Sunday 25 July 2021

Pagebluk Corona Maret 2020-2021

 Munculnya penyakit coronavirus 2019 yang


ramai dikenal dengan Coronamenyebabkan World Health Organization (WHO)menetapkan pandemi global. Lantaran pandemi Corona yang mempengaruhi sampai ke dalam aspek kehidupan lokal, maka hal ini sejalan dengan istilah lokal yaitu “pagebluk”. Berbagai sudut pandang digunakan ditengah masyarakat dalam menghadapi situasi pagebluk. Ada yang melihat dari sudut pandang secara sains-medis, adapula yang menggunakan sudut pandang secara politis-ekonomis dan tentu sajasudut pandang secaramitologi atau biasa disebut dengan mitos.


Sudut pandang mitologi atau “mitos” nyatanya adalah perintah, maupun dari para leluhur salah satunya tentang alam semesta, memiliki arti yang mendalam dan kemudian dengan berbagai peristiwa yang terjadi di dunia, terutama hanya menggunakan “ Othak Athik Gathuk ” seperti saat menghadapi pagebluk Corona saat ini. Lantas, apa saja pandangan tentang mitos-mitos yang “digoreng” oleh masyarakat walau hanya dengan metode “ Othak Athik Gathuk” dalam mengahapi situasi pagebluk saat ini? Simak sampai akhir, sugeng maos !!


Pagebluk dan Pandemi


Sebelum kita berbicara lebih lanjut, pertama lebih baik kita berkenalan dengan apa itu pagebluk? apa hubungannya dengan pandemi? Pagebluk atau dalam versi lain yang dikenal dengan “bagebluk” adalah suatu sebutan untuk suatu wabah penyakit yang sedang terjadi. Kata dasar (tembung lingga) dari pagebluk adalah “gebluk”. Baik dalam bahasa Jawa maupun Sunda, kata “gebluk” atau “bluk” dapat menyebabkan jatuh, tersungkur, tumbang ataupun dapat juga disebut ledakan. Dengan demikian, pagebluk menggambarkan suatu peristiwa korban berjatuhan, bertumbangan, atau jatuh tersungkur yang terjadi secara bersamaan bahkan tersebar luas, karena besarnya hal tersebut maka menimbulkan korban yang banyak, sehingga menyerupai "gebluk" yaitu ledakan. Oleh karena itu,


Sudut Pandang Mitos dalam Menghadapi Pa gebluk


Pagebluk yang dihadapi oleh masyarakat nyatanya sudah ada sejak zaman dahulu kala. Dalam lingkup sastra kesastraan Jawa, berbagai macam bentuk dan upaya penanganan wabah atau pagebluk ini telah tercantum baik secara tertulis maupun lisan. Menurut Peneliti Ahli Utama BPNB DIY Dra Suyami Mhum, dalam manuskrip dan naskah kuno telah disebutkan berbagai informasi mengenai adanya penyakit yang melanda tanah Jawa, antara lain penyakit gudhig, influenza, Kolera, dan tuberkulosis. Hal tersebut tidak ditemukan dalam berbagai naskah kuno yang ditulis pada awal abad ke-20, yakni naskah tentang Lelara Gudhig, lelara influensa, lelembut Kolera, dan lelara tuberkulose. Kisah tentang pageb ciriluk dibarengi dengan narasi sebagai satu khas.


Sementara menurut dosen Prodi Sastra Jawa Fakultas Ilmu Budaya UGM Rudy Wiratama M.Hum, dalam pandangan orang Jawa pageblug dipahami sebagai sebuah fenomena kosmologis. Hal itu mendorong manusia harus mengembalikan keseimbangan. Kelarasan antara diri pribadi, manusia dengan sesama dan lingkungannya serta manusia dengan Tuhan.


Masyarakat Indonesia terutama di tanah jawa dan terkhusus lagi DIYmasih narasi tentang mitos-mitos hampir dalam segala aspek kehidupan termasuk dalam menghadapi situasi pagebluk saat ini, dan hal tersebut menjadi salah satu aspek membentuk budaya Jawa terutama di DIY.


Tahun 2020

Apa yang terjadi dengan tahun 2020? Sampai pada pertengahan tahun 2020 ini, banyak yang dianggap terjadi berbagai musibah tidak terjadinya pagebluk Corona. melihat dengan menggunakan logika berfikir secara umum tidak ada yang salah dengan tahun 2020, karena memang hanya angka dan seperti tahun-tahun sebelumnya. Namun, apabila kita melihat dari sudut pandang lain, terjadinya berbagai musibah hampir di seluruh penjuru dunia pada tahun 2020 ini telah diramalkan oleh Prabu Jaya Baya, seorang Raja di kerajaan Kediri pada masa lalu dalam Jangka JayaBaya.


Telah disebutkan bahwa “ sesuk yen wis ketemu tahun sing kembar bakal ketemu jamane langgar bubar, mesjid korat-karit, Kabah ora kaambah, begajul padha ucul, manungsa seda tanpa diupakara, kawula cilik padha keluwen, para punggawa negara makarya nganti lali kaluwarga ”. Narasi tersebut memiliki arti sebagai berikut, “apabila besok telah bertemu tahun kembar maka akan bertemu masanya surau bubar, masjid tidak teturus, ka'bah tidak dikunjunjungi, para penjahat lepas, manusia meninggal tidak diurus seperti halnya, rakyat kecil, dan para pejabat atau pegawai bekerja sampai lupa keluarga”.


Dalam setengah tahun pertama di tahun kembar ini(2020, dengan angka kembar 20) upaya pencegahan penyebaran virus Corona yang dimulai dari memulai dengan dirumah saja, PSBB, hingga penguncian dilakukan sendiri-mata untuk mencegah penyebaran virus tersebut. Dampaknya, masyarakat beragama lebih memilih untuk melakukan ibadah di rumah masing-masing sebagai akibat penutupan sebagian besar tempat ibadah termasuk musola dan masjid. Pemerintah Arab Saudi juga menutup Ka'bah, dan akses ibadah umrah ke tanah suci untuk sementara waktu.


Bagaimana dengan Begajul padha ucul ? Untuk mencegah penyebaran virus Corona, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) mengeluarkan kebijakan dengan melakukan lebih dari 36 ribu atau dapat disebut para penjahat lepas sesuai dengan ramalan Prabu Jaya baya.


Dampak selanjutnya yang terlihat akibat pandemi Corona adalah Kawula cilik padha keluwen . Kawula cilik padha keluwen atau rakyat kecil banyak yang terjadi akibat lapangan pekerjaan tidak dapat dilakukan sebagaimana terlihat sebagai contoh, pengemudi ojol dan pedagang kaki lima yang kehilangan kehilangan pelanggannya, bahkan tidak sedikit perusahaan yang memutuskan untuk meminimalkan kerugian yang ditimbulkan akibat halamanbluk Korona.


Dengan demikian dapat dipahami bahwa sebenarnya apa yang terjadi saat ini telah diramalkan oleh Prabu Jaya Baya ratusan tahun lalu.


Melintasnya Lintang Kemukus Sebagai Tanda Akan Datangnya Pagebluk

Pada pertengahan bulan Maret tahun 2020, beberapa masyarakat melihat melintasnya sebuah komet atau biasa disebut lintang kemukus oleh orang jawa. Ketika dikaji secara ilmiah, munculnya lintang kemukus yang terjadi akibat-bahan volatil yang terkandung dalam komet atau kemukus terdorong keluarnya matahari, membentuk semacam “ekor akibat dari tekanan radiasi matahari dan angin matahari.


Namun menurut mitos kepercayaan orang jawa, kemunculan lintang kemukusdari berbagai arah mata angin merupakan suatu Tetengger alam atau pertanda dari alam yang memiliki makna tersendiri yang biasanya merupakan pertanda munculnya hal buruk. Bila mengacu pada buku karya RM Ng. Tiknopranoto dan R. Mardisuwignya dengan judul “Sejarah Kutha Sala: Kraton Sala, Bengawan Sala, Gunung Lawu”, kemunculan lintang kemukus dari berbagai arah mata angin dapat berarti sebagai berikut:


“ Yen ana lintang kemukus metu ing:”


Wetan : “ ngalamat ana ratu sungkawa. Para nayakaning praja padha ewuh pikirane. Wong desa akeh kang karusakan lan susah atine. Udan deres. Beras pari murah, emas larang ”, yang berarti: Bila muncul dari Arah Timur Pertanda akan ada raja sedang berbela sungkawa. Para pengikutnya sedang bingung pikirannya. Orang desa banyak mengalami kerusakan dan bersusah hati. Beras dan padi murah harganya, tetapi emas akan mahal harganya


Kidul-Wetan: “ ngalamat ana ratu surud (seda). Wong desa akeh kang ngalih, udan arang. Woh2an akeh kang rusak. Ana pagebluk, akeh wong lara lan wong mati. Beras pari larang. Kebo sapi akeh kang didoli” , yang berarti: Bila muncul dari arah Tenggara, merupakan pertanda akan ada raja mangkat(meninggal), orang desa banyak yang pindah, hujan jarang, buah-buahan banyak yang rusak, muncul wabah penyakit, (banyak orang sakit dan meninggal), harga beras mahal, hewan ternak (kerbau dan sapi) banyak yang dijual.


Kidul: “ ngalamate ana ratu surud (seda). Para panggedhe pada susah atine. Ake udan. Karang kitri wohe ndadi.Beras pari, kebo sapi murah regane. Wong desa pada nalangsa atine, ngluhurake panguwasane Pangeran kang Maha Suci. ”, yang berarti: Bila muncul dari arah selatan merupakan pertanda akan ada raja mangkat(meninggal), para pembesar/petinggi hati, Sering turun hujan, Beras, kerbau sapi harganya murah, orang desa pada susah hati, oleh karenanya harus mengagungkan kekuasaan Tuhan Yang Maha Suci


Dengan demikian sesuai dengan narasi diatas, kemunculan lintang kemukus dari arah tenggara menjadi pertanda ada wabah penyakit. Ada banyak orang yang sakit dan meninggal. Oleh karena itu dapat dimaknai, lintang kemukus yang muncul diyakini oleh sebagian masyarakat merupakan pertanda halaman terjadinya, yakni wabah virus Corona yang menyebakan banyak orang sakit dan meninggal. Bahkan, sebelum pagebluk ini terjadi kemunculan lintang kemukus di Indonesia telah menimbulkan berbagai peristiwa besar salah satunya adalah mangkat atau wafatnya Mantan presiden Ir. Soekarno pada tahun 1970 silam.


Tahun 1441 Hijriah

Pada kalender nasional, tahun ini adalah tahun 2020, namun apabila kita menengok kalender Islam, tahun ini memasuki tahun 1441 H. Lantas ada apa dengan Tahun 1441 H? Apakah ada yang salah? Jika kita melihat secara kasat mata mungkin tahun ini seperti tahun-tahun sebelumnya yang hanya merupakan suatu angka dan memang betul tidak ada yang salah.


Namun, apabila kita sebagai orang jawa akan terbiasa melihat sesuatu secara lebih mendalam termasuk dalam hal menganalisis tahun 1441 H bahkan walau hanya dengan metode “ Othak Athik Gathuk ” akan ditemukan suatu hal yang dapat dimaknai. Dengan menggunakan telapak tangan kita yang menghadap ke atas dimulai dengan tangan kanan yaitu pada ibu jari dianggap sebagai angka 1, kemudian jari telunjuk, tengah, manis, dan kelingking(4 jari selanjutnya) kita menganggap sebagai angka 4, dan kemudian beralih pada telapak tangan kiri yaitu jari kelingking, manis, tengah dan telunjuk (4 jari awal) dan ibu jari pada tangan kiri sebagai angka 1 akan terbentuk susunan angka 1 4 4 1 yang dapat dimaknai sebagai simbol tahun 1441 H. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat ilustrasi berikut:


qweqwe


Sumber: (jambi.tribunnews.com dengan modifikasi)


Apa yang ada dipikiran setelah melihat narasi dan ilustrasi diatas? Menyalak. Tahun 1441 H dapat kita simbolkan sebagai tangan yang sedang memanjatkan doa. Hal yang kemudian dapat dimaknai dan dipercayai oleh beberapa kalangan masyarakat jawa dari hal diatas adalah berbagai musibah yang melanda termasuk pagebluk Corona mungkin merupakan suatu bentuk kekecewaan dan ujian dari Tuhan Yang Kuasa Allah SWT terhadap keserakahan yang dilakukan umat manusia dan mulai melupakan Sang Pencipta. Oleh karena itu, dengan adanya pagebluk corona saat ini dapat membuat kita lebih mendekatkan diri kepada Tuhan salah satunya dengan memanjatkan doa.


Perintah Untuk Membuat Sayur Lodeh 7 Macam Sebagai “Tolak Bala” Pagebluk

Beberapa waktu yang lalu, ramai tentang munculnya kembali rekomendasi untuk membuat sayur lo 7 warna sebagai upaya pemutus rantai penularan penyakit dari pagebluk Corona yang merupakan perintah dari Sri Sultan HB IX pada masa akhir karena Yogyakarta sedang diserang wabah.


Jika kita melihat dari sudut pandang sains-medis memang mengkonsumsi sayuran termasuk 7 macam sayuran dalam sayur lodeh dapat memberikan dampak positif bagi tubuh manusia karena sayur memang memiliki kandungan nutrisi maupun vitamin yang tinggi. Namun jika kita merupakan orang jawa terutama orang Jogja, sayur lodeh 7 macam memiliki makna tersendiri lho. Berdasarkan informasi dari para sesepuh, makna 7 macam sayuran tersebut adalah: 1 . Kluwih : kluwargo luwihono anggone gulowentah gatekne (perintah untuk lebih memperhatikan keluarga) ; 2 . Cang gleyor (kacang panjang) : cancangen awakmu ojo lungo-lungo ( tetap di rumah jangan lupa jika tidak bermanfaat). ;3 . Terong : terusno anggone olehe manembah Gusti ojo datnyeng (Teruslah beribadah dan menyembah Gusti Allah Tuhan YME) ; 4 . Kulit melinjo : ojo mung ngerti njobone, ning kudu ngerti njerone babakan pagebluk (Jangan hanya melihat dari luar saja mengenai suatu pagebluk/wabah, namun analisislah secara mendalam) ; 5 . Waluh : uwalono ilangono ngeluh gersulo (Jangan sering mengeluh dan perbanyak bersyukur) ; 6 . Godong so : golong gilig donga kumpul wong sholeh sugeh kaweruh (Berkumpul, dan berdoa bersama orang-orang saleh dan berilmu) ; 7. Tempe : temenono olehe dedepe nyuwun pitulungane Gusti Allah (Yakinlah dalam memohon pertolongan kepada Allah dan Yakinlah Allah akan memberi pertolongan) . 


Menurut para sesepuh yang saya temui membuat sayur lodeh merupakan pesan dari para leluhur yang sejak dulu ketika menghadapi suatu halamanbluk sebagai bentuk permintaan dan ikhtiar kita kepada Gusti Allah. Hal senada pun diutarakan oleh Putri Pakubuwana XII, GKR Wandasari yang dikutip dari merdeka.com yaitu: "Sayur lodeh merupakan makanan sehari-hari orang Jawa yang semua macam bahannya memiliki makna dan bisa digunakan sebagai bentuk lamaran"


Munculnya “Semar” Di Awan Erupsi Merapi Sebagai Tanda Bahwa Pagebluk Akan Segera Berakhir

 asdwd


Sumber: (www.krjogja.com)


Pada tanggal 27 Maret 2020 bersamaan dengan erupsi Gunung Merapi, ramai kabar di media sosial maupun dari mulut ke mulut bahwasannya semburan awan panas yang dikeluarkan saat erupsi Merapi “mirip” dengan tokoh pewayangan Eyang Semar. Pada dasarnya, lumrah jika suatu Gunung Berapi yang masih aktif melakukan erupsi dan mengeluarkan awan panas.


Namun jika dilihat dari sudut pandang mitos, hal ini merupakan suatu tetengger alam atau pertanda dari alam. orang kepercayaan jawa, tokoh Eyang Semar yang dikenal sebagai pemomong sejati yang berarti dapat membawa kebahagiaan dan kententraman bagi masyarakat, dan dengan munculnya eyang semar berarti sudah saatnya warga masyarakat Jogja dapat hidup bahagia dan damai. Selain itu, kemunculan Eyang Semar menandakan bahwa pagebluk yang melanda Indonesia terutama tanah jawa akan segera berakhir. Menurut Dr. Purwadi M.Hum, Ketua Lembaga Olah Kajian Nusantara yang dikutip dari krjogja.com mengatakan: “Pagebluk Corona merupakan bagian dari sengkala, dan dengan kehadiran Eyang Semar, semua sengkala akan menyingkir. Hal tersebut dikarenakan Eyang Semar lebih berwibawa daripada batara kala dan Dalang Kandha Buwana sebagai penjelmaan dari Wisnu akan rasa hormat kepada Eyang Semar. Dia datang sebagaipemecahan masalah . Dengan ajaran Eyang Semar akan mengantarkan dunia menuju aman dan damai,” pungkas Purwadi.


Berdasarkan hal tersebut diatas, kemudian muncul sebuah pertanyaan “Salahkah menggunakan sudut pandang mitos dalam mengahdapi pagebluk?


Sejatinya, menggunakan sudut pandang mitos sah-sah saja dilakukan. Dalam menghadapi situasi apapun terutama seperti pandemi pada saat ini, kita memiliki berbagai cara dan pandangan untuk menyikapinya. Sudut pandang secara sains-medis bahkan politis-ekonomis memang penting, namun penggunaan sudut pandang tentang mitos terjadinya pagebluk Corona saat ini akan memunculkan logika berpikir lain dalam menyikapi pagebluk. Pada akhirnya, sudut pandang mitos tetaplah merupakan suatu Tradisi dankearifan lokal yang penting serta mendesak untuk tetap dipegang teguh, minimal dapat menjadi pegangan masyarakat Indonesia terutama di tanah jawa sebagai "obat penenang" untuk melepaskan berbagai bentuk jaringan dan kepanikan dalam menghadapi suatu pagebluk.


Hari ini, dengan adanya pagebluk Corona, kita sebagai bangsa Indonesia terutama masyarakat jawa tersadarkan kembali bahwa nilai-nilai yang pernah diajarkan oleh leluhur mulai luntur. Kita selalu menyikapi suatu hal terutama pagebluk Corona ini dengan tergesa-gesa sehingga timbul kepanikan, bahkan sampai timbul stigma-stigma negatif. Padahal, jika kita memegang teguh ajaran para leluhur, sejatinya telah diajarkan bagaimana cara kita untuk mengahadapi situasi pagebluk seperti ini dengan memahami apa yang diisyaratkan oleh alam, kearifan diri, memperkuat spiritual dengan tidak melupakan Sang Pencipta yang kemudian bermuara kepada cara kita menghadapi pagebluk dengan tenang, penuh semangat dan tidak dengan kepanikan.


Sementara itu, terdapat beberapa daerah di Indonesia terlihat masih kental dengan kearifan lokalnya dalam menghadapi Pagebluk Corona, salah satunya DIY. Jika kita mengacu pada data terakhir yang dikeluarkan oleh humas Jogja tertanggal 3 Juli 2020, jumlah pasien yang terkontaminasi virus Corona tercatat hanya sebanyak 324 orang dengan persentase kesembuhan lebih dari 83%. Jumlah tersebut dapat dikatakan sedikit jika dilihat dari jumlah penduduk yang tergolong tinggi dan bahkan tanpa menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). hanya hal tersebut terjadi sebagai akibat masyarakat tidak menggunakan sudut pandang secara sains-medis serta politis-ekonomis tetapi juga secara mitologis atau mitos dalam menghadapi situasi pagebluk corona ini? Wallahualam bishawab.


 Sumber


https://etnis.id/pageblug-dan-ritus-tolak-bala-di-jawa/


https://www.krjogja.com/berita-lokal/diy/yogyakarta/semar-muncul-di-awan-erupsi-merapi-pertanda-pageblug-segera-berakhir/


https://www.merdeka.com/jateng/6-fakta-sayur-lodeh-sebagai-pageblug-virus-corona-perintah-raja-hb-ix-usir-wabah.html


https://historia.id/kultur/articles/mitos-dan-tetenger-wabah-penyakit-DEnRa


https://www.terakota.id/pagebluk-isu-global-pandemi-yang-melokal-bagian-1/


https://www.terakota.id/polarisasi-dan-bias-isu-pandemi-bagian-2/


https://suaramerdeka.news/corona-dan-jangka-jayabaya/


https://news.detik.com/kolom/d-4951184/sains-agama-dan-mitos-menghadapi-pandemi#main


https://news.okezone.com/read/2020/05/31/510/2222360/selain-covid-19-ini-daftar-pagebluk-yang-pernah-melanda-jawa


https://www.kompasiana.com/rizkifitri/5ea8e8bed541df24e95dd3a2/kepercayaan-masyarakat-jawa-terhadap-kemunculan-lintang-kemukus-dengan-datangnya-pageblug-korelasi-antara-makrokosmis-dan-mikrokosmis?page=all

No comments:

Post a Comment

Misi Kristus Sedunia

PELAJARAN SEKOLAH MINGGU

  TANGGAL   PELAJARAN SEKOLAH MINGGU KATEGORI Babak pertama        ...