Sunday 23 December 2018

Seks Bebas Pada Remaja


BAB I
PENDAHULUAN

Seks adalah suatu perilaku manusia yang melekat pada hidup manusia. Dan sebagai manusia maka perilaku yang berurusan dengan seksualitas perlu disorot dari sudut pandang etika. Bagi iman Kristen, pengetahuan etika mengenai seks bersumber dari Alkitab tetapi Alkitab bukan buku pengtahuan tentang seks dan bukan buku keterampilan tentang seks.
Salah satu masalah sosial yang sudah mengglobal saat ini adalah masalah seks bebas yang banyak terjadi pada kalangan remaja. Banyak dari mereka yang masuk ke lembah hitam tanpa mereka sadari. Adanya dorongan seksual yang mempunyai arti kecenderungan biologis untuk mencari tanggapan seksual dan tanggapan yang berbau seksual dari orang lain, biasanya dari lawan jenis muncul pada awal remaja dan tetap bertahan kuat sepanjang hidup. Ada perbedaan pendapat tentang apakah dorongan seks dibawa dari lahir atau dipelajari. Menurut beberapa sarjana yang mempertanyakan apakah ada suatu dorongan seks bawaan, menegaskan bahwa impuls kita untuk mencari pasangan seks dan menggunakan organ seks merupakan hasil dari belajar sosial. Akan tetapi, karena bersifat universal dan terdapat pada semua manusia, kebanyakan ahli mengganggap bahwa dorongan seks manusia adalah warisan biologis (Paul Horton, 1987:147). Namun demikian, banyak dari mereka menyalahgunakan adanya dorongan seksual sehingga terjadi masalah masalah, diantaranya seks bebas.






BAB II
PEMBAHASAN

Materi :                      BAHAYA SEKS BEBAS PADA REMAJA

A. Pengertian Seks
      Menurut Oxford English Dictionary, kata “seks” menunjukkan pada bagian dua organ tubuh yang dibedakan atas laki-laki dan perempuan. Tujuan asli kata tersebut tidak dimaksudkan hanya untuk memperoleh keturunan.[1]
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, “seks” menunjukkan pada jenis kelamin laki-laki dan perempuan.[2] Sehubungan dengan itu, Suleeman Chandra mengartikan kata tersebut yaitu keberadaan sebagaimana laki-laki dan perempuan berdasarkan bentuk fisik atau tubuh seseorang.[3]
Terkadang kata seks sering diidentikan dengan hubungan dua orang berlainan jenis. Kata seksualitas berasal dari kata seksus (latin), sex(Inggris), yang artinya kelamin. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, seksuil adalah dengan yang berkenaan dengan jenis kelami (laki-laki, perempuan) yang juga berkenaan dengan perkara percampuran antara laki-laki dengan perempuan[4]
Ensiklopedia Indonesia mencatat bahwa seksualitas diartikan sebagai peninjauan dari segi kejiwaan tentang cara-cara seorang memenuhi dan mendapatkan kepuasan dalam menyalurkan dorongan seksnya[5]. Seksualitas dalam arti sempit yaitu hubungan yang langsung (persetubuhan) antara suami dan istri[6]. Seksualitas adalah suatu kekuatan dan dorongan hidup yang ada di antara manusia, baik laki-laki dan perempuan, dimana kedua makhluk ini merupakan suatu sistem yang memungkinkan terjadinya keturunan yang sambung menyambung sehingga eksistensi manusia tidak punah[7].



B. PENGERTIAN REMAJA
Remaja adalah salah satu fase kehidupan yang pasti dilalui oleh setiap manusia. Masa remaja biasa juga disebut dengan masa transisi, dimana seseorang akan mengalami perubahan dan pemindahan dari fase anak-anak menuju ke fase dewasa, perkembangan-perkembangan baik secara fisik, emosi, maupun mental akan dialami oleh seorang anak manakala memasuki masa ini. Terminologi remaja berasal dari kata latin. Secara Etimologi, Yulia Singgih. D. Gunarsa menjelaskan istilah remaja: Sebutan “puber”berasal dari “pubertas” dari bahasa Latin.[8]
Tentang usia remaja berdasarkan akar kata “remaja” ahli jiwa memberikan batasan, salah satunya menurut Marvin Powell masa remaja digolongkan: “Praremaja dari umur 10-12 tahun dan remaja lanjut dari usia 17-21 tahun. Sedangkan menurut Luella Cole menyebutkan masa dan membaginya menjadi tiga tingkatan yaitu 1) remaja dini 13-15 tahun, 2) remaja madya 16-18 tahun, 3) remaja lanjut 19-21 tahun. Powel dan Luella mengklasifikasikan remaja dengan usianya berdasarkan akar kata. NamunAnni Dyck membagi masa remaja dalam 3 kelompok yaitu :
1.        Remaja dini 12-15tahun, tahap pertama ini merupakan masa persiapan fisik yang juga disebut masa puber dimana tercapai kematangan seksual secara fisik.
2.        Remaja madya 15-18 tahun, tahap ini si remaja berusaha untuk menemukan diri dalam interaksi di lingkungan keluarga, teman-teman sebaya dan masyarakat.
3.        Remaja lanjut 18-21 tahun, dalam tahap ini si remaja menghadap kedepan dan mulai menempatkan diri dalam lingkungan orang dewasa.[9]

C. PENDIDIKAN SEKSUAL
Rata-rata bagi kita orang Indonesia, khususnya orang-orang tua, pembicaraan mengenai seks dan seksualitas adalah soal yang baru kita tidak mendapat penerangan atau pendidikan seksual. Kita juga mungkin belum pernah membaca sesuatu tentang hal-hal itu. Kita buta huruf di bidang seks dan seksualitas. Padahal tugas kita sebagai orang tua mencakup juga pendidikan di bidang ini.
Tujuan pendidikan adalah membantu anak-anak, supaya mereka dengan baik, dan secara bertanggung jawab dapat mengembangkan kemungkinan-kemungkinan yang ada pada mereka. Dalam pendidikan penggunaan hukum (=apa yang harus dilakukan) dan larangan (=apa yang tidak boleh dilakukan) sering tidak dapat di hindarkan. Tetapi kepada anak-anak harus dijelaskan dulu makna hukum-hukum dan larangan-larangan itu. Kalau tidak, mereka tidak akan dapat menerima dan mencernakan-nya.
Pendidikan seksual adalah bagian hakiki dari pendidikan biasa. Jadi, sebenarnya tidak ada pendidikan  seksual an sich, tidak ada pendidikan seksual yang berdiri sendiri, yang ada hanyalah pendidikan biasa.  Dan pendidikan biasa itu mencakup aspek-aspek jasmaniah, maupun aspek-aspek rohaniah dan aspek-aspek seksual dari hidup mereka. Dalam pendidikan semua aspek-aspek ini  harus mendapat perhatian yang sama. Pendidikan yang hanya mengutamakan aspek jasmaniah atau hanya mengutamakan aspek seksual saja dari hidup manusia, bukanlah pendidikan yang baik.
Memang, dalam pendidikan seksual seperti yang nyata dari uraian diatas dibutuhkan juga pengetahuan ala kadarnya tentang seks dan seksualitas. Tetapi yang paling penting ialah: mengajar si anak, bagaimana caranya pengetahuan itu ia gunakan dalam hidupnya. Dan hal itu mungkin oleh pendidikan orangtua. Dengan bijaksana, arti setapak demu setapak dan secara ilmiah hal-hal mengenai seks dan seksualitas harus mereka jelaskan kepadanya, sehingga tidak menimbulkan rasa takut atau reaksi-reaksi negative yang lain. Penerangan seksual bukanlah percakapan yang hanya memakan waktu satu atau dua jam saja, melainkan pekerjaan yang lama. Bilamana pekerjaan itu dimulai tidak dapat kita katakana dengan pasti, tetapi yang paling baik ialah pada waktu anak-anak mulai berkata-kata atau mulai mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang hal-hal mempunyai hubungan dengan seks dan seksualitas. Dalam usaha memberikan penjelasan dan jawaban-jawaban itu pendek, jelas dan disesuaikan  dengan daya tangkap anak-anak.[10]

D. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB MASALAH SEKSUALITAS PADA REMAJA
Menurut Sarwono, dalam bukunya Psikologi Remaja, ada beberapa faktor yang menjadi penyebab terjadinya masalah seksualitas pada remaja, yaitu:

1.      Meningkatnya Libido Seksualitas
Menurut Robert Havighurst, seorang remaja menghadapi tugas-tugas perkembangan (developmental tasks) sehubungan dengan perubahan-perubahan fisik dan peran sosial yang terjadi pada dirinya. Tugas-tugas perkembangan itu antara lain adalah menerima kondisi fisiknya yang berubah dan memanfaatkan dengan teman sebaya dari jenis kelamin yang manapun, menerima peranan seksual masing-masing (laki-laki atau perempuan) dan mempersiapkan perkawinan dan kehidupan berkeluarga (Jansen, 1985: 44-45).
Di dalam upaya mengisi peran sosialnya yang baru itu, seorang remaja mendapatkan motivasinya dari meningkatnya energi seksual atau libido. Menurut Sigmund Freud, energi seksual ini berkaitan erat dengan kematangan fisik. Sedangkan menurut Anna Freud, fokus utama dari energi seksual ini adalah perasaan-perasaan di sekitar alat kelamin, objek-objek seksual dan tujuan-tujuan seksual (Jensen, 1982).

2.      Penundaan Usia Perkawinan
Di Indonesia, terutama di daerah-daerah pedesaan, masih banyak terdapat perkawinan di bawah usia. Kebiasaan ini berasal dari adat yang berlaku sejak dahulu yang masih terbawa sampai sekarang. Ukuran perkawinan di masyarakat seperti itu adalah kematangan fisik belaka (haid, bentuk tubuh yang sudah menunjukkan tanda-tanda seksual sekunder), atau bahkan hal-hal yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan calon pengantin.
Dari pihak individu-individu yang bersangkutan, menurut J.T. Fawcett, ada sejumlah faktor yang menyebabkan orang memilih untuk tidak menikah untuk sementara. Faktor-faktor itu antara lain adalah apa yang dinamakancosts (beban) dan barriers (hambatan) dari perkawinan. Yang termasuk dalam costs antara lain adalah hilangnya kebebasan dan mobilitas pribadi, bertambahnya kwajiban-kewajiban dan usaha, bertambahnya beban ekonomi. Sedangkan yang termasuk dalam barriers adalah kebiasaan-kebiasaan dan norma-norma yang menyulitkan perkawinan, adanya pilihan lain ketimbang menikah, adanya persyaratan yang makin tinggi untuk melakukan perkawinan dan adanya undang-undang yang mambatasi usia minimum dari perkawinan.

3.      Tabu-Larangan
Kebiasaan-kebiasaan dan norma-norma yang menyulitkan perkawinan yang disebutkan oleh Fawcett tersebut muncul dalam masyarakat berbagai bentuk. Hull dan Adiotomo menyebutkan dalam tulisan mereka (1984) beberapa penelitian tentang hubungan antar usia perkawinan yang legal (sah menurut hukum). Perkawinan di Barat biasanya didahului atau segera diikuti dengan hubungan seksual dan hidup bersama (cohabitation). Dalam masyarakat tradisional, pernikahan tidak langsung terkait dengan hubungan seks. Dengan demikian, tingginya angka perkawinan juga tidak akan langsung menyebabkan tingginya angka kehamilan atau kelahiran.
Ditinjau dari pandangan psikoanalisis, tabunya pembicaraan mengenai seks tentunya disebabkan karena seks dianggap sebagai bersumber pada dorongan-dorongan naluri didalam “id”. Dorongan-dorongan naluri seksual ini bertentangan dengan dorongan “moral” yang ada dalam “super ego”, sehingga harus ditekan, tidak boleh dimunculkan pada orang lain dalam bentuk tingkah laku terbuka. Karena itu, remaja (dan juga banyak orang dewasa) pada umumnya tidak mau mengakui aktivitas seksualnya dan sangat sulit diajak berdiskusi tentang seks, terutama sebelum ia bersenggama untuk yang pertama kalinya. Tabu-tabu ini jadinya mempersulit komunikasi (Rogel dan Zuechlke, 1982).

4.      Kurangnya Informasi tentang seks
Lamanya waktu yang diperlukan untuk terjadinya hubungan seks (khususnya yang pertama kali) dapat dimengerti karena memang diperlukan suasana hati tertentu untuk bisa melakukan hal itu. Sebenarnya cukup waktu untuk remaja putra-putri untuk mempersiapkan darinya untuk mencegah hal-hal yang tidak dikehendaki. Akan tetapi, pada umumnya mereka ini memasuki usia remaja tanpa pengetahuan yang memadai tentang seks. Selama hubungan pacaran berlangsung pengetahuan itu bukan saja tidak bertambah, akan tetapi malah bertambah dengan informasi-informasi yang salah. Hal ini disebabkan karena orang tua tabu membicarakan seks dengan anaknya dan hubungan orang tua-anak sudah terlanjur jauh sehingga anak berpaling kesumber-sumber lain yang tidak akurat, khususnya teman. Sikap mentabukan seks ini tidak hanya terdapat pada orang tua saja, tetapi juga pada anak-anak itu sendiri. Dengan demikian jelaslah bahwa sikap mentabukan seks pada remaja hanya mengurangi kemungkinan untuk membicarakannya secara terbuka namun tidak menghambat hubungan seks itu sendiri.

5.      Pergaulan yang semakin bebas
Kebebasan pergaulan antar jenis kelamin pada remaja, kiranya dengan mudah bisa disaksikan dalam kehidupan sehari-hari, khususnya di kota-kota besar. Untuk itu, Rex Forehand (1997) mengemukakan bahwa semakin tinggi tingkat pemantauan orang tua terhadap remajanya, semakin rendah kemungkinan perilaku menyimpang menimpa seorang remaja. Karena itu, di samping komunikasi yang baik dengan anak, orang tua juga perlu mengembangkan kepercayaan anak kepada orang tua sehingga remaja lebih terbuka dan mau cerita kepada orang tua agar orang tua bisa memantau pergaulan anak remajanya.[11]
E. PENCEGAHAN SEKS BEBAS
Sebenarnya untuk menjauhkan remaja dari pergaulan seks bebasdapat dilakukan dengan cara:
1.       Memberikan bimbingan positif  dari sekolah maupun orangtua di rumah
2.      Meningkatkan kedisiplinan di sekolah maupun di rumah
3.      Memberikan pendidikan seks melalui seminar atau talk show kesehatan atau
      seks, agar remaja mengetahui betapa bahayanya melakukan seks bebas.
4.      Peran penting orangtua dalam memberikan nasehat dan mendidik
      anak-anaknya dengan bimbingan agama yang kuat.
5.      Peran penting orang tua dalam masa tumbuh kembang remaja sangatlah
      penting, antara lain orang tua harus bisa menjadi sahabat anaknya
6.      Menjalin hubungan baik antara orangtua dengan anak yaitu dengan
      komunikasi yang baik
7.      Pemerintah juga harus menegakkan hukum setegak-tegaknya.
      Misalnya memberantas pelaku perdangan anak yang menjadi salah satu
      sumber terjadinya perbudakan seks.
8.      Menciptakan lingkungan keluarga yang harmonis
9.      Latihlah anak-anak untuk mengekspresikan dirinya
10.  Pengembangan harga diri anak
11.  Mengembangkan ketrampilan dan kemandirian anak
12.  Meningkatkan iman dan takwa
13.  Tidak berganti-ganti pasangan dalam melakukan hubungan seks

F. DAMPAK SEKS BEBAS
1.   Menciptakan kenangan buruk. Apabila seseorang terbukti telah melakukan seks pranikah atau seks bebas maka secara moral pelaku dihantui rasa bersalah yang berlarut-larut. Keluarga besar pelaku pun turut menanggung malu sehingga menjadi beban mental yang berat.
2.   Mengakibatkan kehamilan. Hubungan seks satu kali saja bisa mengakibatkan kehamilan bila dilakukan pada masa subur. kehamilan yang terjadi akibat seks bebas menjadi beban mental yang luar biasa. Kehamilan yang dianggap “Kecelakaan” ini mengakibatkan kesusahan dan malapetaka bagi pelaku bahkan keturunannya.
3.   Menggugurkan Kandungan (aborsi) dan pembunuhan bayi. Aborsi merupakan tindakan medis yang ilegal dan melanggar hukum. Aborsi mengakibatkan kemandulan bahkan Kanker Rahim. Menggugurkan kandungan dengan cara aborsi tidak aman, karena dapat mengakibatkan kematian.
4.   Penyebaran Penyakit. Penyakit kelamin akan menular melalui pasangan dan bahkan keturunannya. Penyebarannya melalui seks bebas dengan bergonta-ganti pasangan. Hubungan seks satu kali saja dapat menularkan penyakit bila dilakukan dengan orang yang tertular salah satu penyakit kelamin. Salah satu virus yang bisa ditularkan melalui hubungan seks adalah virus HIV.
5.   Timbul rasa ketagihan. Sekalisaja melakukan hubungan seksual akan mengakibatkan ketagihan untuk melakukan hubungan seksual.[12]

G. SEKS MENURUT PANDANGAN ALKITAB
Seksualitas dalam PL dikaitkan dengan perkawinan. Perkawinan adalah tempat yang sah melakukan hubungan seks. Narasi penciptaan tidak secara eksklusif menyebut kata nikah, tetapi interpretasi Tuhan Yesus terhadap Kej. 2:23-24 menunjukkan bahwa lembaga pernikahan merupakan tempat sah melakukan hubungans seks (Mat. 19:4-6). Kesatuan daging adalah istilah yang diartikan secara harafiah dengan berhubungan seks. Tetapi kesatuan daging itu semata-mata berurusan dengan tubuh, melainkan seantero kehidupan. Jadi, hubungan seks adalah cermin dari hubungan total jiwa-raga.
PL mencatat betapa pentingnya menjaga kesucian seks sehingga hubungan seks yang terjadi di luar pernikahan yang sah dipandang sama dengan penyembahan berhala (Im. 18:1-30; 20:10-21). Dalam komunitas Israel, hukuman terhadap pelaku perilaku seksual di luar pernikahan yang sah adalah hukuman mati (Ul. 22:13-30). Penyelewengan adalah pengingkaran dan penghinaan akan kesucian dan kekudusan Tuhan sendiri.
      PB tidak berbicara tentang hakikat dan tujuan seksualitas tetapi berefleksi tentang perilaku seksual dan menyorotinya atas dasar PL dan Yesus Kristus. PB membicarakan hakikat seksualitas dengan menunjuk pada narasi penciptaan (Mat. 19:1-12). Hubungan seks dilegitimasi dalam pernikahan sebagai hubungan yang berisi kesatuan permanen yang diselenggarakan oleh Tuhan sendiri: “apa yang telah dipersatukan Allah tidak boleh diceraikan manusia“ (ayat 6).
Di dalam PB ditekankan makna kesucian dan kekudusan seksualitas tetapi tidak mengingkari keunggulan kasih dan pengampunan. Kalau PL sangat menekankan “hukuman”, maka PB sangat menekankan “pengampunan” terhadap semua perilaku seks yang menyimpang. Seksualitas yang baik adalah seksualitas yang diikatkan dengan Tuhan (1 Kor. 6:12-20, khusus ayat 17)[13].
Alkitab mengajarkan bahwa jenis kelamin yang membedakan laki-laki dan perempuan, diciptakan oleh Allah. Pengajaran tersebut jelas tergambar dalam Kejadian 1:27 bahwa laki-laki dan perempuan ini diciptakan segambar dan serupa Allah. Karena Allah adalah kasih maka Ia telah menjadikan laki-laki dan perempuan segambar dan serupa dengan Dia agar diantara mereka ada saling mengasihi dan mencintai. Untuk itu suami harus menghargai dan mengasihi isterinya. Sebab perempuan diciptakan sebagai penolong dan partner bagi pria.

H. TUJUAN MATERI
1.      Memberikan pengertian tentang seks
2.      Memberikan pengajaran tentang bahaya seks
3.      Memberikan pemahaman seks sesuai dengan pandangan Alkitabiah
4.      Memberikan Pendidikan seks terhadap mereka agar mereka lebih mengerti tentang seks
5.      Mengetahui cara-cara pencegahan seks bebas

I. METODE
Penyuluhan
Margono Slamet (2000).
menegaskan bahwa inti dari kegiatan penyuluhan adalah untuk memberdayakan masyarakat. Memberdayakan berarti memberi daya kepada yang tidak berdaya dan atau mengembangkan daya yang sudah dimiliki menjadi sesuatu yang lebih bermanfaat bagi masyarakat yang bersangkutan.  Margono Slamet (2000) menekankan esensi penyuluhan sebagai kegiatan pemberdayaan masyarakat yang telah mulai lazim digunakan oleh banyak pihak sejak Program Pengentasan Kemiskinan pada awal dasawarsa 1990-an. Penyuluhan pembangunan sebagai proses pemberdayaan masyarakat, memiliki tujuan utama yang tidak terbatas pada terciptanya “better-farming, better business, dan better living, tetapi untuk memfasilitasi masyarakat (sasaran) untuk mengadopsi strategi produksi dan pemasaran agar mempercepat terjadinya perubahan-perubahan kondisi sosial, politik dan ekonomi sehingga mereka dapat (dalam jangka panjang) meningkatkan taraf  hidup pribadi dan masyarakatnya.[14]

Diskusi/Tanya Jawab
Metode Diskusi adalah suatu cara mengelolah pembelajaran dengan penyajian materi melalui pemecahan masalah atau analisis sistem produk teknologi yang pemecahannya sangat terbuka. Suatu diskusi dinilai menunjang keaktifan siswa bila diskusi itu melibatkan semua anggota diskusi dan menghasilkan suatu pemecahan masalah.
Metode diskusi adalah suatu cara mengajar yang dicirikan oleh suatu keterikatan pada suatu topic atau pokok pernyataan atau problem dimana para peserta diskusi dengan jujur berusaha untuk mencapai atau memperoleh suatu keputusan atau pendapat yang disepakati bersama.[15]

J. MEDIA BERBASIS PRESENTASI POWER POINT
Media merupakan alat yang harus ada apabila kita ingin memudahkan sesuatu dalam pekerjaan.Media merupakan alat Bantu yang dapat memudahkan pekerjaan.Setiap orang pasti ingin pekerjaan yang dibuatnya dapat diselesaikan dengan baik dan dengan hasil yang memuaskan. Kata media itu sendiri berasal dari bahasa latin yang merupakan bentuk jamak dari kata medium yang berarti pengantar atau perantara , dengan demikian dapat diartikan bahwa media merupakan wahana penyalur informasi belajar atau penyalur pesan.
Presentasi Power Point Ini adalah bentuk yang paling sederhana dan paling mudah dan paling praktis sehingga paling banyak dipergunakan oleh kebanyakan pembicara, baik pembicara seminar, workshop, dan juga guru di kelas. Hendaknya, setiap guru paling tidak mempunyai kemampuan untuk membuat materi ajardalam bentuk presentasi Power Point ini. Meskipun paling sederhana, Power Point memberikan fasilitas yang cukup hebat untuk membuat media ajar. Justru dengan kesederhanaan ini lah yang menyebabkan hal ini sangat mudah dipelajari. Dengan kreatifitas lebih, Power Point dapat dioptimalkan dengan baik untuk membuat paket media ajar yang berkualitas.
Mengoptimalkan Microsoft PowerPoint sebagai media belajar berarti memanfaatkan secara maksimal segala fitur dan sediaan yang dimiliki oleh Microsoft PowerPoint untuk menunjang kegiatan belajar mengajar. Microsoft PowerPoint merupakan sebuah software yang dibuat dan dikembangkan oleh perusahaan Microsoft, dan merupakan salah satu program berbasis multi media. Didalam komputer, biasanya program ini sudah dikelompokkan dalam program Microsoft Office. Program ini dirancang khusus untuk menyampaikan presentasi, baik yang diselenggarakan oleh perusahaan, pemerintahan, pendidikan, maupun perorangan, dengan berbagai fitur menu yang mampu menjadikannya sebagai media komunikasi yang menarik.
Aplikasi software Microsoft PowerPoint yang sering digunakan untuk presentasi dapat dioptimalkan penggunaannya dengan memanfaatkan berbagai fasilitas yang dimilikinya seperti hyperlink, insert picture, table, grafik movie ,sound beserta efek animasinya (custom animation) dalam menampilkan gambar bangun, garis, teks dan gambar secara kolaboratif. Pada prinsipnya program ini terdiri dari beberapa unsur rupa, dan pengontrolan operasionalnya. Unsur rupa yang dimaksud, terdiri dari slide, teks, gambar dan bidang-bidang warna yang dapat dikombinasikan dengan latar belakang yang telah tersedia. Unsur rupa tersebut dapat kita buat tanpa gerak, atau dibuat dengan gerakan tertentu sesuai keinginan kita. Seluruh tampilan dari program ini dapat kita atur sesuai keperluan, apakah akan berjalan sendiri sesuai timing yang kita inginkan, atau berjalan secara manual, yaitu dengan mengklik tombol mouse. Biasanya jika digunakan untuk penyampaian bahan ajar yang mementingkan terjadinya interaksi antara peserta didik dengan tenaga pendidik, maka kontrol operasinya menggunakan cara manual.
Powerpoint adalah program presentasi terpopuler dan paling banyak digunakan oleh para professional diberbagai kegiatan presentasi. Tidaklah mengherankan jika dunia presentasi menjadikan program ini sebagai program standar untuk presentasi. Powerpoint memiliki keunggulan dan sistem pengopersiannya yang mudah digunakan.[16]



           




BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Untuk mengatasi masalah-masalah ini diperlukan adanya pemahaman dan penerangan tentang sex secara benar dan tepat yang dilandasi oleh nilai-nilai agama, budaya dan etika yang ada di masyarakat. Penyuluhan dan penerangan tentang sex harus dilandaskan pada ilmu pengetahuan dan nilai-nilai agama, sehingga seorang remaja akan mendapatkan informasi yang benar dan tepat dengan berlandaskan pada nilai-nilai agama dan keimanan yang kuat sehingga seorang remaja dapat terhindar dari hal-hal yang negatif dan tercela terkait dengan masalah sex. Untuk itu pendidikan sex Islami sangat diperlukan. Uraian dibawah ini akan membicarakan masalah-masalah sex ditinjau dari aspek medis dan Islam; perubahan fisik, perubahan psikologi dan perubahan pada organ reproduksi yang terjadi pada remaja, dampak sex bebas pada remaja serta cara-cara penanggulangannya.


[1] Martin H. Manser, Oxford English Dictionary (New York: Oxford University Press, 1991).
[2] DEPDIKBUD, Kamus Besar Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka), hlm. 897.
[3] Julia Suleeman Chandra, Cinta, Seks, dan Allah (Yogyakarta: Yayasan ANDI, 1982), hlm. 2.
[4] W.J.S. Poewadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1976), hal. 890
[5] Ensiklopedi Indonesia, hal. 3060
[6] J. L. Ch. Abineno, Sekitar Etika dan Soal-soal Etis (Jakarta: Gunung Mulia, 1994), hal. 76
[7] Departemen Kesehatan RI. Dirjen Pembinaan Kesehatan Masyarakat, Kumpulan Materi Kesehatan Reproduksi Remaja (KKR) (Jakarta: Departemen Kesehatan RI, 1991), hal. 35
[8] Singgih D. Gunarsa; Yuli D. Gunarsa, Psikologi PraktisAnak, Remajadan Keluarga, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1991, hal. 85
[9] Anni Dyck, Tantangan dan Kebutuhan Remaja (Seri Pendidikan Kristen), Malang: YPPII, 1982, hal. 5, 6
[10] J.L.Ch. Abineno, Seksualitas dan Pendidikan Seksual, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012

[11] Sarwono, Psikologi Remaja, Jakarta: Rajawali Pers, 2006
[12] http://nariluh.wordpress.com/2013/10/08/dampak-seks-bebas/
[13] Robert P. Borrong, Etika Seksual Kontemporer, Bandung, Ink Media, 2006
[14] http://rismajayanti.wordpress.com/2012/01/15/penyuluhan/
[15] http://www.slideshare.net/eree/metode-diskusi
[16] Wahana Komputer, Presentasi Kreatif Dengan Microsoft PowerPoint, Jakarta: Elex Media Komputindo, 2007, Hal. 1

No comments:

Post a Comment

Misi Kristus Sedunia

PELAJARAN SEKOLAH MINGGU

  TANGGAL   PELAJARAN SEKOLAH MINGGU KATEGORI Babak pertama        ...