Friday 28 May 2021

TEORI, PRINSIP DAN KONSEP PEMBELAJARAN

 TEORI, PRINSIP DAN KONSEP PEMBELAJARAN

TEORI PEMBELAJARAN

Teori ialah prinsip kasar yang menjadi dasar pembentukan sesuatu ilmu pengetahuan. Dasar teori

ini yang akan di kembangkan pada ilmu pengetahuan agar dapat di ciptakan pengetahuan baru

yang lebih lengkap dan detail sehingga dapat memperkuat pengetahuan tersebut.Teori juga

merupakan satu rumusan daripada pengetahuan sedia ada yang memberi panduan untuk

menjalankan penyelidikan dan mendapatkan maklumat baru. Sehingga ada ahli yang

mengemukakan asumsinya terhadap kebutuha adanya sebuah rumusan teori. Menurut

Snelbecker(di situs www.teknologi-pembelajaran.com) menjelaskan sejumlah asumsi dijadikan

dasar untuk menentukan gejala yang diamati dan atau teori yang dirumuskan. Asumsi-asumsi itu

adalah:


Ilmu dan pengetahuan berkembang dengan pesat dengan implikasi bagi kebanyakan orang untuk

mengikuti perkembangan itu.Pertambahan penduduk akan senantiasa terjadi meskipun dengan

derajat perbandingan yang kian mengecil. Perkembangan penduduk ini membawa implikasi makin

banyaknya mereka yang perlu memperoleh pendidikan.Terjadinya perubaha-perubahan mendasar

dan bersifat menetap di bidang sosial, politik, ekonomi, industri, atau secara luas kebudayaan,

yang menghendaki re-edukasi atau pendidikan terus-menerus bagi semua orang.Penyebaran

teknologi ke dalam kehidupan masyarakat yang makin meluas. Masyarakat mengandung budaya

dan teknologi, yang memengaruhi segenap bidang kehidupan, termasuk di dalamnya bidang

pendidikan.Makin terbatasnya sumber-sumber tradisional sehingga harus diciptakan sumber-

sumber baru dan sementara itu memanfaatkan sumber yang makin terbatas itu secara lebih

berdaya guna dan berhasil guna. Termasuk dalam sumber tradisional ini adalah sumber insani

untuk keperluan pendidikan.

Dan untuk asumsi tersebut dapat di buktikan kebenarannya atau tidak itu tidak menjadi masalah

dalam teori Pembelajaran. Yang terpenting adalah hasil Teori -teori yang di kemukakan ahli dapat

memberikan rumusan baru pada pembelajaran. Pada asasnya, teori-teori pembelajaran masa kini

dapat diklasifikasikan kepada teori yang utama yaitu yaitu behavioris, kognitif, sosial, humanis,

Piaget, Vygotsky, Ausubel, dan Konstruktivisme. Untuk lebih jelasnya, disini akan di bahas satu-

persatu di bawah ini.

1. Teori Behavioris


Teori behavioris yang diperkenalkan oleh Ivan Pavlov dan dikembangkan

oleh Thorndike dan Skinner,berpendapat bahwa pembelajaran adalah berkaitan dengan perubahan

tingkah laku. Teori pembelajaran mereka kebanyakannya dihasilkan dengan. Mereka

menumpukan ujian kepada perhubungan antara ‘rangsangan’ dan ‘gerakbalas’ yang menghasilkan

perubahan tingkah laku. Ujian ini bisa bersifat sebagai suatu usaha yang dapat merubah tingkah

laku orang agar bisa lebih baik. Maka perubahan inilah yang di sebut pembelajaran. Secara

umumnya memang teori behavioris menyatakan bahwa pengajaran dan pembelajaran akan

mempengaruhi segala perbuatan atau tingkah laku pelajar sama ada baik atau sebaliknya. Teori ini

juga menjelaskan bahwa tingkah laku pelajar dapat diperhatikan dan diprediksi apakah mengarah

ke hal positif atau negative.

2. Teori Kognitif

Teori kognitif pula berpendapat bahwa pembelajaran ialah suatu proses pendalaman yang berlaku

dalam akal pikiran, dan tidak dapat diperhatikan secara langsung dengan tingkah laku. Ahli-ahli

psikologi kognitif seperti Bruner dan Piaget menjelaskan kajian kepada berbagai jenis

pembelajaran dalam proses penyelesaian masalah dan akal berdasarkan berbagai peringkat umur

dan kecerdasan pelajar. Teori-teori pembelajaran mereka adalah bertumpu kepada cara

pembelajaran seperti pemikiran cerdik, urgensi penyelesaian masalah, penemuan dan

pengkategorian. Menurut teori ini, manusia memiliki struktur kognitif, dan semasa proses

pembelajaran, otak akan menyusun segala pernyataan di dalam ingatan.

3. Teori Sosial

Teori sosial pula menyarankan teori pembelajaran dengan menggabungkan teori behavioris

bersama dengan kognitif. Teori ini juga dikenal sebagai Teori Perlakuan Model. Albert Bandura,

seorang tokoh teori sosial ini menyatakan bahwa proses pembelajaran akan dapat dilaksanakan

dengan lebih berkesan dengan menggunakan pendekatan ‘permodelan’. Beliau menjelaskan lagi, 

bahwa aspek pemerhatian pelajar terhadap apa yang disampaikan atau dilakukan oleh guru dan 

juga aspek peniruan oleh pelajar akan dapat memberikan kesan yang menarik kepada kepahaman

pelajar. Sehingga dalam pembelajaran perlu ada obyek belajar sehingga seorang guru dapat

mempraktekkan materinya untuk lebih dipahami siswa dengan obyek tadi.

4. Teori Humanisme

Teori humanis juga berpendapat pembelajaran manusia bergantung kepada emosi dan

perasaannya. Seorang ahli teori ini, Carl Rogers menyatakan bahwa setiap individu itu mempunyai

cara belajar yang berbeda dengan individu yang lain. Oleh karena itu, strategi dan pendekatan

dalam proses pengajaran dan pembelajaran hendaklah dirancang dan disusun mengikut kehendak

dan perkembangan emosi pelajar itu.  Beliau juga menjelaskan bahwa setiap individu mempunyai

potensi dan keinginan untuk mencapai aktualisasi diri. Maka, guru hendaknya menjaga psikologi

pelajar dan memberi bimbingan supaya potensi mereka dapat diperkembangkan ke tahap

maksimal.

5. Teori Piaget

Menurut Piaget (Dahar 1996; Hasan 1996; Surya 2003), setiap individu mengalami tingkat-tingkat

perkembangan intelektual dalam pembelajaran. Tahap- tahap tersebut berdasarkan umur seorang

anak. Tahap-tahap tersebut sebagai berikut:

1. Tingkat Sensorimotor (0-2 tahun)

Anak mulai belajar dan mengendalikan lingkungannya melalui kemampuan panca indra dan

gerakannya. Perilaku bayi pada tahap ini semata-mata berdasarkan pada stimulus yang

diterimanya. Sekitar usia 8 bulan, bayi memiliki pengetahuan object permanence yaitu walaupun

objek pada suatu saat tak terlihat di depan matanya, tak berarti objek itu tidak ada. Sebelum usia 8

bulan bayi pada umumnya beranggapan benda yang tak mereka lihat berarti tak ada. Pada tahap


ini, bayi memiliki dunianya berdasarkan pengamatannya atas dasar gerakan/aktivitas yang

dilakukan orang-orang di sekelilingnya.

2. Tahap Preoporational (2-7 tahun)

Pada tahap ini anak sudah mampu berpikir sebelum bertindak, meskipun kemampuan berpikirnya

belum sampai pada tingkat kemampuan berpikir logis. Masa 2-7 tahun, kehidupan anak juga

ditandai dengan sikap egosentris, di mana mereka berpikir subyektif dan tidak mampu melihat

obyektifitas pandangan orang lain, sehingga mereka sukar menerima pandangan orang lain. Ciri

lain dari anak yang perkembangan kognisinya ada pada tahap preporational adalah

ketidakmampuannya membedakan bahwa 2 objek yang sama memiliki masa, jumlah atau volume

yang tetap walau bentuknya berubah-ubah. Karena belum berpikir abstrak, maka anak-anak di usia

ini lebih mudah belajar jika guru melibatkan penggunaan benda yang konkrit daripada

menggunakan hanya kata-kata.

3. Tahap Concrete (7-11 thn)

Pada umumnya, pada tahap ini anak-anak sudah memiliki kemampuan memahami konsep

konservasi (concept of conservacy), yaitu meskipun suatu benda berubah bentuknya, namun masa,

jumlah atau volumenya adalah tetap. Anak juga sudah mampu melakukan observasi, menilai dan

mengevaluasi sehingga mereka tidak se-egosentris sebelumnya. Kemampuan berpikir anak pada

tahap ini masih dalam bentuk konkrit, mereka belum mampu berpikir abstrak, sehingga mereka

juga hanya mampu menyelesaikan soal-soal pelajaran yang bersifat konkrit. Aktifitas

pembelajaran yang melibatkan siswa dalam pengalaman langsung sangat efektif dibandingkan

penjelasan guru dalam bentuk verbal (kata-kata).

4. Tahap Formal Operations (11 tahun ke atas)

Pada tahap ini, kemampuan siswa sudah berada pada tahap berpikir abstrak. Mereka mampu

mengajukan hipotesa, menghitung konsekuensi yang mungkin terjadi serta menguji hipotesa yang

mereka buat. Kalau dihadapkan pada suatu persoalan, siswa pada tahap perkembangan formal

operational mampu memformulasikan semua kemungkinan dan menentukan kemungkinan yang

mana yang paling mungkin terjadi berdasarkan kemampuan berpikir analistis dan logis.

Sehingga pada yang terakhir inilah merupakan kesempurnaan dari penerimaan pembelajaran yang

baik dan mengembangkan potensi diri yang sempurna.

5. Teori Vygotsky

Vygotsky adalah salah seorang tokoh konstrutivisme. Hal terpenting dari teorinya adalah

pentingnya interaksi antara aspek internal dan eksternal pembelajaran dengan menekankan aspek

ling-kungan sosial pembelajaran. Vygotsky yakin bahwa pembelajaran terjadi ketika siswa bekerja

menangani tugas-tugas yang belum dipelajari, namun tugas-tugas itu masih berada dalam

jangkauan kemampuannya atau tugas-tugas itu berada dalam zona perkembangan proksimal (zone

of proximal development).

Sumbangan teori Vigotsky adalah penekanan pada bakat sosio budaya dalam pembelajaran.

Menurutnya, pembelajaran terjadi ketika siswa bekerja dalam zona perkembangan proksima (zone

of proximal development). Zona perkembangan proksima adalah tingkat perkembangan sedikit di

atas tingkat perkembangan seseorang pada ketika pembelajaran berlaku.

Astuty (2000) secara terperinci, mengemukakan bahwa yang dimaksudkan dengan “zona per-

kembangan proksima” adalah jarak antara tingkat per-kembangan sesungguhnya dengan tingkat

perkembangan potensial. Tingkat perkembangan sesungguhnya adalah kemampuan pemecahan

masalah secara mandiri sedangkan tingkat per-kembangan potensial adalah kemampuan

pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa melalui kerja sama dengan rakan sebaya

yang lebih mampu. Oleh yang  demkian, maka tingkat perkembangan potensial dapat disalurkan


melalui model pembelajaran koperatif. Ide penting lain juga diturunkan Vygotsky ialah konsep

pemenaraan (scaffolding) (Nur 2000), yaitu memberikan sejumlah bantuan kepada siswa pada

tahap-tahap awal pembelajaran, kemudian menguranginya dan memberi kesempatan kepada siswa

untuk mengambil alih tanggung jawab sekadar yang  mereka mampu. Bantuan tersebut berupa

petunjuk, peringatan, dorongan, menguraikan masalah pada langkah-langkah pemecahan,

memberi contoh ataupun hal-hal lain yang memungkinkan siswa tumbuh sendiri.

6. Teori Ausubel

David Ausubel adalah seorang ahli psikologi pendidikan. Menurut Ausubel (Dahar 1996) bahan

subyek yang dipelajari siswa haruslah “bermakna” (meaningfull). Pembelajaran bermakna

merupakan suatu proses mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat

dalam  struktur kognitif seseorang. Struktur kognitif ialah fakta-fakta, konsep-konsep, dan

generalisasi-generalisasi yang telah disiswai dan diingat siswa. Suparno (1997) mengatakan

pembelajaran bermakna adalah suatu proses pembelajaran di mana informasi baru dihubungkan

dengan struktur pengertian yang sudah dimiliki seseorang yang sedang melalui pembelajaran.

Menurut Ausubel, pemecahan masalah yang sesuai adalah lebih bermanfaat bagi siswa dan

merupakan strategi yang efisien dalam pembelajaran. Kekuatan dan makna proses pemecahan

masalah dalam pembelajaran sejarah terletak pada kemampuan siswa dalam mengambil peranan

pada kumpulannya. Untuk melancarkan proses tersebut maka diperlukan bimbingan secara

langsung daripada guru, sama ada secara lisan maupun dengan tingkah laku, manakala siswa

diberi kebebasan untuk membangun pengetahuannya sendiri.

Selanjutnya Ausubel mengatakan bahwa ada dua jenis belajar, yaitu belajar bermakna (meaningful

learning) dan belajar menghafal (rote learning). Bahan pelajaran yang dipelajari haruslah

bermakna. Belajar bermakna adalah suatu proses di mana informasi baru dihubungkan dengan

struktur pengertian yang sudah dipunyai seseorang yang sedang belajar. Belajar akan bermakna

bila siswa mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur

kognitif seseorang. Struktur kognitif ialah fakta-fakta, konsep konsep dan generalisasi-generalisasi

yang telah dipelajari dan diingat oleh siswa.

Lebih lanjut Ausubel (dalam Kartadinata, 2001) mengemukakan, seseorang belajar dengan

mengasosiasikan fenomena, pengalaman dan fakta-fakta baru ke dalam skemata yang telah

dipelajari. Hal ini menjadikan pembelajaran akuntansi tidak hanya sebagai konsep-konsep yang

perlu dihapal dan diingat hanya pada saat siswa mendapat materi itu saja tetapi juga bagaimana

siswa mampu menghubungkan pengetahuan yang baru didapat kemudian dengan konsep yang

sudah dimilikinya sehingga terbentuklah kebermaknaan logis.

7. Teori Konstruktivisme

Teori konstruktivisme lahir dari idea Piaget dan Vygotsky. Konstruktivisme adalah satu faham

bahwa siswa membina sendiri pengetahuan atau konsep secara aktif berasaskan pengetahuan dan

pengalaman sedia ada. Dalam Proses ini, siswa akan menyesuaikan pengetahuan yang diterima

dengan pengetahuan sedia ada untuk membina pengetahuan baru. Mengikut Briner (1999),

pembelajaran secara konstruktivisme berlaku di mana siswa membina pengetahuan dengan

menguji ide dan pendekatan berasaskan pengetahuan dan pengalaman sedia ada,

mengimplikasikannya pada satu situasi baru dan mengintegerasikan pengetahuan baru yang

diperoleh dengan binaan intelektual yang sedia wujud. Manakala mengikut Mc Brien dan Brandt

(1997), konstruktivisme adalah satu pendekatan pembelajaran berasaskan kepada penelitian

tentang bagaimana manusia belajar. Kebanyakan peneliti berpendapat setiap individu membina

pengetahuan dan bukannya hanya menerima pengetahuan daripada orang lain.

Brooks dan Books (1993) pula menyatakan konstruktivisme berlaku apabila siswa membina

makna tentang dunia dengan mensintesis pengalaman baru pada apa yang mereka telah faham

sebelum ini. Mereka akan membentuk peraturan melalui cerminan tentang  tindak balas mereka

dengan objek dan idea. Apabila mereka bertemu dengan objek, ide atau perkaitan yang tak


bermakna pada mereka, maka mereka akan sama ada menginterpretasikan apa yang mereka lihat

supaya sesuai dengan peraturan yang telah dibentuk atau disesuaikan dengan peraturan agar dapat

menerangkan informasi baru. Dalam teori konstruktivisme, penekanan diberikan pada siswa lebih

daripada guru. Ini karena siswalah yang bertindak balas dengan bahan dan peristiwa   dan

memperoleh kepahaman tentang bahan dan peristiwa tersebut. Justru, siswa membina sendiri

konsep dan membuat penyelesaian kepada masalah (Sushkin 1999). Pada teori menekankan pada

siswa untuk mencari cara sendiri untuk setiap penyelesaian masalah. Sehingga dapat ditemukan

cara yang sesuai dengan dirinya.

PRINSIP PEMBELAJARAN

Arthur W. Chickering dan Zelda F. Gamson mengetengahkan tentang 7 (tujuh) prinsip praktik

pembelajaran yang baik yang dapat dijadikan sebagai panduan dalam upaya meningkatkan

kualitas pembelajaran, baik bagi guru, siswa, kepala sekolah, pemerintah, maupun pihak lainnya

yang terkait dengan pendidikan.( disalin darihttp://arminrasyid.wordpress.com/2009/10/31/7-

prinsip-pembelajaran-yg-baik/). Di bawah ini akan dijelaskan mengenai prinsip pembelajaran

tersebut.

1. Encourages Contact Between Students and Faculty

Frekuensi kontak antara guru dengan siswa, baik di dalam maupun di luar kelas merupakan faktor

yang amat penting untuk meningkatkan motivasi dan keterlibatan siswa dalam belajar. Dengan

seringnya kontak antara guru-siswa ini, guru dapat lebih meningkatkan kepedulian terhadap

siswanya. Guru dapat membantu siswa ketika melewati masa-masa sulitnya. Begitu juga, guru

dapat berusaha memelihara semangat belajar, meningkatkan komitmen intelektual siswa,

mendorong mereka untuk berpikir tentang nilai-nilai mereka sendiri serta membantu menyusun

rencana masa depannya.

2. Develops Reciprocity and Cooperation Among Students

Upaya meningkatkan belajar siswa lebih baik dilakukan secara tim dibandingkan melalui

perpacuan individual (solo race). Belajar yang baik tak ubahnya seperti bekerja yang baik, yakni

kolaboratif dan sosial, bukan kompetitif dan terisolasi. Melalui bekerja dengan orang lain, siswa

dapat meningkatkan keterlibatannya dalam belajar. Saling berbagi ide dan mereaksi atas

tanggapan orang lain dapat semakin mempertajam pemikiran dan memperdalam pemahamannya

tentang sesuatu.

3. Encourages Active Learning

Belajar bukanlah seperti sedang menonton olahraga atau pertunjukkan film. Siswa tidak hanya

sekedar duduk di kelas untuk mendengarkan penjelasan guru, menghafal paket materi yang telah

dikemas guru, atau menjawab pertanyaan guru. Tetapi mereka harus berbicara tentang apa yang

mereka pelajari dan dapat menuliskannya, mengaitkan dengan pengalaman masa lalu, serta

menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari mereka. Mereka harus menjadikan apa yang mereka

pelajari sebagai bagian dari dirinya sendiri.

4. Gives Prompt Feedback

Siswa membutuhkan umpan balik yang tepat dan memadai atas kinerjanya sehingga mereka dapat

mengambil manfaat dari apa yang telah dipelajarinya. Ketika hendak memulai belajar, siswa

membutuhkan bantuan untuk menilai pengetahuan dan kompetensi yang ada. Di kelas, siswa perlu

sering diberi kesempatan tampil dan menerima saran agar terjadi perbaikan. Dan pada bagian

akhir, siswa perlu diberikan kesempatan untuk merefleksikan apa yang telah dipelajari, apa yang

masih perlu diketahui, dan bagaimana menilai dirinya sendiri.

5. Emphasizes Time on Task


Ada pernyataan waktu + energi = belajar. Memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya

merupakan sesuatu yang sangat penting bagi siswa. Siswa membutuhkan bantuan dalam

mengelola waktu efektif belajarnya. Mengalokasikan jumlah waktu yang realistis artinya sama

dengan belajar yang efektif bagi siswa dan pengajaran yang efektif bagi guru. Sekolah seyogyanya

dapat mendefinisikan ekspektasi waktu bagi para siswa, guru, kepala sekolah, dan staf lainnya

untuk membangun kinerja yang tinggi bagi semuanya

6. Communicates High Expectations

Berharap lebih dan Anda akan mendapatkan lebih. Harapan yang tinggi merupakan hal penting

bagi semua orang. Mengharapkan para siswa berkinerja atau berprestasi baik pada gilirannya akan

mendorong guru maupun sekolah bekerja keras dan berusaha ekstra untuk dapat memenuhinya

7. Respects Diverse Talents and Ways of Learning

Ada banyak jalan untuk belajar. Para siswa datang dengan membawa bakat dan gaya belajarnya

masing-masing Ada yang kuat dalam matematika, tetapi lemah dalam bahasa, ada yang mahir

dalam praktik tetapi lemah dalam teori, dan sebagainya. Dalam hal ini, siswa perlu diberi

kesempatan untuk menunjukkan bakatnya dan belajar dengan cara kerja mereka masing-masing.

Kemudian mereka didorong untuk belajar dengan cara-cara baru, yang mungkin ini bukanlah hal

mudah bagi guru untuk melakukannya.

Pada bagian lain, Arthur W. Chickering dan Zelda F. Gamson mengatakan bahwa guru dan siswa

memegang peran dan tanggung jawab penting untuk meningkatkan mutu pembelajaran, tetapi

mereka tetap membutuhkan bantuan dan dukungan dari berbagai pihak untuk membentuk sebuah

lingkungan belajar yang kondusif bagi praktik pembelajaran yang baik. Adapun yang dimaksud

dengan lingkungan tersebut meliputi:

(a) adanya rasa tujuan bersama yang kuat;

(b)dukungan kongkrit dari kepala sekolah dan para administrator pendidikan untuk mencapai

tujuan ;

(c) dana yang memadai sesuai dengan tujuan;

(d) kebijakan dan prosedur yang konsisten dengan tujuan; dan

(e) evaluasi yang berkesinambungan tentang sejauh mana ketercapaian tujuan.

Dari selain prinsip diatas sebenarnya masih banyak prinsip pembelajaran yang dikembangkan

sampai saat ini. Tetapi disini penulis hanya mengambil beberapa saja.

KONSEP PEMBELAJARAN

Ada banyak sekali konsep pembelajaran yang diterapkan khususnya di Indonesia. Salah satunya

konsep pembelajaran konstekstual  yang dipandang sebagai salah satu strategi yang memenuhi

prinsip pembelajaran. Konsep pembelajaran yang konstekstual ini merupakan pembelajaran aktif

antara guru dan siswa. Dan di dalam konsep pembelajaran konstekstual ada unsur-unsurnya.

Untuk lebih jelasnya sebagai berikut penjelasannya.

Constructivisme

Belajar adalah proses aktif mengonstruksi pengetahuan dari abstraksi pengalaman alami maupun

manusiawi, yang dilakukan secara pribadi dan sosial untuk mencari makna dengan memproses

informasi sehingga dirasakan masuk akal sesuai dengan kerangka berpikir yang dimiliki. Belajar

berarti menyediakan kondisi agar memungkinkan peserta didik membangun sendiri

pengetahuannya. Kegiatan belajar dikemas menjadi proses mengonstruksi pengetahu-an, bukan


menerima pengetahuan sehingga belajar dimulai dari apa yang diketahui peserta didik. Peserta

didik menemukan ide dan pengetahuan (konsep, prinsip) baru, menerapkan ide-ide, kemudian

peserta didik mencari strategi belajar yang efektif agar mencapai kompetensi dan memberikan

kepuasan atas penemuannya itu.

Inquiry

Siklus inkuiri: observasi dimulai dengan bertanya, mengajukan hipotesis, mengumpulkan data,

dan menarik simpulan. Langkah-langkah inkuiri dengan merumuskan masalah, melakukan 

observasi, analisis data, kemudian mengomunikasikan hasilnya. Inquiri merupakan pembelajaran

untuk dapat berpikir nyata dan kritis dalam menyikapinya. Biasanya untuk inkuiri ini berbentuk

kasus untuk dianalisis berdasarkan teori yang ada.

Questioning

Berguna bagi guru untuk: mendorong, membimbing dan menilai peserta didik; menggali informasi

tentang pemahaman, perhatian, dan pengetahuan peserta didik. Berguna bagi peserta didik sebagai

salah satu teknik dan strategi belajar. Jika pertanyaan bagus maka akan memberikan rasa ingin

tahu kepada peserta didik.

Learning Community

Dilakukan melalui pembelajaran kolaboratif. Belajar dilakukan dalam kelompok-kelompok kecil

sehingga kemampuan sosial dan komunikasi berkembang.

Modelling

Berguna sebagai contoh yang baik yang dapat ditiru oleh peserta didik seperti cara menggali

informasi, demonstrasi, dan lain-lain. Pemodelan ini dapat dilakukan oleh guru (sebagai teladan),

peserta didik, dan tokoh lain.

Reflection

Yaitu tentang cara berpikir apa yang baru dipelajari. Sehingga ada respon terhadap kejadian,

aktivitas/pengetahuan yang baru. Hasilnya nanti merupakan konstruksi pengetahuan yang baru.

Bentuknya dapat berupa kesan, catatan atau hasil karya yang dapat memberikan imbal balik.

Autentic Assesment

Yaitu menilai sikap, pengetahuan, dan ketrampilan. Hal iuni berlangsung selama proses

pembelajaran secara terintegras. Pada unsur ini dapat dilakukan melalui berbagai cara yaitu test

dan non-test. Alternative bentuk yang dapat dilakukan kinerja, observasi, portofolio, dan/atau

jurnal

Seorang ahli yang bernama Carl R Rogers (1951) mengajukan konsep pembelajaran laian daripada

konsep pembelajaran konstektual yaitu “Student Centered Learning” yang intinya yaitu :

1.      Kita tidak bisa mengajar orang lain tetapi kita hanya bisa menfasilitasi belajarnya.

2.      Seseorang akan belajar secarasignifikan hanya pada hal-hal yang dapat

memperkuat/menumbuhkan “self”nya.

3.      Manusia tidak bisa belajar kalau berada dibawah tekanan.

4.      Pendidikan akan membelajarkan peserta didik secara signifkan bila tidak ada tekanan

terhadap peserta didik, dan adanya perbedaan persepsi/pendapat difasilitasi/diakomodir.


Dari kedua konsep tersebut memang tidak ada yang salah dalam pembelajaran. Biasanya yang

terjadi kekeliruan adalah pada saat prakteknya. Banyak pengajar yang mempraktekkan sesuka

dirinya sehingga jika dikatakan seorang pengajar itu hanya menggunakan satu konsep, itu

merupakan pernyataan yang salah. Banyak para pengajar yang menggunakan kombinasi berbagai

konsep. Hal ini agar menunjang pembelajaran yang baik dan agar bisa di mengerti oleh siswanya

dengan baik. Ketika seorang pengajar menggunakan konsep terdiri hanya satu itupun sebenarnya

tidak salah, karena banyak sekali pengajar yang mengajar dengan konsep sama tetapi terjadi

perbedaan di teknik-teknik pembelajarannya. Maka haruslah dimengerti untuk konsep ini bebas

dilakukan oleh pengajar apakah mimilih satu


Teori Kurikulum PAK

Rabu, 30 Oktober 2013

Teori Kurikulum PAK


BAB I

PENDAHULUAN

A.       Latar Belakang


Sebagai Negara Indonesia yang berdasar Pancasila, vak Agama sudah masuk kedalam kurikulum

wajib di Sekolah – sekolah sejak dasawarsa 50-an. Peraturan pelaksanaannya di sempurnakan

terus menerus dari tahun ke tahun tanpa mengubah keharusan adanya nilai vak Agama dalam

raport setiap anak sekolah.

Berdasarkan instruksi pemerintah pada Tahun 1967 “ pendidikan Agama wajib diberikan

walaupun dari sesuatu golongan Agama hanya ada seorang pelajar “. Jadi, setiap para pemimpin

dari setiap Agama di tugaskan untuk menyusun kurikulumnya tetapi pemerintah khususnya

Departemen Pendidikan dan kebudayaan dan Departeman Agama harus menyetujuinya serta

menentukan persyaratan untuk melaksanakannya. [1]

Pada umumnya kurikulum pendidikan apa pun berkaitan dengan usaha dari pihak lembaga atau

masyarakat tertentu untuk menghasilkan perubahan dalam diri seseorang. Menurut Sherrill,

Masing – masing lembaga dan masyarakat cenderung menentukan jenis – jenis perubahan yang

sesuai dengan jati dirinya, dan inilah yang membedakan pendidikan umum dari pendidikan

Agama  Kristen. [2]

Dasar dari kurikulum Pendidikan Agama Kristen adalah Alkitab. Untuk Kurikulum Sekolah Dasar

( SD ) berporos kepada PL & PB tetapi isi pengajarannya atau tema - temanya disesuaikan dengan

tingkat kelas atau umur. Untuk anak SMP & SMU di pusatkan pada ruang lingkup “ manusia,

Masyarakat & Iman “. Dengan Harapan melalui pembahasan – pembahasan tersebut anak remaja

dapat bertumbuh menjadi seorang warga negara muda yang berbudi pekerti tinggi dan

bertanggung jawab dimana saja mereka berada. Tetapi untuk tema Iman, pengajarannya lebih

bersifat usaha memahami ajaran Kristen. Tetapi walaupun tema iman ini ruang lingkupnya sendiri,

tetapi tidak berarti pokok iman kristen tidak termasuk dalam pembahasan tema manusia dan

masyarakat.

B.       Tujuan Penulisan


Makalah ini di tulis sebagai tugas dari mata kuliah Kurikulum PAK. Melalui makalah ini penulis

mengharapkan pembaca lebih memahami dan mengerti tentang defenisi, tujuan, komponen, asas –

asas, isi, pedoman dan langkah – langkah dalam mengembangkan kurikulum PAK, sehingga bisa

membantu guru – guru Agama Kristen dalam menjalankan proses belajar mengajar di tempat

melayani.

BAB II

TEORI KURIKULUM PAK

A.      Defenisi Kurikulum PAK

Untuk mendapatkan rumusan tentang defenisi kurikulum, para ahli mengemukakan pandangan

yang beragam. Di bawah ini ada Beberapa defenisi kurikulum menurut dari beberapa para ahli

kurikulum sebagai berikut:

1.         J. Galen Saylor dan William M. Alexander dalam buku Curriculum Planning for Better

Teaching and Learning (1956) menjelaskan arti kurikulum sebagai berikut: “ The Curriculum is

the sum total of school’s efforts to influence learning whether in the classroom, on the playground,

or out of school”. Jadi segala usaha sekolah untuk mempengaruhi anak belajar, apakah dalam

ruangan kelas, di halaman sekolah atau di luar sekolah termasuk kurikulum.

2.         Harold B. Albertycs memandang kurikulum sebagai “all of the activities that are provided

for students by the school”. Kurikulum tidak terbatas pada mata pelajaran, akan tetapi juga

meliputi kegiatan-kegiatan lain, di dalam dan di luar kelas, yang berada di bawah tanggung jawab

sekolah.

3.         B. Othanel Smith, W. O. Stanley, dan J. Harlan Shores memandang kurikulum sebagai “a

sequence of potential experiences set up in the school for the purpose of discipling children and

youth in group ways of thinking and acting”. Mereka melihat kurikulum sebagai sejumlah

pengalaman yang secara potensial dapat diberikan kepada anak dan pemuda, agar mereka dapat

berpikir dan berbuat sesuai dengan masyarakatnya.

4.         William B. Ragan, dalam buku Modern Elementary Curriculum (1966) menjelaskan arti

kurikulum dalam arti yang luas, yang meliputi seluruh program dan kehidupan dalam sekolah,

yakni segala pengalaman anak di bawah tanggung jawab sekolah. Kurikulum tidak hanya meliputi

bahan pelajaran tetapi meliputi seluruh kehidupan dalam kelas. Jadi hubungan sosial antara guru

dan murid, metode mengajar, cara mengavaluasi termasuk kurikulum.

Untuk mengakomodasi perbedaan pandangan tersebut, Hamid Hasan (1988) mengemukakan

bahwa konsep kurikulum dapat ditinjau dalam empat dimensi, yaitu:

a.        Kurikulum sebagai suatu ide; yang dihasilkan melalui teori-teori dan penelitian, khususnya

dalam bidang kurikulum dan pendidikan.

b.       Kurikulum sebagai suatu rencana tertulis, sebagai perwujudan dari kurikulum sebagai suatu

ide; yang didalamnya memuat tentang tujuan, bahan, kegiatan, alat-alat, dan waktu.

c.        Kurikulum sebagai suatu kegiatan, yang merupakan pelaksanaan dari kurikulum sebagai

suatu rencana tertulis dalam bentuk praktek pembelajaran.

d.       Kurikulum sebagai suatu hasil yang merupakan konsekwensi dari kurikulum sebagai suatu

kegiatan, dalam bentuk ketercapaian tujuan kurikulum yakni tercapainya perubahan perilaku atau

kemampuan tertentu dari para peserta didik.


Sementara itu, Purwadi (2003) memilah pengertian kurikulum menjadi enam bagian :

1.    kurikulum sebagai ide;

2.    kurikulum formal berupa dokumen yang dijadikan sebagai pedoman dan panduan dalam

melaksanakan kurikulum;

3.    kurikulum menurut persepsi pengajar;

4.    kurikulum operasional yang dilaksanakan atau dioprasional kan oleh pengajar di kelas;

5.    kurikulum experience yakni kurikulum yang dialami oleh peserta didik; dan

6.     kurikulum yang diperoleh dari penerapan kurikulum.

Dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional sebagaimana dapat dilihat dalam Undang-

Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa: “Kurikulum adalah

seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang

digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan

tertentu ”.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka Penulis menarik kesimpulan bahwa pengertian

kurikulum PAK ialah sebagai suatu rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, bahan pelajaran,

serta cara yang digunakan sebagai pedoman dalam menyelenggarakan proses belajar mengajar

untuk mencapai tujuan yaitu membangun anak – anak yg takut Tuhan ( percaya kepada Tuhan ),

mengenal karya Tuhan dan kuasaNya sesuai dengan Firman Tuhan yang dituliskan di dalam

Alkitab.


B.       Komponen – komponen kurikulum PAK

             Ralph W. Tyler dalam bukunya Basic Principles of Curriculum and Instruction (1949),

salah satu buku yang paling berpengaruh dalam pengembangan kurikulum, mengajukan 4

pertanyaan pokok, yakni:

1.      Tujuan apa yang harus dicapai sekolah?

2.      Bagaimanakah memillih bahan pelajaran guna mencapai tujuan itu?

3.      Bagaimanakah bahan disajikan agar efektif diajarkan?

4.      Bagaimanakah efektifitas belajar dapat dinilai?

Berdasarkan pertanyaan itu, maka diperoleh keempat komponen kurikulum PAK yakni:

1.      Tujuan PAK

2.      Bahan pelajaran PAK

3.      Proses belajar-mengajar PAK

4.      Evaluasi atau penilaian PAK

C.      Tujuan Dan Isi Kurikulum PAK

Tujuan dan isi Kurikulum PAK dalam buku Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek PAK


adalah

·         Menurut Sherrill, tujuan PAK adalah untuk memperkenalkan para pelajar dikalangan

persekutuan Kristen dengan warisannya, khususnya Alkitab, agar dengannya mereka dipersiapkan

menjumpai Allah dan menjawab kepadaNya, memperlancar komunikasi pada tahab yang

mendalam antar orang tentang keprihatinan – keprihatinan insani dan mempertajam

kemampuannya menerima fakta bahwa mereka dicengkeram oleh kekuatan dan kasih Allah yang

memperbaiki, menebus dan menciptakannya kembali.

·         Wickoff berpendapat, tujuan PAK adalah menunjuk arah dari usaha para pendidik dan

menjadi tolak ukur bagi penilaian hasil usahanya.

·         Dewan Gereja – Gereja Nasional Amerika serikat bagi anak remaja tua, berpendapat bahwa

tujuan PAK adalah menolong orang – orang menjadi sadar akan penyikapan diri Allah dan

kasihNya dalam Yesus Kristus yang senantiasa mencari orang serta menjawabnya dengan

kepercayaan dan kasih, agar mereka mengetahui siapa dirinya sebenarnya dan apa arti

keadaannya, bertumbuh sebagai anak – anak yang berakar dalam persekutuan Kristen, memenuhi

panggilannya bersama sebagai murid – murid Yesus Kristus didunia dan tetap percaya pada

pengharapan Kristen.

·         Menurut Miler, tujuan PAK adalah mencakup usaha menolong setiap pelajar mengenal

dirinya seorang ahli waris kerajaan Allah yang diampuni dan ditebus Allah dalam Yesus Kristus

sehingga ia mengabdikan diri kepada Tuhan dalam ibadah, persekutuan dan pelayanan di gereja

serta mengejawantahkan kehidupan baru itu dalam segala hubungannya, khususnya dalam rumah

tangga, dengan sesama manusia, dengan masyarakat, negara dan dunia alam.

·         Menurut Calvin, tujuan PAK adalah mendidik semua anak –anak ( Gereja ) agar mereka

dilibatkan dalam penelaahan Alkitab secara cerdas sebagaimana dibimbing oleh Roh Kudus, diajar

mengambil bagian dalam kebaktian serta mencari keesaan Gereja, diperlengkapi memilih cara –

cara mengejawantahkan pengabdian diri kepada Allah Bapa Yesus Kristus dalam gelanggang

pekerjaan sehari –hari serta hidup bertanggung jawab dibawah kedaulatan Allah demi

kemuliaanNya sebagai lambang ucapan syukur mereka yang dipilih dalam Yesus Kristus.

Berdasarkan pendapat para ahli tentang tujuan – tujuan PAK diatas maka menurut penulis  isi PAK

adalah Firman Tuhan, yang membahas tentang iman Kristen (Karya Allah melalui Yesus Kristus

dan pimpinan Roh kudus), Alkitab merupakan Firman Allah baik PL DAN PB, Kehidupan Umat

Kristen setiap hari dalam hal ibadah, pergaulan, perbuatan, pekerjaan, kehidupan dalam rumah

tangga, dan dalam kehidupan sosial dengan sesama, masyarakat, negara dan dunia luas serta alam.

D.      Asas – asas kurikulum PAK

             Dalam mengembangkan kurikulum bukan sesuatu yang mudah dan sederhana karena

banyak hal yang harus dipertimbangkan dan dan banyak pertanyaan yang dapat diajukan untuk

diperhitungkan.

Asas-asas kurikulum meliputi :

1.      Asas Teologis

Mengarahkan anak – anak kepada perubahan hidup yang lebih baik untuk hormat kemuliaan nama

Tuhan dan berguna bagi masyarakat 

2.       Asas Filosofis

Sekolah bertujuan mendidik anak agar menjadi manusia yangLebih baik sehingga menjadi garam

dan terang dunia sesuai dengan perintah Tuhan.


3.     Asas Psikologis

a.       Psikologi anak

Sekolah didirikan untuk kepentingan anak, yakni menciptakan situasi-situasi dimana anak dapat

belajar untuk mengembangkan bakat/potensi atau talenta yang di anugrahkan Tuhan kepadanya.

b.      Psikologis belajar

Pendidikan PAK di sekolah dipercayai dan diyakini bahwa anak-anak dapat dididik dan dapat

dipengaruhi kelakuannya.

4.      Asas Sosiologis

Sebagai makhluk sosial anak tidak bisa hidup sendiri tetapi membutuhkan orang lain, ia hidup

dalam suatu masyarakat. Ditengah – tengah masyarakat, sebagai anak – anak Tuhan, ia harus

memenuhi tugas-tugas yang harus dilakukannya dengan penuh tanggung jawab sesuai dengan

kebenaran Firman Tuhan, baik sebagai anak, maupun sebagai orang dewasa kelak   .

5.      Asas Organisatoris

Asas ini berkenaan dengan masalah, dalam bentuk yang bagaimana bahan pelajaran PAK akan

disajikan? Apakah dalam bentuk mata pelajaran yang terpisah-pisah, ataukah diusahakan adanya

hubungan dengan pelajaran lain.

E.       Pedoman Kurikulum PAK

Pedoman kurikulum PAK disusun untuk menentukan garis besarnya :

·       Topik atau tema Apa yang akan diajarkan ( ruang lingkup scope )

·       Kepada siapa Firman Tuhan diajarkan

·      Apa sebab diajarkan topik tersebut, dan dengan tujuan apa mengajarkan topik tersebut.

·       Dalam urutan yang bagaimana

 Selanjutnya perlu diuraikan :

·      Falsafah dan misi lembaga pendidikan, sekolah, akademik atau universitas tersebut. Dalam

hal ini perlu dikemukakan falsafah dan misi tiap fakultas dan jurusan.

·      Alasan atau rasional kurikulum berhubungan dengan populasi yang dijadikan sasaran yakni

untuk apa siswa dipersiapkan

·       Tujuan filosofis mengenai bahan yang diajarkan dan alasan memilihnya.

·       Organisasi bahan pelajaran secara umum.

I.          Langkah – langkah dalam pengembangan kurikulum PAK

Menurut Nasution S dalam bukunya Kurikulum dan Pengajaran Cet. 3, langkah – langkah dalam

pengembangan kurikulum, dalam garis besarnya kita akan mengikuti langkah-langkah sebagai

berikut :

1.    Kumpulkan faktor-faktor yang turut menentukan kurikulum PAK serta latar belakangnya.


Pertanyaan yang perlu dijawab antara lain ialah :

·           Apakah definisi kurikulum PAK yang akan dikembangkan ?

·           Apakah faktor utama yang mempengaruhi kurikulm PAK ?

·           Apa, kepada siapa, apa sebab, bagaimana organisasi bahan yang akan diajarkan ?

·           Adakah alternatif lain ?

2.    Tentukan Firman Tuhan ( topik ) yang akan diajarkan.

·           Berhubung dengan pertimbangan di atas,  topik apakah yang dianggap paling serasi untuk

diberikan kepada para siswa

·           Bagaimana ruang lingkupnya ?

3.    Rumuskan setiap topik yang dibawakan

4.    Tentukan hasil belajar yang diharapkan

·           Apakah standar hasil belajar siswa dalam tiap topik yang diajarkan dalam sapek koqnitif,

afektif dan psikomotorik

5.    Tentukan topik-topik Firman Tuhan yang diajarkan

·           Bagaimanakah menentukan topik Firman Tuhan yang di ajarkan, beserta luasnya dan

urutan bahannya serta berhubungan dengan tujuan yang telah dirincikan.

6.    Tentukan syarat-syarat yang diharapkan dari siswa

·           Bagaimanakah tingkat perkembangan dan pengetahuan siswa  ?

·           Apakah syarat agar siswa dapat mengikuti Topik Firman Tuhan yang disampaikan.

·           Kegiatan-kegiatan apakah yang harus dan dapat dilakukan siswa agar dapat mencapai

tujuan dari topik – topik Firman Tuhan yang telah di pelajari.

7.        Tentukan bahan yang harus dibaca oleh siswa

·           Sumber bahan apa yang tersedia antara lain di perpustakaan

·           Sumber bacaan apa yang disediakan

·           Bacaan apa yang esensial dan bacaan apa sebagai pelengkap atau sebagai rujukan

8.        Tentukan strategi mengajr yang serasi serta sediakan  berbagai sumber alat /alatperaga prses

belajar mengajar

·           Berhubung dengan bahan pelajaran dan taraf perkembangan dan pengetahuan siswa

strategi mengajar yang bagaimana akan paling efektif ?

·           Alat instruksional / alat peraga apakah yang telah ada dan sumber apakah yang telah

disediakan ?

9.        Tentukan alat evaluasi hasil belajar siswa serta skala penilaiannya.


·           Alag dan kegiatan apa yang yang digunakan untuk mengukur taraf kemajuan siswa

·           Aspek-aspek apakah yang akan dinilai

·           Apakah akan diberikan tekanan  yang berbeda untuk aspek tertentu ?

10.    Buat desain rencana penilaian kurikulum secara keseluruhan dan strategi perbaikan.

·           Kapan dan berapa kali harus diadakan evaluasi kurikulum serta revisinya

·           Alat, proses dan prosedur apakah yang dapat digunakan ?

Dari penjelasan di atas,  cukup memberikan petunjuk praktis tentang bagaimana cara

mengembangkan kurikulum, langkah-langkah untuk menterjemahkan pedoman kurikulum

menjadi pedoman instruksional dan selanjutnya membuat persiapan pelajaran untuk

merealisasikan kurikulum dalam bentuk kelakuan siswa / naradidik serta menghubungkannya

dengan pelaksanaannya dalam pengajaran di kelas.

F.       Perbedaan Kurikulum PAK dengan Kurikulum Umum

Perbedaannya adalah :

1.    Tolak ukur masing – masing. PAK ditentukan oleh Lembaga Gereja sedangkan Umum oleh

Negara

2.    Bahan pelajaran PAK bersumber dari Alkitab

3.    Persekutuan Kristen menaklukkan diri pada kedaulatan yang lebih berkuasa yaitu kepada

Tuhan ketimbang kepada segala kedaulatan lainnya

BAB III

Penutup

A.      Kesimpulan

Setelah membahas tentang teori Kurikulum PAK, maka penulis menarik kesimpulan bahwa

kurikulum PAK merupakansalah satu alat yang sangat penting dalam proses belajar mengajar baik

di TK, SD, SMP, SMU,  di Universitas dll untuk mencapai tujuanpendidikan Agama Kristen. Oleh

sebab itu, dalam penyusunan kurikulum PAK harus sesuai dengan zaman dan dikembangkan

sesuai kebutuhan, sehingga tujuan yang ingin di capai dapat terwujud karena tanpa

kurikulum PAK yang sesuai dan tepat akan sulit untuk mencapai tujuan dan sasaran

pendidikan PAK yang diharapkan.

B.       Aplikasi

Melalui pembahasan ini penulis berharap, setiap Guru – Guru yang bergelut dalam tugas melayani

sebagai pengajar, semakin memahami, mengerti dan mampu membuat kurikulum PAK yang tepat

sehingga bisa mencapai tujuan atau sasaran yang di tetapkan.   


DAFTAR PUSTAKA


Nasution, S. Asas – Asas Kurikulum, Jakarta : Bumi Aksara.

2.      Nasution, S. Kurikulum dan Pengajaran Cet. 3, Jakarta : Bumi Aksara, 1999

Boehlke, Robert R. Sejarah Perkembangan pikiran dan praktek Pendidikan Agama Kristen, ( dari

Yohanes Amos Comenius Sampai Perkembangan PAK di Indonesia ). Jakarta : BPK Gunung

Mulia, 2011Boehlke, Robert R. Sejarah Perkembangan pikiran dan praktek Pendidikan Agama

Kristen, ( dari Plato sampai Ignatius Loyola ). Jakarta : BPK Gunung Mulia,

2011http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/31/teori-pendidikan-dan-

kurikulum/http://aaadduu.blogspot.com/2013/02/teori-pendidikan.html

[1] Peraturan bersama Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan dan Menteri Agama Tgl

16 Juli 1951.

[2] Robert R. Boehlke, Ph.D, Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek PAK, ( Jakarta : BPK

Gunung Mulia, 2011 ), hlm : 722.

Diposkan oleh Murni Hulu di 05.52 2 komenta


Senin, 06 Juni 2011

PAPER TEORI BELAJAR AKTIF DALAM PEMBELAJARAN PAK

Pengantar

Pembelajaran dapat diartikan sebagai kegiatan dimana guru (pengajar) dan murid (pembelajar)

berinteraksi, membicarakan suatu bahan atau melakukan suatu aktivitas, guna mencapai tujuan

yang dikehendaki. Dr Oemar Hamalik mengartikan pembelajaran sebagai “suatu kombinasi yang

tersusun, meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur, yang

saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran”. Juga dikemukakan bahwa

pembelajaran merupakan “upaya mengorganisasi lingkungan untuk menciptakan kondisi belajar

bagi peserta didik”.

Salah satu unsur penting bagi guru PAK untuk meningkatkan kualitas dan kompetensi

pembelajaran yang direncanakan dan dikelolanya ialah pemahaman tentang konsep atau teori

belajar. Kalau guru memahami bagaimana individu dapat belajar secara lebih efektif, maka ia

dapat membantu peserta didiknya mengalami kegiatan belajar dengan hasil optimal. Kalau guru

hanya menguasai bahan pengajarannya namun kurang mengerti cara efektif anak didik belajar,

maka hasil kegiatan yang dikelolanya tentu bisa kurang memuaskan. Untuk tujuan itu, guru perlu

terus belajar dari berbagai teori belajar, dan meninjau secara kritis dan konstruktif manfaatnya

dalam pembelajaran PAK. Dalam kesempatan ini diperbincangkan sebuah teori pembelajaran aktif

dari Dave Meier

Tentang belajar aktif

Belajar aktif itu apa? Apakah ada kegiatan belajar tidak aktif atau pasif? Sebenarnya semua

kegiatan belajar merupakan kegiatan aktif. Tetapi mungkin saja di kelas seringkali ketika

mengajar, guru hanya berbicara, bercerita, dan muridnya mendengar dan mencatat. Komunikasi

satu arah yang terjadi. Guru PAK seringkali bahkan bertindak seperti pengkotbah yang

menyampaikan firman Tuhan di jemaat pada ibadah hari minggu. Pendeta atau pengkotbath

membacakan firman Tuhan lalu menguraikannya kepada jemaat. Jemaat dalam kondisi itu hanya

sebagai penerima, yang merenung dan mencermati serta mengolah pesan yang didengar bagi

dirinya sendiri. Tidak terlihat apa yang terjadi dalam diri warga jemaat itu. Tetapi kegiatan itu pun


masih dapat dikatakan aktif, setidaknya dalam diri warga jemaat itu sendiri! Kecuali bila anggota

jemaat tertidur. Sebab tidak sedikit juga kegiatan kotbah yang justru membuat jemaat pulas

tertidur.

Kegiatan belajar PAK di sekolah harusnya tidak demikian. Tidak membuat murid tertidur.

Seharusnya kegiatan itu membuat siswa aktif, seperti: mendengar dan berbicara, melihat dan

membaca, bahkan melakukan peragaan atau melakukan suatu aktifitas. Diantara guru dan murid

terjadi komunikasi multi arah. Prof. Mohamad Surya mengemukakan pengajaran akan bersifat

efektif jika 

(1) berpusat kepada siswa yang aktif, bukan hanya guru; 

(2) terjadi interaksi edukatif diantara guru dengan murid; 

(3) berkembang suasana demokratis; 

(4) metode mengajar bervariasi; 

(5) gurunya profesional; 

(6) apa yang dipelajari bermakna bagi siswa;

(7) lingkungan belajar kondusif serta 

(8) sarana dan prasarana belajar sangat menunjang

Sekarang, pertanyaannya ialah: Kegiatan apa sajakah yang termasuk ke dalam pembelajaran

secara aktif? Mengutip gagasan Paul D. Dierich, Dr Oemar Hamalik mengemukakan delapan

kelompok perbuatan belajar aktif.

1. Kegiatan-kegiatan visual: membaca, melihat gambar-gambar, mengamati eksperimen,

demonstrasi, pameran, mengamati orang lain bekerja, atau bermain.

2. Kegiatan-kegiatan lisan (oral): mengemukakan suatu fakta atau prinsip, menghubungkan suatu

kejadian, mengajukan pertanyaan, memberi saran, mengemukakan pendapat, berwawancara,

diskusi.

3. Kegiatan-kegiatan mendengarkan: mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan

atau diskusi kelompok, mendengarkan suatu permainan instrumen musik, mendengarkan siaran

radio.

4. Kegiatan-kegiatan menulis: menulis cerita, menulis laporan, memeriksa karangan, bahan-bahan

kopi, membuat sketsa, atau rangkuman, mengerjakan tes, mengisi angket.

5.  Kegiatan-kegiatan menggambar: menggambar, membuat grafik, diagram, peta, pola.

6. Kegiatan-kegiatan metrik: melakukan percobaan, memilih alat-alat, melaksanakan pameran,

membuat model, menyelenggarakan permainan (simulasi), menari, berkebun.

7. Kegiatan-kegiatan mental: merenungkan, mengingat, memecahkan masalah, menganalisis

faktor-faktor, menemukan hubungan-hubungan, membuat keputusan.

8. Kegiatan-kegiatan emosional: minat, membedakan, berani, tenang dan sebagainya.

(Hamalik, 1995:90)

Mengapa harus kegiatan belajar aktif?


Bahwa guru PAK harus berusaha mengelola kegiatan belajar aktif bersama muridnya ialah

pertama, karena hakekat manusia sebagai pribadi yang dinamis. Alkitab mengemukakan bahwa

Tuhan Allah menciptakan manusia sebagai pribadi multidimensi, memiliki roh, hati/jiwa (pikiran,

perasaan/emosi, dan kehendak/kemauan), serta fisik (pancaindera) (bd. Kej 2:7; Ibr 4:12; 1 Tes

5:23). Ketika anak didik berkumpul di kelas, berarti guru harus melayaninya dalam kegiatan

belajar dengan mengaktifkan pontesi dirinya – pancainderanya, pikiran, perasaan, kemauan

bahkan rohnya. Para murid juga harus mengalami kegiatan belajar itu sebagai kelompok

(komunitas) umat beriman kepada Tuhan Yesus Kristus. Dimana dua, tiga orang berkumpul, di

situ kehadiran Allah sangat nyata (bd Mat 18:19-20). Sikap kesatuan dan persatuan harus

ditingkatkan, supaya kegiatan kebersamaan itu bermakna.

Landasan kedua, Tuhan Yesus sendiri sebagai Guru Agung, mengajari dan melatih murid-murid-

Nya dengan kegiatan aktif. Ada banyak kegiatan yang dilakukan Yesus termasuk: memberikan

kotbah atau ceramah, mengemukakan perumpamaan, melakukan perbuatan kasih, menyatakan

perbuatan kuasa dan mujizat, mengutus murid melakukan tugas tertentu, mendengarkan dan

menjawab pertanyaan, bermain-main dengan anak kecil dan memberkati mereka, berdialog

dengan tokoh-tokoh agama Yahudi. Yesus mengajar murid-Nya tidak hanya pada satu lokasi

seperti di sebuah rumah saja. Ia mengajari mereka ketika di danau, di perahu, di perjalanan, di

bukit, di Bait Allah dan di sinagog, atau di tempat orang menderita (kusta, dirasuk setan Gerasa),

termasuk di taman Getsemane, di pengadilan Pilatus dan di Golgota. Dia mengajar di malam hari,

di pagi, di siang dan sore hari. Dia mengajar secara individual juga secara kelompok kecil,

kelompok sedang (tujuhpuluh murid) dan masa besar (4000 dan 5000 orang). Jika demikian, kalau

guru PAK ingin membimbing murid lebih mengenal siapa Yesus Kristus, agar menjadi murid-Nya

(bd Mat 28:19-20), maka keteladanan-Nya dalam mengajar harus terus menerus kita renungkan

berdasarkan informasi keempat Injil!

Landasan ketiga ialah sifat remaja yang kita layani, sebagai pribadi-pribadi yang bertumbuh dan

berubah dalam segi fisik, kognitif, emosional dan sosial.Siswa remaja di tingkat SLTP yang

berusia sekitar 13/14-15/16 tahun, menginginkan kegiatan aktif secara fisik, belajar dengan

gerakan tubuh atau melakukan sesuatu. Mereka menyukai kegiatan yang ceria dan menyenangkan

(fun activities). Karena tengah berkembang dalam segi pola pikir dan pemahaman, remaja

menginginkan diskusi, tanya jawab, dialog dengan guru atau diantara sesama rekannya. Didorong

oleh rasa ingin tahu (curiosity), remaja biasanya ingin mencari jawaban atas masalahnya sendiri,

melalui penyelidikannya. Kegiatan belajar aktif melalui penyelidikan sendiri atau bersama rekan-

rekan, cocok bagi mereka. Karena sifat mereka yang labil secara emosional, remaja membutuhkan

variasi kegiatan belajar, termasuk suasana keakraban dan persahabatan. Seturut dengan

perkembangan sosialnya, siswa SLTP membutuhkan kegiatan kebersamaan dengan rekan-

rekannya. Remaja cenderung lebih banyak menerima masukan dari teman sebayanya

Akhirnya, pandangan ahli-ahli pendidikan yang dikembangkan berdasarkan ilmu-ilmu sosial juga

patut kita dengarkan. Oemar Hamalik misalnya, mengemukakan ada sejumlah manfaat atau

kegunaan dari kegiatan pembelajaran aktif, antara lain:

1 – Siswa mencari pengalaman sendiri dan langsung mengalami sendiri.

2 – Berbuat sendiri akan mengembangkan seluruh aspek kepribadian siswa.

3 – Memupuk kerjasama yang harmonis di kalangan para siswa yang pada gilirannya dapat

memperlancar kerja kelompok.

4 – Siswa belajar dan bekerja berdasarkan minat dan kemampuan sendiri, sehingga sangat

bermanfaat dalam rangka pelayanan perbedaan individual.

5 – Memupuk disiplin belajar dan suasana belajar yang demokratis dan kekeluargaan, musyawarah

dan mufakat.


6 – Membina dan memupuku kerjasama antara sekolah dan masyarakat, dan hubungan antara guru

dan orangtua siswa, yang bermanfaat dalam pendidikan siswa.

7 – Pembelajaran dan belajar dilaksanakan secara realistik dan konkrit, sehingga mengembangkan

pemahaman dan berpikir kritis serta menghindarkan terjadinya verbalisme.

8 – Pembelajaran dan kegiatan belajar menjadi hidup sebagaimana halnya kehidupan dalam

masyarakat yang penuh dinamika. (1995: 91).

Teori belajar aktif Dave Meier

Belakangan ini ada sebuah teori belajar aktif yang dinamakan teori holistik.Dave Meier dalam

bukunya The Accelerated Learning Handbook (Kaifa, 2002), mengemukakan bahwa konsep guru

mengenai siapa manusia yang diajarinya (murid) menentukan sekali terhadap kegiatan belajar

yang direncanakan dan dikelolanya. Meier mengkritik kecenderungan pendidikan di Barat yang

memandang manusia hanya sebagai tubuh dan pikiran. Aktivitas tubuh dan pikiran dipisahkan

dalam kegiatan belajar. Pembelajaran sangat kaku. Selain itu pembelajaran individual amat

ditekankan. Cara berpikir ilmiah pun sangat diutamakan. Peranan media cetak dalam belajar

seperti buku sumber utama sangat ditekankan.

Dari penelitiannya, Dave Meier berpendapat bahwa manusia memiliki empat dimensi yakni: tubuh

atau somatis (S), pendengaran atau auditori (A), penglihatan atau visual (V), dan pemikiran atau

intelek (I). Bertolak dari pandangan ini ia mengajukan model pembelajaran aktif yang disingkat

SAVI –somatis, auditori, visual dan intelektual. Dengan pemahaman ini beliau mengajukan

sejumlah prinsip pokok dalam belajar, yakni:

1 – Belajar melibatkan seluruh tubuh dan pikiran

2 – Belajar adalah berkreasi, bukan mengkonsumsi.

3 – Kerjasama membantu proses belajar.

4 – Pembelajaran berlangsung pada banyak tingkatan secara simultan.

5 – Belajar berasal dari mengerjakan pekerjaan itu sendiri.

6 – Emosi positif sangat membantu pembelajaran.

7 – Otak-citra menyerap informasi secara langsung dan otomatis.

Sekarang, marilah kita simak pokok-pokok pikiran Meier, bagaimana prinsip kegiatan belajar

berdasarkan prinsip SAVI itu.

Pertama, belajar somatis, belajar dengan bergerak dan berbuat. Apa sajakah yang dapat dilakukan?

Jawabnya ialah:

* Membuat model dalam suatu proses.

* Secara fisik menggerakkan berbagai komponen dalam suatu proses atau sistem

* Menciptakan bagan, diagram, piktogram.

* Memeragakan suatu proses, sistem, atau seperangkat konsep.

* Mendapatkan pengalaman, lalu membicarakannya dan merefleksikannya.

* Melengkapi suatu proyek yang memerlukan kegiatan fisik.


* Menjalankan pelatihan belajar aktif (simulasi, permainan belajar, dan lain-lain)

* Melakukan tinjauan lapangan. Lalu menuliskan, menggembar dan membicarakan apa yang

dipelajari.

* Mewawancarai orang di luar kelas.

* Dalam tim, menciptakan pelatihan pembelajaran aktif bagi seluruh kelas.

Kedua, belajar auditori (A), kegiatan mendengar dan berbicara. Apa saja yang dilakukan dalam

kegiatan?

* Membaca keras dari bahan sumber.

* Membaca paragraf dan memberikan maknanya.

* Membuat rekaman suara sendiri.

* Menceritakan buku yang dibaca.

* Membicarakan apa yang dipelajari dan bagaimana menerapkannya.

* Meminta pelajar memperagakan sesuatu dan menjelaskan apa yang dilakukan.

* Bersama-sama membaca puisi, menyanyi.

Ketiga, belajar visual (V), kegiatan melihat, mengamati, memperhatikan. Apa sajakah kegiatan

dalam pendekatan ini?

* Mengamati gambar dan memaknainya.

* Memperhatikan grafik atau membuatnya

* Melihat benda tiga dimensi.

* Menonton video, film.

* Kreasi piktogram

* Pengamatan lapangan

* Dekorasi warna-warni

Keempat, belajar intelektual (I), kegiatan mencipta, merenungkan, memaknai, memecahkan

masalah. Ada sejumlah kegiatan terkait dengan pendekatan ini, antara lain:

* Pemecahan masalah

* Menganalisis pengalaman, kasus

* Mengerjakan rencana strategis

* Melahirkan gagasan kreatif

* Mencari dan menjaring informasi


* Merumuskan pertanyaan

* Menciptakan model mental

* Menerapkan gagasan bagus pada pekerjaan.

* Menciptakan makna pribadi

* Meramalkan implikasi suatu gagasan.

Manfaat bagi guru PAK

Teori dan prinsip belajar aktif di atas, perlu kita responi secara positif.Adalah benar bahwa dalam

kegiatan belajar berbagai aspek kedirian (persona) manusia harus dilibatkan. Allah sendiri

berbicara (mengajari) manusia dengan berbagai cara dan dalam pelbagai kesempatan (bd. Ibr 1:1-

2; Ul 6:6-9). Allah menghendaki kita kreatif dalam merencanakan dan mengelola kegiatan

pembelajaran. Menilai hasil kegiatan itu tentunya juga jangan hanya dari satu aspek, seperti dari

segi intelektual anak didik.

Karena PAK terkait dengan masalah kerohanian atau spiritualitas, maka ia sedikit berbeda dengan

kegiatan pembelajaran mata pelajaran lainya. Alkitab mengajarkan manusia juga memiliki roh,

hati dan suara hati dalam dirinya. Jika roh manusia “dijamah” Allah yang adalah Roh (bd Yoh

4:24), maka kegiatan belajar menjadi sangat aktif dan penuh makna. Kegiatan belajar menjadi

transformatoris, membawa perubahan dari dalam keluar (proses inside out).Jika tidak demikian,

yang terjadi ialah proses outside in atau dari luar ke dalam. Anak didik hanya bersifat konformis

terhadap apa yang diajarkan oleh guru kepadanya, dalam arti menerima supaya mendapat nilai

(angka) bagus! Bagaimana caranya supaya murid mengalami kehadiran Roh Allah? Jawabnya,

jika mereka menyambut Yesus ke dalam kehidupannya, karena mendengarkan berita Injil secara

jelas (bd Ef 1:13,14; 1 Kor 15:3,4; Rom 8:9-11). Karena itu PAK perlu terus menjelaskan berita

pengampunan dosa, berita anugerah kepada para siswa.

Kegiatan belajar PAK bersifat spiritual. Karena itu bersama murid, guru harus giat berdoa,

beribadah, memuji dan menyembah Dia. Guru PAK hanyalah hamba Tuhan. Dia hanya perantara

(imam) Sang Raja Kristus dengan murid (1 Ptr 2:9,10). Roh Kuduslah menjadi pengajar

sesungguhnya dalam diri orang percaya (Yoh 16:11-13; 1 Yoh 2:20,27). Pengakuan kita sebagai

guru, kepada Pribadi Roh Tuhan ini sangat penting. Kita juga berdoa supaya dipenuhi oleh-Nya

(Ef 5:18), dipimpin dan berjalan menunaikan karya bersama Dia (Gal 5:16-18). Kita juga harus

menjaga diri supaya tidak mendukakan Dia (Ef 4:30). Atau supaya tidak menghambat pekerjaan-

Nya (1 Tes 5:20). Kitab Kisah Para Rasul menyatakan bahwa ketika Roh Kudus hadir dan bekerja

dalam hidup komunitas orang percaya, maka proses pembelajaran berlangsung dengan baik dan

membawa perubahan hidup.

Guru hendaknya jangan memandang rendah pengalaman spiritual siswanya juga pergumulan yang

dihadapinya. Iman Kristen yang diperlukan oleh siswa remaja dewasa ini ialah yang sifatnya

praktis, termasuk bagaimana menghadapi krisis dan konflik kehidupan di rumah, di sekolah dan

diantara kawan-kawan. Guru harus bersedia mendengar apa yang mereka alami dan pergumulkan.

Bahkan bersedia menyimak masalah mereka lebih dari yang diucapkan. Selanjutnya guru

menuntun mereka menemukan jawaban dari firman Tuhan. Mengajak murid berdoa dengan

sungguh-sungguh kepada Tuhan, mendoakan mereka, juga membukakan hati mereka kepada Dia.

Menjadikan diri teladan iman, adalah menjadi kerinduan siswa remaja yang kita layani. Siswa di

usia ini sangat gemar mengamati kehidupan tokoh-tokoh di sekitarnya, menilai apakah layak

didengar, diikuti atau tidak. Firman Tuhan sendiri mengatakan bahwa dalam melayani kaum

muda, para pelayan harus menjadi teladan, model kehidupan (live model) (bd. Ti 2:6,7). Guru

PAK harus menanamkan pengaruh melalui keteladanan hidupnya baik dalam perkataan dan

perbuatan mengajar.


Teori Belajar Konstruktivisme

A. Hakikat Anak Menurut Pandangan Teori Belajar Konstruktivisme

Salah satu teori atau pandangan yang sangat terkenal berkaitan dengan teori belajar

konstruktivisme adalah teori perkembangan mental Piaget. Teori ini biasa juga disebut teori

perkembangan intelektual atau teori perkembangan kognitif. Teori belajar tersebut berkenaan

dengan kesiapan anak untuk belajar, yang dikemas dalam tahap perkembangan intelektual dari

lahir hingga dewasa. Setiap tahap perkembangan intelektual yang dimaksud dilengkapi dengan

ciri-ciri tertentu dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan. Misalnya, pada tahap sensori motor

anak berpikir melalui gerakan atau perbuatan (Ruseffendi, 1988: 132).

Selanjutnya, Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama (Dahar, 1989: 159) menegaskan

bahwa pengetahuan tersebut dibangun dalam pikiran anak melalui asimilasi dan akomodasi.

Asimilasi adalah penyerapan informasi baru dalam pikiran. Sedangkan, akomodasi adalah

menyusun kembali struktur pikiran karena adanya informasi baru, sehingga informasi tersebut

mempunyai tempat (Ruseffendi 1988: 133). Pengertian tentang akomodasi yang lain adalah proses

mental yang meliputi pembentukan skema baru yang cocok dengan ransangan baru atau

memodifikasi skema yang sudah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu (Suparno, 1996: 7).

Lebih jauh Piaget mengemukakan bahwa pengetahuan tidak diperoleh secara pasif oleh seseorang,

melainkan melalui tindakan. Bahkan, perkembangan kognitif anak bergantung pada seberapa jauh

mereka aktif memanipulasi dan berinteraksi dengan lingkungannya. Sedangkan, perkembangan

kognitif itu sendiri merupakan proses berkesinambungan tentang keadaan ketidak-seimbangan dan

keadaan keseimbangan (Poedjiadi, 1999: 61).

Dari pandangan Piaget tentang tahap perkembangan kognitif anak dapat dipahami bahwa pada

tahap tertentu cara maupun kemampuan anak mengkonstruksi ilmu berbeda-beda berdasarkan

kematangan intelektual anak.

Berkaitan dengan anak dan lingkungan belajarnya menurut pandangan konstruktivisme, Driver

dan Bell (dalam Susan, Marilyn dan Tony, 1995: 222) mengajukan karakteristik sebagai berikut:

(1) siswa tidak dipandang sebagai sesuatu yang pasif melainkan memiliki tujuan, (2) belajar

mempertimbangkan seoptimal mungkin proses keterlibatan siswa, (3) pengetahuan bukan sesuatu

yang datang dari luar melainkan dikonstruksi secara personal, (4) pembelajaran bukanlah

transmisi pengetahuan, melainkan melibatkan pengaturan situasi kelas, (5) kurikulum bukanlah

sekedar dipelajari, melainkan seperangkat pembelajaran, materi, dan sumber.

Pandangan tentang anak dari kalangan konstruktivistik yang lebih mutakhir yang dikembangkan

dari teori belajar kognitif Piaget menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam pikiran

seorang anak dengan kegiatan asimilasi dan akomodasi sesuai dengan skemata yang dimilikinya.

Belajar merupakan proses aktif untuk mengembangkan skemata sehingga pengetahuan terkait

bagaikan jaring laba-laba dan bukan sekedar tersusun secara hirarkis (Hudoyo, 1998: 5).

Dari pengertian di atas, dapat dipahami bahwa belajar adalah suatu aktivitas yang berlangsung

secara interaktif antara faktor intern pada diri pebelajar dengan faktor ekstern atau lingkungan,

sehingga melahirkan perubahan tingkah laku.

Berikut adalah tiga dalil pokok Piaget dalam kaitannya dengan tahap perkembangan intelektual

atau tahap perkembangan kognitif atau biasa juga disebut tahap perkembagan mental. Ruseffendi

(1988: 133) mengemukakan; (1) perkembangan intelektual terjadi melalui tahap-tahap beruntun

yang selalu terjadi dengan urutan yang sama. Maksudnya, setiap manusia akan mengalami urutan-

urutan tersebut dan dengan urutan yang sama, (2) tahap-tahap tersebut didefinisikan sebagai suatu


clusterdari operasi mental (pengurutan, pengekalan, pengelompokan, pembuatan hipotesis dan

penarikan kesimpulan) yang menunjukkan adanya tingkah laku intelektual dan (3) gerak melalui

tahap-tahap tersebut dilengkapi oleh keseimbangan (equilibration), proses pengembangan yang

menguraikan tentang interaksi antara pengalaman (asimilasi) dan struktur kognitif yang timbul

(akomodasi).

Berbeda dengan kontruktivisme kognitif ala Piaget, konstruktivisme sosial yang dikembangkan

oleh Vigotsky adalah bahwa belajar bagi anak dilakukan dalam interaksi dengan lingkungan sosial

maupun fisik. Penemuan atau discovery dalam belajar lebih mudah diperoleh dalam konteks sosial

budaya seseorang (Poedjiadi, 1999: 62). Dalam penjelasan lain Tanjung (1998: 7) mengatakan

bahwa inti konstruktivis Vigotsky adalah interaksi antara aspek internal dan ekternal yang

penekanannya pada lingkungan sosial dalam belajar.

Adapun implikasi dari teori belajar konstruktivisme dalam pendidikan anak (Poedjiadi, 1999: 63)

adalah sebagai berikut: (1) tujuan pendidikan menurut teori belajar konstruktivisme adalah

menghasilkan individu atau anak yang memiliki kemampuan berfikir untuk menyelesaikan setiap

persoalan yang dihadapi, (2) kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi situasi yang

memungkinkan pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta didik. Selain itu,

latihan memcahkan masalah seringkali dilakukan melalui belajar kelompok dengan menganalisis

masalah dalam kehidupan sehari-hari dan (3) peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat

menemukan cara belajar yang sesuai bagi dirinya. Guru hanyalah berfungsi sebagai mediator,

fasilitor, dan teman yang membuat situasi yang kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan

pada diri peserta didik.

B. Hakikat Pembelajaran Menurut Teori Belajar Konstruktivisme

Sebagaimana telah dikemukakan bahwa menurut teori belajar konstruktivisme, pengertahuan tidak

dapat dipindahkan begitu saja dari pikiran guru ke pikiran siswa. Artinya, bahwa siswa harus aktif

secara mental membangun struktur pengetahuannya berdasarkan kematangan kognitif yang

dimilikinya. Dengan kata lain, siswa tidak diharapkan sebagai botol-botol kecil yang siap diisi

dengan berbagai ilmu pengetahuan sesuai dengan kehendak guru.

Sehubungan dengan hal di atas, Tasker (1992: 30) mengemukakan tiga penekanan dalam teori

belajar konstruktivisme sebagai berikut. Pertama adalah peran aktif siswa dalam mengkonstruksi

pengetahuan secara bermakna. Kedua adalah pentingya membuat kaitan antara gagasan dalam

pengkonstruksian secara bermakna. Ketiga adalah mengaitkan antara gagasan dengan informasi

baru yang diterima.

Wheatley (1991: 12) mendukung pendapat di atas dengan mengajukan dua prinsip utama dalam

pembelajaran dengan teori belajar konstrukltivisme. Pertama, pengetahuan tidak dapat diperoleh

secara pasif, tetapi secara aktif oleh struktur kognitif siswa. Kedua, fungsi kognisi bersifat adaptif

dan membantu pengorganisasian melalui pengalaman nyata yang dimiliki anak.

Kedua pengertian di atas menekankan bagaimana pentingnya keterlibatan anak secara aktif dalam

proses pengaitan sejumlah gagasan dan pengkonstruksian ilmu pengetahuan melalui

lingkungannya. Bahkan secara spesifik Hudoyo (1990: 4) mengatakan bahwa seseorang akan lebih

mudah mempelajari sesuatu bila belajar itu didasari kepada apa yang telah diketahui orang lain.

Oleh karena itu, untuk mempelajari suatu materi yang baru, pengalaman belajar yang lalu dari

seseorang akan mempengaruhi terjadinya proses belajar tersebut.

Selain penekanan dan tahap-tahap tertentu yang perlu diperhatikan dalam teori belajar

konstruktivisme, Hanbury (1996: 3) mengemukakan sejumlah aspek dalam kaitannya dengan

pembelajaran, yaitu (1) siswa mengkonstruksi pengetahuan dengan cara mengintegrasikan ide

yang mereka miliki, (2) pembelajaran menjadi lebih bermakna karena siswa mengerti, (3) strategi

siswa lebih bernilai, dan (4) siswa mempunyai kesempatan untuk berdiskusi dan saling bertukar

pengalaman dan ilmu pengetahuan dengan temannya.


Dalam upaya mengimplementasikan teori belajar konstruktivisme, Tytler (1996: 20) mengajukan

beberapa saran yang berkaitan dengan rancangan pembelajaran, sebagai berikut: (1) memberi

kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri, (2) memberi

kesempatan kepada siswa untuk berfikir tentang pengalamannya sehingga menjadi lebih kreatif

dan imajinatif, (3) memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru, (4) memberi

pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa, (5) mendorong siswa

untuk memikirkan perubahan gagasan mereka, dan (6) menciptakan lingkungan belajar yang

kondusif.

Dari beberapa pandangan di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran yang mengacu kepada

teori belajar konstruktivisme lebih menfokuskan pada kesuksesan siswa dalam mengorganisasikan

pengalaman mereka. Bukan kepatuhan siswa dalam refleksi atas apa yang telah diperintahkan dan

dilakukan oleh guru. Dengan kata lain, siswa lebih diutamakan untuk mengkonstruksi sendiri

pengetahuan mereka melalui asimilasi dan akomodasi.

*) Dr. Hamzah, M.Ed. adalah dosen pada FMIPA Universitas Negeri Makassar


APLIKASI TEORI-TEORI BELAJAR DALAM DUNIA PENDIDIKAN

A. Analisis Kasus Menurut Kajian Teoritis


Kategori belajar terdiri atas ketrampilan sensomotor yakni tindakan yang bersifat otomatis. Belajar

asosiasi yaitu hubungan antara urutan kata dan objek, ketrampilan pengamatan motoris yakni

hubungan antara belajar sensomotor dengan beajar asosiasi. Belajar konseptual yakni gambaran

mental secara umum dan abstrak tentang situasi atau kondisi, belajar cita-cita dan sikap, serta

belajar memecahkan masalah yang menuntut kemampuan memanipulasikan ide-ide yang abstrak.

Karena itulah dalam makalah kami kali ini kami akan membahas tentang teori-teori belajar dan

aplikasinya dalam proses belajar.

1. Teori disiplin mental

Dalam teori disiplin mental individu memiliki kekuatan, kemampuan, atau potensi-potensi

tertentu. Belajar adalah pengembangan dari kekuatan, kemauan dan potensi-potensi tersebut

bagaimana proses pengembangan kekuatan tersebut tiap aliran atau teori mengemukakan

pandangan yang berbeda.

Beberapa teori disiplin mental yang lain adalah Naturalise Romantik dari Rosseon. Menurut Jean

Jacques Rosseon, anak memiliki potensi-potensi yang masih terpendam, melalui belajar anak

harus diberi kesempatan mengembangkan atau mengaktualkan potensi tersebut.

2. Teori Behaviorisme

Disebut behaviorisme karena sangat menekankan perilaku atau tingkah laku yang dapat diamati.

Teori-teori dalam rumpun ini bersifat molekular, karena memandang kehidupan individu terdiri

atas unsur-unsur seperti halnya molekul-molekul.


Ada beberapa ciri dari rumpun teori ini, yaitu :

o Mengutamakan unsur atau bagian-bagian kecil

o Bersifat mekanistis

o Menekankan peranan lingkungan

o Menekankan pembentukan reaksi atau respon

o Menekankan pentingnya latihan.

3. Teori Cognitive-Gestalk-Field


Menurut Gestalt, belajar harus dimulai dari keseluruhan, baru kemudian kepada bagian-bagian.

Belajar Gestalt menekankan pemahaman atau insight. Suatu keseluruhan terdiri atas bagian-bagian

yang mempunyai hubungan yang bermakna satu sama lain.

Dalam belajar siswa harus memahami makna hubungan antara satu bagian dengan bagian yang

lainnya. Suatu hukum yang terkenal dari teori Gestalt yaitu hukum Pragnanz, yang kurang lebih

berarti teratur, seimbang, harmonis. Belajar adalah mencari dan mendapatkan pragnanz,

menemukan keteraturan, keharmonisan dari sesuatu.

- Teori Belajar Sosial


Menurut Albert Bandura, tingkah laku manusia bukan semata-mata refleks otomatis atas stimulus

(S-R Bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan

dengan skema kognitif manusia itu sendiri.

Menurut Barlow (1985), sebagian besar dari yang dipelajari manusia terjadi melalui penemuan

(imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling). Dalam hal ini, seorang siswa belajar

mengubah perilakunya sendiri melalui penyaksian cara orang atau sekelompok orang mereaksi

atau merespons sebuah stimulus tertentu. Siswa ini juga dapat mempelajari respons baru

dengancara pengamatan terhadap perilaku contoh dari orang lain misalnya guru atau orang tuanya.

- Teori belajar dari Psikologi Humanistik


Combs dkk. menyatakan apabila kita ingin memahami dunia persepsi orang, mengubah perlaku

seseorang kita harus nerusaha mengubah keyakinan atau pandangan orang itu. Combs dkk

selanjutnya menyatakan bahwa perilaku buruk itu sesungguhnya tidak lain hanyalah dari

ketidakmauan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak akan memberikan kepuasan baginya


B. Aplikasi Teori-Teori Belajar Dalam Pendidikan

o Kebanyakan yang diajarkan di sekolah adalah tingkah laku yang komplek, bukan hanya simpel

respons. Tingkah laku yang komplek ini dapat diajarkan melalui proses shaping atau succesive

approximation, beberapa tingkah laku yang mendekati espons terminal. Proses ini dimulai dengan

penetapan tujuan, kemudian diadakan analisis tugas, langkah-langkah kegiatan murid dan


reinforcement terhadap respon yang diinginkan.

o Suatu bentuk belajar yang tidak dapat dinamakan dengan classical conditioning maupun operant

conditioning. Dalam modelling, seseorang yang beljar mengikuti kelanjutan orang lain sebagai

model. Tingkah laku manusia lebih banyak dipelajari melalui modelling atau imitasi dari pada

melalui pengajaran langsung.

o Prosedur-prosedur pengendalian atau perbaikan tingkah laku

1. Memperkuat tingah laku bersaing

Dalam usaha mengubah tingkah yang tidak diinginkan diadakan penguatan tingkah laku yang

diinginkan misalnya dengan kegiatan kerjasama, membaca dan bekerja disatu meja untuk

mengatasi kelakuan-kelakuan menentang, melamun dan hilir-mudik

2. Extincsi

Dilakukan dengan membuang atau meniadakan peristiwa penguat tingkah laku. Extincsi dapat

dipakai bersama metode lain seperti modelling dan sosial reinforcemenr. Extincsi berlangsung

terutama jika reinforcement adalah perhatian. Apabila murid memperhatikan kesana-kemari, maka

perubahan Extincsi guru-murid akan menghentikan tingkah laku murid tersebut.

3. Satiasi

Adalah suatu prosedur menyuruh seseorang melakukan perbuatan berulang-ulang sehingga ia

menjadi leah dan jerah. Contoh : seorang guru yang memergoki muridnya menyuruh anak

merokok sampai habis satu pak sehingga murid itu bosan

4. Perubahan Lingkungan

Beberapa tingkah laku dapat dikendalikan oleh perubahan kondisi stimuli yang mempengaruhi

tingkah laku itu. Jika murid terganggu oleh suara gaduh diluar kelas ketukan jendela dapat

menghentikan gangguan itu.

5. Hukuman

Untuk memperbaiki tingkah laku hukuman hendaknya diterapkan di kelas dengan bijaksana.

Hukuman dapat mengatasi tingkah laku yang tidak diinginkan dalam waktu singkat, untuk itu

perlu disertai dengan reinforcement. Hukuman menunjukkan apa yang tidak boleh dilakukan

murid, sedangkan reword menunjukkan apa yang mesti dilakukan oleh murid.

o Berikut ini adalah langkah-langkah bagi guru dalam mengadakan analisis dan modivikasi

perilaku:

1. Rumusan tingkah laku yang diubah secara operasional

1. Amatilah frekuensi tingkah laku yang perlu diubah

2. Ciptakan situasi belajar atau treatment sehingga terjadi tingka laku yang diinginkan

3. Indikasilah reinforcement yang potensial

4. Perkuatlah tingkah laku yang diinginkan

o Pengajaran terprogram menerapkan prinsip-prinsip “operant conditioning” bagi belajar manusia

di sekolah. Pengajaran ini berlangsung seperti halnya paket pengajaran diri sendiri yang

menyajikan suatu topik yang disusun secara cermat untuk dipelajari dan dikerjakan oleh murid.


Tiap-tiap pekerjaan murid diberi “feed back”.

o Program pegajaran terprogram telah diterapkan dalam program pengajaran individual. Program

pengajaran individual telah dikembangkan pada penerapan beberapa lembaga pendidikan, seperti :

Program for learning in accordanc with need (PLAN), pada westinghouse corporation.

Individually guide education (IGE), pada pusat penelitian dan pengembangan belajar kognitif

Universitas Pittsbugh.

o Komponen pengajaran penting menurut pandangan behavioral adalah kebutuhan akan:

Perumusan tugas atau tujuan belajar secara behavioral

Membagi “task” menjadi “subtasks”

Menentukan hubungan dan aturan logis “subtasks”

Menetapkan bahan dan prosedur mengajarkan tiap-tiap “subtasks”

Memberi “feedback” pada setiap penyelesaian “subtasks” atau tujuan-tujuan terminal.

o Pendekatan belajar berikut ini sebuah outline strategi belajar tuntas menurut Bloom (1971):

1. Pelajaran terbagi ats unit-unit kecil untuk satu atau dua minggu pelajaran

2. Bagi masing-masing unit, tujuan intruksional dirumuskan dengan jelas

3. Learning tasks dalam masing-msing unit diajarkan dengan pengajaran kelompok reguler

o Modal belajar mengajar menunjukkan bahwa perbedaan individual akan mempengaruhi

keputusan metodologi guru. Prinsip “operant condotioning” dan analisis tugas terlaksana dengan

berhasil pada berbagai macam murid dari berbagai situasi belajar. Unutk mengadakan analisis

tugas, guru harus mengetahui tujuan instruksional.


Akhir kata

Mempelajari teori belajar menurut konsep-konsep keilmuan dan teori pendidikan adalah penting.

Memahmi kebiasaan belajar yang kita amati dan terima dari masyarakat dan budaya juga harus

kita cermati. Budaya kita menekankan pengamatan dan peniruan dalam kegiatan belajar. Begitu

pula dengan pentingnya kelompok atau peran orang lain. Kita banyak belajar di dalam kelompok.

Namun, hal itu jangan membuat kita meremehkan peran Roh Tuhan yang datang ke dunia

menyaksikan pekerjaan dan pribadi Yesus Kristus. Roh Kudus yang membuat orang mengerti

pengajaran Alkitab, yang kita perbincangkan bersama anak didik. Dimana Roh Kudus bekerja di

situ terdapat aktivitas pembaruan (2 Kor 3:17,18). (SAM)

[1] Bahan diskusi bersama Guru PAK tingkat SLTP Jawa Barat, di Bandung, Kamis, 6 April 2006.

[2] Lihat karya Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran (Bumi Aksara, 1995), h. 70.


[3] Dave Meier, Accelerated Learning Handbook (Bandung: KAIFA, 2002).


[4] Mohamad Surya, Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran (Bandung: Pustaka Bani Quraisy,

2004), h. 77-79.

[5] Lihat karya J.M.Price, Yesus Guru Agung (Bandung: LLB, tt).; juga karya klasik Herman

Horne, Jesus The Teacher yang direvisi oleh Angus M. Gunn (Kregel Publications, 1988)

[6] Untuk lebih jauh tentang aplikasi perkembangan remaja dalam pelayanan, lihat karya Mike

Yaconelli & Jim Burns, H

No comments:

Post a Comment

Misi Kristus Sedunia

PELAJARAN SEKOLAH MINGGU

  TANGGAL   PELAJARAN SEKOLAH MINGGU KATEGORI Babak pertama        ...