Friday 6 October 2017

Mazmur 122:1-5

Mazmur ini disusun menurut urutan abjad, sama seperti mazmur sebelumnya, dan (seperti mazmur sebelumnya) diberi judul “Haleluya,” meskipun mazmur ini berbicara tentang kebahagiaan orang-orang kudus sebab kebahagiaan orang-orang kudus membawa kemuliaan bagi Allah. Apa saja yang membuat kita senang, Dialah yang harus mendapat pujian untuk itu.
Mazmur ini merupakan bahasan tentang ayat terakhir dalam mazmur sebelumnya, dan menunjukkan secara penuh betapa kita berhikmat jika kita takut akan Allah dan menjalankan perintah-perintah-Nya. Di sini kita mendapati,

I. Sifat orang benar (ay. 1).

II. Kebahagiaan orang benar.

1. Ada berkat yang akan diteruskan kepada keturunan mereka (ay. 2).

2. Ada berkat yang dicurahkan kepada mereka sendiri.

(1) Kemakmuran lahiriah dan batiniah (ay. 3).

(2) Penghiburan (ay. 4).

(3) Hikmat (ay. 5).

(4) Keteguhan (ay. 6-8).

(5) Kehormatan (ay. 6, 9).

III. Kesengsaraan orang fasik (ay. 10).

Demikianlah kebaikan dan kejahatan, berkat dan kutuk, diperhadapkan kepada kita. Dalam menyanyikan mazmur ini, kita tidak saja harus mengajar dan memperingatkan diri kita sendiri serta satu sama lain agar mempunyai sifat-sifat yang digambarkan di sini tentang orang yang berbahagia, tetapi juga harus menghibur dan mendorong diri kita sendiri serta satu sama lain dengan hak-hak istimewa dan penghiburan-penghiburan yang di sini disediakan bagi orang kudus.

Sifat Orang Benar (112:1-5)

Sang pemazmur memulai dengan panggilan kepada kita untuk memuji Allah, tetapi ia sendiri dengan bersegera mengarahkan dirinya untuk memuji umat Allah. Sebab, kemuliaan apa saja yang ada pada mereka harus diakui semuanya datang dari Allah, dan harus kembali kepada-Nya. Sama seperti Dia merupakan pujian mereka, demikian pula mereka merupakan pujian bagi-Nya. Kita mempunyai alasan untuk memuji Tuhan, bahwa ada sekelompok umat di dunia yang takut akan Dia dan yang beribadah kepada-Nya, dan bahwa umat itu adalah umat yang berbahagia, dan mereka bisa demikian sepenuhnya karena anugerah Allah. Nah, di sini kita mendapati,

I. Gambaran tentang orang-orang yang di sini dinyatakan berbahagia, dan yang kepada mereka janji-janji ini diberikan.

1. Mereka berpegang teguh di atas dasar-dasar kesalehan dan peribadatan. Orang-orang yang mempunyai hak-hak istimewa sebagai hamba-hamba Allah bukanlah mereka yang berseru, Tuhan, Tuhan, melainkan mereka yang betul-betul mau tunduk pada perintah-Nya.

(1) Mereka adalah orang-orang yang takut akan Allah dan senantiasa hormat terhadap kebesaran-Nya, serta menuruti kehendak-Nya. Orang yang berbahagia adalah orang yang takut akan TUHAN(ay. 1).

(2) Mereka itu orang-orang yang kesukaannya adalah menjalankan kewajiban mereka. Orang yang takut akan TUHAN, sebagai Bapa, dengan kecondongan hati sebagai anak, bukan sebagai budak, sangat suka kepada segala perintah-Nya, benar-benar senang dengan perintah-perintah-Nya, dan dengan keadilan serta kebaikan dari perintah-perintah itu. Perintah-perintah-Nya tertulis di dalam hatinya. Sudah menjadi pilihannya untuk berada di bawah perintah-perintah-Nya, dan ia menyebutnya sebagai kuk yang ringan dan menyenangkan. Sudah menjadi kesenangannya untuk menyelidiki dan mengenal perintah-perintah Allah, dengan membaca, mendengarkan, dan merenungkannya ( 1:2). Ia tidak hanya bersuka dalam janji-janji Allah, tetapi juga dalam perintah-perintah-Nya, dan menganggap dirinya berbahagia untuk berada di bawah pemerintahan Allah, seperti juga untuk berada di dalam kebaikan-Nya. Dia senang jika mendapati dirinya berada di jalan kewajiban, dan sudah menjadi kegemarannya untuk beribadah kepada Allah. Dalam hal inilah ia sangat bersuka, lebih daripada dalam segala pekerjaan dan kenikmatan apa saja yang dapat diperoleh dari dunia ini. Dan apa yang diperbuatnya dalam kehidupan agama diperbuatnya menurut asas, sebab ia melihat kesenangan di dalam agama dan melihat suatu keuntungan darinya.

2. Mereka jujur dan tulus dalam pengakuan-pengakuan dan niat-niat mereka. Mereka disebut sebagai orang benar (ay. 2, 4), yang memang baik sebagaimana tampaknya mereka, dan yang berlaku dengan setia baik itu terhadap Allah maupun terhadap manusia. Tidak ada agama yang benar tanpa ketulusan, dan itulah kesempurnaan Injil.

3. Mereka adil dan juga baik dalam segala perilaku mereka: pengasih dan penyayang orang yang adil (ay. 4), tidak berani berbuat salah kepada siapa saja, tetapi berbuat segala kebaikan yang bisa diperbuatnya kepada setiap orang, dan ini diperbuatnya berdasarkan asas belas kasihan dan kebaikan. Dikatakan tentang Allah, dalam mazmur sebelumnya ( 111:4), bahwa Dia itu pengasih dan penyayang. Dan di sini hal yang sama dikatakan pula tentang orang baik. Sebab, dalam hal ini kita harus menjadi penurut-penurut Allah, seperti anak-anak yang kekasih, yaitu menjadi pengasih sama seperti Dia. Ia pengasih, namun juga adil. Apa yang digunakannya untuk berbuat baik adalah apa yang diperolehnya dengan jujur. Allah membenci hasil rampasan yang dipersembahkan sebagai korban-korban bakaran, demikian pula dengan orang benar itu. Satu contoh diberikan di sini tentang kemurahan hatinya (ay. 5): ia menaruh belas kasihan dan memberi pinjaman. Kadang-kadang ada perbuatan amal dalam meminjamkan sama seperti dalam memberi, sebab dengan meminjamkan, si peminjam menjadi wajib untuk bekerja keras maupun untuk berbuat jujur. Ia menaruh belas kasihan dan memberi pinjaman ( 37:26). Ia melakukannya dengan dasar pikiran yang benar, tidak seperti lintah darat yang memberi pinjaman demi keuntungannya sendiri atau hanya karena ingin berbuat royal, melainkan murni karena ingin beramal. Ia melakukannya dengan cara yang benar, tidak dengan bersungut-sungut, tetapi dengan senang hati, dan dengan wajah yang ceria.

II. Kebahagiaan yang dalam hal ini juga akan diteruskan kepada orang-orang yang mempunyai sifat-sifat ini. Kebahagiaanlah, kebahagiaan semata-mata, yang akan menjadi milik orang yang takut akan TUHAN. Apa pun yang dipikirkan atau dikatakan orang tentang mereka, Allah berkata bahwa mereka berbahagia. Jadi, jika Allah mengatakan mereka berbahagia, maka mereka benar-benar berbahagia.

1. Keturunan orang baik akan hidup dengan lebih baik oleh karena kebaikannya (ay. 2): anak cucunya akan perkasa di bumi. Mungkin ia sendiri tidak akan menjadi orang yang begitu besar di dunia, atau menjadi tokoh kenamaan, seperti anak cucunya nanti oleh karena dia. Agama telah mengangkat banyak keluarga, jika tidak mengangkatnya ke tempat tinggi, setidak-tidaknya mengokohkannya dengan teguh. Ketika orang-orang baik itu sendiri sudah berbahagia di sorga, anak cucu mereka mungkin menjadi besar di bumi, dan anak cucu mereka akan mengakui sendiri bahwa hal itu terjadi oleh karena berkat yang turun dari mereka. Angkatan orang benar akan diberkati. Jika mereka mengikuti jejak-jejak langkah nenek moyang mereka, maka mereka akan lebih diberkati oleh karena hubungan mereka dengan nenek moyang mereka, kekasih Allah oleh karena nenek moyang (Rm. 11:28), sebab demikianlah bunyi perjanjian itu: Aku menjadi Allahmu dan Allah keturunanmu. Sedangkan anak cucu orang yang berbuat jahat tidak akan disebut-sebut untuk selama-lamanya. Biarlah anak-anak dari orangtua yang saleh menghargai diri mereka sendiri berdasarkan hal ini, dan berjaga-jaga untuk tidak melakukan apa saja yang akan menghilangkan berkat yang akan diteruskan kepada angkatan orang benar.

2. Mereka akan makmur di dunia, dan terutama jiwa mereka (ay. 3).

(1) Mereka akan diberkati dengan kemakmuran lahiriah sejauh itu baik bagi mereka: harta dan kekayaan ada dalam rumah orang benar, bukan dalam hatinya (sebab ia bukanlah orang yang di dalam hatinya bertakhta cinta akan uang), mungkin juga bukan di dalam tangannya (sebab harta miliknya baru saja mulai bertambah), melainkan terlebih di dalam rumahnya. Keluarganya akan bertumbuh dalam kekayaan apabila ia sudah tiada. Tetapi,

(2) Apa yang jauh lebih baik adalah bahwa mereka akan diberkati dengan berkat-berkat rohani, yang merupakan kekayaan sesungguhnya. Hartanya akan ada dalam rumahnya, sebab ia harus meninggalkannya kepada orang lain. Tetapi kebajikannya akan menjadi penghibur bagi dirinya sendiri, kebajikannya tetap untuk selamanya. Anugerah lebih baik daripada emas, sebab anugerah akan bertahan lebih lama daripada emas. Ia akan mempunyai harta dan kekayaan, namun akan tetap mempertahankan agamanya, dan dalam keadaan yang makmur akan tetap tekun dalam kesalehannya, sementara banyak orang, yang tetap menjaganya di dalam badai, meninggalkan dan melepaskannya ketika hari cerah. Karena itu, kemakmuran duniawi merupakan berkat hanya apabila kemakmuran itu tidak membuat orang dingin dalam kesalehan mereka, tetapi tetap bertekun di dalamnya. Dan apabila kebajikan ini tetap ada di dalam keluarga, dan menyertai harta dan kekayaannya, dan para ahli waris dari harta sang bapak mewarisi kebajikan sang bapak juga, maka keluarga itu benar-benar berbahagia. Namun bagaimanapun juga, kebajikanorang benar tetap untuk selamanya dalam mahkota kebenaran yang tidak dapat layu.

3. Mereka akan mendapat penghiburan di dalam penderitaan (ay. 4): di dalam gelap terbit terang bagi orang benar. Di sini tersirat bahwa orang baik bisa saja menderita. Janji itu tidak meluputkan mereka dari penderitaan. Mereka akan turut berbagi di dalam malapetaka-malapetaka yang umum menimpa kehidupan manusia. Namun, sekalipun aku duduk dalam gelap, TUHAN akan menjadi terangku (Mi. 7:8). Mereka akan didukung dan dihibur dalam permasalahan-permasalahan mereka. Roh mereka akan menjadi ringan meskipun keadaan lahiriah mereka tertutup awan. Sat lucis intus – Ada terang yang cukup di dalam. Selama Mesir menjadi gelap, orang-orang Israel memiliki terang di tempat kediamannya. Mereka pada waktunya, dan mungkin pada saat yang paling tidak mereka sangka, akan dibebaskan dari permasalahan-permasalahan mereka. Ketika malam menjadi teramat gelap, menyingsinglah fajar. Bahkan, malam pun, ketika saat itu kegelapan pasti datang, akan menjadi siang.

4. Mereka akan diberi hikmat untuk mengatur segala kepentingan mereka (ay. 5). Orang yang melakukan apa yang baik terhadap hartanya, melalui pemeliharaan Allah, akan membuatnya bertambah, bukan dengan mujizat, melainkan dengan kebijaksanaannya: ia melakukan urusannya dengan sewajarnya(kjv: ia akan mengatur urusannya dengan berhati-hati – pen.), dan Allahnya menuntun dia untuk berbuat hati-hati, dan memberinya pengajaran (Yes. 28:26, kjv; tb: mengenai adat kebiasaan ia telah diajari, diberi petunjuk oleh Allahnya – pen.). Adalah bagian dari sifat orang baik bahwa ia akan menggunakan kehati-hatiannya dalam mengatur urusan-urusannya, dalam menghasilkan dan menyimpan, agar ada yang bisa dipunyainya untuk diberikan. Urusan-urusan di sini dapat dimengerti sebagai urusan-urusan amalnya: ia menaruh belas kasihan dan memberi pinjaman. Tetapi itu dilakukannya dengan berhati-hati, agar amalnya tidak salah tempat, agar ia dapat memberikan apa yang layak diberikan kepada mereka yang layak menerimanya, dan pada waktu serta dalam jumlah yang sepantasnya. Dan sudah menjadi bagian dari janji kepada orang yang berhati-hati bahwa Allah akan memberinya lebih lagi. Orang-orang yang paling banyak menggunakan hikmat mereka, juga paling banyak melihat kebutuhan mereka akan hikmat itu, dan memintakannya kepada Allah, yang telah berjanji memberikannya dengan murah hati (Yak. 1:5). Ia akan mengatur kata-katanya dengan penilaian(begitu dalam bahasa aslinya). Memang tidak ada yang lebih membutuhkan hikmat daripada dalam hal mengatur lidah. Berbahagialah orang yang dianugerahi hikmat itu oleh Allah.

Mazmur ini disusun menurut urutan abjad, sama seperti mazmur sebelumnya, dan (seperti mazmur sebelumnya) diberi judul “Haleluya,” meskipun mazmur ini berbicara tentang kebahagiaan orang-orang kudus sebab kebahagiaan orang-orang kudus membawa kemuliaan bagi Allah. Apa saja yang membuat kita senang, Dialah yang harus mendapat pujian untuk itu. Mazmur ini merupakan bahasan tentang ayat terakhir dalam mazmur sebelumnya, dan menunjukkan secara penuh betapa kita berhikmat jika kita takut akan Allah dan menjalankan perintah-perintah-Nya. Di sini kita mendapati,

I. Sifat orang benar (ay. 1).

II. Kebahagiaan orang benar.

1. Ada berkat yang akan diteruskan kepada keturunan mereka (ay. 2).

2. Ada berkat yang dicurahkan kepada mereka sendiri.

(1) Kemakmuran lahiriah dan batiniah (ay. 3).

(2) Penghiburan (ay. 4).

(3) Hikmat (ay. 5).

(4) Keteguhan (ay. 6-8).

(5) Kehormatan (ay. 6, 9).

III. Kesengsaraan orang fasik (ay. 10).

Demikianlah kebaikan dan kejahatan, berkat dan kutuk, diperhadapkan kepada kita. Dalam menyanyikan mazmur ini, kita tidak saja harus mengajar dan memperingatkan diri kita sendiri serta satu sama lain agar mempunyai sifat-sifat yang digambarkan di sini tentang orang yang berbahagia, tetapi juga harus menghibur dan mendorong diri kita sendiri serta satu sama lain dengan hak-hak istimewa dan penghiburan-penghiburan yang di sini disediakan bagi orang kudus.

Sifat Orang Benar (112:1-5)

Sang pemazmur memulai dengan panggilan kepada kita untuk memuji Allah, tetapi ia sendiri dengan bersegera mengarahkan dirinya untuk memuji umat Allah. Sebab, kemuliaan apa saja yang ada pada mereka harus diakui semuanya datang dari Allah, dan harus kembali kepada-Nya. Sama seperti Dia merupakan pujian mereka, demikian pula mereka merupakan pujian bagi-Nya. Kita mempunyai alasan untuk memuji Tuhan, bahwa ada sekelompok umat di dunia yang takut akan Dia dan yang beribadah kepada-Nya, dan bahwa umat itu adalah umat yang berbahagia, dan mereka bisa demikian sepenuhnya karena anugerah Allah. Nah, di sini kita mendapati,

I. Gambaran tentang orang-orang yang di sini dinyatakan berbahagia, dan yang kepada mereka janji-janji ini diberikan.

1. Mereka berpegang teguh di atas dasar-dasar kesalehan dan peribadatan. Orang-orang yang mempunyai hak-hak istimewa sebagai hamba-hamba Allah bukanlah mereka yang berseru, Tuhan, Tuhan, melainkan mereka yang betul-betul mau tunduk pada perintah-Nya.

(1) Mereka adalah orang-orang yang takut akan Allah dan senantiasa hormat terhadap kebesaran-Nya, serta menuruti kehendak-Nya. Orang yang berbahagia adalah orang yang takut akan TUHAN(ay. 1).

(2) Mereka itu orang-orang yang kesukaannya adalah menjalankan kewajiban mereka. Orang yang takut akan TUHAN, sebagai Bapa, dengan kecondongan hati sebagai anak, bukan sebagai budak, sangat suka kepada segala perintah-Nya, benar-benar senang dengan perintah-perintah-Nya, dan dengan keadilan serta kebaikan dari perintah-perintah itu. Perintah-perintah-Nya tertulis di dalam hatinya. Sudah menjadi pilihannya untuk berada di bawah perintah-perintah-Nya, dan ia menyebutnya sebagai kuk yang ringan dan menyenangkan. Sudah menjadi kesenangannya untuk menyelidiki dan mengenal perintah-perintah Allah, dengan membaca, mendengarkan, dan merenungkannya ( 1:2). Ia tidak hanya bersuka dalam janji-janji Allah, tetapi juga dalam perintah-perintah-Nya, dan menganggap dirinya berbahagia untuk berada di bawah pemerintahan Allah, seperti juga untuk berada di dalam kebaikan-Nya. Dia senang jika mendapati dirinya berada di jalan kewajiban, dan sudah menjadi kegemarannya untuk beribadah kepada Allah. Dalam hal inilah ia sangat bersuka, lebih daripada dalam segala pekerjaan dan kenikmatan apa saja yang dapat diperoleh dari dunia ini. Dan apa yang diperbuatnya dalam kehidupan agama diperbuatnya menurut asas, sebab ia melihat kesenangan di dalam agama dan melihat suatu keuntungan darinya.

2. Mereka jujur dan tulus dalam pengakuan-pengakuan dan niat-niat mereka. Mereka disebut sebagai orang benar (ay. 2, 4), yang memang baik sebagaimana tampaknya mereka, dan yang berlaku dengan setia baik itu terhadap Allah maupun terhadap manusia. Tidak ada agama yang benar tanpa ketulusan, dan itulah kesempurnaan Injil.

3. Mereka adil dan juga baik dalam segala perilaku mereka: pengasih dan penyayang orang yang adil (ay. 4), tidak berani berbuat salah kepada siapa saja, tetapi berbuat segala kebaikan yang bisa diperbuatnya kepada setiap orang, dan ini diperbuatnya berdasarkan asas belas kasihan dan kebaikan. Dikatakan tentang Allah, dalam mazmur sebelumnya ( 111:4), bahwa Dia itu pengasih dan penyayang. Dan di sini hal yang sama dikatakan pula tentang orang baik. Sebab, dalam hal ini kita harus menjadi penurut-penurut Allah, seperti anak-anak yang kekasih, yaitu menjadi pengasih sama seperti Dia. Ia pengasih, namun juga adil. Apa yang digunakannya untuk berbuat baik adalah apa yang diperolehnya dengan jujur. Allah membenci hasil rampasan yang dipersembahkan sebagai korban-korban bakaran, demikian pula dengan orang benar itu. Satu contoh diberikan di sini tentang kemurahan hatinya (ay. 5): ia menaruh belas kasihan dan memberi pinjaman. Kadang-kadang ada perbuatan amal dalam meminjamkan sama seperti dalam memberi, sebab dengan meminjamkan, si peminjam menjadi wajib untuk bekerja keras maupun untuk berbuat jujur. Ia menaruh belas kasihan dan memberi pinjaman ( 37:26). Ia melakukannya dengan dasar pikiran yang benar, tidak seperti lintah darat yang memberi pinjaman demi keuntungannya sendiri atau hanya karena ingin berbuat royal, melainkan murni karena ingin beramal. Ia melakukannya dengan cara yang benar, tidak dengan bersungut-sungut, tetapi dengan senang hati, dan dengan wajah yang ceria.

II. Kebahagiaan yang dalam hal ini juga akan diteruskan kepada orang-orang yang mempunyai sifat-sifat ini. Kebahagiaanlah, kebahagiaan semata-mata, yang akan menjadi milik orang yang takut akan TUHAN. Apa pun yang dipikirkan atau dikatakan orang tentang mereka, Allah berkata bahwa mereka berbahagia. Jadi, jika Allah mengatakan mereka berbahagia, maka mereka benar-benar berbahagia.

1. Keturunan orang baik akan hidup dengan lebih baik oleh karena kebaikannya (ay. 2): anak cucunya akan perkasa di bumi. Mungkin ia sendiri tidak akan menjadi orang yang begitu besar di dunia, atau menjadi tokoh kenamaan, seperti anak cucunya nanti oleh karena dia. Agama telah mengangkat banyak keluarga, jika tidak mengangkatnya ke tempat tinggi, setidak-tidaknya mengokohkannya dengan teguh. Ketika orang-orang baik itu sendiri sudah berbahagia di sorga, anak cucu mereka mungkin menjadi besar di bumi, dan anak cucu mereka akan mengakui sendiri bahwa hal itu terjadi oleh karena berkat yang turun dari mereka. Angkatan orang benar akan diberkati. Jika mereka mengikuti jejak-jejak langkah nenek moyang mereka, maka mereka akan lebih diberkati oleh karena hubungan mereka dengan nenek moyang mereka, kekasih Allah oleh karena nenek moyang (Rm. 11:28), sebab demikianlah bunyi perjanjian itu: Aku menjadi Allahmu dan Allah keturunanmu. Sedangkan anak cucu orang yang berbuat jahat tidak akan disebut-sebut untuk selama-lamanya. Biarlah anak-anak dari orangtua yang saleh menghargai diri mereka sendiri berdasarkan hal ini, dan berjaga-jaga untuk tidak melakukan apa saja yang akan menghilangkan berkat yang akan diteruskan kepada angkatan orang benar.

2. Mereka akan makmur di dunia, dan terutama jiwa mereka (ay. 3).

(1) Mereka akan diberkati dengan kemakmuran lahiriah sejauh itu baik bagi mereka: harta dan kekayaan ada dalam rumah orang benar, bukan dalam hatinya (sebab ia bukanlah orang yang di dalam hatinya bertakhta cinta akan uang), mungkin juga bukan di dalam tangannya (sebab harta miliknya baru saja mulai bertambah), melainkan terlebih di dalam rumahnya. Keluarganya akan bertumbuh dalam kekayaan apabila ia sudah tiada. Tetapi,

(2) Apa yang jauh lebih baik adalah bahwa mereka akan diberkati dengan berkat-berkat rohani, yang merupakan kekayaan sesungguhnya. Hartanya akan ada dalam rumahnya, sebab ia harus meninggalkannya kepada orang lain. Tetapi kebajikannya akan menjadi penghibur bagi dirinya sendiri, kebajikannya tetap untuk selamanya. Anugerah lebih baik daripada emas, sebab anugerah akan bertahan lebih lama daripada emas. Ia akan mempunyai harta dan kekayaan, namun akan tetap mempertahankan agamanya, dan dalam keadaan yang makmur akan tetap tekun dalam kesalehannya, sementara banyak orang, yang tetap menjaganya di dalam badai, meninggalkan dan melepaskannya ketika hari cerah. Karena itu, kemakmuran duniawi merupakan berkat hanya apabila kemakmuran itu tidak membuat orang dingin dalam kesalehan mereka, tetapi tetap bertekun di dalamnya. Dan apabila kebajikan ini tetap ada di dalam keluarga, dan menyertai harta dan kekayaannya, dan para ahli waris dari harta sang bapak mewarisi kebajikan sang bapak juga, maka keluarga itu benar-benar berbahagia. Namun bagaimanapun juga, kebajikanorang benar tetap untuk selamanya dalam mahkota kebenaran yang tidak dapat layu.

3. Mereka akan mendapat penghiburan di dalam penderitaan (ay. 4): di dalam gelap terbit terang bagi orang benar. Di sini tersirat bahwa orang baik bisa saja menderita. Janji itu tidak meluputkan mereka dari penderitaan. Mereka akan turut berbagi di dalam malapetaka-malapetaka yang umum menimpa kehidupan manusia. Namun, sekalipun aku duduk dalam gelap, TUHAN akan menjadi terangku (Mi. 7:8). Mereka akan didukung dan dihibur dalam permasalahan-permasalahan mereka. Roh mereka akan menjadi ringan meskipun keadaan lahiriah mereka tertutup awan. Sat lucis intus – Ada terang yang cukup di dalam. Selama Mesir menjadi gelap, orang-orang Israel memiliki terang di tempat kediamannya. Mereka pada waktunya, dan mungkin pada saat yang paling tidak mereka sangka, akan dibebaskan dari permasalahan-permasalahan mereka. Ketika malam menjadi teramat gelap, menyingsinglah fajar. Bahkan, malam pun, ketika saat itu kegelapan pasti datang, akan menjadi siang.

4. Mereka akan diberi hikmat untuk mengatur segala kepentingan mereka (ay. 5). Orang yang melakukan apa yang baik terhadap hartanya, melalui pemeliharaan Allah, akan membuatnya bertambah, bukan dengan mujizat, melainkan dengan kebijaksanaannya: ia melakukan urusannya dengan sewajarnya(kjv: ia akan mengatur urusannya dengan berhati-hati – pen.), dan Allahnya menuntun dia untuk berbuat hati-hati, dan memberinya pengajaran (Yes. 28:26, kjv; tb: mengenai adat kebiasaan ia telah diajari, diberi petunjuk oleh Allahnya – pen.). Adalah bagian dari sifat orang baik bahwa ia akan menggunakan kehati-hatiannya dalam mengatur urusan-urusannya, dalam menghasilkan dan menyimpan, agar ada yang bisa dipunyainya untuk diberikan. Urusan-urusan di sini dapat dimengerti sebagai urusan-urusan amalnya: ia menaruh belas kasihan dan memberi pinjaman. Tetapi itu dilakukannya dengan berhati-hati, agar amalnya tidak salah tempat, agar ia dapat memberikan apa yang layak diberikan kepada mereka yang layak menerimanya, dan pada waktu serta dalam jumlah yang sepantasnya. Dan sudah menjadi bagian dari janji kepada orang yang berhati-hati bahwa Allah akan memberinya lebih lagi. Orang-orang yang paling banyak menggunakan hikmat mereka, juga paling banyak melihat kebutuhan mereka akan hikmat itu, dan memintakannya kepada Allah, yang telah berjanji memberikannya dengan murah hati (Yak. 1:5). Ia akan mengatur kata-katanya dengan penilaian(begitu dalam bahasa aslinya). Memang tidak ada yang lebih membutuhkan hikmat daripada dalam hal mengatur lidah. Berbahagialah orang yang dianugerahi hikmat itu oleh Allah.

Mazmur ini disusun menurut urutan abjad, sama seperti mazmur sebelumnya, dan (seperti mazmur sebelumnya) diberi judul “Haleluya,” meskipun mazmur ini berbicara tentang kebahagiaan orang-orang kudus sebab kebahagiaan orang-orang kudus membawa kemuliaan bagi Allah. Apa saja yang membuat kita senang, Dialah yang harus mendapat pujian untuk itu. Mazmur ini merupakan bahasan tentang ayat terakhir dalam mazmur sebelumnya, dan menunjukkan secara penuh betapa kita berhikmat jika kita takut akan Allah dan menjalankan perintah-perintah-Nya. Di sini kita mendapati,

I. Sifat orang benar (ay. 1).

II. Kebahagiaan orang benar.

1. Ada berkat yang akan diteruskan kepada keturunan mereka (ay. 2).

2. Ada berkat yang dicurahkan kepada mereka sendiri.

(1) Kemakmuran lahiriah dan batiniah (ay. 3).

(2) Penghiburan (ay. 4).

(3) Hikmat (ay. 5).

(4) Keteguhan (ay. 6-8).

(5) Kehormatan (ay. 6, 9).

III. Kesengsaraan orang fasik (ay. 10).

Demikianlah kebaikan dan kejahatan, berkat dan kutuk, diperhadapkan kepada kita. Dalam menyanyikan mazmur ini, kita tidak saja harus mengajar dan memperingatkan diri kita sendiri serta satu sama lain agar mempunyai sifat-sifat yang digambarkan di sini tentang orang yang berbahagia, tetapi juga harus menghibur dan mendorong diri kita sendiri serta satu sama lain dengan hak-hak istimewa dan penghiburan-penghiburan yang di sini disediakan bagi orang kudus.

Sifat Orang Benar (112:1-5)

Sang pemazmur memulai dengan panggilan kepada kita untuk memuji Allah, tetapi ia sendiri dengan bersegera mengarahkan dirinya untuk memuji umat Allah. Sebab, kemuliaan apa saja yang ada pada mereka harus diakui semuanya datang dari Allah, dan harus kembali kepada-Nya. Sama seperti Dia merupakan pujian mereka, demikian pula mereka merupakan pujian bagi-Nya. Kita mempunyai alasan untuk memuji Tuhan, bahwa ada sekelompok umat di dunia yang takut akan Dia dan yang beribadah kepada-Nya, dan bahwa umat itu adalah umat yang berbahagia, dan mereka bisa demikian sepenuhnya karena anugerah Allah. Nah, di sini kita mendapati,

I. Gambaran tentang orang-orang yang di sini dinyatakan berbahagia, dan yang kepada mereka janji-janji ini diberikan.

1. Mereka berpegang teguh di atas dasar-dasar kesalehan dan peribadatan. Orang-orang yang mempunyai hak-hak istimewa sebagai hamba-hamba Allah bukanlah mereka yang berseru, Tuhan, Tuhan, melainkan mereka yang betul-betul mau tunduk pada perintah-Nya.

(1) Mereka adalah orang-orang yang takut akan Allah dan senantiasa hormat terhadap kebesaran-Nya, serta menuruti kehendak-Nya. Orang yang berbahagia adalah orang yang takut akan TUHAN(ay. 1).

(2) Mereka itu orang-orang yang kesukaannya adalah menjalankan kewajiban mereka. Orang yang takut akan TUHAN, sebagai Bapa, dengan kecondongan hati sebagai anak, bukan sebagai budak, sangat suka kepada segala perintah-Nya, benar-benar senang dengan perintah-perintah-Nya, dan dengan keadilan serta kebaikan dari perintah-perintah itu. Perintah-perintah-Nya tertulis di dalam hatinya. Sudah menjadi pilihannya untuk berada di bawah perintah-perintah-Nya, dan ia menyebutnya sebagai kuk yang ringan dan menyenangkan. Sudah menjadi kesenangannya untuk menyelidiki dan mengenal perintah-perintah Allah, dengan membaca, mendengarkan, dan merenungkannya ( 1:2). Ia tidak hanya bersuka dalam janji-janji Allah, tetapi juga dalam perintah-perintah-Nya, dan menganggap dirinya berbahagia untuk berada di bawah pemerintahan Allah, seperti juga untuk berada di dalam kebaikan-Nya. Dia senang jika mendapati dirinya berada di jalan kewajiban, dan sudah menjadi kegemarannya untuk beribadah kepada Allah. Dalam hal inilah ia sangat bersuka, lebih daripada dalam segala pekerjaan dan kenikmatan apa saja yang dapat diperoleh dari dunia ini. Dan apa yang diperbuatnya dalam kehidupan agama diperbuatnya menurut asas, sebab ia melihat kesenangan di dalam agama dan melihat suatu keuntungan darinya.

2. Mereka jujur dan tulus dalam pengakuan-pengakuan dan niat-niat mereka. Mereka disebut sebagai orang benar (ay. 2, 4), yang memang baik sebagaimana tampaknya mereka, dan yang berlaku dengan setia baik itu terhadap Allah maupun terhadap manusia. Tidak ada agama yang benar tanpa ketulusan, dan itulah kesempurnaan Injil.

3. Mereka adil dan juga baik dalam segala perilaku mereka: pengasih dan penyayang orang yang adil (ay. 4), tidak berani berbuat salah kepada siapa saja, tetapi berbuat segala kebaikan yang bisa diperbuatnya kepada setiap orang, dan ini diperbuatnya berdasarkan asas belas kasihan dan kebaikan. Dikatakan tentang Allah, dalam mazmur sebelumnya ( 111:4), bahwa Dia itu pengasih dan penyayang. Dan di sini hal yang sama dikatakan pula tentang orang baik. Sebab, dalam hal ini kita harus menjadi penurut-penurut Allah, seperti anak-anak yang kekasih, yaitu menjadi pengasih sama seperti Dia. Ia pengasih, namun juga adil. Apa yang digunakannya untuk berbuat baik adalah apa yang diperolehnya dengan jujur. Allah membenci hasil rampasan yang dipersembahkan sebagai korban-korban bakaran, demikian pula dengan orang benar itu. Satu contoh diberikan di sini tentang kemurahan hatinya (ay. 5): ia menaruh belas kasihan dan memberi pinjaman. Kadang-kadang ada perbuatan amal dalam meminjamkan sama seperti dalam memberi, sebab dengan meminjamkan, si peminjam menjadi wajib untuk bekerja keras maupun untuk berbuat jujur. Ia menaruh belas kasihan dan memberi pinjaman ( 37:26). Ia melakukannya dengan dasar pikiran yang benar, tidak seperti lintah darat yang memberi pinjaman demi keuntungannya sendiri atau hanya karena ingin berbuat royal, melainkan murni karena ingin beramal. Ia melakukannya dengan cara yang benar, tidak dengan bersungut-sungut, tetapi dengan senang hati, dan dengan wajah yang ceria.

II. Kebahagiaan yang dalam hal ini juga akan diteruskan kepada orang-orang yang mempunyai sifat-sifat ini. Kebahagiaanlah, kebahagiaan semata-mata, yang akan menjadi milik orang yang takut akan TUHAN. Apa pun yang dipikirkan atau dikatakan orang tentang mereka, Allah berkata bahwa mereka berbahagia. Jadi, jika Allah mengatakan mereka berbahagia, maka mereka benar-benar berbahagia.

1. Keturunan orang baik akan hidup dengan lebih baik oleh karena kebaikannya (ay. 2): anak cucunya akan perkasa di bumi. Mungkin ia sendiri tidak akan menjadi orang yang begitu besar di dunia, atau menjadi tokoh kenamaan, seperti anak cucunya nanti oleh karena dia. Agama telah mengangkat banyak keluarga, jika tidak mengangkatnya ke tempat tinggi, setidak-tidaknya mengokohkannya dengan teguh. Ketika orang-orang baik itu sendiri sudah berbahagia di sorga, anak cucu mereka mungkin menjadi besar di bumi, dan anak cucu mereka akan mengakui sendiri bahwa hal itu terjadi oleh karena berkat yang turun dari mereka. Angkatan orang benar akan diberkati. Jika mereka mengikuti jejak-jejak langkah nenek moyang mereka, maka mereka akan lebih diberkati oleh karena hubungan mereka dengan nenek moyang mereka, kekasih Allah oleh karena nenek moyang (Rm. 11:28), sebab demikianlah bunyi perjanjian itu: Aku menjadi Allahmu dan Allah keturunanmu. Sedangkan anak cucu orang yang berbuat jahat tidak akan disebut-sebut untuk selama-lamanya. Biarlah anak-anak dari orangtua yang saleh menghargai diri mereka sendiri berdasarkan hal ini, dan berjaga-jaga untuk tidak melakukan apa saja yang akan menghilangkan berkat yang akan diteruskan kepada angkatan orang benar.

2. Mereka akan makmur di dunia, dan terutama jiwa mereka (ay. 3).

(1) Mereka akan diberkati dengan kemakmuran lahiriah sejauh itu baik bagi mereka: harta dan kekayaan ada dalam rumah orang benar, bukan dalam hatinya (sebab ia bukanlah orang yang di dalam hatinya bertakhta cinta akan uang), mungkin juga bukan di dalam tangannya (sebab harta miliknya baru saja mulai bertambah), melainkan terlebih di dalam rumahnya. Keluarganya akan bertumbuh dalam kekayaan apabila ia sudah tiada. Tetapi,

(2) Apa yang jauh lebih baik adalah bahwa mereka akan diberkati dengan berkat-berkat rohani, yang merupakan kekayaan sesungguhnya. Hartanya akan ada dalam rumahnya, sebab ia harus meninggalkannya kepada orang lain. Tetapi kebajikannya akan menjadi penghibur bagi dirinya sendiri, kebajikannya tetap untuk selamanya. Anugerah lebih baik daripada emas, sebab anugerah akan bertahan lebih lama daripada emas. Ia akan mempunyai harta dan kekayaan, namun akan tetap mempertahankan agamanya, dan dalam keadaan yang makmur akan tetap tekun dalam kesalehannya, sementara banyak orang, yang tetap menjaganya di dalam badai, meninggalkan dan melepaskannya ketika hari cerah. Karena itu, kemakmuran duniawi merupakan berkat hanya apabila kemakmuran itu tidak membuat orang dingin dalam kesalehan mereka, tetapi tetap bertekun di dalamnya. Dan apabila kebajikan ini tetap ada di dalam keluarga, dan menyertai harta dan kekayaannya, dan para ahli waris dari harta sang bapak mewarisi kebajikan sang bapak juga, maka keluarga itu benar-benar berbahagia. Namun bagaimanapun juga, kebajikanorang benar tetap untuk selamanya dalam mahkota kebenaran yang tidak dapat layu.

3. Mereka akan mendapat penghiburan di dalam penderitaan (ay. 4): di dalam gelap terbit terang bagi orang benar. Di sini tersirat bahwa orang baik bisa saja menderita. Janji itu tidak meluputkan mereka dari penderitaan. Mereka akan turut berbagi di dalam malapetaka-malapetaka yang umum menimpa kehidupan manusia. Namun, sekalipun aku duduk dalam gelap, TUHAN akan menjadi terangku (Mi. 7:8). Mereka akan didukung dan dihibur dalam permasalahan-permasalahan mereka.
Roh mereka akan menjadi ringan meskipun keadaan lahiriah mereka tertutup awan. Sat lucis intus – Ada terang yang cukup di dalam. Selama Mesir menjadi gelap, orang-orang Israel memiliki terang di tempat kediamannya. Mereka pada waktunya, dan mungkin pada saat yang paling tidak mereka sangka, akan dibebaskan dari permasalahan-permasalahan mereka. Ketika malam menjadi teramat gelap, menyingsinglah fajar. Bahkan, malam pun, ketika saat itu kegelapan pasti datang, akan menjadi siang.

4. Mereka akan diberi hikmat untuk mengatur segala kepentingan mereka (ay. 5). Orang yang melakukan apa yang baik terhadap hartanya, melalui pemeliharaan Allah, akan membuatnya bertambah, bukan dengan mujizat, melainkan dengan kebijaksanaannya: ia melakukan urusannya dengan sewajarnya(kjv: ia akan mengatur urusannya dengan berhati-hati – pen.), dan Allahnya menuntun dia untuk berbuat hati-hati, dan memberinya pengajaran (Yes. 28:26, kjv; tb: mengenai adat kebiasaan ia telah diajari, diberi petunjuk oleh Allahnya – pen.). Adalah bagian dari sifat orang baik bahwa ia akan menggunakan kehati-hatiannya dalam mengatur urusan-urusannya, dalam menghasilkan dan menyimpan, agar ada yang bisa dipunyainya untuk diberikan. Urusan-urusan di sini dapat dimengerti sebagai urusan-urusan amalnya: ia menaruh belas kasihan dan memberi pinjaman. Tetapi itu dilakukannya dengan berhati-hati, agar amalnya tidak salah tempat, agar ia dapat memberikan apa yang layak diberikan kepada mereka yang layak menerimanya, dan pada waktu serta dalam jumlah yang sepantasnya. Dan sudah menjadi bagian dari janji kepada orang yang berhati-hati bahwa Allah akan memberinya lebih lagi. Orang-orang yang paling banyak menggunakan hikmat mereka, juga paling banyak melihat kebutuhan mereka akan hikmat itu, dan memintakannya kepada Allah, yang telah berjanji memberikannya dengan murah hati (Yak. 1:5). Ia akan mengatur kata-katanya dengan penilaian(begitu dalam bahasa aslinya). Memang tidak ada yang lebih membutuhkan hikmat daripada dalam hal mengatur lidah. Berbahagialah orang yang dianugerahi hikmat itu oleh Allah.

No comments:

Post a Comment

Misi Kristus Sedunia

PELAJARAN SEKOLAH MINGGU

  TANGGAL   PELAJARAN SEKOLAH MINGGU KATEGORI Babak pertama        ...