NAMA
: EKO BASUKI
Nim : 02.17.041/D.Th
Dosen : Dr.
Harianto GP, M.Th
Tugas Book Review :
FUNDAMENTALISME
oleh: James Barr
Penerbit: Gunung Mulia, 2011
Editor: Staf Redaksi BPK Gunung Mulia
Penerjemah: Stephen Suleeman
oleh: James Barr
Penerbit: Gunung Mulia, 2011
Editor: Staf Redaksi BPK Gunung Mulia
Penerjemah: Stephen Suleeman
Bab I. PENDAHULUAN
Apa itu fundamentalisme? Istilah ini sebenarnya adalah sebuah istilah
yang digunakan secara luas di semua tempat di
dunia.
Buku ini menyajikan uraian dan ulasan atas seluk-beluk
fundamentalisme yang paling dasar, antara lain ciri-ciri yang paling jelas dari
fundamentalisme:
1. Penekanan
yang amat kuat pada ketiadasalahan (inerrancy) Alkitab.
2.
Kebencian yang mendalam terhadap
teologi modern serta metode, hasil dan akibat-akibat studi kritik modern
terhadap Alkitab.
3. Jaminan
kepastian bahwa mereka yang tidak ikut menganut pandangan keagamaan mereka sama
sekali bukanlah “Kristen
Sejati”
Buku ini sangat populer, karena isinya yang sangat
merangsang dan membangkitkan diskusi-diskusi yang mendalam. Diskusi tersebut
terjadi tidak hanya dikalangan gereja-gereja oikumenis tetapi juga dikalangan
evangelikal. Di samping itu, buku ini telah membuka cakrawala dan dasar pemahaman yang baru, khususnya bagi mereka
yang tertarik dalam bidang biblika.
Bab II evaliasi buku
Di dalam bab 1-2 mengupas tentang
fundamentalime yang memiliki dampak pada teologia dan studi biblika. Bab 3.
Alkitab fundamentalisme sangat bertentangan dengan orang-orang
lainnya.(menafsirkan Alkitab secara harafiah). Bab 4. Fundamentalisme dan
masyarakat, banyak pengamat mencatat bagaimana kaum fundamentalime merasa betah
didalam dunia uang dan laba. Bab 5-9 menyampaikan pendapatnya tetntang Alkitab,
yang didalamnya ada doktrin, filsafat,kritik fundamentalisme tidak pernak
menemukan sebuah posisi doktriner yang libih kuat. Bab 10. Konservatif,
bersikap mempertahankan keadaan kebiasaan dan tradisi yang berlaku dan
kebencian yang mendalam terhadap teologi modern serta metode, hasil dan
akibat-akibat studi kritik modern terhadap Alkitab.
Bab III evaluasi bagian buku
Sejarah Makna
James Barr yang merupakan rujukan utama dalam bidang fundamentalisme
mengatakan, kata ini bermula dari judul essay yang berjudul
"Fundamentals" yang muncul di Amerika sekitar tahun 1910-1915.
Istilah ini digunakan untuk mengkategorikan teologi ekslusif, yaitu kepercayaan
mutlak terhadap wahyu, ketuhanan Al-Masih, mukjizat Maryam yang melahirkan
ketika masih perawan, serta kepercayaan lain yang masih diyakini oleh golongan
fundamentalis Kristen sampai sekarang.
Namun,
ada yang mengatakan penamaan tersebut tidak cocok untuk kaum fundamentalis masa
sekarang, karena pendapat-pendapat mereka terlalu sempit dan kurang jelas.
Biarpun alasan ini kurang bisa diterima, karena fundamentalisme yang baru
minimal masih masuk dalam kategori fundamental—dalam makna yang klasik, di samping
ajaran-ajarannya masih di terima oleh kaum fundamentalis masa sekarang. Faktor
kesejarahan makna dari istilah ini tidak begitu penting untuk memahami istilah
tersebut pada masa sekarang². Sebagian pengamat berpendapat bahwa
fundamentalisme pada mulanya terbatas kepada penganut Protestan di Amerika
Serikat.
Istilah
ini digunakan untuk para penjaga Injil (evangelicals) dalam golongan Protestan
dan juga golongan Karzemy yang tumbuh pesat sebagai satu sekte dalam agama
Kristen. Banyak juga yang menganggap bahwa fundamentalisme adalah segolongan
masyarakat desa, atau sekelompok masyarakat terpencil yang tinggal di kota
kecil yang sebagian besar penduduknya beragama Kristen Protestan. Kemudian
gerakan fundamentalisme menjadi gerakan militan agama yang menggunakan kekuatan
politik, sebagai alat untuk memerangi apa yang dianggap sebagai
gerakan liberalisme, yang mengancam stabilitas negara, keluarga, dan
Gereja. Ide-ide liar semacam ini mulai bersemi pada masa Russfelt.³
Banyak
pendapat yang mengatakan bahwa fundamentalisme adalah fenomena baru, namun
sebagian sejarahwan Protestan di Amerika berusaha untuk tidak mengakui bahwa
fundamentalisme di Amerika itu hasil dari abad dua puluhan, yang pada masa itu
terdapat perdebatan tentang teori evolusi dan asal-usul manusia.
Maka Marsden berusaha untuk menarik akar sejarah fundamentalisme
dari mulai munculnya gerakan suci yang ada sebelum lahirnya istilah fundamentalisme
itu sendiri. Oleh karena itu bagi Marsden, fundamentalisme yang sekarang merupakan
penguat dari kecenderungan pada kebudayaan bangsa Amerika dan
agama-agama tradisional.?
Garaudy
berpendapat lain, bahwa pemakaian fundamentalisme belum ada dalam kamus besar
Roper sampai tahun 1966. Tapi kamus kecil La Rose tahun 1966 telah
mendefinisikannya dengan sangat umum sekali, yaitu: "sikap orang-orang
yang menolak kondisionalisai akidah, sesuai dengan situasi dan kondisi
baru".? Bahkan menurutnya definisi dalam bahasa Perancis telah dipakai
oleh Kristen Katolik, di mana terjadi pertentangan dengan para pembaharu
semenjak masa Paus X, kemudian setelah Muktamar Vatikan II tahun 1966.
Dari
analisa kesejarahan ini, kita bisa menemukan benang merah istilah
fundamentalisme dalam tradisi agama Kristen dengan bermacam-macam alirannya.
Meski sebagian kalangan sungkan untuk menamakan diri dengan kaum
fundamentalis—seperti segelintir orang di Inggris lebih suka dengan nama
"para penjaga Injil". Namun istilah “penjaga Injil” ini tidak
populer, di samping definisi ini bersebrangan dengan fundamentalisme. Istilah
fundamentalisme kadang cenderung berkonotasi negatif dan mengejek, tapi juga
berfungsi untuk memberi batasan terhadap satu kondisi tertentu sebagaimana
gerakan "evangelicals" (para penjaga Injil) erat hubungannya dengan
politik di dalam Gereja.6
Banyak
orang alergi dengan sebutan fundamentalisme ini. berbeda dengan para penganut
Protestan yang dengan bangga memegang identitas tersebut,dan memakainya untuk
membedakan diri dengan mereka yang lebih suka dengan sebutan “pembela akidah”.
Namun bersamaan dengan definisi yang cederung bermakna negatif ini, tentu tak
seorangpun akan menggunakannya. Inilah yang disebut oleh Walker dengan
kesewenang-wenangan bahasa.? Dari sini, kata fundamentalisme mempunyai makna
rancu dan berubah-rubah sesuai dengan pendapat dan sikap orang yang
menafsirkannya. Dan tentu maksud dan tujuannyapun akan berbeda sesuai dengan
kondisi dan kebutuhannya. Maka terkadang istilah fundamentalisme hanya mencakup
golongan-golongan tertentu, seperti golongan pembela kaum Yahudi di Israel,
atau gerakan pembebasan Tamil di Srilangka atau golongan Hindu melawan
missionaris asing di India. Yang lebih menarik jika belakangan ini
fundamentalisme diidentikkan dengan Islam.?
Kaum
fundamentalis sendiri menolak penamaan ini, karena menurut mereka tidak
mewakili dari akidah yang mereka anut, namun hanya untuk golongan dan sekte
tertentu. Dalam agama Kristen misalnya, lebih suka menyebut dirinya dengan
"Kristen sejati" atau Kristen saja. Karena setiap kritikan yang
ditujukan kapadanya berarti hujatan atas agama itu sendiri. Hal ini tidak jauh
berbeda dengan Islam fundamentalis yang mencampur antara kritik terhadap
golongan dan kritik agama secara umum. Pandangan ini dengan sendirinya menjadi
bagian inti dari proses maraknya fundamentalisme.
Jika
kita telusuri dasar-dasar fundamentalisme dalam Injil, Al Quran, maupun
nash-nash suci lainnya, tentu kita tidak akan menemukannya. Semua itu hanya
akan kita temui dalam pemahaman atas teks-teks agama. Sayangnya pemahaman ini
sering dianggap sebagai bagian dari agama. Di sini, fundamentalisme sebenarnya
berfungsi sebagai pelestari pemahaman keagamaan yang berkembang dan dianut pada
zaman dulu. Kini hanya sekedar ta'wil dan pandangan belaka.
Jejak Makna Fundamentalisme
Ada banyak ciri yang diidentikkan dengan fundamentalisme. Garaudy misalnya,
menyebutkan beberapa ciri kaum fundamentalis; menolak perubahan, intoleransi,
tertutup, kekakuan madzhab, keras, tunduk kepada turâts (tradisi), kembali ke belakang,
dan menentang pertumbuhan dan perkembangan.9
Secara
definitif istilah fundamentalisme tidak ada bedanya antara fundamentalisme
dalam agama maupun dalam politik. Di sini fundamentalisme merupakan keimanan
yang kuat, tidak goyah, dan bisanya menganut satu kepercayaan yang bersumber
dari nash-nash suci.
Bagi
orang yang percaya akan paham ini akan selalu mengarahkan segala kegiatannya
sesuai dengan pemahaman mereka. Model pergerakan sangat mendominasi
aktifitasnya. Mereka sadar betul bahwa pemahaman jika tidak diamalkan akan
tinggal teori belaka, yang tidak berpengaruh kepada kehidupan masyarakat.
Secara otomatis mereka senang terhadap kekerasan, teror dan perang, karena
berambisi untuk merubah orang lain, dan sulit untuk toleran dengan lingkungan
yang berlainan dengan pahamnya. Mereka senang sekali memberikan arahan kepada
para pembelot dan orang-orang yang dianggap kafir.
Selain
itu mereka percaya terhadap kebenaran absolut dalam agama mereka,
sehingga menggiring kepada fanatisme dan penindasan terhadap golongan lain.
Pada realitasnya fundamentalisme lebih cenderung kepada kekerasan
dari pada dialog dan saling memahami. Diantara mereka juga ada yang senang
untuk ‘uz;lah dan memencilkan diri.¹?
Semua
aliran fundamentalisme sepakat tentang faham di mana nash yang menjadi rujukan
memuat sekumpulan kebenaran-kebenaran abadi yang berlaku di sepanjang zaman.
Inilah garansi ke-ma'suman-nya, oleh karena itu dianggap sebagai ideologi nash
atau kitab sebagai petunjuk yang menjawab segala problem. Sikap seperti ini
malah menghilangkan keistimewaan agama, karena sudah menganggap agama telah
finish, meski sebenarnya masih terbuka.
Akibatnya
mereka malas dan ogah mengkaji akidah yang dianut, dan tak berusaha untuk
menyegarkan pemahaman terhadap keyakinan mereka. Bagi mereka Tuhan selalu
m,mendukung paham-paham yang mereka anut, setelah memberi batasan-batasan apa
yang sepatutnya menjadi akidah. Di saat seperti ini mereka telah
dengan sengaja mencabut akar sejarah nash-nash agama, seperti dalil-dalil yang
dipakai untuk menguatkan ataupun menentang satu pemahaman tertentu. Dan inilah
yang dimaksud dengan ideologi kitab. ¹¹
Terkadang—dan
ini yang banyak terjadi—inspirasi dari faham ini, lebih banyak diilhami oleh
legenda masa lalu dengan tujuan untuk mengembalikan zaman keemasan yang telah
terjadi pada zaman itu. Hal ini akan membawa kepada sikap menjaga, bersikukuh,
untuk masuk ke dalam "kegelapan". Kaum fundamentalisme akan melakukan
pencabutan hakikat atau berusaha mencari kebenaran mutlak yang ada pada masa
lalu. Sebagian pemikir mengatakan: "Bagi golongan ini, hakikat
atau penemuan hakikat itulah yang disucikan, bukan piranti atau pun
cara-caranya.¹² Permasalahan tersebut bisa kita lihat dalam tulisan-tulisan
para pemimpin fundamentalisme seperti Ayatullâh Khomeini, yang mengatakan
kemampuannya untuk menciptakan tatanan politik masyarakat dengan tetap
berpegang pada pemahaman agama tradisional. Bagi kaum fundamentalis inilah yang
di maksudkan dengan inti agama atau agama yang sejati, yang mempunyai kemampuan
membentuk satu kekuatan baru tanpa menghilangkan inti agama atau larut dalam
pengaruh luar.
Kami
kira ada satu cara yang kira-kira bisa mendefinisikan fundamentalisme, bukan
saja sebagai satu pemikiran tersendiri, namun sebagai mediator sebuah ideologi
yang tertutup, mulai dari yang dogmatis dan ekstrim, atau yang fundamental,
sampai pada liberal sekalipun. Tapi yang perlu diperhatikan di sini adalah
hubungan antarindividu yang menganutnya. Yaitu, pembentukan jaringan golongan
(grid group) yang memiliki ikatan kelompok yang kuat dan sangat berpengaruh, di
mana pendapat mereka menyatu. Dalam kondisi ini kaum fundamentalis mampu
memanifestasikan tugas dalam mengontrol perilaku individu dan menjaga nilai
serta aturan-aturan golongannya, seperti hijab bagi wanita dan potong tangan
bagi pencuri.¹³
Fundamentalisme vis a vis Masyarakat
Beberapa defini di atas tentu melahirkan banyak pertanyaan sekitar hubungan
fundamentalisme dengan masyarakat dan sejauhmana ia bisa eksis? Apakah faham
ini bisa membumi dan diterima masyarakat? Acap kali para pemikir
lebih cenderung memfokuskan kepada sisi metafisik dan kurang
mengindahkan sisi lain ketika masyarakat menghadapi kenyataan sulit. Ada satu
hal yang unik dalam fundamentalisme—bila ungkapan ini benar—adalah kemampuannya
bersikap mendua dalam menghadapi problem. Dengan jelas mereka menyatakan
penolakan terhadap satu hal, namun bersamaan dengan itu mereka juga mampu hidup
bersama dan berkompromi. Seperti terhadap perkembangan Ilmu dan tehnologi, atau
sistem negara— fenomena yang tidak bisa dihindari. Namun ketika berhubungan
dengan akidah, mereka berusaha untuk menta'wilkannya. Sebagaimana juga Islam
fundamentalis dalam menghadapi hal-hal sulit, mereka berusaha mengahadapinya
dengan apa yang mereka namakan dengan "fiqh darurat", atau "fiqh
maslahat", sebagai piranti untuk menunda kekuasaan nash bila
terbentur pada kondisi darurat dan demi maslahat.
James
Barr mengemukakan bentuk lain dari fundamentalisme yaitu berupa golongan yang
mengasingkan diri dari masyarakat, karena konflik yang terus menerus dengan
masyarakat lain, ini yang dinamakan dengan ideologi pengasingan diri, yang
keluar demi hidup baru dalam pengasingan. Bagi Islam fundamentalis, hal ini
disebut dengan "hijrah", dan berpendapat bahwa dogma adalah standar
bagi masuknya seseorang kepada golongan ini dan penguat sebagai "mukmin
sejati". Sifat yang kedua adalah watak penentang, yang mana melihat seseorang
dari segi perlawanannya. Hal inilah yang menjadikan golongan fundamentalis itu
sebagai minoritas, yang selalu merasa akan adanya bahaya yang mengancam akidah
mereka.
Barr
menambahkan, meski golongan ini sangat ketat sekali terhadap musuh-musuhnya dan
mengancam orang yang tidak sependapat dengannya, mereka tetap menggunakan
akidah sebagai senjata untuk menyerang orang lain,¹? banyak juga para
fundamentalisme yang menggunakan dalil Al Quran, seperti ayat 139 urat Ali
Imran, atau ayat 35 Surat Muhammad, bahkan walaupun sudah berkuasa, kaum
fundamentalisme masih tetap bersifat mengancam. Di sini seperti biasa mereka
akan berusaha memberangus kritik dan perbedaan, dalam segi ini.
Sedangkan
Garaudy melihat dari sisi lain, ia melihat dari segi dogma dan kekakuan
madzhabnya itu sebagai konsekuensi terhadap kelaziman pemeriksaan—dinisbatkan
terhadap penguasa pemeriksa—karena setiap orang yang menolak adanya suatu
hakekat, maka secara mutlak dianggap sakit dan harus dimasukkan ke dalam rumah
sakit jiwa atau dianggap murtad yang layak dipenjara atau dibunuh.¹?
Banyak
para pembahas yang menolak bila fundamentalisme digambarkan sebagai golongan
pinggiran yang kolot yang terasing dari lingkungannya, hidup dan bergantung
dengan masa lalu, tidak realistis dalam menghadapi kehidupan yang selalu
berubah, banyak dalil yang menunjukkan bahwa kaum fundamentalisme mampu
berinteraksi secara dinamis dengan lingkungan masyarakat dan kebudayaan modern,
namun beragam tingkat interaksinya, terlebih tidak ada satu kawasan pun yang
bisa terlepas dari pengaruh luar, dalam hal ini bidang politik bisa di jadikan
contoh.
Aktifitas
politik bukan hanya dilakukan oleh kaum Islam fundamentalis, namun juga
dilakukan oleh kaum-kaum fundamentalis lain, meski dalam Islam lebih banyak
berpengaruh dan menyibukkan dunia, dikarenakan aktifitas politik yang dilakukan
oleh kaum fundamentalis itu tergantung pada kondisi yang dihadapi.16 Di dunia
Islam, aktifitas politik itu sebagai reaksi atas imperialisme yang sangat
keras, adapun dalam lingkungan Protestan, fundamentalisme Amerika itu sebagai
reaksi melawan gerakan kaum liberal yang menguasai dunia Kristen paska Darwin
di bawah cahaya ilmiyah dan sejarah nash yang tercabik-cabik. Sehingga mereka
senantiasa menghubungkan evolusi dengan sosialisme, dan kelanjutan dari perang
dingin dengan komunis. Bagi mereka fenomena di atas dianggap ancaman dari kaum
kiri dan pembangkangan terhadap Kristen.
Di
Amerika Selatan, muncul golongan “para penjaga” yang menghadapi dekandensi
moral, keluarga, dan hak-hak wanita, demikian juga kekuatan golongan
"akhlak mayoritas" sebagai kekuatan penjaga kelompok kanan, di mana
hal ini merupakan akibat dari kekawatiran terhadap perubahan.¹? Tatanan
fundamentalisme berkembang sampai keluar Amerika menjamah Amerika Latin, di
situ terdapat perseteruan sengit di dalam Gereja Katolik akibat dari
gerakan pembebasan. Dalam Kristen, aktifitas tersebut sebagai reaksi melawan
gerakan aliran liberal.
Fundamentalisme vis a vis Ilmu
dan Pembaharuan
Dari segi politik, semua bentuk fundamentalisme bisa dikatakan baru karena
mereka berusaha untuk mewujudkan kembali sistem ideal di masa kini, atau
mencari negara model baru di dalam sejarah. Hal ini sesuai dengan fundamentalisme
Islam yang merupakan gerakan politik dan pemikiran-pemikiran baru yang berusaha
mendirikan negara Islam, yang diilhami oleh masyarakat Madinah dan masa
Khulafaurrasyidin, sebagai manifestasi dari usaha pengkorelasian masa lalu dan
sekarang.
Usaha
Fundamentalisme dalam mendirikan atau merubah negara dan masyarakat tidak
mungkin menolak hal-hal baru secara keseluruhan, dari sini muncul pemikiran
tidak pertentangan anatara kondisionalisasi akidah dengan realita. Seperti
hubungan akidah dengan ilmu dan pengetahuan.
Pada
sisi lain, bersamaan dengan perkembangan ilmu dan pengetahuan semestinya
fundamentalisme akan surut dan rugi, hal ini secara teori sangat logis sekali,
namun lain dalam kenyataan, banyak sekali dalam masyarakat sekuler,
fundamentalisme berkembang pesat, dikarenakan perasaan adanya bahaya yang
mengancam. Fundamentalisme tidak hanya tersebar bagi kalangan non pelajar saja,
banyak yang mengatakan bahwa hal ini juga menghinggapi para ahli fisika dengan
kadar lebih banyak dari pada ahli biologi, dan ahli biologi lebih banyak dari
pada orang yang belajar ilmu-ilmu sosial masyarakat. Banyak dikatakan
fundamentalisme tumbuh subur di lingkungan pedalaman tradisional, sedang faham
liberal tumbuh subur dilingkungan perindustrian kota, namun hal ini tidak bisa
dijadikan pegangan, karena banyak pemimpin fundamentalisme berasal dari satu
masyarakat di mana para penganut liberal berasal, karena pengaruh yang
sebenarnya bukan hanya berasal dari tempat asal, tapi juga dari pengaruh macam-macam
pemikiran.
Meski
Kristen fundamentalis menghalangi perkembangan dan ilmu dalam jangka waktu yang
lama, namun toleransi antara ilmu dan non ilmu berkembang di masyarakat Barat
modern, di mana semestinya antara ilmu dan fundamentalisme saling bertentangan,
minimal dalam satu individu atau satu kebudayaan, namun pada kenyataannya
banyak sekali orang yang aktifitasnya erat sekali dengan keilmuan tidak begitu
memperhatikan ilmu sebagai pembentuk jalan kehidupan atau sebagi pandangan hidup,
mereka menggunakan ilmunya sekedar spesialisasi. Dari sini mulai tampak
pemisahan antara teori dan praktek, ilmu sekedar pekerjaan atau pengetahuan,
tidak berubah menjadi pembentuk kepribadian.
Dalam
satu segi, fundamentalisme kadang berdiri berlawanan dengan agama masyarakat,
karena melarang nujum, sihir, khurafat, dan lainnya. Mereka berpegang teguh
pada ajaran-ajaran dan akidah-akidah ortodoks yang tertutup dan intoleran. Kaum
Islam fundamentalis dikenal senjatanya yaitu, "bid'ah", menjadikan
faham fundamentalis jauh dari agama masyarakat.
Fundamentalisme
dan agama masyarakat kadang berada dalam posisi berlawanan, dan hal ini
tentunya membawa konsekuensi runtuhnya kedua hal tersebut, namun para pengamat
sering dibuat kagum karena kedua hal tersebut masih tetap berlangsung hidup.
Dalam kondisi ini banyak yang menganggap lebih disebabkan oleh pengaruh luar,
dan sebagian menganggap perkembangan fundamentalisme itu akibat dari kurang
memperhatikannya kaum liberal terhadap kegiatan masyarakat.
Bisa
juga fundamentalisme bertentangan dengan pembaharuan, karena fundamentalisme
berfaham pada kekuasaan nash yang mutlak, sedangkan pembaharuan nisbi (hanya terlihat), berubah-rubah, dan
penuh pertanyaan-pertanyaan tanpa henti.
Bab IV Penutup
Di samping kekristenan, kita telah
mendengar atau membaca adanya kelompok
fundamentalisme di lingkungan agama Islam. Apabila dilihat dari sudut pandang dunia
politik, gerakan fundamentalisme Islam lebih tepat merupakan gerakan partai
Islam tertentu (yang umumnya radikal) yang telah diliput oleh media cetak atau
elektronik secara universal.
Istilah ini juga dipergunakan untuk menggambarkan
gerakan-gerakan ekstrem agama Yahudi, Hindu, Sikh dan Buddha di seluruh dunia. Akan
tetapi tulisan ini akan dibatasi pada penelitian tentang fundamentalisme
Kristen saja. Lalu apakah fundamentalisme itu?
Bagaimana seharusnya fundamentalisme itu didefinisikan? Barangkali, karena kompleksitas
fundamentalisme Kristen, sebagian orang lebih suka
menghindari definisi-definisi yang sifatnya sederhana.
Epilog
Kesimpulan Buku
Kehadiran buku ini diharapkan akan
memberi pengetahuan dan pemahaman yang baru bagi para pembaca tentang
fundamentalisme. Umumnya penulis-penulis Kristen lebih senang menunjukkan
sejumlah ciri-ciri khas yang dapat diidentifikasikan dari fundamentalisme
ketimbang mendefinisikannya. Karena itulah dalam artikel ini kita hanya akan
melihat fundamentalisme baik dalam perspektif historis dan teologis serta
melihat perkembangannya sampai saat ini.
Setelah membahas sumbernya pada awal abad ini, fenomena fundamentalistik
ini akan ditelusuri melalui karakteristik-karakteristiknya yang modern di
antara gereja dan orang-orang Kristen.
Diharapkan melalui pemaparan tema ini kita akan lebih mengetahui latar
belakang dan dasar sejarah Fundamentalisme. Semua hal
di atas menunjukkan dilema fundamentalisme dalam berinteraksi dengan fakta dan
sejarah, mustahil kembali ke asal sebagaimana semula. Mengulang ke model
peradaban, masyarakat, atau kebudayaan masa lalu akan mengingatkan kita kepada
anekdot terkenal "kamu tidak akan turun dalam satu sungai dua kali",
dan inilah kondisi yang sebenarnya, karena sungai itu berubah dan kita juga
berubah, bahkan sampai pemikiran perbaikan ataupun pembaharuan akan menemui kesulitan
untuk mencapai kesepakatan. Kenapa kita harus memperbaiki sesuatu yang tidak
mampu lagi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan baru? Apa salahnya kalau kita
gunakan hal-hal baru untuk sesuatu yang baru juga? Klaim pembaharuan dan
kembali ke asal (identitas), hanya sekadar pembenaran pribadi, dan merupakan
perbuatan yang tidak didasari logika.
Pada
dasarnya fundamentalisme adalah pembahasan tentang keamanan, ketenangan, dan
kepuasan jiwa. Karena hal tersebut merupakan piranti-piranti yang murah dan
tidak membutuhkan banyak tuntutan, tanpa petualangan dan benturan serta
langsung menukik ke dunia nyata.
No comments:
Post a Comment