapi secara aktif oleh struktur kognitif siswa. Kedua, fungsi kognisi bersifat adaptif
dan membantu pengorganisasian melalui pengalaman nyata yang dimiliki anak.
Kedua pengertian di atas menekankan bagaimana pentingnya keterlibatan anak secara aktif dalam
proses pengaitan sejumlah gagasan dan pengkonstruksian ilmu pengetahuan melalui
lingkungannya. Bahkan secara spesifik Hudoyo (1990: 4) mengatakan bahwa seseorang akan lebih
mudah mempelajari sesuatu bila belajar itu didasari kepada apa yang telah diketahui orang lain.
Oleh karena itu, untuk mempelajari suatu materi yang baru, pengalaman belajar yang lalu dari
seseorang akan mempengaruhi terjadinya proses belajar tersebut.
Selain penekanan dan tahap-tahap tertentu yang perlu diperhatikan dalam teori belajar
konstruktivisme, Hanbury (1996: 3) mengemukakan sejumlah aspek dalam kaitannya dengan
pembelajaran, yaitu (1) siswa mengkonstruksi pengetahuan dengan cara mengintegrasikan ide
yang mereka miliki, (2) pembelajaran menjadi lebih bermakna karena siswa mengerti, (3) strategi
siswa lebih bernilai, dan (4) siswa mempunyai kesempatan untuk berdiskusi dan saling bertukar
pengalaman dan ilmu pengetahuan dengan temannya.
Dalam upaya mengimplementasikan teori belajar konstruktivisme, Tytler (1996: 20) mengajukan
beberapa saran yang berkaitan dengan rancangan pembelajaran, sebagai berikut: (1) memberi
kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri, (2) memberi
kesempatan kepada siswa untuk berfikir tentang pengalamannya sehingga menjadi lebih kreatif
dan imajinatif, (3) memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru, (4) memberi
pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa, (5) mendorong siswa
untuk memikirkan perubahan gagasan mereka, dan (6) menciptakan lingkungan belajar yang
kondusif.
Dari beberapa pandangan di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran yang mengacu kepada
teori belajar konstruktivisme lebih menfokuskan pada kesuksesan siswa dalam mengorganisasikan
pengalaman mereka. Bukan kepatuhan siswa dalam refleksi atas apa yang telah diperintahkan dan
dilakukan oleh guru. Dengan kata lain, siswa lebih diutamakan untuk mengkonstruksi sendiri
pengetahuan mereka melalui asimilasi dan akomodasi.
*) Dr. Hamzah, M.Ed. adalah dosen pada FMIPA Universitas Negeri Makassar
APLIKASI TEORI-TEORI BELAJAR DALAM DUNIA PENDIDIKAN
A. Analisis Kasus Menurut Kajian Teoritis
Kategori belajar terdiri atas ketrampilan sensomotor yakni tindakan yang bersifat otomatis. Belajar
asosiasi yaitu hubungan antara urutan kata dan objek, ketrampilan pengamatan motoris yakni
hubungan antara belajar sensomotor dengan beajar asosiasi. Belajar konseptual yakni gambaran
mental secara umum dan abstrak tentang situasi atau kondisi, belajar cita-cita dan sikap, serta
belajar memecahkan masalah yang menuntut kemampuan memanipulasikan ide-ide yang abstrak.
Karena itulah dalam makalah kami kali ini kami akan membahas tentang teori-teori belajar dan
aplikasinya dalam proses belajar.
1. Teori disiplin mental
Dalam teori disiplin mental individu memiliki kekuatan, kemampuan, atau potensi-potensi
tertentu. Belajar adalah pengembangan dari kekuatan, kemauan dan potensi-potensi tersebut
bagaimana proses pengembangan kekuatan tersebut tiap aliran atau teori mengemukakan
pandangan yang berbeda.
Beberapa teori disiplin mental yang lain adalah Naturalise Romantik dari Rosseon. Menurut Jean
Jacques Rosseon, anak memiliki potensi-potensi yang masih terpendam, melalui belajar anak
harus diberi kesempatan mengembangkan atau mengaktualkan potensi tersebut.
2. Teori Behaviorisme
Disebut behaviorisme karena sangat menekankan perilaku atau tingkah laku yang dapat diamati.
Teori-teori dalam rumpun ini bersifat molekular, karena memandang kehidupan individu terdiri
atas unsur-unsur seperti halnya molekul-molekul.
Ada beberapa ciri dari rumpun teori ini, yaitu :
o Mengutamakan unsur atau bagian-bagian kecil
o Bersifat mekanistis
o Menekankan peranan lingkungan
o Menekankan pembentukan reaksi atau respon
o Menekankan pentingnya latihan.
3. Teori Cognitive-Gestalk-Field
Menurut Gestalt, belajar harus dimulai dari keseluruhan, baru kemudian kepada bagian-bagian.
Belajar Gestalt menekankan pemahaman atau insight. Suatu keseluruhan terdiri atas bagian-bagian
yang mempunyai hubungan yang bermakna satu sama lain.
Dalam belajar siswa harus memahami makna hubungan antara satu bagian dengan bagian yang
lainnya. Suatu hukum yang terkenal dari teori Gestalt yaitu hukum Pragnanz, yang kurang lebih
berarti teratur, seimbang, harmonis. Belajar adalah mencari dan mendapatkan pragnanz,
menemukan keteraturan, keharmonisan dari sesuatu.
- Teori Belajar Sosial
Menurut Albert Bandura, tingkah laku manusia bukan semata-mata refleks otomatis atas stimulus
(S-R Bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan
dengan skema kognitif manusia itu sendiri.
Menurut Barlow (1985), sebagian besar dari yang dipelajari manusia terjadi melalui penemuan
(imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling). Dalam hal ini, seorang siswa belajar
mengubah perilakunya sendiri melalui penyaksian cara orang atau sekelompok orang mereaksi
atau merespons sebuah stimulus tertentu. Siswa ini juga dapat mempelajari respons baru
dengancara pengamatan terhadap perilaku contoh dari orang lain misalnya guru atau orang tuanya.
- Teori belajar dari Psikologi Humanistik
Combs dkk. menyatakan apabila kita ingin memahami dunia persepsi orang, mengubah perlaku
seseorang kita harus nerusaha mengubah keyakinan atau pandangan orang itu. Combs dkk
selanjutnya menyatakan bahwa perilaku buruk itu sesungguhnya tidak lain hanyalah dari
ketidakmauan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak akan memberikan kepuasan baginya
B. Aplikasi Teori-Teori Belajar Dalam Pendidikan
o Kebanyakan yang diajarkan di sekolah adalah tingkah laku yang komplek, bukan hanya simpel
respons. Tingkah laku yang komplek ini dapat diajarkan melalui proses shaping atau succesive
approximation, beberapa tingkah laku yang mendekati espons terminal. Proses ini dimulai dengan
penetapan tujuan, kemudian diadakan analisis tugas, langkah-langkah kegiatan murid dan
reinforcement terhadap respon yang diinginkan.
o Suatu bentuk belajar yang tidak dapat dinamakan dengan classical conditioning maupun operant
conditioning. Dalam modelling, seseorang yang beljar mengikuti kelanjutan orang lain sebagai
model. Tingkah laku manusia lebih banyak dipelajari melalui modelling atau imitasi dari pada
melalui pengajaran langsung.
o Prosedur-prosedur pengendalian atau perbaikan tingkah laku
1. Memperkuat tingah laku bersaing
Dalam usaha mengubah tingkah yang tidak diinginkan diadakan penguatan tingkah laku yang
diinginkan misalnya dengan kegiatan kerjasama, membaca dan bekerja disatu meja untuk
mengatasi kelakuan-kelakuan menentang, melamun dan hilir-mudik
2. Extincsi
Dilakukan dengan membuang atau meniadakan peristiwa penguat tingkah laku. Extincsi dapat
dipakai bersama metode lain seperti modelling dan sosial reinforcemenr. Extincsi berlangsung
terutama jika reinforcement adalah perhatian. Apabila murid memperhatikan kesana-kemari, maka
perubahan Extincsi guru-murid akan menghentikan tingkah laku murid tersebut.
3. Satiasi
Adalah suatu prosedur menyuruh seseorang melakukan perbuatan berulang-ulang sehingga ia
menjadi leah dan jerah. Contoh : seorang guru yang memergoki muridnya menyuruh anak
merokok sampai habis satu pak sehingga murid itu bosan
4. Perubahan Lingkungan
Beberapa tingkah laku dapat dikendalikan oleh perubahan kondisi stimuli yang mempengaruhi
tingkah laku itu. Jika murid terganggu oleh suara gaduh diluar kelas ketukan jendela dapat
menghentikan gangguan itu.
5. Hukuman
Untuk memperbaiki tingkah laku hukuman hendaknya diterapkan di kelas dengan bijaksana.
Hukuman dapat mengatasi tingkah laku yang tidak diinginkan dalam waktu singkat, untuk itu
perlu disertai dengan reinforcement. Hukuman menunjukkan apa yang tidak boleh dilakukan
murid, sedangkan reword menunjukkan apa yang mesti dilakukan oleh murid.
o Berikut ini adalah langkah-langkah bagi guru dalam mengadakan analisis dan modivikasi
perilaku:
1. Rumusan tingkah laku yang diubah secara operasional
1. Amatilah frekuensi tingkah laku yang perlu diubah
2. Ciptakan situasi belajar atau treatment sehingga terjadi tingka laku yang diinginkan
3. Indikasilah reinforcement yang potensial
4. Perkuatlah tingkah laku yang diinginkan
o Pengajaran terprogram menerapkan prinsip-prinsip “operant conditioning” bagi belajar manusia
di sekolah. Pengajaran ini berlangsung seperti halnya paket pengajaran diri sendiri yang
menyajikan suatu topik yang disusun secara cermat untuk dipelajari dan dikerjakan oleh murid.
Tiap-tiap pekerjaan murid diberi “feed back”.
o Program pegajaran terprogram telah diterapkan dalam program pengajaran individual. Program
pengajaran individual telah dikembangkan pada penerapan beberapa lembaga pendidikan, seperti :
Program for learning in accordanc with need (PLAN), pada westinghouse corporation.
Individually guide education (IGE), pada pusat penelitian dan pengembangan belajar kognitif
Universitas Pittsbugh.
o Komponen pengajaran penting menurut pandangan behavioral adalah kebutuhan akan:
Perumusan tugas atau tujuan belajar secara behavioral
Membagi “task” menjadi “subtasks”
Menentukan hubungan dan aturan logis “subtasks”
Menetapkan bahan dan prosedur mengajarkan tiap-tiap “subtasks”
Memberi “feedback” pada setiap penyelesaian “subtasks” atau tujuan-tujuan terminal.
o Pendekatan belajar berikut ini sebuah outline strategi belajar tuntas menurut Bloom (1971):
1. Pelajaran terbagi ats unit-unit kecil untuk satu atau dua minggu pelajaran
2. Bagi masing-masing unit, tujuan intruksional dirumuskan dengan jelas
3. Learning tasks dalam masing-msing unit diajarkan dengan pengajaran kelompok reguler
o Modal belajar mengajar menunjukkan bahwa perbedaan individual akan mempengaruhi
keputusan metodologi guru. Prinsip “operant condotioning” dan analisis tugas terlaksana dengan
berhasil pada berbagai macam murid dari berbagai situasi belajar. Unutk mengadakan analisis
tugas, guru harus mengetahui tujuan instruksional.
Akhir kata
Mempelajari teori belajar menurut konsep-konsep keilmuan dan teori pendidikan adalah penting.
Memahmi kebiasaan belajar yang kita amati dan terima dari masyarakat dan budaya juga harus
kita cermati. Budaya kita menekankan pengamatan dan peniruan dalam kegiatan belajar. Begitu
pula dengan pentingnya kelompok atau peran orang lain. Kita banyak belajar di dalam kelompok.
Namun, hal itu jangan membuat kita meremehkan peran Roh Tuhan yang datang ke dunia
menyaksikan pekerjaan dan pribadi Yesus Kristus. Roh Kudus yang membuat orang mengerti
pengajaran Alkitab, yang kita perbincangkan bersama anak didik. Dimana Roh Kudus bekerja di
situ terdapat aktivitas pembaruan (2 Kor 3:17,18). (SAM)
[1] Bahan diskusi bersama Guru PAK tingkat SLTP Jawa Barat, di Bandung, Kamis, 6 April 2006.
[2] Lihat karya Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran (Bumi Aksara, 1995), h. 70.
[3] Dave Meier, Accelerated Learning Handbook (Bandung: KAIFA, 2002).
[4] Mohamad Surya, Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran (Bandung: Pustaka Bani Quraisy,
2004), h. 77-79.
[5] Lihat karya J.M.Price, Yesus Guru Agung (Bandung: LLB, tt).; juga karya klasik Herman
Horne, Jesus The Teacher yang direvisi oleh Angus M. Gunn (Kregel Publications, 1988)
[6] Untuk lebih jauh tentang aplikasi perkembangan remaja dalam pelayanan, lihat karya Mike
Yaconelli & Jim Burns, H
No comments:
Post a Comment