RINGKASAN BUKU SEJARAH PERKEMBANGAN PRAKTEK DAN PIKIRAN PENDIDIKAN
AGAMA KRISTEN DARI PLATO SAMPAI IGNATIUS LOYOLA (ROBERT R. BOEHLKE, P.h.D )
Dosen Pengampu : Dr. Eko Basuki
BAB 1
DASAR PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN MASA KUNO
A. Pendidikan Yunani- Romawi
1. Plato ( kira-kira 428 -348
s.M )
· Pemenu
Pendidikan Agama Kristen bukanlah GEREJA PURBA
· Orang-
orang Kristen pertama dibesarkan dalam negeri yang telah
dipengaruhi Kebudayaan Yunani kurang lebih 200 tahun lamanya.
· Ada
3 macam arus mengalir menjadi sungai Iman Kristen, yaitu
1).
Yahudi yang membawa dasar agamawi
2).
Yunani yang membawa bahasanya
3).
Romawi yang menentukan struktur ketertiban umum dan hak sipil
1.1 Plato
berasal dari keluarga Bangsawan,
sisilah nenek moyangnya terdapat nama raja-raja Atena dan seorang Anggota DPR
yang bernama Solon.
1.2 Guru
Plato adalah bernama Sokrates.
Sistim
atau gaya mengajar Sokrates kepada murid melalui tiga tingkat fikiran ,yaitu :
1). Yakin yang tiada berdasar
2).
Bimbang dan ragu-ragu tentang pendapatnya semula, dan ingin hendak mengetahui
yang sebenarnya.
3).
Yakin yang berdasarkan kepada penyelidikan dan cara berpikir yang betul.
Tragis,
Sokrates dijatuhi hukuman mati ( ia minum racun dalam mangkok dikelilingi
murid-muridnya ), Sokrates dituduh oleh musuh-musuhnya merusak akhlak para
pemuda dengan pendekatan belajarnya.
1.3 Plato kemudian mendirikan sekolah yang dinamakan “ Akademi
“,pikiran matang Plato tentang PENDIDIKAN dimuat dalam bukunya yang
berjudul “Republik “ (bukunya melukiskan
bentuk suatu Negara yang sesempurna mungkin) .
1.4 Pendidikan
menurut Plato, perlu untuk :
v Membimbing
orang-orang meninggalkan semua bayang-bayang yang tidak berakar
dalam kenyataan , agar melihat serta menganut Kebenaran
v Dalam
Proses pendidikan, menurut Plato kita dibimbing “ mengingat” inti
abadi dari benda-benda dalam dunia ini.
v Pria
dan wanita berhak menerima pendidikan.
v Yang
termasuk dalam subyek Pendidikan adalah anak-anak dan muda-mudi dari
kaum atasan.
v Menurut
Plato latihan itu bukalah pendidikan, sebab pendidikan
mencakup perkembangan manusia secara keutuhan.
v Ruang
lingkup perkembangan manusia secara keutuhan,terdapat tiga bagian pokok, yaitu
:
1).
Perkembangan emosi, dapat dikembangkan melalui : musik dan cerita-cerita
2).
Perkembangan tubuh, dapat dilatih dengan olahraga
3).Perkembangan
akal dikembangkan melalui semua ilmu yang menantang akal, misalnya ilmu ukur,
ilmu pasti, ilmu bintang dan dialetika.
v Orang-orang
akan terdidik akan menjadi pemimpin masyarakat
1.5 Menurut
Plato , pendidikan adalah menjadi
tanggung- jawab negara.
1.6 Menurut
Plato Manusia cenderung
condong lebih menghargai keamanan pribadi meskipun
dasarnya salah, ketimbang membuka diri terhadap pendekatan
baru, pengetahuan baru, pengertian baru dan sebagainya.
2. Aristoteles (
kira-kira 384 -322 s.M )
2.1 Aristoteles lahir di desa Stagira, negeri Thrakia, yaitu
bagian utara Yunani moderen sekarang.
2.2 Ayahnya seorang dokter, dan pengalamannya di rumah ayahnya sangat
mempengaruhi caranya meninjau dunia sekitarnya.
2.3 Hoby
atau kegemaran Aristoteles menggambarkan
sifat-sifat berbagai jenis makhluk hidup dan benda dari dunia alam.
2.4 Sekolah
Aristoles di Akademi Plato di
Atena , setelah tahun 367 ia pindah dari Thrakia
ke Atena, sekolah selama 20 tahun.
2.5 Pada tahun343 Aristoteles menjadi Guru pribadi putra
Filipus, Raja Makedonia, di Kota Iskandar Mesir ia mendirikan
perpustakaan dan Museum.
2.6 Pada
Tahun 334, Aristoteles kembali
ke Atena dan mendirikan sekolah Akademi.
2.7 Gaya
mengajar Aristoteles membuat
sekolahnya terkenal sebagai sekalah
“
peripatetis” dari kata
Yunani , yang artinya berjalan-jalan.
2.8 Pandangan
Aristoteles terhadap Pendidikan :
v Pendidikan
termasuk kegiatan insani yang mempunyai maksud utama, yaitu : menolong orang
mencapai kebahagiaan ( eudaimonia). Hal tersebut terlihat dari dua
karya utamanya: Etika Nikomakia dan Politik.
v Pertama-tama sebagai dasar
pendidikan Aristoteles menitikberatkan pentingnya panca indera
manusia.
v Pendidikan melalui
kebiasaan harus mendahului pendidikan melalui akal,
dengan kata lain, baik buruknya sesuatu orang dipelajari melalui apa
yang dialaminya. Jadi para pelajar hendaknya dituntun dan dianjurkan untuk
bergaul dengan anak-anak, muda-mudi dan orang Dewasa yang berbudi tinggi, Guru
memiliki tugas menolong murid-muridnya meningkatkan diri menjadi
sama dengan orang-rang yang berbudi tinggi.
v Menurut Aristoteles,perkembangan
kemampuan nalar para pelajar dapat didorong dengan cara meneliti dunia alam dan
sekitarnya.
v Dalam
hal mengambil keputusan etis dan bagaimana caranya orang dapat
menemukan ukuran yang dapat dipercaya, menurut
Aristoteles mengunakan kunci “ Jalan Tengah Kencana “ (
“Golden Mean”) ataumenserasikan diri dengan irama alam
dunia, misalnya : memilih jalan tengan antara kepengecutan dengan
kenekatan secara membabi buta, yaitu keberanian, antara kemalasan dan nafsu
ialah ambisi, antara kerendahan hati dan kesombongan adalah kesederhanaan.
Orang yang dapat menyerasikan dirinya dengan alam dunia,dan mengalami kebajikan
moral baru dapat beroleh gelar “ terpelajar”
3. Quintilianes (
kira-kira 384 -322 s.M )
1.1. Quintilianes berasal
dari Spanyol, ia adalah guru Romawi pertama yang diangkat sebagai guru
Rhetorika ( seni berbicara di depan umum).Ia mengajar selama 20 th.
1.2. Buku
karyanya yang ternama adalah “Institutia Oratoria” (
Pengajaran tentang asas-asas Ilmu Pidato ).
1.3. Quintilianes berpendapat
: Barangsiapa pandai berpidato dapat menolong orang-orang
lain memperoleh keadilan melalui lembaga-lembaga negara.
1.4. Perbedaan
gagasan tentang pendidikan Quintilianes dengan
Plato-Aristoteles :
v Plato-Aristoteles pendidik
Yunani itu menjelaskan gagasan yang luas dan mendalam tentang pendidikan ,
sedangkan Quintilianes lebih terbatas, yaitu mengajar
orang-orang memperoleh salah satu ketrampilan praktis.
1.5 Pendapat Quintilianes “
Filsafat dapat dipalsukan, tetapi kepandaian berpidato,tidak”
Artinya
: orang-orang dapat memberi kesan seolah-olah kepandaian mereka
betul-betul mendalam,meskipun mereka hanya melaporkan pemikiran yang terdapat
di dalam buku-buku saja, lain halnya dengan dengan
orang-orang yang berpidato, pada saat ia mengungkapkan gagasannya, terampil
atau tidaknya ia berpidato langsung kentara. Dia tidak dapat menipu para
pendengarnya.
1.6 Sumbangan
besar Quintilianes terhadap perkembangan ilmu
pendidikan, yaitu:
v memperlakukan
setiap anak didik sebagai seorang pribadi yang perlu dihormati
v para
pendidik diharapkan merencanakan tugas belajar sesuai dengan kemampuan setiap
golongan umur peserta didik
v menolak
bermacam-macam hukuman yang diberikan kepada murid.
1.7 Kekurangan
atau kelemahan pandangan Quintilianes yaitu kefasihan
berpidato menjadi suatu nilai yang mutlak
1.8 Karyanya Quintilianes pada
tahun 1410 M dipupulerkan kembali oleh Poggio, seorang humanis, setelah
Institutio Quintilianes ditemukan kembali dalam
biara Santo Gall, Swis.
B. Pendidikan Agama
Yahudi
B.1
Walaupun tidak 100% yang merupakan dasar Pendidikan Agama Kristen agama
Yahudi adalah pemikiran pedagogis
yang dikembangkan dalam kebudayaan Yunani Romawi seperti yang
diwakili oleh Plato, Aristoteles, dan Quantilianes.
B.2
Para pemikir Kristen mengembangkan struktur
dan isi teologi atas kedua dasar kebudayaan, yaitu Yahudi dan Yunani.
B.3
Hubungan Erat antara paguyuban Yahudi dengan Kristen dapat dilambangkan dengan penemuan para ahli purbakala di
kota Jaresy, Palestina Kuno abad ke 3 dan gedung Gereja Byzantium dari
abad ke 6 suatu rumah ibadah agama yahudi yang jauh lebih tua.
B.4 Sejarah perkembangan Pendidikan Agama yahudi dapat dibagi dalam dua
zaman:
1).
Zaman Saat terbentuknya bangsa Israel sampai pembuangan ke Babel
2).
Zaman Pembuangan Ke Babel dan permulaan Zaman Masehi
B.5.1Pendidikan Agama
Yahudi Zaman Saat terbentuknya bangsa Israel sampai pembuangan ke
Babel
v Berdasarkan
sejarah,bangsa Israel (Ibrani) berasal dari salah satu suku Semit,
yang terlibat perpindahan umum 4000 tahun lalu di daerah barat daya Asia,
sekitar tahun 2000 sM ( zaman Abram )
v Dasar
Teologis Pendidikan Agama Yahudi: berdasarkan keyakinan bahwa Allah
memanggil Abram, dan keturunan Abram dinamakan bangsa yang terpilih.
(
dapat kita baca sebagai petunjuk daar Teologisnya di Ulangan 7:7-8,Kejadian
12,Ulangan 6 :4-9 ).
v Ruang
lingkup Pendidikan Agama yahudi : Pendidikan Agama menjadi bagian inti
dari kegiatan sehari-hari yang lazim dilakukan.Ruang lingkup Pendidikan Agama
yahudi : Pendidikan Agama menjadi bagian inti dari kegiatan sehari-hari yang
lazim dilakukan.
v Perbedaan
orang Yahudi dengan orang Yunani :
Orang
Yunani amat optimis terhadap kekuatan
akal manusia, Orang Yahudi lebih cenderung bersandar pada Tuhan yang menyatakan
diriNya melalui FirmanNya, peristiwa-peristiwa sejarah dan
perbuatan-perbuatanNya yang ajaib.
v Haluan Pendidikan Agama
Yahudi dipengaruhi oleh :
(1).
Kepastian akan adanya penyataan sebagai pengalaman yang diharapkan akan
terjadi.
(2).
Keyakinan Teologis yang berporos pada jati diri bangsa Israel sebagi umat yang
terpilih oleh Tuhan.
v Ada
tiga hal yang menjadi dasar KeyakinanTeologis Pendidikan Agama Yahudi :
(1).
Kepastian akan adanya penyataan sebagai pengalaman yang diharapkan akan
terjadi.
(2).
Keyakinan Teologis yang berporos pada jati diri bangsa Israel sebagi umat yang
terpilih oleh Tuhan.
(3).
Ajaran tentang manusia di dalam Alkitab ( kejadian,Yeremia 2:13b, Yes.1:18-20).
v Tujuan Pendidikan Agama Yahudi
, ialah :
“
Melibatkan angkatan muda dan dewasa dalam sejumlah pengalaman belajar yang
menolong mereka mengingat perbuatan-perbuatan ajaib yang dilaksanakan Allah
pada masa lampau, serta membimbing mereka mengharapkan terjadinya perbuatan
sama dengan penyataan ditengah-tengah kehidupan mereka guna memenuhi
syarat-syarat perjanjian, baik yang berkaitan dengan kebaktian keluarga dan
seluruh persekutuan maupun yang mencakup perilaku yang sesuai dengan kehendak
Tuhan, sebagaimana Ia mengejawantahkan dalam urusan sosial dan pemeliharaan
ciptaan yang dinamakan baik oleh Tuhan”.
v Pengajar
- pengajar dalam pendidikan Agama Yahudi , terdiri atas 4 golongan pemimpin,
yaitu :
1). Kaum Imam
2). Para Nabi
3). Kaum Bijaksana
4). Kaum penyair
v Kurikulum pendidikan
Agama Yahudi
Kurikulum
utama Pendidikan agama Yahudi adalah : “Sejarah yang Di ingat” ( yaitu
Keterlibatan Allah dalam kehidupan mereka)
B.5.2Pendidikan Agama
Yahudi Zaman pembuangan ke Babel dan Permulaan Zaman Masehi
v Dasar
teologi baru untuk Pendidikan agama Yahudi Zaman pembuangan ke Babel dan
Permulaan Zaman Masehi, yaitu :
Ø “Dari
Abu bencana yang sedang menimpa mereka dengan dua pendekatan nabi-nabi yang
bernubuat di Israel ( kerajan Utara) dan Yehuda ( Kerajaan Selatan).
Ø Teologinya
mulai mencakup baik statusnya sebagai bangsa terpilih, maupun hukuman
yang seharusnya dijatuhkan Allah atas diri mereka sebagai akibat
melanggar hukum Tuhan.
v Langkah
atau usaha yang dilakukan dalam rangka menerapkan Pendidikan Agama
Yahudi Zaman pembuangan ke Babel dan Permulaan Zaman
Masehi, yaitu :
Ø Condong mengutamakan
Taurat
Ø Belajar
menafsirkan Firman Tuhan, bahkan terbentuk hari penafsiran(Misyna).
Ø Didalam
Misyna juga terdapat sejumlah petunjuk mempelajari isi taurat dan
mengamalkan serta mentaati isinya (misal:Mazmur 119,Amzal22:6,)
v Lembaga-lembaga
Pendidikan Agama Yahudi Zaman pembuangan ke Babel dan awal gerakan
Kristen yang didirikan antara lain :
1).
Lembaga rumah ibadah (sinagoge).
2). Sekolah
Dasar (Beth-Hasepher atau rumah buku ) tahun 75 sM, dikota
Yerusalem. Kemudian akhirnya berdasarkan keputusan Imam Agung Yosua
ben Gamala, disetiap kabupaten dan kota praja didirikan sekolah dasar.
3). Sekolah Menengah Pertama
( Beth Talmud).
Ø Anak
laki-laki mulai masuk sekolah dasar usia 6 tahun, mereka mulai mempelajari
bahasa Ibrani,Taurat, nubuat dan tulisan - tulisan lain, seperti Mazmur.
Ø Pada
umur 10 tahun diharapkan mereka sudah mampu membaca seluruh
Perjanjian Lama dalam bahasa Ibrani.
Ø Sekitar
umur 10 atau 11 tahun, mereka boleh diterima di SMP,dan mulai belajar tentang
Misyna : suatu penafsiran tentang alkitab.
Ø Disamping
belajar Misyna, Talmud dan Haggadah ( bahan hukum dan etis dari Talmud )
murid-murid itu juga mempelajari ilmu hitung, ilmu bintang, ilmu
bumi dan ilmu hayat.
v Gaya mengajar di sekolah
Yahudi ;
Ø Menitik beratkan metode
menghafalkan
Ø Bahan yang dipelajari murid
dinyanyikan
Ø Ancaman hukuman
dan hukuman dipakai untuk meningkatkan perhatian murid.
v Para Pelajar :
Ø Anak –anak perempuan tidak
memperoleh tempat dalam sistem persekolahan Yahudi. Hanya diutamakan anak
Laki-laki.
v Kurikulum
: terbatas tetapi apa yang dipelajarinya, dipelajari dengan teliti,
anak didiknya terlatih untuk berpikir secara agamawi dalam menghadapi urusan
sehari-hari.
BAB II
PENDIDIKAN AGAMAWI DALAM PERJANJIAN BARU
A. Pendidikan Yang Berporos
Yesus Sendiri
1. Yesus
sebagai Buah Pendidikan Agama Yahudi,
Karena Yesus yang lahir dan bertumbuh di lingkungan orang
Yahudi, sedikit banyak mempengaruhi tindakan-Nya dalam mengajar pendidikan
Agama. Perjanjian Baru identik dengan Yesus, Artinya
sebagian besar pokok bahasan dalam Perjanjian Baru berbicara mengenai Yesus,
terutamaempat kitab pertama atau Injil sinoptis.
2. Yesus
Sebagai Seorang Guru
Yesus
diakui sebagai Guru Agung, karenanya semua pembahasan tentang pendidikan agama
dalam Perjanjian Baru sepatutnya dimulai dari Pribadi ini. Yesus mempunyai hubungan yang khusus dengan Bapa-Nya.
Tetapi hubungan ini tidak menghalangi Yesus untuk belajar sebagaimana layaknya
anak laki-laki Yahudi lainnya. Ucapan Yesus dalam Lukas 6:40, Mat 10:24-25 dan
Yoh 13:16-17, setidaknya menunjukkan pada kita bagaimana Yesus belajar.
Dulu
Ia adalah seorang murid. Kemudian Ia belajar pada guru-guru-Nya. Sama seperti
anak laki-laki Yahudi lainnya, keluargalah guru-Nya yang pertama. Seperti yang
diceritakan oleh empat Injil dalam Alkitab, kita dapat menarik kesimpulan bahwa
orang tua-Nya berusaha memenuhi semua syarat agama Yahudi yang berlaku bagi
mereka, baik yang bersifat liturgis maupun yang bukan liturgis. Kemudian
setelah Ia dewasa, Ia masuk ke rumah ibadat menurut kebiasaan-Nya pada hari
Sabat. Kemungkinan besar Ia juga menghadiri sekolah ibadat di Nazaret dan
sekolah Beth Talmud. Di sinilah Yesus memperoleh pengetahuan isi Perjanjian
Lama dan menafsirkannya. Ia juga mengetahui cara berpikir orang Farisi dan
Saduki. Jadi, minimal Yesus telah memperoleh pendidikan dalam bahasa Ibrani
agar Ia mampu membaca Taurat.
Dalam
kitab Matius dan Yohanes, Yesus diberi gelar “Rabi”, guru, suatu gelar yang tidak dipakai sembarangan dalam pembicaraan. Di
dalam Injil diceritakan tentang kegiatan-Nya, “mengajar” yang merupakan
pelayanan yang paling awal yang kemudian disusul dengan “memberitakan Injil”
dan “melenyapkan segala penyakit dan kelemahan”. Sama seperti rabi lainnya, Dia
menarik perhatian beberapa pengikut yang dinamakan “murid-murid”; suatu istilah
teknis yang berkaitan dengan orang-orang yang belajar dari bimbingan seorang
pengajar.
Metode
perdebatan-Nya sama seperti para rabi lainnya,
misalnya menggunakan perumpamaan-perumpamaan. Isi pengajaran-Nya juga
menyerupai isi pengajaran para rabi, seperti membicarakan hukum Taurat, hukum
yang terutama yaitu keharusan mengasihi baik Allah maupun manusia. Di antara
para pengikut-Nya terdapat perempuan-perempuan, memperhatikan anak-anak kecil,
bergaul dengan orang-orang berdosa misalnya pemungut cukai dan wanita sundal,
yang pantang sekali bagi kaum rabi. Hal inilah yang membedakan Yesus dan para
rabi di zaman-Nya.
Dengan
menekankan identitas Yesus sebagai guru bukan berarti identitas-Nya yang lain
harus ditolak. Sebenarnya
istilah mana pun kurang mencukupi untuk mencakup semua segi watak-Nya, tetapi
dengan ‘Guru’ dan ‘Juruselamat’, kita mulai lebih dekat kepada siapa sebenarnya
Yesus itu. Sang Guru inilah yang memanggil jemaat-Nya untuk mengajar dan
diajar. Salah satu penyebab Yesus disebut sebagai Rabi adalah terdapat dalam
kharisma yang dimiliki oleh-Nya ketika Ia menyampaikan pengajaran-Nya. Ia mampu
menarik perhatian banyak orang melalui suara-Nya sehingga dapat menimbulkan
kepercayaan dalam diri mereka yang mendengarkan-Nya.
Kegiatan
Yesus lebih sering digambarkan dengan kata kerja “mengajar”, daripada
memberitakan atau berkhotbah.
Mengajar
bukan sekedar memindahkan pengetahuan dari orang yang lebih tahu pada orang
yang belum tahu. Mengajar adalah ilmu mengajarkan sesuatu secara tepat dan
cepat sehingga orang yang diajar dapat memahami, menanggapi dan mempraktikannya.
Kegiatan
inilah yang Yesus lakukan saat itu. Ia ingin bahwa setiap orang yang menerima
pengajaran-Nya, bukan hanya mendengar tetapi juga memeliharanya dan orang yang
melakukan ini adalah orang yang berbahagia (Luk. 11:28). Memelihara dalam arti
mempraktikkan dalam kehidupan sehari-hari.
Yang
diajarkan-Nya adalah diri pribadi-Nya sendiri.
Melalui kegiatan mengajar itu Ia menyatakan seluruh rencana Allah
3. Gaya
Mengajar Yesus
Yesus
juga mengajar dengan cara memperhadapkan orang-orang kepada tantangan pokok,
yaitu apakah mereka rela mengabdikan diri kepada Allah yang dinyatakan dalam
diri Yesus itu atau tidak. Beberapa metode yang dipakai Yesus seperti yang
ditulis dalam keempat Injil antara lain:
- Ceramah, Yesus berusaha menyampaikan pengetahuan
kepada murid-murid-Nya atau menafsirkan pengetahuan tersebut. Melalui
pendekatan ini Ia mengharapkan dua tanggapan dari para pendengar-Nya yaitu
pengertian mendalam dan perilaku baru.
- Bimbingan, selain mengajar melalui ceramah Yesus
juga memberikan bimbingan kepada murid-murid-Nya mereka diajar melalui
tinjauan yang harus diamalkan. Ia memberitahukan apa yang mereka harus
lakukan dan ke mana mereka pergi kelak.
- Menghafalkan
, menghafalkan ayat-ayat
tertentu dalam Alkitab.
- Perwujudan, metode ini dipakai oleh penulis Injil
Matius terhadap pelayanan Yesus dan merupakan pendekatan khas Matius,
namun contohnya diberikan oleh Yesus sendiri. Dengan perwujudan-Nya Yesus
mengajarkan kepada murid-murid-Nya bahwa diri pribadi-Nyalah penyataan
yang baru itu dan bukan hanya pengajaran-Nya.
- Dialog, Yesus mengajukan pertanyaan yang baru
sebagai tanggapan atas pertanyaan yang sebelumnya diajukan kepada-Nya.
Pada setiap tahap pertukaran pikiran, orang yang diajak berdialog
diarahkan untuk menggali pemahamannya lebih dalam lagi.
- Studi
Kasus, perumpamaan yang diceritakan
Yesus merupakan studi kasus. Dengan pendekatan ini Yesus menggariskan
seluk-beluk salah satu kasus dan mengundang para pendengar-Nya
memanfaatkan akal dan iman-Nya. Mereka didorong untuk memikirkan inti
persoalannya dan bagaimana memecahkannya.
- Perjumpaan, dengan metode ini para pelajar ditantang
secara langsung untuk mengambil keputusan. Di sini Yesus tidak bercerita.
Ia memprakarsai pertanyaan yang pribadi dan besar sekali maknanya.
Contohnya di dalam peristiwa di Kaisarea Filipi (Mat 16:13-20)
- Perbuatan Simbolis, maksud Yesus
menggunakan metode perbuatan simbolis adalah Pelayanan itu perlu pengorbanan diri
sebagai tujuan utama kehidupanNya. Contoh perbuatan Simbolis : Yesus di
depan umum dibaptis oleh Yohanes Pembaptis.
B. Pendidikan
Agama Kristen dalam surat-surat tertentu dari PB
1. Surat
kepada Jemaat di Tesalonika
v Surat
kepada jemaat di Tesalonika ini rupanya dikirim dari kota Korintus pada tahun
50 SM, jadi 17 tahun sesudah kebangkitan Yesus.
v Pendidikan
dalam jemaat merupakan salah satu cara yang disediakan agar rang-orang dapat
mendengarkan Firman Tuhan.
v Selama
Paulus bekerja di Tesalonika, ia terlibat pelayanan berkotbah disusul
kegiatan mendidik dan membina jemaat. Jadi berkotbah saja tidak cukup, mesti
ada pelayanan mendidik agar para jemaat bertumbuh dalam imannya.
v Orang-orang
Kristen tidak dihasilkan begitu saja, tetapi melalui pendidikan yang
sungguh-sungguh dalam para-dosis ( melalui tradisi dan intisari
Injil ).
v Paulus
mengganggap bahwa pengajaran yang disampaikannya bukan gagasan atau
bukan berasal dari dirinya, tetapi Allah yang memberi paraggelia(petunjuk,
bimbingan) ( I Tes 4:2), Paulus menyampaikan suatu paradosis ( pengajaran yang
telah diterima) ( 2 Tes 2: 15).
v Ada 4 (empat) macam
bahan dalam surat Tesalonika, yaitu :
1). Ajaran Teologis (1Tes 1:1-10,
1Tes 5:9, 1Tes 4:13-18 )
2).Pengajaran Etis ( 1 Tes 4:1,3 ,
9, 1 Tes 5:14-15 )
3).Tata Gereja ( 1 Tes 5
:12-13 )
4).Kata-kata yang menyerupai ucapan
Yesus ( 1Tes 4:1,1Tes 4:15,1Tes 5:2, Mat24:43 1 Tes 5:5,7 )
2. Surat
– surat penggembalaan
v Surat-surat
pengembalaan ( 1 dan II Timotius dan Titus ) disusun 50 dan 70 tahun sesudah
penulisan surat-surat Tesalonika.
v Rasul Paulus meninggal di
Roma sekitar kira-kira tahun 64M, jadi jelaslah pengarang ketiga surat
penggembalaan bukanlah Paulus.
v Beberapa ajaran –ajaran yang
dipertahankan:
Ø Ajaran teologis (I Tim
6:20, 2 Tim 1:14, 1 Tim 2:7, 2Tim 2:2, 1 Tim2:3)
Ø Pengajaran etis ( 1 Tim 6
:9-10, 2Tim 3:2-3, Titus 3:3)
Ø Petunjuk-petunjuk
tentang jabatan gerejawi ( 1 Tim 3 : 1-13)
Ø Perkataan-perkataan Tuhan
Yesus sebagai ukuran yang dipakai untuk menilai mutu kehidupan seorang Kristen.
( 1Tim 6:3)
v Beberapa ajaran teologis yang
dipertahankan :
Ø I Tim 6:20 Hai
Timotius, peliharalah apa yang telah dipercayakan kepadamu.
Hindarilah omongan yang kosong dan yang tidak suci dan
pertentangan-pertentangan yang berasal dari apa yang disebut pengetahuan,
Ø 2 Tim 1:14 Peliharalah
harta yang indah, yang telah dipercayakan-Nya kepada kita, oleh Roh Kudus
yang diam di dalam kita.
Ø 1 Tim 2:7, 2Tim 2:2, 1 Tim
2:3
BAB III
PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DALAM GEREJA PURBA (
Abad ke-2 dan ke-5 )
A. Lingkungan
Luasnya
B. Tantangan
Budaya terhadap
C. Keprihatinan
Gereja Terhadap Pelayanan Pendidikan
v Pendidikan
agama Kristen yang dikembangkan oleh Gereja Purba merupakan usaha
untuk bergumul dengan kebudayaan yang nilai-nilainya bertentangan terhadap
lingkungan luas disekitarnya.
v Tantangan
pertama yang dihadapi adalah terkait dengan kepercayaan sekitar gereja
yang masih politeisme.
v Tantangan
kedua adalah terkait dengan masalah intelektual kebudayaan yang
bertentangan dengan Injil, sehingga membuat beberapa gereja memutuskan untuk
memisahkan diri dari kebudayaan itu.
v Sehingga
dari sini muncul seorang Tertulianus yang menjadi tokoh gereja
yang berani membuat garis pemisah antara gereja dan kebudayaan. Dalam hal ini
persekutuan Kristen wajib untuk memisahkan diri secara mutlak dari pengaruh
kebudayaan Yunani-Romawi.
v Sebaliknya,
ada tokoh lain yaitu Hieronimus dan Basil lebih mengarah kepada
pemahaman untuk memanfaatkan kebudayaan tersebut yang tidak bertentangan secara
langsung dengan nilai Injil. Artinya, tidak semua kebudayaan itu buruk sehingga
harus ditolak. Tetapi perlu ada penyaringan yang baik, sehingga mendapatkan
sebuah jalan keluar yang menjembatani keduanya untuk berguna bagi pelayanan.
Pertentangan kedua pendapat ini berlangsung cukup lama, bahkan ketika 2 abad
sesudah mereka wafat, perbedaan sudut pandang ini masih saja dipertentangkan.
v Tantangan
ketiga yang dihadapi oleh Gereja purba adalah terkait dengan masalah
relegiusitas atau keagamaan.
Dalam
hal ini ada beberapa aliran yang menghambat proses perkembangan gereja antara
lain, :
Ø Gnostik,
Ø Mitraisme dan
Ø Neo-Platonisme.
Gnostik berasal dari bahasa Yunani “gnosis” yang berarti
“pengetahuan”. Tetapi pengetahuan disini bukan sesuatu yang bisa diperoleh dari
mempelajari sesuatu, melainkan sesuatu yang diterima langsung dan bersumber
dari sorga.
Untuk
Mitraisme, belum jelas sejauh mana agama
Kristen dipengaruhi olehnya, tetapi bila memperhatikan secara sejarah nampaknya
pengaruh dariMitraisme lahir dalam hal perayaan dan
sakramen. Contohnya adalah perayaan natal pada 25 Desember dan permandian
dengan darah lembu yang sebelumnya pesertanya harus di “sidi” terlebih dahulu.
v Tantangan
keempat atau yang terakhir adalah tuduhan dari kebudayaan Unani-Romawi
yang mengatakan bila orang Kristen tidak bertuhan. Dalam hal ini mereka
mengatakan bila orang Kristen tidak menyembah dewa-dewi yang berwujud patung,
maka dikatakan bila orang Kristen tidak bertuhan.
Menanggapi semua tuduhan itu, para pendidik Kristen menolak semuanya. Artinya, memang warga Kristen mengasihi sesamanya, termasuk musuhnya, tetapi mereka tidak berzinah. Dalam hal ini perilaku mereka sangat susila dimana setiap hari mereka bersyukur pada Tuhan atas segala keperluan hidup yang diberikan Tuhan pada mereka. Dalam menghadapi semua tantangan dan tuduhan itu, pendidik Kristen memberikan pembelaan yang baik. Artinya disini adalah, menjelaskan semua alasan dan fakta kebenaran mengapa mereka melakukan itu bukan berdasarkan kebencian atau ketidak setiaan kepada Negara, tetapi lebih kepada keputusan untuk member pada yang prioritas.
Menanggapi semua tuduhan itu, para pendidik Kristen menolak semuanya. Artinya, memang warga Kristen mengasihi sesamanya, termasuk musuhnya, tetapi mereka tidak berzinah. Dalam hal ini perilaku mereka sangat susila dimana setiap hari mereka bersyukur pada Tuhan atas segala keperluan hidup yang diberikan Tuhan pada mereka. Dalam menghadapi semua tantangan dan tuduhan itu, pendidik Kristen memberikan pembelaan yang baik. Artinya disini adalah, menjelaskan semua alasan dan fakta kebenaran mengapa mereka melakukan itu bukan berdasarkan kebencian atau ketidak setiaan kepada Negara, tetapi lebih kepada keputusan untuk member pada yang prioritas.
v Dalam
memberikan tentangan terhadap semua tuduhan ini muncul seorang tokoh bernama
Origenes yaitu seorang teolog dari abad ke-3 yang menjawab melalui
karyanya yang berjudul “Contra Celsum” (Melawan Kelsus).
Sedkit terlepas dari tantangan yang dihadapi oleh gereja diatas, Gereja juga memiliki keprihatinan terhadap pelayanan pendidikan. Dalam hal ini usaha untuk memperoleh suatu gambaran yang jelas dan lengkap tentang keprihatinan pedagogis gereja purba itu agak sulit. Hal ini disebabkan jemaat tidak memiliki Komisi Pendidikan Kristen. Sehingga dari sini muncul masalah lain yaitu, tidak adanya penerbit Kristen yang mengeluarkankurikulumtertulis.
Keprihatinan selanjutnya juga menyangkut masalah ketidak pastian pengajaran atau dokmatika. Sebagai akibatnya, mau tidak mau jemaat wajib mengambil keputusan tentang siapa sebenarnya Yesus, sebab Dialah alasan pokok mengapa jemaat itu berada.
Sedkit terlepas dari tantangan yang dihadapi oleh gereja diatas, Gereja juga memiliki keprihatinan terhadap pelayanan pendidikan. Dalam hal ini usaha untuk memperoleh suatu gambaran yang jelas dan lengkap tentang keprihatinan pedagogis gereja purba itu agak sulit. Hal ini disebabkan jemaat tidak memiliki Komisi Pendidikan Kristen. Sehingga dari sini muncul masalah lain yaitu, tidak adanya penerbit Kristen yang mengeluarkankurikulumtertulis.
Keprihatinan selanjutnya juga menyangkut masalah ketidak pastian pengajaran atau dokmatika. Sebagai akibatnya, mau tidak mau jemaat wajib mengambil keputusan tentang siapa sebenarnya Yesus, sebab Dialah alasan pokok mengapa jemaat itu berada.
v Origenes
dalam karyanya dogmatika yang berjudul De Principiis (Asas Dasariah Iman
Kristen) mengajarkan bila Yesus Kristus sudah ada sejak permulaan dunia. Ia
tidak hanya muncul pada titik tertentu dalam sejarah manusia. Dalam hal ini
juga Origenes memecahkan masalah mengenai Inkarnasi Kristus dengan jalan
mengemukakan adanya nyawa yang dimiliki Yesus dan yang tidak boleh diambil dari
pada-Nya (Yoh. 10:17-18).
v Seorang
tokoh lagi yang memberikan solusi pada masa keprihatianan gereja purba terkait
dengan dogmatika adalah Eusebius seorang ahli sejarah gereja Purba
yang mengarang sekitar tahun 325 M. Dalam hal ini Eusebius menegaskan bila
Yesus Kristus adalah Anak Allah yang tidak terbelenggu oleh persyaratan waktu
manusia. Ia ada sejak permulaandunia.
v Disamping
semua usaha diatas, pada umumnya terdapat pula pengajaran melalui dua macam
usaha, yaitu isi nyanyian rohani yang dipelopori oleh Efraim, pendeta di
siria, dan melalui mutu kehidupan para warga Kristen sendiri yang dipupuk
melalui kebaktian umum,doapribadidanpuasa.
D. Lima
Pendidik Besar
Terkait dengan perkembangan
pendidikan agama Kristen dalam gereja purba, ringkasnya ada lima pendidik besar
yang cukup mempengaruhi perkembangan pendidikan Kristen dalam gereja purba
antara lain Clementus, Origenes, Hieronimus, Chysostomus dan Augustinus.
1. Clementus (150-215M.)
1. Clementus (150-215M.)
v Lahir
di Athena dan meninggal di Palestina. Dalam hal ini Clementus sangat rajin
dalam menjembatani pemikiran Kristen dengan kebudayaan Yunani
sebagaimana diwakili dalam tulisan - tulisan Homerus, Plato, dan kaum
filsuf Stoa.
v Gagasan pokok dalam hal
pendidikan Agama Kristen disampaikan dalam tiga karya besarnya yaitu;
Ø Protrepikos atau nasihat yang
disampaikan kepada kaum kafir,
Ø Paidagogos atau Sang
pendidik yaitu Kristus dan
Ø Stomateis yang merupakan
bunga rampai.
v Dalam
hal ini Clementus menjembatani hubungan antara pekabaran Injil dan pendidikan
dengan sebuah pertanyaan; Apakah dengan pendidikan itu orang-orang bertobat
dan menerima Kristus, atau apakah mereka harus lebih dahulu mendengar Injil,
bertobat dan sesudah itu baru dapat diajar ? dalam hal ini Clementus tidak
menarik garis pemisah yang lebar antara kedua pelayanan itu, karena Kristus,
Sang Pengajar itu, terlibat dalam kedua-duanya.
v Tujuan
PAK tidak dikemukakan secara langsung, tetapi berdasarkan isi tulisannya
dapat disimpulkan bahwa Clementus ingin menghasilkan seorang Kristen yang
mewujudkan dalam diri pribadinya sifat yang paling kaya yang berasal dari Injil
Kristus dan dari kebudayaan Yunani.
v Clementus memberikan
4 unsur dalam pendidikan antara lain adalah:
1). pendidikan mencakup seorang yang rela diajar,
2). seorang lain yang mengajar,
3). suatu proses yang memperlancar pengalaman belajar mengajar
dan
4). berbagi hasil dari pengalaman tersebut.
2. Origenes
(182-224 M.)
v Seorang
pelajar sekaligus “rector” sekolah kakismus di Aleksandria. Dalam diri
Origenes tergabung filsafat Yunani dan Iman Alkitabiah. Origenes menghargai
filsafat sebagai alat untuk menolong orang-orang menjernihkan pikiran, tetapi
filsafat itu sendiri kurang bobotnya untuk memperoleh pengetahuan yang
ilahi.
Origenes menerima gagasan tentang kedua tingkat kenyataan, yaitu kenyataan duniawi yang selalu berubah dan kenyataan rohani yang sama selama-lamanya. Namun demikian bagi Origenes akal manusia mempunyai kemungkinan yang teram kaya raya. Dalam hal ini juga
Origenes menerima gagasan tentang kedua tingkat kenyataan, yaitu kenyataan duniawi yang selalu berubah dan kenyataan rohani yang sama selama-lamanya. Namun demikian bagi Origenes akal manusia mempunyai kemungkinan yang teram kaya raya. Dalam hal ini juga
v Origenes
menegaskan bila kemampuan daya pikir manusia terbatas. Itu sebabnya manusia
memerlukan penyataan dari Allah melalui Alkitab dan Yesus Kristus (Origenes
menggunakan metode penafsiran alegoris). Selain itu
v Origenes
juga mengecam semua bentuk kebodohan dan ketidaktahuan, karena semuanya itu
menunjukan bagaimana orang-orang yang bersangkutan tidak mempergunakan karunia
besar yang diberikan Tuhan kepada manusia, yaitu kemampuan berpikir secara
rasional.
3. Hieronimus (345-420 M.)
v Hieronimus seperti yang
telah disinggung di atas adalah seorang penterjemah Alkitab kedalam Vulgata
atau bahasa latin.
v Dalam hal
pendidikan, Hieronimus adalah seorang seorang guru bagi kaum wanita golongan
elit Romawi.
v Metode pendidikan yang
digunakan oleh Hieronimus agak kaku, mana ia lebih bersifat mengindoktrinasi
peserta didik dari pada bersifat pembinaan yang mendorong anak didik kreatif
untuk berpikir.
v Dalam hal ini,
Hieronimus tidak secara langsung mengungkapkan tujuan dari pendidikan, namun
dari beberapa kasus pendidikan yang ditanganinyamenunjukan bila tujuan dari
pendidikan adalah mendidik “jiwa”, yaitu menjadi sempurna seperti Bapa
adalah sempurna (Mat. 5:48).
Sekalipun terkesan kaku dan
mengindoktrinasi dalam melaksanakan pendidikan, Hieronimus mengatakan bila
hukuman jangan dipakai bila anak tidak depat menangkap atau berbuat sesuatu
yang mungkin masih terlampau sulit baginya. Mesti ada kesabaran dari pihak
guru, demikian nasehatnya.
Membahas mengenai ruang lingkup pendidikan, Hieronimus membaginya dalam tiga
bagian pokok yaitu, penggunaan bahasa baik Yunani maupun Latin, kemudian
pengetahuan dan pengalaman rohani, terakhir adalah ketrampilan memintal,
menjahit dan sebagainya (bagi kaum perempuan).Dalam memberikan pengajaran Alkitab, Hieronimus tidak mengajar secara kronologis, melainkan disesuaikan dengan kebutuhan yang tersusun dalam sebuah kurikulum.
4. Yohanes
Chrysostomus (347-407 M.)
Berasal dari Antiokhia yang kemudian mendapat gelar “Chrysostomus” atau “mulut Kecana” dan “maha guru dunia”. Gelar pertama melambangkan kemampuanya sebagai seorang pengkhotbah dan kedua adalah terkait dengan sumbangannya dalam pendidikan. Sebagai seorang Uskup Agung kota Konstantinopel (Istambul) ia sangat berani dalam usaha menerapkan peraturan gerejawi, khususnya atas para pendeta, biarawan juga uskup. Buah pikirannya dalam hal pendidikan dituangkan dalam judul “jalan yang layak bagi para orang tua untuk mendidik anaknya”.
Berasal dari Antiokhia yang kemudian mendapat gelar “Chrysostomus” atau “mulut Kecana” dan “maha guru dunia”. Gelar pertama melambangkan kemampuanya sebagai seorang pengkhotbah dan kedua adalah terkait dengan sumbangannya dalam pendidikan. Sebagai seorang Uskup Agung kota Konstantinopel (Istambul) ia sangat berani dalam usaha menerapkan peraturan gerejawi, khususnya atas para pendeta, biarawan juga uskup. Buah pikirannya dalam hal pendidikan dituangkan dalam judul “jalan yang layak bagi para orang tua untuk mendidik anaknya”.
Tujuan pendidikan Kristen menrutnya
adalah menjadi seorang “olahragawan” bagi Kristus. Latihan menurutnya bukan
dilakukan untuk mengisi waktu senggang, tetapi melalui sebuah displin khusus.
Dalam disiplin ini, pendidikan melibatkan panca indra yang ada yaitu, mulut /
dengan pengucapan lisan, telinga/ pendengaran, hidung/ penciuman, mata /
penglihatan dan terakhir adalah indera peraba yang meliputi seluruh badan.
5. Augustinus (354-430 M.)
Agustinus seorang teolog yang dilahirkan di Afrika Utara, dalam hal ini Agustinus disebut sebagai raksasa pertama dalam sejarah gereja yang diubah secara mendalam oleh surat Roma selain dari Martin Luther dan John Wesley di Inggris. Tugas pertama dalam pelayanannya adalah sebagai seorang kepala sekolah kateketika (perguruan tinggi Kristen). Pemikiran Augustinus dalam hal pendidikan berakar dalam refleksinya sebagai seorang Kristen atas pendidikan yang ia alami dulu, bidang filsafat, khususnya Plato dan misteri anugerah Allah yang dinyatakan melalui Alkitab dan Yesus Kristus. Asas yang diyakini dalam hal pendidikan adalah, pelajar diajar bukan oleh kata-kata saja, melainkan oleh segala apa yang dinyatakan secara batin kepadanya oleh Allah.
5. Augustinus (354-430 M.)
Agustinus seorang teolog yang dilahirkan di Afrika Utara, dalam hal ini Agustinus disebut sebagai raksasa pertama dalam sejarah gereja yang diubah secara mendalam oleh surat Roma selain dari Martin Luther dan John Wesley di Inggris. Tugas pertama dalam pelayanannya adalah sebagai seorang kepala sekolah kateketika (perguruan tinggi Kristen). Pemikiran Augustinus dalam hal pendidikan berakar dalam refleksinya sebagai seorang Kristen atas pendidikan yang ia alami dulu, bidang filsafat, khususnya Plato dan misteri anugerah Allah yang dinyatakan melalui Alkitab dan Yesus Kristus. Asas yang diyakini dalam hal pendidikan adalah, pelajar diajar bukan oleh kata-kata saja, melainkan oleh segala apa yang dinyatakan secara batin kepadanya oleh Allah.
Dengan
kata lain,seseorang harus percaya sebelum dapat berpikir secara mendalam .
artinya seseorang tidak dapat belajar tentang kebenaran agamawi itu dengan
jalan “diisi dari luar”, malahan penerima kebenaran itu memerlukan respon pribadi
terhadap Allah.
Sejauh dapat kita ketahui, Augustinus tidak pernah menyusun suatu tujuan yang bulat bagi pendidikan agama Kristen. Ada perkiraan yang menyakan tujuan pendidikan menurut Augustinus adalah meghantar para pelajar untuk memupuk kehidupan rohani, membukakan diri kepada Firman Tuhan, memperoleh pengetahuan tentang perbuatan Allah yang dilaporkan dalam Alkitab dan bacaan lainnya, agar dengan demikian mereka mengalami hikmat, suatu pengalaman yang di dalamnya terkandung kesalehan, persekutuan dengan Allah, kebahagiaan pribadi, pengetahuan dan pengertian serta kemampuan untuk hidup sebagai warga gereja dalam suatu masyarakat umum. Dalam hal ini Augustinus melihat bila Yesus Kristus adalah satu-satunya Guru Agung.
Dari segi penyusunan isi pelajaran atau kurikulum, Augustinus menentang semua kecondongan mengkotakan pelajaran dalam hal yang disebut “sekuler” dan yang disebut “agamawi” atau “kristiani”. Artinya, Augustinus tidak setuju dengan pendekatan yang mengajarkan setiap vak terpisah dari yang lain, khususnya dari pengalaman agamawi. Dalam hal ini semua vak wajib disoroti sejauh mungkin dari iman kristiani. Terkait dengan metode pembelajaran yang digunakan, nampaknya Agustinus lebih condong menggunakan metode dialog sebagai metode terbaik dalam mencapai pendidikan yang diharapkan.
Cara mengajar yang digunakan oleh Augustinus condong memanfaatkan dua metode pokok, yaitu penjelasan panjang lebar yang dibawakan secara lisan dan suatu pendekatan dialogis. Namun demikian dalam hal ini Augustinus berceramah dan berdialog dengan bervariasi. Ia menyiapkan bahan atau materinya dengan jelas dan sistematis.
Sejauh dapat kita ketahui, Augustinus tidak pernah menyusun suatu tujuan yang bulat bagi pendidikan agama Kristen. Ada perkiraan yang menyakan tujuan pendidikan menurut Augustinus adalah meghantar para pelajar untuk memupuk kehidupan rohani, membukakan diri kepada Firman Tuhan, memperoleh pengetahuan tentang perbuatan Allah yang dilaporkan dalam Alkitab dan bacaan lainnya, agar dengan demikian mereka mengalami hikmat, suatu pengalaman yang di dalamnya terkandung kesalehan, persekutuan dengan Allah, kebahagiaan pribadi, pengetahuan dan pengertian serta kemampuan untuk hidup sebagai warga gereja dalam suatu masyarakat umum. Dalam hal ini Augustinus melihat bila Yesus Kristus adalah satu-satunya Guru Agung.
Dari segi penyusunan isi pelajaran atau kurikulum, Augustinus menentang semua kecondongan mengkotakan pelajaran dalam hal yang disebut “sekuler” dan yang disebut “agamawi” atau “kristiani”. Artinya, Augustinus tidak setuju dengan pendekatan yang mengajarkan setiap vak terpisah dari yang lain, khususnya dari pengalaman agamawi. Dalam hal ini semua vak wajib disoroti sejauh mungkin dari iman kristiani. Terkait dengan metode pembelajaran yang digunakan, nampaknya Agustinus lebih condong menggunakan metode dialog sebagai metode terbaik dalam mencapai pendidikan yang diharapkan.
Cara mengajar yang digunakan oleh Augustinus condong memanfaatkan dua metode pokok, yaitu penjelasan panjang lebar yang dibawakan secara lisan dan suatu pendekatan dialogis. Namun demikian dalam hal ini Augustinus berceramah dan berdialog dengan bervariasi. Ia menyiapkan bahan atau materinya dengan jelas dan sistematis.
E. Tiga
wadah Pedagogis yang Pokok.
1. Jemaat
Sebagai Persekutuan Yang Beribadah
v Persekutuan
yang beribada tersebut menghasilkan Liturgi
2. Wadah
Katekumenat
v Katekumenat
merupakan jawaban gereja Purba menanggulangi masalah banyaknya orang dewasa
yang ingin mengabdikan diri kepada Kristus.
3. Wadah
Sekolah Katekisasi
v Mutu
pendidikan katekisasi yang diterima diperguruan Kristiani itu dibuktikan oleh
nama-nama tamatannya yang telah memberikan sumbangan yang kaya-raya kepada
Gereja, misalnya Clementus,Origenes dan Agustinus dan Nyssa.
BAB IV
PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN PADA ABAD PERTENGAHAN
( Dari Abad ke-6 s/d Abad ke – 14 )
A.
Lingkungan Luasnya
1. Pendidikan
Agama Kristen melalui Bahasa dan Rupa Lambang
v Gaya
berpikir secara simbolis mempunyai sejarah panjang sekali, khususnya
yang dikembangkan kebudayaan di mana saja untuk menyampaikan kebenaran
rohani. Alasannya ialah karena agama apapun melibatkan para
pemeluknya dalam keprihatinan-keprihatinan yang mustahil dibatasi dengan dunia
ini saja. Terdapat keprihatinan yang melampaui kemampuan bahasa insani untuk
menguraikannya sehingga menjangkau ke kedalaman kenyataan.
v Keadaan
bersejarah dari Gereja abad pertengahan merupakan tanah subur bagi
perkembangan simbol-simbol yang mendobrak hati jemaat.
v Tercatat
ada enam jenis lambang yag memainkan peranan dalam Pendidikan Agama Kristen
zaman itu, yaitu:
Ø Sakramen Baptisan,
Persyaratan
ketat yang dikembangkan Gereja Purba yang wajib dipenuhi oleh setiap calon
baptisan sebelum diterima sebagai anggota sah, diperlemmah bahkan dihapuskan
sama sekali dalam praktek Gereja abad pertengahan. Alasannya berakar dalam
perbedaan budaya yang dialami kedua gereja itu. Bagi Gereja Purba,
kebudayaannya menghargai kepentingan pendidikan. Pada abad pertengahan, gereja
mengembangkan tindakan yang cenderung mengutamakan kesan atau perasaan dalam
diri para warga ketimbang menambah sejumlah pengetahuan, pengertian dan
pengabdian diri. Perubahan tersebut dibenarkan berdasarkan penafsiran
teologi Augustinus. Jadi dalam praktek P.A.K pada abad pertengahan boleh
diganti dengan ritus baptisan.
Ø Sakramen Misa,
Selama
para warga jemaat beribadah, mereka dididik melalui pancaindera yang menolong
mereka menyerap sebagian dari makna simbolis dari tindakan yang sedang
berlangsung. Walaupun para warga dididik melalui simbolisme Misa namun
pendidikan tersebut berat sebelah, karena para warga tidak diperlengkapi dengan
pembinaan melalui sumber iman yang tertulis.
Ø Drama Agamawi,
Para
warga yang tidak dapat membaca masih diberikan kesempatan belajar melalui drama
itu. Meskipun sumber kesempatan tersebut masih terbatas, sama ruang lingkupnya,
namun banyak warga dapat dilibatkan dalam kegiatan yang menghasilkan injil yang
tidak kelihatan menjadi lebih nyata.
Ø Seni luki/patung,
Penggunaan
seni lukis dan patung untuk memperlihatkan sejumlah peristiwa dari Alkitab yang
dipakai gereja untuk mendidik. Dari segi ilmu pendidikan, setiap lukisan/gambar
yang termuat dalam naskah yang berhiasan itu merupakan alat peraga yang amat
menarik bagi para warga jemaat yang tidak dikelilingi oleh bentuk komunikasi
massal yang begitu kaya raya seperti yang dianggap biasa dalam dunia modern.
Ø Buku naskah yang
berhiasan
Penggunaan
seni lukis dan patung untuk memperlihatkan sejumlah peristiwa dari Alkitab yang
dipakai gereja untuk mendidik. Dari segi ilmu pendidikan, setiap lukisan/gambar
yang termuat dalam naskah yang berhiasan itu merupakan alat peraga yang amat
menarik bagi para warga jemaat yang tidak dikelilingi oleh bentuk komunikasi
massal yang begitu kaya raya seperti yang dianggap biasa dalam dunia modern.
Ø Seni
bangunan bangunan gedung Gereja.
Pengalaman
belajar yang dikenal para warga gereja abad pertengahan melalui seni bangunan
gereja adalah:
a. Mereka
sedang belajar agar jangan mengorbankan kehidupan rohani demi kehidupan jasmani
saja.
b. Melalui
seni bangunan, para warga diajar bagaimana lingkungan luas tempat beribadah
apapun tidak kunjung bebas dari nilai teologis, malahan selalu turut
mengkomunikasikan pandangan terhadap Allah dan hal-hal rohani.
c. Melalui
gaya seni freska, mozaik dan kaca cat-bakar serba warna, banyak peristiwa dari
Alkitab menjadi kelihatan kepada para warga yang buta aksara.
d. Penggunaan
bahasa simbol sebagai sarana utama untuk membina para warga tuna aksara erat
sekali hubungannya dengan inti agama apa pun dan khususnya agama Kristen.
Situs
peninggalan orang-orang Kristen di Nagasaki, Jepang
Situs
bersejarah itu terletak di pulau Kyushu, yang terdiri dari 10 desa, sebuah
kastil dan katedral.
Bangunan-bangunan
itu dibuat pada abad 18 dan 19 saat agama Kristen dilarang di Jepang.
Kehadiran
situs ini mencerminkan kegiatan awal misionaris Kristen dan pemukiman mereka
di Jepang. "
Situs
ini menjadi saksi unik tradisi budaya yang dipelihara orang Kristen yang
dilakukan secara sembunyi-sembunyi," ujar Unesco.
B. Wadah
Pedagogis Yang Dikembangkan
Beberapa Wadah
bertumbuh untuk pengajaran iman Kristen, antara lain :
1. Jemaat
itu sendiri
Jemaat
itu sendiri sebagai wadah paling umum
Sakramen-sakramen
yang diberikan dimaksudkan supaya anugerah disalurkan kepada setiap orang yang
lazimnya menghadapi kemelut-kemelut kehidupan.
2. Sekolah
Katedaral
Sekolah-sekolah
katedral berkembang terus sesudah keputusan konsili Toledo, tetapi gereja harus
menunggu sampai pada tahun 1179, ketika diadakan konsili Lateran (di Roma)
sebelum wadah pendidikan agama Kristen menerima status dan struktur tetap.
3. Universitas
Pada
permulaannya, universitas dibentuk demi pertahanan diri para pelajar. Kata
universitas berasal dari bahasa Latin, yaitu unus dan versum. Unus artinya
“satu”, versum artinya “menjadikan”. Jadi universitas berarti
“menjadikan satu atau menjadikan satu keutuhan”. Dengan kata lain universitas
merupakan kumpulan orang yang memanfaatkan tenaga demi kepentingan pelayanan
mengajar dan belajar.
4. Kesatriaan (mendidik
khususnya bagi anak laki-laki golongan bangsawan)
Khususnya
bagi anak laki-laki golongan bangsawan, lembaga kesatriaan merupakan wadah
keempat yang disediakan untuk mendidik kaum muda dalam unsur-unsur iman
Kristen.
5. Sekolah
Yang Diselenggarakan Biara
C. Beberapa
Pendidik Besar
1. Karel
Agung
v Pada
tahun 771, ketika Karel Agung naik takhta, ia memulai dengan penaklukan selama
tiga dekade. Ia mendorong perbatasan kerajaannya ke arah timur dan akhirnya ia
menguasai Burgundy, sebagian besar Italia, Alamania, Bavaria dan Thurginia..
Untuk pertama kali, sebagian besar Eropa menikmati kepemimpinan yang stabil.
v Sampai
pada hari Natal tahun 800, Karel Agung memegang gelar raja kaum Frank. Pada
hari suci itu, Paus Leo II menobatkan dia sebagai kaisar kekaisaran Romawi
Suci, dan sekali lagi tampaknya Eropa Barat mempunyai seorang kaisar yang
mengikuti jejak Konstantin yang Agung.
v Tentunya
Karel Agung menerima sungguh-sungguh pemikiran bahwa ia telah menjadi kaisar
Kristen, karena semua surat-surat keluarnya berbunyi: "Karel, dengan
kehendak Allah, Kaisar Romawi".
v Meskipun
Karel Agung sedikit saja terpelajar, di bawah pemerintahannya yang damai
terwujud kebangkitan seni dan ilmu yang dikenal sebagai Renaisans Karoling atau
Kebangkitan Karolingia. Kaisar tersebut mensponsori sebuah sekolah istana di
ibu kota kekaisaran, Aachen.
v Alcuin,
seorang terpelajar Anglo-Saxon menjadi guru di sana; ia menasihati
murid-muridnya: "Waktu berjalan seperti air yang mengalir. Jangan
sia-siakan hari-hari belajar dengan bermalas-malasan!" Alcuin menulis
buku teks tentang tata bahasa, ejaan, retorika dan logika.
v Karel memprakarsai
tindakan yang mempertinggi kepentingan pendidikan , khususnya ia
mengeluarkan proklamasi pedagogis yang amat berharaga bagi sejarah
pendidikan, juga memperkaya sejarah pendidikan agama Kristen dan melahirkan
Piagam Umum pertama dibidangPendidikan yang didalamnya mencakup tiga
Golongan ,yaitu :
1).
Para Imam
2).
Biarawan
3).
Kaum muda ( laki-laki)
v Kurikulum
dalam pendidikan Kristen yang Karel pelopori juga mencakup pokok-pokok
iman Kristen, moralitas, seni membaca dan menulis.
2. Alfred
Agung
v Raja
Alfred adalah raja pertama dari bersatu Anglo-Saxon kerajaan
yang secara bertahap menjadi apa yang sekarang kita kenal sebagai Inggris.
v Alfred
lahir pada tahun 849 M di desa Menginginkan, sekarang Wantage,
Oxfordshire. Dia adalah anak bungsu dari Raja Aethewulf dari Wessex oleh
istri pertamanya, Osburga. Alfred adalah anak bungsu dari lima putra dan satu
putri Raja Aethelwulf. Ayahnya dan saudara-saudara mati membela kerajaan mereka
kebanyakan dari Viking. Dalam 868 Alfred menikah Ealhswith, putri Aethelred
Mucil dan dia berkuasa pada 871 M pada usia 22 dan memerintah selama 28 tahun.
v Alfred
ingin membuka pintu pengetahuan yang terkunci dalam begitu
banyak naskah, semua itu akan bisa terjadi jika pemerintah dan Gereja
mendirikan sekolah-sekolah yang akan memperlengkapi kaum muda dan ketrampilan
membaca dan menulis.
v Pendapat
dan perjuangan Alfred; Pendidikan bukan hanya bagi orang
Elit yang mampu membaca bahasa Latin, melainkan juga bagi setiap
anak yang sudah dapat berbicara dalam bahasa Inggris.
v Alfres
juga berhak dinamakan Pendidik Besar karena sebagai kepala negara ia
memprakarsai suatu Crash Program ( rencana Darurat ) untuk
menterjemahkan sejumlah karya dalam bahasa latin ke dalam bahasa
Inggris. Dan Alfred juga menjadi Guru agung bagi bangsanya.
3. Rabanus
Maurus
v Rabanus
Maurus warga Jerman, lahir di Mainz, dan ia belajar
Teologi di kota Paris yang didirikan oleh para misionaris dari
Inggris.
v Di
Jerman Rabanus Maurus menjadi Guru Pertama di negaranya.
v Buku
populer yang dikarangnya “Pendidikan Bagi kaum Imam”dan menitik beratkan artes
liberales sebagai dasar untuk pendidikan Teologi.
v Pikiran
Rabanus Maurus layak dimasukkan ke dalam Sejarah Pendidikan Agama Kristen,
karena : “ Pada pokoknya Pendidikan Agama Kristen di jemaat bergantung kepada
mutu kepemimpinan.
v Maurus
mendobrak agar dilatih mampu berpikir lebih kritis dan kreatif mengenai
masalah-masalah insani dalam terang Alkitab.
v Maurus
ingin menghasilkan seorang pelayan Tuhan yang mempunyai pengetahuan yang
berimbang , sehingga ia mempertahankan pokok-pokok seni liberal
masuk kedalam kurikulum pendidikan Teologi.
4. Petrus
Abelardus
v Kelahiran
Petrus Abelardus berasal dari daerah Britanny, lahir di Pallet
(Palais), tidak jauh dari Nantes, Perancis, pada tahun 1079. Dia adalah anak
tertua dari rumah Breton mulia. Nama aslinya adalah Pierre de Palais.
Peter Abelardus adalah seorang filsuf dan teolog yang terkenal pada Abad Pertengahan.
v Ia
dipandang sebagai pendiri skolastisisme bersama dengan Anselmus dari
Canterbury.Petrus Abelard dan Heloise, ada pada abad ke12, Perancis. Di
puncak karir dan kemahsyurannya Abelard hanya berusia tiga puluh lima tahun.
v Petrus Abelardus adalah
Teolog dan dosen yang ketika itu merupakan guru dari Heloise . Heloise adalah
keponakan dari salah satu canon (clergyman) di Notre Dame bernama Fulbert
(sementara orang bilang bahwa Fulbert sebenarnya adalah bapak dari Heloise).
Abelard sangat mencintai Heloise muridnya yang baru tujuh belas tahun waktu itu
Fulbert begitu possessive dengan Heloise dan begitu marah dengan Abelard setelah mengetahui hubungan mereka. Heloise jadi hamil dan Abelard harus menyembunyikan kekasihnya dikampung halaman Abelard di Britanny. Heloise melahirkan anak laki laki bernama Astralabe (penghormatan untuk astronomer yang menemukan letak bintang-bintang).
Fulbert begitu possessive dengan Heloise dan begitu marah dengan Abelard setelah mengetahui hubungan mereka. Heloise jadi hamil dan Abelard harus menyembunyikan kekasihnya dikampung halaman Abelard di Britanny. Heloise melahirkan anak laki laki bernama Astralabe (penghormatan untuk astronomer yang menemukan letak bintang-bintang).
v Pokok-pokok
Pikiran
Salah
satu pemikiran Abelardus yang terkenal di bidang etika adalah tentang kemurnian
sikap batin. Disamping itu dia juga berfikir bahwa peranan akal dapat
menundukan iman, iman harus mau didahului oleh akal. Berfikir itu berada di
luar iman. (di luar kepercayan). Oleh sebab itu berfikir merupakan sesuatu yang
berdiri sendiri.
Peter Ablardus memberikan status
yang tinggi kepada penalaran dari pada iman.
v Gagasan Petrus Abelardus
Karangan
paling terkenal yang menerapkan isi dan praktek berpikir dialektis berjudul “
Sic et Non “ ( ya atau tidak ). Dalam
tulisannya yang berjudul "Kenalillah Dirimu Sendiri" (dalam bahasa
Latin Scito te ipsum), yang ditulis pada tahun 1130, ia mengajarkan bahwa suatu
tindakan lahiriah selalu bersifat netral. Yang membuat suatu tindakan bermoral
atau tidak adalah maksud atau sikap batin dari orang tersebut. Maksudnya,
apakah batin orang tersebut menyetujui tindakan yang diambil itu.
Oleh
karena itu, suatu hal yang dianggap tidak pantas, belum dapat dinilai baik atau
buruk. Bila batin orang itu di dalam batinnya menyetujui atau mengiyakan
sesuatu yang tidak pantas itu, maka barulah itu dianggap dosa.
Eropa membuka kembali kebebasan berikir yang dipelopori oleh Petrus Abelardus. Ia menginginkan kebebasan berfikir dengan membalik diktum agustinus-Anselmus Credo ut
Eropa membuka kembali kebebasan berikir yang dipelopori oleh Petrus Abelardus. Ia menginginkan kebebasan berfikir dengan membalik diktum agustinus-Anselmus Credo ut
Intelligo ut credom (saya paham
supaya saya percaya)
v Teori Petrus
Abelardus
Semasa
hidupnya Petrus Abelardus termasuk orang yang dikenal sebagai
konseptualisme dan sarjana yang dikenal dalam sastra romantik, sekaligus
sebagai rasionalistik. memberikan alasan bahwa berpikir itu berada di luar
iman. Karena itu berpikir merupakan sesuatu yang berdiri sendiri.
Hal
ini sesuai dengan metode dialektika yang tanpa ragu-ragu ditunjukkan dalam
teologi, yaitu bahwa teologi harus memberikan tempat bagi semua bukti-bukti.
Dengan demikian, dalam teologi itu iman hampir kehilangan tempat.
Ia
mencontohkan, seperti ajaran Trinitas juga berdasarkan pada bukti-bukti,
termasuk bukti dalam wahyu Tuhan.
v Adapun
manfaat dari teori Petrus Abelardus adalah terbebasnya
pemikiran-pemikiran yang dahulunya cenderung terbelenggu oleh ajaran gereja
menjadi bebas dalam berfikir. Teknologi dan ilmu pengetahuan yang dapat kita
pelajari sekarang ini adalah tidak lain dari akibat kebebasan berfikir. Manusia
bebas dalam menggunakan penalarannya dalam berfikir.
5. Santo
Thomas Aquuino
v Thomas
berasal dari keluarga bangsawan yang mempunyai hubungan dengan
sejumlah keluarga bangsawan lainnya di Eropa, lahir di Aquino, dekat kota
Naples di Italia.
v Thomas
keputusannya teguh melayani Tuhan sebagai biarawan Dominikan walau
kelurga menentangnya.
v Karena
gaya hidup dan besar tubuhnya dan satu matanya lebih besar dari yang lainnya,
Thomas dijuluki “ lembu bisu dari Sisilia”. Tetapi dosennya
yang bernama Albertus meramalkan bahwa suatu hari nanti “
lembu bisu itu akan mengisi dunia dengan lenguhannya”.
v Pada
tahun 1245 Thomas diundang mengikuti Albertus ke Paris untuk mengajar serta
melanjutkan studinya mencapai gelar doktor.
v Mulai
pada tahun 1261 Thomas dipanggil ke Roma oleh Paus Urbanus IV untuk
mengajar di Universitas di Roma.
v Pada
tahun 1323 Thomas dijadikan Santo oleh Gerejanya, dan diberi gelar :
Ø Doktor
( pengajar) bersifat malaikat
Ø Malaikat Persekolahan
Ø Doktor kelima dari Gereja
Ø Garuda semua Pelayan Gereja
Ø Doktor ordo Dominikan.
v Sumbangan
Pedagogis Thomas ditulis dalam karyanya De Magistra, yang isinya :
Ø Seorang
pelajar entah dia anak didik atau seorang mahasiswa, adalah pribadi yang mampu
dan berhak mencari pengetahuan
Ø Pendekatan
utama dalam proses memperoleh pengetahuan yaitu :
(1).
Setiap pelajar dapat menggunakan pikirannya untuk menemukan sesuatu yang tidak
diketahuinya sebelumnya
(2).
Cara lain bergantung pada keahlian seorang mentor yang memupuk bakat si
pelajar.
Ø Metode belajar
melalui pertolongan sang mentor lebih baik karena dia berpengalaman dan
pengetahuannya lebih luas.
Ø Guru
sendiri menolong menghubungkan pengetahuannya yang sudah ada dengan masalah
yang belum diketahuinya untuk membuktikan sejauh mana inti dan menjernihkan
proses berpikirnya.
v Beberapa
kata mutiara Thomas yang diarahkan baik kepada pengajar maupun
pelajar:
Ø Jangan
meninggalkan pokok masalah sebelum memecahkannya
Ø Pastikanlah
pemahaman anda tentang isi apa saja yang anda baca ataupun dengar
Ø Janganlah
banyak bicara banyak tentang pokok yang belum dipahami
Ø Janganlah
menggali di depan langkah pelajar parit yang belum ditutupi
(jangan
menimbulkan keragu-raguan dalam pikiran sipelajar hanya dengan maksud
mengejutkan saja)
Ø Jangan
mengemukakan masalah-masalah terusmenerus tanpa berusaha membimbing para
pelajar memperoleh jawaban yang benar
v Asas-asas
mengajar Thomos :
Ø Apakah
manusia mampu mengajar dan karena itu selayaknya dinamakan seorang
guru, atau sebaliknya gelar itu hanya berlaku bagi allah saja ?
Ø Apakah
dengan sendirinya siapa saja yang boleh digelari guru?
Ø Apakah
manusia dapat di ajar oleh Malaikat?
Ø Apakah
pengalaman mengajar itu merupakan kegiatan dari kehidupan
aktif atau sebaliknya, kehidupan bertafakur ?
6. Jean Charlier De
Gerson
v Jean
Charlier Gerson berasal dari Gerson di Perancis, dia mempelopori teologi pada
Kolegia Navarre, bagian utara Paris.
v Tahun
1395, Gerson dikukuhkan menjadi Rektor Universitas Paris.
v Walaupun
ia seorang rektor, Gerson tetap mengajar anak-anak gereja dan itu mendapat
tentangan para Imam.
v Sumbangsih
Gerson terhadap Pendidikan, khususnya bagi pendidikan Agama Kristen antara lain
:
Ø Kritikannya
terhadap kaum Imam yang tidak menghiraukan kebutuhan pelayanan rohani
anak-anak, yang Gerson simpulkan karena kesombongan jabatan.
Ø Menurut
Gerson, arti pendidikan Agama Kristen merupakan pengalaman rohani dan
inteletual.
Setiap
anak, selama belajar anak didik diundang untuk membuka hatinya.
Gerson
ingin membimbing anak-anak meninggalkan kesalahannya,sehingga mempersiapkan
memeluk kelakuan baru.
Ø Warisan
Pemikiran Gerson semua gereja segala abad dan semua tempat ditantang menentukan
prioritas, apakah pelayanan terhadap anak-anak merupakan bagian sambilan dari
tugas pastor atau pendeta?
· Mengapa
biasanya begitu banyak pelayan Firman Tuhan menyerahkan pelayanan Pendidikan
agama Kristen bagi anak-anak kepada kaum pemuda?
· Setiap
pelayan Tuhan harusnya mawas diri, jangan melalaikan pelayanan terhadp
anak-anak ( tidak mungkin pelayanan terhadap anak-anak akan merendahkan
martabat pendeta yang sudah meraih gelar doktor dan sebagainya ).
BAB V
PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN MENJELANG REFORMASI
A.
Lingkungan Luas Masyarakat Eropa Barat
v Dalam
perkembangan sejarah Eropa dan dunia, pada abad 16 adalah hal yang
sangat penting. Reformasi gereja oleh kaum reformis menimbulkan banyak gejolak
yang terjadi di masyrakat. Pada saat itu, pendidikan di sekolah dan universitas
sedang berkembang pesat.
v Dengan
begitu, banyak perubahan yang terjadi diantaranya adalah timbulnya rasa
nasionalisme di Spanyol, Portugal, Belanda, dan Inggris. Penemuan mutakhir pada
zaman itu pun bermunculan, salah satunya adalah mesin cetak oleh
Yohanes Gutenberg pada 1438 dan juga teori heliosentris oleh Kopernikus.
v Pergerakan
kaum humanis dilatarbelakangi oleh ketidakpuasan mereka terhadap
gereja. Awalnya ada pembaruan di ordo biarawan dan biarawati. Lalu ada
Wycliffe di Inggris, Hus di Ceko, dan Groote di Belanda.
v Mereka
bertiga mengatakan kekuasaan paus adalah sumber penyakit yang ada
dalam gereja. Namun hanya Groote yang menunjukkan rasa tidak puasnya dengan
jalan lain. Dia mendirikan rumah persaudaraan atau Brethren of the
Common Life).
v Dalam
lembaga ini, polanya mirip dengan biara hanya saja ini terbuka bagi
siapa saja. Pembelajaran yang diperoleh bukan saja tentang kehidupan spiritual
mereka dengan Sang Pencipta tapi juga nilai-nilai moral dan ilmu pengetahuan.
v Para
pendidik dalam lembaga ini mengajar dengan memahami setiap anak didik dan tidak
ada kekerasan dalam mencapai kedisiplinan. Anak didik dihormati sebagai
pribadi yang utuh. Tamatan lembaga ini tercatat sebagai tokoh-tokoh penting
pada zamannya. Salah satunya adalah Erasmus.
B. Disiderius
Erasmus dari Rotterdam
1. Erasmus,
Pendidik OIKUMENIS
v Erasmus
rajin menuntut ilmu untuk mencapai cita-citanya meraih gelar Doktor
Teologi. Karya pentingnya adalah naskah Perjanjian Baru yang paling asli yang
ia cari lalu ia terjemahkan ke dalam bahasa Latin. Dalam hidupnya, Erasmus
tidak ingin ada pembatasan kemerdekaan pribadi atas dirinya dan orang lain.
v Erasmus,
dalam buku Boehlke, disebut-sebut memiliki dua peran dalam pendidikan agama
Kristen. Yang pertama adalah sebagai pendidik yang oikumenis. Apa yang dia
pikirkan adalah setiap warga Kristen harus mengamalkan kelakuan Yesus, terutama
dalam hal rendah hati, lemah lembut, murah hati, kasih, damai, dan kerelaan
mengampuni serta berkorban demi sesama.
v Dia
juga mengajarkan bahwa upacara gerejawi bukanlah suatu hal yang mutlak. Ia
juga menantang masyarakat dan gereja atas pandangan pernikahan, hak memperoleh
pendidikan, perceraian, dan hidup selibat.
v Menurutnya,
pernikahan harus dibangun atas dasar persetujuan calon mempelai,
walaupun orangtua menolak hal tersebut.
v Mengenai
perempuan yang pada saat itu tidak berhak menerima pendidikan,Erasmus
mengatakan bahwa laki-laki dan perempuan harusnya memperoleh hak yang sama
dalam menerima pendidikan. Tentang perceraian, Erasmus
memungkinkan hal itu jika hubungan suami-istri itu tidak dapat terselamatkan
lagi karena kehilangan dasarnya, yaitu cinta kasih. Mengenai kehidupan selibat,
Erasmus berdasar pada Kej. 2:23-24 di mana Allah memerintahkan manusia untuk
menikah sehingga manusia tidak boleh melarang apa yang sudah Allah rencanakan
sejak awal untuk kebahagiaan orang lain.
2. Erasmus
sebagai Pendidik Khusus
v Peran
Erasmus yang kedua ialah sebagai pendidik khusus.
· Menurutnya,
pendidikan di mana pun harus mengembangkan karunia pelajar dalam suasana yang
memberikan kebebasan berpikir dan mendorong lahirnya inovasi baru dalam terang
Injil.
· Melalui
pendidikan, Erasmus berharap dapat menghasilkan orang-orang Kristen yang
beradab.
· Erasmus
tidak menggunakan istilah kurikulum, dia memakai buku sumber untuk merumuskan
pembelajaran yang akan diajarkan.
· Dasar
pembelajarannya adalah Alkitab, khususnya Injil.
· Tidak
ada metodologi khusus yang digunakannya. Dia hanya mengemas pengajarannya dalam
bentuk yang menarik untuk mengajar.
· Ia
mengembangkan suasana kelas yang melancarkan pengalaman belajar dan tidak ada
kekerasan dalam kelas.
· Baginya,
kekerasan itu adalah tanda bahwa pendidik itu tidak mempersiapkan diri untuk
mengajar.
BAB VI
PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN PADA ZAMAN REFORMASIPROTESTAN
A.
Riwayat Hidup Martin Luther, Reformator dan Pendidik
v Martin Luther adalah putra
sulung Margaretha dan Hans Luther, yang terakhir bekerja ditambang
tembaga dekat kota Eisleben di Jerman.
Hans ayah Martin Luther setelah
mengumpulkan uang akhirnya mampu membeli tambang tembaga itu.
v MartinLuther pada tahun 1505
berhasil meraih gelar Magister Artes dari Universitas Effurt.
v Pada tahun 1508 Martin Luther
menjadi dosen di universitas Wittenberg mata kuliah teologi Alkitab.
B. Dasar
Teologisnya bagi Pendidikan Agama Kristen
v Dalam hal ini, Boehlke
mengambil empat dasar teologis yang terdapat di dalam tulisan Luther yang
menjadi landasan bagi teori dan praktek pendidikan agama Kristen:
(1). Keadaan
berdosa setiap warga: banyak
teolog lain yang juga mengakui dosa asal, tetapi pengakuan itu cenderung
tetaplah sebuah ajaran kering saja. Namun berbeda halnya dengan Luther yang
melalui pengalamannyamendorong dia untuk mencari jalan keluar yang mengenyangkan
kelaparan jiwa, yang menurutnya tidak bisa diatasi melalui seluk-beluk sistem
sakramental yang merupakan soko-guru gereja zamannya. Karena itu baginya usaha
menyelamatkan jiwa menjadi pendorong utama menuju jalan memperbarui gereja dan
bukan pertengkarannya dengan lembaga Kepausan;
(2) Pembenaran oleh iman: melalui penderitaan
jiwanya, Luther diyakinkan tentang kebenaran dosa sebagai faktor dalam diri
seiap orang. Dosa itu meresap ke dalam semua kebajikan insane di samping
tindakannya yang buruk. Jadi, dampaknya mengendalikan segala kegiatan yang
diprakarsai manusia termasuk pendidikan agama Kristen. Oleh karena itu ia
mutlak diperhatikan oleh para pendidik di kalangan jemaat/ gereja;
(3) Imamat
semua orang percaya: menurut
Luther, di dalam pengalaman pembenaran karena iman tersebut tersirat pula
persamaan hak setiap orang di hadapan Allah. Tidak ada satu golongan tertentu
yang menjadi penyalur anugerah Tuhan sehingga kemudian disampaikan kepada orang
yang lebih rendah martabatnya. Sebenarnya semua oleh iman telah dijadikan
makhluk baru dalam Yesus Kristus. Dengan kata lain, setiap warga adalah imam
bagi warga seimannya;
(4) Firman
Allah: dasar teologi
ini sudah tersirat dalam ketiga dasar lainnya, karena semuanya berakar dalam
Alkitab, yaitu: Yesus secara pribadi dan ajaran-Nya aalah Firman
Allah, Alkitab sebagai Firman dan Firman sebagai Amanat Allah
yang Diberitakan kepada Para Warga kristen.
C. Dasar
sosiologi untuk Pendidikan Agama Kristen
v Dasar
Sosiologi yang dimaksudkan di sini tentang bagaimana dinamika dan unsur
sosial turut memperlancar pelaksanaan pembaruan gereja dan masyarakat atau
sebaiknya menghambatnya.
v Dalam
arti inilah akan dibahas tentang padangan Luther terhadap dua bagian pokok
dalam masyarakat, yaitu: Orangtua dan Penguasa
sipil.
v Hal
tersebut dilakukan karena kemerosotan mutu pendidikan yang terjadi di
sekolah-sekolah dan universitas-universitas merupakan salah satu dampak
sampingan dari pembaruan gereja di Jerman.
v Luther
mengakui peranan pokok yang diperankan oleh para orangtua dalam
mendidik anak mereka.
v Namun
bagi Luther justru tugas inilah yang dilalaikan, karena pertimbangan ekonomi.
Untuk memperkuat argumentasinya tentang kewajiban yang harus dilakukan oleh
orangtua.
v Luther memberikan
tiga hal pokok, yaitu
Ø contoh
dari alam: dengan memberikan gambaran bagaimana binatang-binatang
yang tidak berakal selalu memelihara serta melatih anak-anak mereka dan jika
dibandingkan dengan para orangtua, maka para orangtua tentu akan jauh
memberikan yang terbaik bagi anak-anak mereka;
Ø kebutuhan
masyarakat: Luther juga sangat prihatin kepada orangtua yang
merasa puas apabila putranya hanya menerima pendidikan paling dasariah saja,
yang dipandang cukup untuk tugasnya (misalnya menjadi seorang pedagang).
Pandangan tersebut menurut Luther tidaklah bertanggung jawab, karena masyarakat
menyeluruh termasuk kaum pedagang memerlukan pemuda yang diajar
sedalam-dalamnya demi keamanan dan kesejahteraan umum; dan yang terakhir
Ø kehendak
Allah: berdasarkan kehendak Tuhan, yang ditarik Luther dalam
Mazmur 78:5di mana para orangtualah yang paling bertanggung jawab terhadap
pendidikan anak-anak mereka. Akan tetapi hal itu tidak berarti bahwa seluruh
tugas dibebankan kepada orangtua saja.
Ø Semua
penguasa sipil, khususnya mereka yang bekerja di dalam pemerintahan wajib
menyediakan dana dan sarana demi kepentingan pendidikan bagi kaum muda.
Ø Luther
memberikan beberapa alasan mengapa para pemimpin pemerintahan wajib menyediakan
kesempatan belajar bagi kaum muda, antara lain:
· kalau
orangtua tidak mau mendidik anak-anak, atau tidak mampu, atau mampu tetapi
mempunyai waktu atau uang cukup untuk pendidikan, maka terdapat satu lembaga
yang mempunyai keuangan yang dapat dipergunakan untuk kesejahteraan umum.
· Walaupun
dana yang dikeluarkan tidak sedikit jumlahnya, namun Luther telah memikirkannya
yaitu melalui kas gereja, para dermawan, dan kas Negara.
D. Asas-asas
Pelayanan Pendidikan Agama Kristen di Jemaat
(1) Tujuan
Pendidikan Agama Kristen
Di
dalam tulisan-tulisannya, Luther memberikan beberapa pokok pendidikan yang
semuanya itu berakar paling tidak dalam dasar teologi dan sosiologi yang
dibahas di atas.
v Pertama, dengan
pendidikan Kristen. Luther ingin menyadarkan anak didik dan orang dewasa
tentang keberdosaan mereka dan untuk menjelaskannya Luther membahas arti Dasa
Titah dalam Ketekismusnya. Dengan harapan mereka mengetahui hukum yang
menyatakan tuntunan Allah terhadap para warga jemaat entah muda atau lebih
dewasa, agar mereka mengerti betapa lebarnya jurang yang memisahkan manusia
dari Allah dan mengantar mereka kepada kesadaran akan dosa mereka pribadi.
v Kedua, para
warga hendaknya mendengar isi Kabar Baik dalam Yesus Kristus serta
mengamalkannya.
v Ketiga, para
pelajar diharapkkan memahami doa, serta melaksanakan kehidupan doa. Itulah
sebabnya mengapa Doa Bapa Kami merupakan doa teladan bagi kaum tua dan muda.
(2) Pengajar dalam Pelayanan Pendidikan Agama
Kristen
v Luther
mengakui bahwa Allah sendiri merupakan pengajar pokok dalam pendidikan
agama Kristen dan bukan manusia.
v Bagi
Luther, gaya mengajar yang diberikan oleh Allah sebaiknya menjadi
contoh bagi semua perkara pedagogis. Dalam hal ini, Luther menjelaskan bahwa
peran orangtua, terutama ayah dan guru sangat menentukan dalam memberikan
pengajaran kepada anak.
(3) Pelajar
v Dalam
penjelasan sebelumnya, Luther secara tersirat telah menyebutkan beberapa jenis
pelajar. Luther berpandangan bahwa yang menyandang status pelajar bukan hanya
anak-anak/ nara didik saja, akan tetapi orangtua dan gurupun
wajib menyandangnya.
v Menurut
Luther, orangtua dan guru haruslah terlebih
dahulu diberikan pengajaran, sebelum mereka mulai mengajar. Hal ini dilakukan
agar para orangtua dan guru memiliki dasar
yang kuat dalam mengajar anak-anak/ nara didik.
v Para
pelajar kedua adalah para anak-anak/ nara didik, baik itu
laki-laki maupun perempuan. Menurut pandangan umum pada saat itu, pendidikan
untuk anak perempuan sangat disepelekan. Masyarakat menganggap bahwa hanya anak
laki-laki saja yang dapat menerima pendidikan, bukan perempuan.
v Namun
pandangan ini ditolak oleh Luther. Menurut Luther, tingakatan pendidikan yang
diterima anak perempuan haruslah sama dengan anak laki-laki.
v Para
pelajar lainnya yang menerima perhatian Luther adalah para orang dewasa.
Luther berpandangan bahwa orang dewasa pun perlu diperlengkapi
dengan pengetahuan dan pengertian tentang iman Kristen.
v Serta
untuk mereka yang melek huruf, Luther telah menyusun Katekismus Besar, sebuah
sumber tercetak yang menolong orang dewasa memperoleh pengetahuan minimal
tentang iman Kristen. Tetapi kalau tidak dibuat demikian, maka secara praktis
terdapat wadah lain lagi yang tersedia, yaitu kebaktian pagi pada umumnya, dan
khotbah pada khususnya.
v Golongan
pelajar yang terakhir adalah para imam, biarawan dan awamyang
ingin dipersiapkan untuk dapat berkhotbah. Untuk para pelayan ini, Luther
menyusun khotbah khusus yang dapat dibaca pada jam kebaktian di jemaat lainnya.
Sebagiannya dimanfaatkan pula sebagai contoh atau pedoman bagi orang yang
sedang dipersiapkan untuk memberitakan injil. Khotbah-khotbah yang disalin itu
kemudian dicetak dan disebar-luaskan ke mana-mana.
(4) Kurikulumnya
v Pandangan
Luther tentang kurikulum tidaklah sama dengan pandangan pada umumnya. Pandangan
tersebut coba digolongkan oleh Boehlke ke dalam tiga hal. Pertama, membahas
tentang ruang lingkup kurikulum Luther. Kedua, isi Katekismus merupakan
kurikulumnya yang paling lengkap dan teratur. Ketiga, pandangannya tentang isi
kurikulum di sekolah-sekolah.Penjelasan mengenai ketiga akan dijelaskan di
bawah ini.
(a) Ruang lingkup Kurikulum yang Luther
sebutkan sepintas lalu dalam karyanya
Ø Di
dalam ruang lingkup kurikulumnya, Luther memasukkan unsur musik sebagai sarana
belajar bagi semua pelajar.
Ø Menurutnya,
musik merupakan salah satu karunia Tuhan yang paling indah. Tetapi Luther tidak
hanya memasukkan vak musik ke dalam kurikulumnya.
Ø Dia
sendiri telah menggugah paling tidak sepuluh buah nyanyian rohani, yang di
antaranya termasuk nyanyian Reformasi yang terkenal, yaitu “Allahku benteng yang
Teguh” (“Ein Feste Burg Ist Unser Gott”).
Ø Selain
vak musik, Luther juga menerapkan vak sejarah ke dalam keurikulumnya. Luther
berpandangan bahwa sejarah tidak lain daipada kisah yang bersaksi atas
pemeliharaan Allah sepanjang abad terhadap manusia.
Ø Dengan
mengetahui serta memahami arti baik buruknya sejumlah peristiwa yang terjadi
pada masa lampau, maka warga diperkaya dalam keperluan mengambil keputusan
bermakna pada zaman sekarang ini.
Ø Selain
itu, fakultas ilmu hitung dan olahraga yang menurut Luther juga
perlu ada dalam sekolah-sekolah, di samping semua vak khusus yang berkaitan
dengan bahasa Latin. Walaupun semua vak-vak di atas adalah vak-vak pelengkap
yang penting, namun bagi Luther tidak ada pokok pelajaran yang lebih penting
daripada Alkitab. Pembelajaran tentang Alkitab dipermudah dengan adanya
terjemahan Kitab Suci dalam bahasa Jerman.
(b) Isi
Katekismus
v Pada
tahun 1529, Luther menghasilkan dua buku katekismus, yaitu yangKecil untuk
anak-anak dan Besar untuk kaum dewasa.
v Kedua-duanya berporos
pada lima tema, yaitu Dasa Titah, Pengakuan Iman Rasuli, Doa
Bapa Kami, Sakramen Baptisan dan Perjamuan Kudus, serta Jabatan
Kunci.
v Luther
berusaha menjelaskan arti setiap tema dengan menyusun suatu seri pertanyaan
yang diajukan kepada anak didik oleh guru/ pendeta, dan jawaban yang hendaknya
diungkapkan oleh setiap pelajar. Sebagai contoh kita dapat melihat beberapa
pokok pertanyaan yang termuat dalamKatekismus Kecil, antara lain
tentang: (i) Pengakuan Iman Rasuli: “Aku percaya kepada
Allah Bapa yang Mahakuasa, yang menciptakan bumi dan semesta langit”; (ii) Doa
Bapa Kami: “Berilah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya”; dan (iii) Sakramen
Perjamuan Kudus.
v Luther
berpandangan bahwa katekismus itu hendaknya dipakai oleh pendeta sebagai dasar
khotbahnya, tetapi pada pokoknya ia merupakan sumber pendidikan agama Kristen
di rumah tangga. Dengan buku katekismus dalam tangannya, seorang ayah mampu
mendidik anak-anaknya dalam pokok-pokok iman Kristen, walaupun pendidikannya
terbatas.
(c) Isi
Kurikulum di Sekolah-sekolah
v Selain menentukan pokok
kurikulumnya, Luhter juga telah menentukan isi dari kurikulumnya, antara lain:
(i) Anak-anak yang duduk di sekolah pada tahap pemula akan diajarkan
membaca. Buku pertamanya memuat alphabet (abjad), Doa Bapa Kami, Pengakuan Iman
Rasuli di samping doa-doa. Selain itu, anak-anak tidak belajar membaca dan
menulis bahasa Jerman, melainkan bahasa Latin. Oleh sebab itu, setiap anak
diwajibkan menghafalkan beberapa kata setiap hari dan kemudian mengucapkannya
kembali secara tertulis dan lisan;
(ii) Bagian Kedua: Di dalam
tahap ini adalah anak-anak yang sudah mampu membaca dan menulis, mata
pelajarannya mencakup tiga vak pokok, yaitu: tata bahasa Latin, Dongeng-dongeng
Aesop dan pendidikan agama Kristen;
(iii) Bagian Ketiga: Hanyalah anak-anak yang paling
mampu dalam tata bahasa Latin boleh naik tingkat bagian ketiga ini. Sepanjang
pagi waktunya dimanfaatkan membaca karangan klasik dalam bahasa Latin di
samping mengupas berbagai pokok tata bahasa yang ada di dalamnya. Dalam
seminggu anak-anak diwajibkan menyusun sebuah syair dalam bahasa Latin. Selain
itu, pembicaraan dalam semua mata pelajaran hendaknya berlangsung dalam bahasa
Latin juga. Vak yang lebih ringan seperti musik dipelajari sesudah makan siang.
Anehnya, vak pendidikan agama Kristen hanya dipelajari secara tidak langsung
melalui kebaktian saja.
v Sesungguhnya
gaya mengajar yang disarankan Luther lebih maju ketimbang pendekatan yang lazim
dikenal di sekolah-sekolah sezamannya, namun dengan semua tekanan atas menaati
pola tetap, kekhawatiran terhadap ucapan pribadi, khususnya dalam penelaahan
katekismus, dan latihan terus-menerus menyatakan metode-metode mengajar yang
dinamakan pembiasaan (Conditioning)
v Setelah
melihat penjelasan tentang pemikiran yang Luther berikan untuk pendidikan agama
Kristen, paling tidak kita mendapatkan beberapa pokok yang bermakna terhadap
perkembangan pendidikan agama kristen, antara lain: (a) Luther mengaitkan
teologi sebagai dasar pendidikannya, serta (b) berpandangan bahwa semua orang
berhak belajar membaca dan menulis sebagai dasar pendidikan bagi anak laki-laki
dan perempuan. (c) Luther juga menyusun bahan pendidikan khusus untuk anak
didik, yaituKatekismus kecil.
v Dia
sangat prihatin pada perbedaan sifat setiap anak, sebagai suatu fakta yang
perlu diperhatikan sebagai dasar mengembangkan tugas-tugas belajar yang sesuai
dan penggunaan kurikulum yang digunakan.
v Walaupun
gaya mengajarnya tidak sempurna, namun ia cenderung lebih maju ketimbang
pendekatan yang dominan di antara kebanyakan pendidik sezamannya. Hal itu
terlihat dalam pada saat
v Dia
menitik-beratkan peranan musik dalam proses mendidik orang-orang di samping
menjadi unsur liturgi.
v Dia
juga amat sadar akan kemungkinan-kemungkinan yang tersirat dalam pengalaman
pendidikan, dengan berakibat kepada warga Kristen yang berhak bertumbuh dalam
iman Kristen sehingga dihayatinya dalam kehidupan sehari-hari.
6. Perpustakaan
v Sumbangan
Luther di bidang Pendidikan amat besar pula ketika mendesak para
pemimpin Kota Praja mendirikan Perpustakaan –perpustakaan yang bermutu tinggi
serta diletakkan dalam gedung yang sesuai dengan maksud mulia.
v Dengan
pendirian dan pemeliharaan perpustakaan bermutu tinggi, sama pentingnya dengan
persekolahan dan pembinaan lengsung pada wadah grejawi dalam rangka mendidik
kaum muda dalam iman Kristen.
BAB VII
PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN PADA ZAMAN REFORMASIPROTESTAN
A.
Riwayat Hidup Calvin
v Pemikiran
Calvin tentang pendidikan, jarang sekali ia bahas, karena ia mentitik-beratkan
dogmatika bukan pendidikan maupun pembinaan, tetapidengan mutu karyanya yang
begitu tinggi, dia berhak di gelari “Pengajar gereja”
v Calvin
ditinggal ibu kangdungnya sejak ia berumur tiga tahun, dan tak lama
kemudian setelah ibunya meninggal, ayahnya menikah lagi dan akhirnya calvin
tinggal bersama ibu tirinya dan ayah kandungnya. Semasa itu Calvin hidup dengan
kepribadian yang disiplin dan serius karena ia dididik oleh ayahnya.
v Pada 1536 ia menetap di Jenewa, ketika ia dihentikan dalam perjalannya ke Basel, oleh bujukan pribadi dari William Farel, seorang
reformator.
v Ia
menjadi pendeta di Strasbourg dari 1538-1541, lalu kembali ke Jenewa. Ia
tinggal di sana hingga kematiannya pada 1564. Yohanes Calvin berniat menikah untuk menunjukkan sikap positifnya
terhadap pernikahan daripada kehidupan selibat.
v Pada 1539 ia menikah dengan Idelette
de Bure, janda
seseorang yang dulunya anggota Anabaptis di Strasbourg. Idelette
mempunyai seorang anak laki-laki dan perempuan dari almarhum suaminya. Namun
hanya anak perempuannya yang pindah bersamanya ke Jenewa. Pada 1542, suami-istri
Calvin mendapatkan seorang anak laki-laki yang dua minggu kemudian meninggal
dunia. Idelette
Calvinmeninggal pada 1549.
B. Dasar
Teologis pendidikan agama Kristen
v Calvin memiliki dasar
teologi tentang pendidikan agama Kristen, yaitu
1. kedaulatan Allah,
2. Alkitab sebagai firman Allah,
3. ajaran tentang manusia,
4. ajaran gereja, dan
5. tentang hubungan gereja dengan Negara.
1. Kedaulatan
Allah
v Calvin
menjelaskan Allah dinyatakan sebagai Allah yang berdaulat atas dunia,
karena Dialah yang menciptakan segala sesuatu yang ada, tidak ada kekurangan
dalam diri Allah.
v Hal
ini Calvin menjelaskan bahwa setiap manusia yang di pilih oleh Allah harus
memiliki tanggung jawab terhadap hidupnya. Boehlke menjelaskan melalui
perumpamaan bayi yang lahir tanpa apa-apa, dengan dorongan alamiah hingga
bertumbuh.
2. Alkitab Sebagai Firman Allah
v Sumber pengetahuan yang
dimiliki Calvin bersumber dari Alkitab.
v Alkitab
adalah Firman Allah yang diucapkan demi kemajuan gereja secara rohaniah.
v Peranan Alkitab mutlak dalam
kehidupan Calvin
v Bukan
keputusan Gereja yang menyebabkan alkitab diterima sebagai Firman
Allah,sebab justru dalam Alkitablah dapat dibaca bagaimana Gereja dibangun di
atas dasar para Rasul dan para Nabi, dengan Kristus sebagai batu Penjuru (
Efesus2:20).
3. Ajaran
Tentang Manusia
v Memandang manusia dalam
dua sudut :
1).Manusia
sebagai makhluk yang diciptakan segambar
dengan Allah,
2).
kemudian jatuh ke dalam dosa dengan
dampak luas yang tersirat di dalamnya.
v Dalam
pertumbuhan manusia yang semakin dewasa harus diberi pendidikan untuk lebih
mengenal Allah, seperti yang diajarakan Yesus yaitu kasih.
v Melalui
sejumlah pengalaman belajar yang dilaksanakan gereja, sehingga pertumbuhan
rohani akan dihasilkan oleh mereka yang semakin dalam, pertumbuhan ini
menjadikan tindakan-tindakan kasih terhadap sesamanya.
4. Ajaran
Gereja
v Calvin
bercita-cita Gereja Am yang selalu ada dalam proses pembaharuan kembali.
v Pandangan
Calvin tentang Gereja, Calvin ingin mengembalikan persekutuan Kristen kepada
Gereja semula.
v Pemahaman
tentang Gereja sangatlah oikumenis, Calvin ingin berusaha mencari jalan untuk
mempersatukan semua orang percaya kepada Kristus ke dalam satu persekutuan yang
esa.
5. Ajaran
Tentang Hubungan Antara Gereja dan Negara
v Pengertian Calvin tentang pokok
Teologis bertitik tolak dari praduga utama,yaitu :
1).
Calvin tidak dapat membayangkan negara yang terbagi menurut isi iman warganya
Ø Demi
keamanan negara semua warga wajib mengakui iman yang sama,kalau tidak
ditangkap, Calvin tidak setuju.
2).Setiap
pemerintah yang dikenalnya dari dekat terdiri dari warga yang yang menganggap
percaya kepada Kristus.
3). Setiap para pemimpin negara
adalah manusia yang berdosa juga
4).
Meskipun hubungan Gereja dengan Negara sangat erat, para pelayan diwajibkan menetukan
isi firman dan siapa yang boleh menerima sakramen
v Sumbangan Pandangan Calvin
bagi Gereja dan Negara, antara lain :
Ø Calvin menanamkan bibit
demokrasi bagi negaranya
Ø Gagasannya
tentang kekuasaan terbatas yang dipegang raja, mereka bertanggung-jawab kepada
Tuhan dan karena itu dapat dilepaskan tugasnya pula apabila mereka melanggar
persyaratan panggilannya yang ditentukan Allah.
C. Pendidikan
Agama Kristen, Asas-asas Pelaksanaannya
1. Apa itu
pendidikan Agama ?
v Menurut Boehlke calvin
memandang pendidikan agama Krsiten adalah pemupukan akal orang-orang
percaya dan anak-anak mereka dengan Firman Allah dibawah bimbingan Roh Kudus.
v Pendidikan
Kristen yang yang mendasarkan bahwa orang Kriten pada mulanya sudah
dipilih oleh Allah sehingga sering timbul pertanyaan bahwa mengapa perlu
mendidik jika Allah sudah memilih orang orang tertentu(Kristen)?.
v Pandangan
calvin terhadap tujuan pendidikan dipandang melalui hidup Yesus yang sebagai
seorang yang rajin berdoa dan beribadah.
v Calvin
melihat diri Yesus yang hidup tanpa menginginkan seturut dengan kemauan-Nya
melainkan demi keprihatinan Allah terhadap manusia.
v Yesus
yang menjalankan tugasnya yang begitu berat tetapi Ia bertanggung jawab untuk
melaksanakan tugasnya.
v Sehingga tujuan Calvin adalah
setiap warga yang mawas diri terhadap kepentingan dirinya sehingga ia melupakan
bahwa dirinya bukan kepunyaannya sendiri melainkan kepunyaan Allah.
2. Pendidikan
agama Kristen mempunyai tujuan untuk : mendidik para putra putri
melalui ibu (gereja), dan dilibatkan dalam penelaahan Alkitab sebagaimana
menurut roh kudus, dan mengambil bagian dalam kebaktian, dan dapat mejalankan
tugas panggilan sehari-hari.
3. Para
Pelajar
v Calvin menggunakan contoh
gereja purba, yaitu keperluan untuk mendidik anak-anak(laki-laki dan perempuan)
dalam ajaran iman.
v Jemaat
kedua adalah anak muda, mereka harus wajib menghadiri kebaktian minggu maupun
hari-hari lainnya yang sudah terlebih dahulu di beritahukan. Jika terlambat
maupun tidak hadir tanpa izin maka akan di berikan denda, kebaktian
sangatlah penting bagi pendidikan Kristen menurut Luther dan Calvin, karena
mereka berdua memandang khotbah sebagai wadah yang disediakan Tuhan untuk
mendidik orang dewasa.
v Golongan
ketiga adalah golongan pelajar maupun pendeta. Calvin ingin pemimpin gereja
dipimpin oleh orang-orang yang terpelajar, mereka-merekalah yang mengerti akan
Alkitab.
4. Siapakah
Pendidik Kristen
v Pengajaran
berawal dari firman Allah yang tertulis dalam Alkitab, karena dalam kehidupan
di Alkitab terdapat pengalaman mengajar dan belajar.
v Allah
mengajar melalui orang-orang yang menaklukan dirinya kepada Firman Allah.
v Menurut
Calvin pengajar di bagi menjadi dua yaitu Pendeta dan guru.
v Di
jenewa Calvin menggabungkan jabatan tersebut, yaitu pendeta yang sebagai
gembala Jemaat dan ia juga mengajar sebagai guru dan melayani jemaat sebagai
guru juga.
v Selain
Allah dan pendeta sebagai pengajar, perlu juga orang lain di ajar untuk dapat
menjadi pengajar, sehingga didirikannya Akademi di Jenewa. Sehingga
keteratuaran yang terjadi dalam pengajaran di gereja akan semakin kuat karena adanya
dukungan satu sama lain.
5. Kurikulumnya
v Menurut
Calvin katekimus sangat penting, katekimus hampir sama dengan ilmu pendidikan.
v Terdapat empat tinjauan
umum sebelum terbentuknya isinya yaitu,
· pertama
tugas menyusun katekimus(disusun oleh orang-orang yang terpercaya),
· kedua
bahan studi bagi anak yang disesuaikan menurut dengan kemampuan anak didik,
· ketiga
pengalaman pengajaran katekimus menentukan pembentukan kurikulum,
· keempat
buku kategkismus hendak memupuk hubungan di antara gereja-gereja yang terpisah.
· Kurikulum
ini mencakup pada empat tema pokok yaitu hukum, iman, doa dan
sakramen-sakramen.
6. Akademi
Jenewa
v Pada Tahun 1541
Calvin kembali ke Jenewa dalam rangka usahanya untuk
Ø memperbaharui gereja dan
masyarakat sesuai dengan asas-asas Alkitabiah.
Ø Mendorong
Gereja dan kotapraja jenewa untuk mendirikan suatu akademi yang
bermutu yang mencakup pendidikan menengah dan Perguruan Tinggi.
v Pada tahun 1559,
tanggal 5 juni berdirilah akademi Jenewa.
v Struktur akademi
merupakan 2 sekolah, yaitu :
1). Scola Privata, semacam sekolah
dasar samapai SMP kelas 1
2) Scola Publica,SMP kelas 2 samapi
SMAdan perguruan tinggi.
BAB VIII
IGNATIUS LOYOLA,PENDIDIK JALAN KEHIDUPAN SUCI
A.
Riwayat Hidupnya
v Tokoh
ini adalah salah satu pendiri ordo Yesuit pada masa reformasi. Beliau adalah
pensiunan tentara. Ia mengalami cedera akibat perang di Pamplona, Spanyol
Utara.
v Dalam
keadaan cedera, Ignatius memikirkan sesuatu seperti yang dilakukan Santo
Dominikus atau Santo Fransiskus. Akhirnya, dengan izin Paus, Ignatius
mendirikan Ordo Yesuit sebagai tanda dari kontra-reformasi.
v Dengan
begitu dia pensiun sebagai ksatria duniawi dan menjadi bagian dari ksatria
rohani.
v Sebagai
veteran, Ignatius menganggap pentingnya komando dari atasan kepada bawahan.
Komando utama ada di tangan Yesus, dan sebagai bawahannya kita semua harus menaati
perintah demi kemuliaan Kristus di manapun juga.
v Selain
dasar militer, Ignatius juga menekankan dasar kebatinan atau kehidupan rohani.
Kehidupan rohani, ia tekankan, agar kita aktif.
v Tidak
seperti Doa Bapa Kami yang mengatakan “..datanglah kerajaanMu”. Dia menegaskan
bahwa kita harus rajin mengetuk pintu Sorga hingga pintu itu terbuka. Artinya,
kita harus mencari kehendak Allah, bukan menanti apa yang Allah perintahkan.
Selain itu, sebagai seorang Katolik yang saleh, Ignatius melatih rohani para pengikutnya
dalam Ordo Yesuit untuk melayani gereja Katolik pada akhirnya.
B. Dasar
Pendidikan
1. Pengalaman
Militer
2. Kebatinan
Mistik Injili
3. Kehidupan
Gereja Katolik Roma
v Ignatius mendaftar
beberapa hal yang menjadi petunjuk betapa pentingnya kehidupan gerejawi.
1) Mengesampingkan
urusan pribadi untuk kepentingan gereja, mempelai perempuan Kristus, dan ibu
dari semua orang percaya.
2) Mengaku dosa dan mengikuti
ekaristi sesering mungkin (sekali seminggu).
3) Menjunjung
tinggi keikutsertaan dalam segala upacara gerejawi dan peraturannya.
4) Menghargai jabatan gerejawi,
keperawanan, pertarakan, dan pernikahan.
5) Memuji
ketaatan, kemiskinan, dan kesucian. Ini adalah tiga landasan penting alam Ordo
Yesuit yang dipimpinnya.
6) Memuji barang keramat kaum
suci serta berdoa atau berziarah.
7) Menghormati peraturan
gerejawi.
8) Harus
mengatakan atau menyampaikan hal-hal yang positif tentang para pejabat gerejawi
di depan umum.
9) menekankan
perbuatan baik sebagai bentuk kesetiaan kita kepada Tuhan selain percaya dan
beriman padaNya.
C. Asas
Pendidikan Agama Kristen
1. Tujuannya Asas-asas pendidikan Kristen menurut Ignatius pokoknya adalah
bagaimana menaklukan kehendak manusia menjadi kehendak Allah yang dirumuskan
oleh Paus dan gereja. Maka dari itulah ia menekankan pelatihan rohani bagi para
muridnya.
2. Wadah
pendidikan Kristen sendiri adalah sekolah
Yesuit yang ia dirikan pada saat itu. Dalam sekolah itu, Ignatius
menyusun sebelas asas umum.
v Dalam
asas-asas itu, secara keseluruhan, menekankan adanya keseimbangan atas nilai
spiritual dan juga moral. Kegiatan di luar kegiatan rohani pun menjadi pilihan,
selama hal itu dapat mendukung iman dan tujuan akhir mereka yaitu memperoleh
keselamatan dan mengerti serta memahami maksud Allah.
v Sekolah
ordo Yesuit dibiayai oleh donatur, baik yang diminta maupun sukarela. Namun
lebih dari itu, Ignatius memilih seorang kepala atau rektor untuk mengelola
dana-dana yang masuk untuk kepentingan lembaganya.
v Pada
saat itu, biaya sekolah para anak didik ditanggung juga oleh donatur. Maka dari
itu pendidikan ini sampai pada tombol “off”. Tidak hanya sekolah, Ordo
ini juga memiliki universitas.
v Pengajarannya
hampir sama dengan unversitas lain pada abad pertengahan. Hanya saja pengajaran
ilmiah diramu dengan pengajaran spiritual. Hasilnya, banyak tamatan universitas
ini yang memegang teguh iman Katolik Roma.
3. Pengajar
v Sebagai
seorang Kristen yang baik, Ignatius menjadikan Yesus sebagai pengajar utamanya.
Sebagaimana dilihatnya cara Yesus mengajar, maka menurutnya guru pun harus bisa
seperti Yesus dalam hal mengajar.
v Guru-guru
pada sekolah yang berada di bawah naungan Ordo ini harus taat pada disiplin
yang telah ditetapkan oleh ordo tersebut.
4. Pelajarnya adalah anak laki-laki berusia 14-23 tahun.
v Para
pelajar ini terdiri dari dua, yaitu yang benar-benar (ingin menjadi bagian dari
Serikat Yesuit (skolastik) dan yang hanya ingin belajar lebih lanjut (ekstern).
Kebanyakan mereka, setelah lulus, menjadi pemimpin gereja yang berpengaruh dalam
penanggulangan reformasi di Eropa.
5. Kurikulumnya
v Susunan
pembelajaran di sekolah adalah pemakaian bahasa Latin untuk menyampaikan
gagasan dalam tulisan maupun lisan. Ada juga pembelajaran tentang isi iman
kristen atau katekismus. Para pelajar diajar untuk bertindak moral sehingga
menjadi suatu kebiasaan dalam diri mereka.
6. Metodologi
v Metodenya
ada tiga yaitu di kelas, latihan rohani, dan latihan ketaatan. Berikut akan
dijelaskan satu persatu, antara lain:
1). Di
kelas
v Jumlah
anak didik dalam satu kelas bisa mencapai 200 orang. Maka guru bertindak aktif,
menjelaskan pelajaran kepada setiap murid. Dalam murid sendiri dibagi
kelompok-kelompok belajar untuk memeprmudah tugas guru. Agar tidak bosan, guru
melibatkan siswa dalam kegiatan semacam perlombaan. Perlombaan ini bisa
perorang atau perkelompok.
2). Latihan rohani
v Latihan
ini dilakukan dengan menghadirkan sosok Kristus dalam pikiran hingga sosok itu
benar-benar meresap ke dalam pribadi setiap pelajar. Latihan ini meliputi
pengakuan dosa, kehidupan Yesus, penderitaan Yesus, dan kebangkitan serta
kenaikanNya ke surga.
3). Latihan ketaatan
v Sebagaimana
sistem militer yang mengutamakan ketaatan setiap orang kepada perintah,
demikian halnya dalam pendidikan Kristen ini. Ignatius memahami bahwa kesetiaan
adalah yang terpenting dari pada korban sembelihan, seperti yang dipahami oleh
Gregorius. Ketaatan terdiri dari tiga tingkatan. Yang pertama adalah ketaatan
akan perintah atasan. Yang kedua kemauan atasan menjadi kemauan bawahan. Yang
ketiga adalah pemahaman bahwa apa yang ia lakukan adalah hal yang diingini
atasannya.
No comments:
Post a Comment