Thursday 22 March 2018

STT Bethany
Silabus
Mata Kuliah : Kurikulum  Kontektual 
Bobot : 3 sks
Pendidik : Dr. Harianto GP, D.Th.
Waktu : 15-19 April 2013



Penjelasan
Kuliah  ini menyajikan secara mendasar tentang  persoalan-persoalan kurikum yang mencakup:  Persoalan-persoalan Kurikulum Masa Kini;  Definisi, Tujuan,  Pentingnya dan Ruang Lingkupnya; Komponen Kurikulum  dengan Teori Taxanomi Bloom: Kognitif, Afektif dan Psikomotoris; Komponen Kurikulum dengan nilai-nilai  Alkitabiah  menuju Merumuskan Alkitab sebagai Bahan Kurikulum; Kurikulum Menjadi Bahan Ajar; Teori-teori Kurikulum dalam Konteks Sejarah Indonesia; Teori-teori Kurikulum dalam Berbagai Konteks; Pengembangan Kurikulum ; dan Merumuskan Kurikulum dalam Konteks.


Tujuan  Umum (Kompetensi Dasar)
Secara umum bahwa anak didik mampu mengenal, memahami, mengaplikasi, mengsintesis dan mengevaluasi mengenai: Persoalan-persoalan Kurikulum Masa Kini;  Definisi, Tujuan,  Pentingnya dan Ruang Lingkupnya; Komponen Kurikulum  dengan Teori Taxanomi Bloom: Kognitif, Afektif dan Psikomotoris; Komponen Kurikulum dengan nilai-nilai  Alkitabiah  menuju Merumuskan Alkitab sebagai Bahan Kurikulum ; Teori-teori Kurikulum dalam Konteks Sejarah Indonesia; Teori-teori Kurikulum dalam Berbagai Konteks; Pengembangan Kurikulum; dan Merumuskan Kurikulum dalam Konteks.


Tujuan Khusus (Hasil Belajar)
Mampu mengenal Persoalan-persoalan Kurikulum Masa Kini.
Mampu mengenal Definisi, Tujuan,  Pentingnya dan Ruang Lingkupnya.
Mampu memahami Komponen Kurikulum  dengan Teori Taxanomi Bloom: Kognitif, Afektif dan Psikomotoris.
Mampu memahami Komponen Kurikulum dengan nilai-nilai  Alkitabiah  menuju Merumuskan Alkitab sebagai Bahan Kurikulum.
Mampu merumuskan Kurikulum Menjadi Bahan Ajar
Mampu memahami Teori-teori Kurikulum dalam Konteks Sejarah Indonesia.
Mampu mengaplikasi Teori-teori Kurikulum dalam Berbagai Konteks.
Mampu mensintesis Teori-teori Kurikulum dalam Berbagai Konteks.
Mampu mengevaluasi Pengembangan Kurikulum .
Mampu merumuskan dan mengevaluasi rumusan Kurikulum dalam Konteks.

Pokok-pokok Bahasan
Silabus dan Pengantar:  Persoalan-persoalan Kurikulum Masa Kini
Pengenalan Kurikulum:  Definisi, Tujuan,  Pentingnya dan Ruang Lingkupnya
Komponen Kurikulum  dengan Teori Taxanomi Bloom: Kognitif, Afektif dan Psikomotoris
Komponen Kurikulum dengan nilai-nilai  Alkitabiah;  Merumuskan Alkitab sebagai Bahan Kurikulum
Kurikulum Menjadi Bahan Ajar
Teori-teori Kurikulum dalam Konteks Sejarah Indonesia
Teori-teori Kurikulum dalam Berbagai Konteks
Pengembangan Kurikulum
Merumuskan Kurikulum dalam Konteks


Bahan Wajib
GP, Harianto. 2015. Kurikulum Kontekstual. Surabaya: STT Bethany.

Bahan Acuan Utama
Ali, Muhammad.  1992. Pengembangan Kurikulum di Sekolah. Bandung: Sinar Baru.
Hasan, S. Hamid. 2009. Evaluasi Kurikulum. Bandung: UPI-Remaja Rosdakarya.
Hasution, S. 2012. Kurikulum & Pengajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Husain, Abdul Rajak. 1995. Penyelenggaraan Pendidikan Nasional. Solo: CV Aneka.
Karli, Hilda dan Oditha R. Hutabarat. 2007. Implementasi KTSP dalam Model-model Pembelajaran. Jakarta: Generasi Info Media.
Kunandar. 2013. Penilaian Autentik. Jakarta: Raja Grafindo Rajawali.
Miller, Randolph C. 1956. Education for Christian Living. New Jersey: Prentice Hall.
Napitupulu, W.P.  1969. Dimensi-dimensi Pendidikan. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Nemiroff, Greta Hofmann. 1992.  Reconstructing Education. New York: Bergin & Garvey.
Ornstein/Levine. 1989. Foundations of Education. Dallas: Houghton Mifflin Company.
Rukantri, C. dkk. 1996.  Pengembangan Program Pengajaran Mata Anak didikan PAK.  Jakarta: BPK Gunung Mulia,1996.
Rusman. 2009. Manajemen Kurikulum. Jakarta: Raja Grafindo Rajawali.
Rusmono. 2012. Strategi Pembelajaran dengan Problem Based Learning itu Perlu. Bogor: Ghalia Indonesia.
Sanjaya, Wina. 2012. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana.
Sisimore, J.T.  Pendidik dan Anak didik: Teman Sekerja.   Bandung: LLB
Sudjana, Nana. 1988. Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2013. Pengembangan Kurikulum. Bandung: Rosdakarya.
Tanya, Eli. 1999. Gereja dan Pendidikan Agama Kristen. Cipanas: STT Cipanas.
Tyler, Ralph. 1970. Basic Principles of Curriculum and Instruction. Chicago-London: The University of Chicago Press.
Vieth, Paul H.  1951. The Church and Christian Education. ST. Louis: Bethany Press.
Willis, Judy. 2010. Strategi Pembelajaran Efektif  Berbasis Riset Otak. Yogyakarta: Mitra Media.



Metode
Dalam mewujudkan tujuan khusus atau hasil belajar di atas, kegiatan belajar mengajar ditempuh dengan pendekatan berikut:
Kuliah (penjelasan dari pendidik), diskusi dan tanya jawab
Diskusi kelas dan kelompok yang dipresentasikan.
Presentasi Tugas anak didik.
Tugas-tugas pendalaman

Evaluasi dan Kriteria Penilaian
Aktifitas dan interaksi = 10%:
Book Review  =  30%.  Pilih buku tentang kurikulum (buku yang sudah disediakan).  Susunannya: Ringkasan, Evaluasi Seluruh Buku dan Evaluasi Bagian-bagian Tertentu Buku.
Paper  Riset = 60%.   Panjang paper  5--7 halaman (1 spasi) belum termasuk daftar isi dan daftar pustaka. Judul paper “Kurikulum  Berbasis … yang Alkitabiah  dan Penerapannya dalam Pelayanan  di … (institusi). “ Susunan paper: Daftar isi; Bab I  Pendahuluan: berisi masalah  peranan pendidikan di lokasi yang hendak  diteliti (1 halaman); Bab II Teori Kurikulum Berbasis … yang Alkitabiah (2 halaman Teori berdasarkan Alkitab); Bab III  data keadaan kurikulum di institusi; Bab IV Kurikulum  Berbasis … yang Alkitabiah  dan penerapannya dalam Pelayanan  di … (institusi);  Bab V Kesimpulan dan saran-saran; Daftar Pustaka.

Jadwal Kegiatan Belajar
Senin, 22 Juni 2015
17.00 – 18.30   :  Session1 ”Silabus dan Pengantar:
18.30 – 19.00   :  Rehat
19.00 – 21.00   :  Session 2  Pemahaman Kurikulum:  Definisi, Tujuan,  Pentingnya dan Ruang
                            Lingkupnya

bSelasa, 23 Juni2015
17.00 – 18.30 :  Session 3 Komponen Kurikulum  dengan Teori Taxanomi Bloom: Kognitif,
                          Afektif dan Psikomotoris
18.30 – 19.00 :  Rehat
19.00 – 21.00 :  Session 4 Komponen Kurikulum dengan nilai-nilai  Alkitabiah;  Merumuskan
                          Alkitab sebagai Bahan Kurikulum

Rabu, 24 Juni 2015
17.00 – 18.30 :   Session 5 Kurikulum Menjadi Bahan Ajar
18.30 – 19.00 :   Rehat
19.00 – 21.00 :   Session 6 Teori-teori Kurikulum dalam Konteks Sejarah Indonesia

Kamis, 25 Juni 2015
17.00 – 18.30 :   Session 7 Teori-teori Kurikulum dalam Konteks Sejarah Indonesia
18.30 – 19.00 :   Rehat
19.00 – 21.00 :   Session 8  Teori-teori Kurikulum dalam Berbagai Konteks


Jumat, 26 Juni 2015
17.00 – 18.30:   Session 9 Pengembangan Kurikulum
18.30 – 19.00 :  Rehat
19.00 – 21.00 :  Session 10 Merumuskan Kurikulum dalam Konteks


1. Pengantar
Tahun 2013 di negeri Indonesia tercinta memberlakukan “Kurikulum 2013” yang menekankan pada pendidikan Karakter. Pendidikan tersebut sebenarnya sudah dikumandangkan pada  tahun 2011 oleh Presiden  Susilo Bambang Yudhoyono dalam peringatan Hardiknas-Harkitnas. Bapak Presiden menegaskan bahwa ”ke depan kita menginginkan muncul dan berkembangnya manusia-manusia Indonesia yang unggul. Mengapa Indonesia memerlukan manusia-manusia unggul? Karena kita sebagai bangsa, di abad ke-21, ingin menjadi negara maju”.  Dalam hal ini, ada  dua hal tentang keunggulan manusia (human excellent) adalah: pertama, keunggulan dalam pemikiran; dan kedua, keunggulan dalam karakter. Kedua jenis keunggulan manusia itu dapat dibangun, dibentuk dan dikembangkan melalui pendidikan karakter.
Sekarang kalangan akademisi dan masyarakat  resah: mau dibawa kemana pendidikan nasional? Bagaimanakah pendidikan karakter dapat menjawab tujuan pendidikan nasional? Bagaimanakah bisa bahwa para alumninya menjadi pemimpin bangsa: yang anti korupsi, anti suap, politikus yang tidak merugikan Negara, pengusaha yang jujur, dan para profesional yang setia dengan sumpahnya?

Kurikulum yang Ragu-ragu
Kurikulum yang berhasil adalah kurikulum yang diterapkan dalam waktu yang  sesuai dengan lamanya sebuah proses pendidikan.  Kalau proses pendidikan kualitas bangsa itu dihitung dari SD hingga Strata Satu adalah 20 tahun. Itulah lamanya melahirkan manusia-manusia unggulan di negeri ini.  Jadi kurikulum yang diterapkan di negeri ini mestinya berlangsung hingga 20 tahun tanpa ada perubahan-perubahan yang signifikan. Tetapi di negeri ini, sejarah kurikulum yang selalu berubah dan berakibat terpuruknya kualitas anak bangsa.
Misalnya dari tahun 1947 adalah kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan bersifat politis: dari orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan nasional dengan asas pendidikan Pancasila, lalu tahun 1960 diganti dengan  “Kurikulum Kewajiban Belajar Sekolah Dasar”. Di penghujung era Presiden Soekarno, muncul Kurikulum 1964, yang berfokus pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya dan moral (Pancawardhana). Tahun 1968 muncul kurikulum baru menekankan pada upaya untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis: mengganti Kurikulum 1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde Lama.
Pada tahun 1970 muncul “Kurikulum Berhitung” tetapi tahun 1975 diganti dengan “Kurikulum 1975″ yang menekankan pada pelajaran matematika, Pendidikan Moral Pancasila dan Pendidikan Kewarnegaraan.  Selanjutnya, tahun 1984 menyempurnakan Kurikulum 1975 dengan “Cara Belajar Siswa Aktif” (CBSA).  Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Tahun 1991 CBSA dihentikan lalu muncul “Kurikulum 1994″ dan “Suplemen Kurikulum 1999”. Kurikulum 1994 bergulir lebih pada upaya memadukan antara Kurikulum 1975, Kurikulum 1984 dalam pendekatan proses. Kejatuhan rezim Soeharto pada 1998, diikuti kehadiran Suplemen Kurikulum 1999.
Tahun 2004 dikenal “Kurikulum Berbasis Kompetensi” (KBK). Setiap pelajaran diuraikan berdasar kompetensi apakah yang mesti dicapai siswa. Hasilnya tak memuaskan. Guru-guru pun tak paham betul apa sebenarnya kompetensi yang diinginkan pembuat kurikulum. Tahun 2006 muncul “Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan” (KTSP). Pelajaran KTSP masih tersendat. Tinjauan dari segi isi dan proses pencapaian target kompetensi pelajaran oleh siswa hingga teknis evaluasi tidaklah banyak perbedaan dengan Kurikulum 2004. Perbedaan yang paling menonjol adalah guru lebih diberikan kebebasan untuk merencanakan pembelajaran sesuai dengan lingkungan dan kondisi siswa serta kondisi sekolah berada.
Tahun 2013 merupakan uji coba “Kurikulum Karakter” yang akan diterapkan di sekolah-sekolah. Sebenarnya pemahaman  dan pelaksanaan tentang pendidikan berbasis karakter sudah dicanangkan dalam KTSP.

Alumni yang “Ragu-ragukah”?
Dalam Pembukaan UUD 1945 dikatakan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah “meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa” (Pasal 31 ayat 3). Pada dasarnya tujuan pendidikan nasional berkaitan dengan up-grade manusia menjadi manusia yang seutuhnya baik dalam perspektif metafisika, kognitif maupun psikomotoris. Design pendidikan nasional adalah pendidikan manusia yang merubah manusia menjadi yang mampu berkarya dan menyelesaikan segala tantangan yang di hadapannya.
Tetapi di lapangan ditemukan bahwa kurikulum tidak diselesaikan dalam waktu proses pendidikan yang benar dan selalu dirubah-rubah maka tujuan pendidikan nasional tidak pernah terwujud. Sejak Indonesia merdeka, 67 tahun, kurikulum nasional tidak mempunyai alumni yang sesuai standar tujuan nasional. Kurikulum yang selalu berubah-rubah cenderung melahirkan para ahli yang tidak siap menjawab kebutuhan lapangan. Gambaran bahwa banyak lulusan SMU sederajat hingga sarjana sederajat dalam posisi menganggur dan kalau mereka bekerja cenderung bekerja dengan latar belakang akademiknya yang berbeda. Sungguh kualitas SDM yang memprihatinkan. Gambaran para alumni yang ragu-ragu inilah dapat dilihat dan dirasakan di seluruh kehidupan pelosok Indonesia. Jika dibandingkan dengan Jepang, Korea, Pilipina, Malaysia, bahkan India, kualitas SDM Indonesia masih tertinggal. Sementara tuntutan globalisasi cukup tinggi di mana kita tidak hanya membutuhkan sumber daya manusia dengan latar belakang pendidikan formal yang baik, tetapi juga diperlukan sumber daya manusia yang mempunyai latar belakang pendidikan non formal.

Pendidikan Masa Depan
Meskipun  ruang lingkup mengenai materinya berbeda antara pendidikan karakter dan pendidikan kemanusiaan, tetapi mempunyai keterkaitan yang signifikan. Karena itu Saya setuju dengan pendapat professor Edgar Morin. Tahun 2005 ia diminta oleh Unesco untuk melempar isu pendidikan yang diadakan lima tahun sekali oleh Unesco. Morin dalam bukunya “Tujuh Materi Penting bagi Dunia Pendidikan” (Yogyakarta: Kanisius, 2005) mengatakan bahwa pendidikan masa depan harus menjadi pendidikan universal, yang pertama-tama mengajarkan tentang kondisi manusiawi. Semua orang harus menerima dirinya dengan kemanusiaannya yang wajar dan menyadari keragaman budaya yang melekat dalam segala sesuatu yang manusiawi. Cara mewujudkannya, menurut Morin, adalah dilakukan dari waktu ke waktu  secara menyeluruh: Pertama,  pendidikan berperan sebagai transformasi sejati di mana akan tercapai jika semua itu saling mentransformasi hingga menghasilkan sebuah transformasi global. Kedua, tuntutan kesatuan seluas dunia. Kesatuan ini mensyaratkan kesadaran dan rasa saling memiliki yang menghubungkan kita dengan bumi kita, kampung halaman kita yang pertama dan terutama. Ketiga, misi spiritual pendidikan yang sejati adalah  mengajarkan untuk memahami satu sama lain sebagai suatu syarat yang sangat dibutuhkan dalam melindungi moral kemanusiaan dan solidaritas intelektual.
Jadi,  sebenarnya dunia sudah pembahas dan menerapkan isu-isu pendidikan karakter ini lebih dari 10 tahun ke belakang dan kita hendak memulai tahun depan. Ya, lebih baik terlambat daripada belum memikirkan apalagi melakukannya. ***

Persoalan-persoalan yang dapat dicatat mengenai kurikulum sebagai berikut:
Permasalahan dalam implementasi  KTSP di sekolah
Saat ini KTSP sudah berjalan dan diimplementasikan di sekolah, dengan demikian ketentuan perundangan sudah dilaksanakan dengan baik. Namun juga tidak dapat dipungkiri adanya beberapa kekurangan dalam pelaksanaannya, yaitu dalam hal keterlibatan guru dalam penyusunan KTSP, silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran. Selain itu satu hal yang perlu dilihat ulang, karena sampai saat ini sekolah ternyata masih sangat tergantung dengan model kurikulum dari Pusat Kurikulum ataupun dari Direktorat Pembinaan TK/SD/ SMP/SMA/SMK. Harusnya dikembalikan ke jiwa semula bahwa yang ditentukan oleh pusat (BSNP) adalah Standar Kompetensi Lulusan, Standar Isi, Standar Proses dan Standar Penilaian, selain tentu saja standar-standar yang lain. Namun pada kenyataannya KTSP di sekolah hanyalah modifikasi dari model yang dikembangkan oleh direktorat terkait, dan yang menyedihkan adalah pihak sekolah takut mengembangkan lebih lanjut walaupun sudah memenuhi standar-standar dari BSNP, seharusnya pihak sekolah didorong untuk mengembangkan KTSP sejauh memenuhi pedoman dan standar-standar yang telah ditetapkan. Masalah modelnya, sekolah harusnya diberi kebebasan untuk mengembangkan model yang sesuai bagi sekolahnya. Apabila hal ini dapat dilaksanakan maka filosofi KTSP akan dapat diimplementasikan.  Selanjutnya, khusus untuk SMK acuan untuk program produktif mengambil dari SKKNI (Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia). Dengan demikian sekolah seharusnya boleh mengembangkan KTSP sejauh mengambil SKKNI tersebut. Tetapi dengan adanya ketentuan spektrum SMK dengan standar kompetensi yang harus diambil maka sebenarnya menjadikan ketidakbebasan sekolah untuk mengambil standar kompetensi apa yang akan diajarkan kepada siswa. Untuk ke depan maka KTSP harus dikembalikan kepada filosofi dan semangat semula tentang otonomi pendidikan.   Saat ini yang perlu dilatihkan kepada guru di sekolah adalah bagaimana mengembangkan pembelajaran yang menyenangkan dan dapat mencapai standar kompetensi yang ditentukan dan bagaimana mengembangkan soal atau instrumen penilaian yang akurat mengukur pencapaian kompetensi oleh siswa. dari beberapa pelatihan yang penulis lakukan, terlihat kompetensi sebagian guru masih kurang dalam mengembangkan model pembelajaran yang sesuai dan menyusun soal yang tepat. Untuk mengatasi hal ini sekolah harus terus mendorong guru untuk belajar dengan cara mendatangkan narasumber maupun memanfaatkan guru yang telah memiliki kompetensi mumpuni dalam pengembangan pembelajaran dan penyusunan instrumen penilaian proses dan hasil belajar.

Sejumlah Masalah dalam Kurikulum 2013
Permasalahan mendasar Kurikulum 2013 adalah: Pertama, tidak melalui riset dan evaluasi yang mendalam. Kedua, menitikberatkan siswa. Ketiga, ketidaksiapan guru karena terkesan mendadak.  Keempat, tematik lebih cocok di kelas dasar. Kelima, tidak memperhatikan konteks sosiologis keIndonesiaan. Lebih lanjut lagi bahwa:  (1) Kesadaran dan pentingnya memahami secara tuntas konsep yang mendasari dikembangkannya kurikulum 2013, serta berbagai kekurangannya. Mari berhenti menjadi loyalitas buta yang nantinya anak kita buta. (2) Pemahaman tentang aspek yang akan berpotensi menimbulkan keraguan, kebingungan atau bahkan kesalatan dalam proses belajar. (3) Pencarian alternatif-alternatif agar anak didik tidak terkena dampak dari kebingungan, keragguan, atau bahkan kesalahpahaman guru dan pemangku kepentingan lainnya. (4) Pemahaman akan kebutuhan anak didik untuk hidup di abad 21 yang menuntut penjelasan-penjelasan yang sementara beredar telah dicakup dalam dokumen.
Lebih lanjut dikatakan bahwa ada tiga masalah guru dalam implementasi kurikulum 2013 adalah: (1)  Salah satu pembeda kurikulum 2013 dengan kurikulum sebelumnya ialah scientific approach. Namun, masih banyak guru yang merasa kesulitan menerapkan pendekatan tersebut dalam mengajar.  (2)  Para guru masih kesulitan menerapkan scientific approach dalam kegiatan belajar mengajar. (3) Membuat siswa aktif sebab, dalam kurikulum 2013, guru harus pintar menjadi fasilitator agar siswa bertanya. Sayang, belum semua guru mampu melaksanakannya.


Pencabutan Kurikulum 2013: Kembali Lagi ke KTSP 2006?
Pada tahun 2014 dengan adanya pemilu, Indonesia sudah melakukan pergantian presiden dan wakil presiden Indonesia beserta kedudukan pemerintahan. Segenap menteri telah tergantikan sejak kedudukan Ir. H. Joko Widodo sebagai presiden Indonesia dan Drs. H. Muhammad Jusuf Kalla sebagai wakil presiden Indonesia, termasuk Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang dulu, Professor Muh. Nuh, menciptakan sebuah kurikulum baru yaitu Kurikulum 2013 yang dirancang untuk menggantikan kurikulum yang dulu yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP 2006).
Akan tetapi, Kurikulum 2013 banyak menuai persoalan. Sejak pergantian seluruh kabinet pemerintahan, hal yang paling menjadi objek sorotan adalah pencabutan Kurikulum 2013 dan digunakannya kembali KTSP 2006. Kurikulum 2013 sendiri merupakan kurikulum baru yang diterapkan oleh pemerintah untuk menggantikan KTSP 2006 yang telah berlaku selama kurang lebih enam tahun. Kurikulum 2013 masuk dalam masa percobaan di tahun 2013 dengan menjadikan beberapa sekolah menjadi sekolah percobaan. Pada tahun 2014, Kurikulum 2013 sudah diterapkan di Kelas I, II, IV, dan V sedangkan untuk SMP Kelas VII dan VIII dan SMA Kelas X dan XI. Kurikulum 2013 memiliki tiga aspek penilaian, yaitu aspek pengetahuan, aspek keterampilan, dan aspek sikap dan perilaku yang bertujuan agar siswa menjadi lebih aktif berperan dalam kegiatan belajar mengajar. Penilaian dilakukan tidak hanya melalui teacher assessment (guru), melainkan pula melalui peer assessment (teman sekelas) karena pendidikan tidak lagi merupakan guru sebagai penengah namun murid pun juga dapat menjadi penengah agar murid belajar secara efisien dan menjadi lebih proaktif dalam bidang akademik.
Melalui Anies Baswedan sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) baru, pemerintahan Joko Widodo melakukan pencabutan Kurikulum 2013. Dihentikannya Kurikulum 2013 tersebut dikarenakan berbagai faktor dan banyaknya keluhan yang datang. Masalah mendasar Kurikulum 2013 menurut Hartini Nara, M.Si, antara lain: Kurikulum 2013 tidak melalui riset dan evaluasi yang mendalam, menitikberatkan siswa, ketidaksiapan guru karena terkesan mendadak, tematik lebih cocok di kelas dasar, dan tidal memperhatikan konteks sosiologis ke-Indonesiaan. Implementasi Kurikulum 2013 seharusnya difokuskan kepada 6.400 unit sekolah percontohan dahulu, kemudian feedback dari sekolah itu dianalisa Kemendikbud. Tetapi yang terjadi adalah, Kurikulum 2013 tahun ini dipaksakan diterapkan di 200 ribu lebih sekolah di Indonesia. Implementasian Kurikulum 2013 juga dianggap tergesa-gesa dan belum matang terlihat dari distribusi buku dan konten bahan ajar.
Selain dinilai mengakibatkan masalah pada struktur kurikulum pendidikan di Indonesia, perubahan kurikulum 2013 juga dinilai sebagai pemborosan sebab alokasi anggaran mencapai Rp 2,4 triliun. Dikutip dari Waspada Online, Uchok Sky Khadafi mengatakan bahwa terdapat beberapa kejanggalan dalam rencana penerapan kurikulum baru 2013. Misalnya, di awal perencanaan program ini, tidak ada anggaran pelatihan untuk para guru. Namun setelah publik mengkritisi, biaya pelatihan guru dimasukkan pasca DPR menyetujui anggaran sebesar Rp 684 miliar pada Desember 2012. Selain itu, pengadaan buku baru sebagai fasilitas pendukung Kurikulum 2013 juga dinilai akan membuka celah korupsi dalam badan Kementrian.
Dalam teori kurikulum (Anita Lie, 2012), keberhasilan suatu kurikulum merupakan proses panjang, mulai dari kristalisasi berbagai gagasan dan konsep ideal tentang pendidikan, perumusan desain kurikulum, persiapan pendidik dan tenaga pendidikan, serta sarana dan prasarana, tata kelola pelaksanaan kurikulum termasuk pembelajaran, dan penilaian pembelajaran dari kurikulum. Struktur kurikulum dalam hal perumusan desain kurikulum sangatlah penting, karena begitu struktur yang disiapkan tidak mengarah sekaligus menopang pada apa yang ingin dicapai dalam kurikulum, maka bisa dipastikan implementasinya pun akan kedodoran.
Pada tanggal 5 Desember 2014, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anies Baswedan mengumumkan hasil evaluasi Kurikulum 2013 setelah melakukan proses pengkajian. Ada tiga keputusan yang diumumkan layaknya yang diberitakan oleh republika.co.id. Pertama, menghentikan Kurikulum 2013 untuk sekolah yang baru menyelenggarakannya selama satu semester dan kembali menggunakan KTSP 2006. Kedua, melanjutkan Kurikulum 2013 bagi sekolah yang telah melaksanakannya selama dua atau tiga semester sebagai sekolah percontohan. Ketiga, Kurikulum 2013 diserahkan pada Pusat Kurikulum dan Perbukuan (Puskurbuk) serta Unit Implementasi Kurikilum (UIK), dengan begitu perbaikan terhadap Kurikulum 2013 tidak berhenti namun diperbaiki dan akan dikembangan menjadi lebih baik lagi.

Kembali ke KTSP juga menimbulkan Masalah Baru
Menyikapi dari berita terbaru tentang surat edaran kemendikbud pada hari ini yang telah beredar dengan hal penghentian kurikulum 2013, bagi sekolah yang baru 1 semester melaksanakan kurikulum 2013. Dengan penghentian ini secara tidak langsung juga memunculkan persoalan baru, terkait buku-buku pegangan guru dan buku-buku pelajaran siswa. Kontrak kerja sama antara pemerintah tiap daerah dan penerbit buku tentunya juga akan berubah. Bagaimana tanggapan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan mengenai keputusannya itu? "Kontrak yang sudah ditanda-tangani, dituntaskan. (Lalu) bukunya disimpan di sekolah. Kontrak yang belum ditanda-tangani, berhenti saja," kata Anies saat ditemui di Gedung Kemendikbud, Jakarta, Sabtu (6/12/2014).
Anies mengatakan, pemerintah daerah banyak yang belum membuat kontrak mengenai buku mata pelajaran. Ia menganjurkan sekolah-sekolah itu tidak usah membuat kontrak lagi.
Terkait putusan pemberhentian kurikulum 2013, Anies menyatakan hal itu mulai berlaku pada awal tahun depan. "Mulai semester genap. Tahun pelajaran 2014-2015, mulai Januari. Pokoknya berhenti," ujar Anies. Ia menambahkan, sekolah yang telah menggunakan kurikulum 2013 di atas 3 semester akan dijadikan tempat menguji penerapan kurikulum tersebut. Sekolah itu tidak akan kembali ke kurikulum 2006. Namun, jika sekolah merasa tidak siap dan merasa terbebani, maka sekolah tersebut diberi kelonggaran untuk tidak meneruskan kurikulum baru.

Masalah Kurikulum dalam Pendididkan
Pembahasan mengenai pengertian ini penting karena ada dua alasan utama: (1) Seringkali kurikulum diartikan dalam pengertian yang sempit dan teknis. Dalam kotak pengertian ini maka definisi yang dikemukakan mengenai pengertian kurikulum kebanyakan adalah mengenai komponen yang harus ada dalam suatu kurikulum. Untuk itu berbagai definisi diajukan para ahli sesuai dengan pandangan teoritik atau praktis yang dianutnya. Ini menyebabkan studi tentang kurikulum dipenuhi dengan hutan definisi tentang arti kurikulum.  (2) karena definisi yang digunakan akan sangat berpengaruh terhadap apa yang akan dilakukan oleh para pengembang kurikulum. Pengertian sempit atau teknis kurikulum yang digunakan untuk mengembangkan kurikulum adalah sesuatu yang wajar dan merupakan sesuatu yang harus dikerjakan oleh para pengembang kurikulum. Sayangnya, pengertian yang sempit itu turut pula menyempitkan posisi kurikulum dalam pendidikan sehingga peran pendidikan dalam pembangunan individu, masyarakat, dan bangsa menjadi terbatas pula. (3) Pembahasan mengenai posisi kurikulum adalah penting karena posisi itu akan memberikan pengaruh terhadap apa yang harus dilakukan kurikulum dalam suatu proses pendidikan. Tidak seperti halnya dengan pengertian kurikulum para akhli kurikulum tidak banyak berbeda dalam posisi kurikulum. Kebanyakan mereka memiliki kesepakatan dalam menempatkan kurikulum di posisi sentral dalam proses pendidikan. Kiranya bukanlah sesuatu yang berlebihan jika dikatakan bahwa proses pendidikan dikendalikan, diatur, dan dinilai berdasarkan criteria yang ada dalam kurikulum. Pengecualian dari ini adalah apabila proses pendidikan itu menyangkut masalah administrasi di luar isi pendidikan. Meski pun demikian terjadi perbedaan mengenai koordinat posisi sentral tersebut dimana ruang lingkup setiap koordinat ditentukan oleh pengertian kurikulum yang dianut. (4) Dalam banyak literature, kurikulum diartikan sebagai: suatu dokumen atau rencana tertulis mengenai kualitas pendidikan yang harus dimiliki oleh peserta didik melalui suatu pengalaman belajar. Pengertian ini mengandung arti bahwa kurikulum harus tertuang dalam satu atau beberapa dokumen atau rencana tertulis. Dokumen atau rencana tertulis itu berisikan pernyataan mengenai kualitas yang harus dimiliki seorang peserta didik yang mengikuti kurikulum tersebut. Pengertian kualitas pendidikan di sini mengandung makna bahwa kurikulum sebagai dokumen merencanakan kualitas hasil belajar yang harus dimiliki peserta didik, kualitas bahan/konten pendidikan yang harus dipelajari peserta didik, kualitas proses pendidikan yang harus dialami peserta didik. Kurikulum dalam bentuk fisik ini seringkali menjadi fokus utama dalam setiap proses pengembangan kurikulum karena ia menggambarkan ide atau pemikiran para pengambil keputusan yang digunakan sebagai dasar bagi pengembangan kurikulum sebagai suatu pengalaman.
Aspek yang tidak terungkap secara jelas tetapi tersirat dalam definisi kurikulum sebagai dokumen adalah bahwa rencana yang dimaksudkan dikembangkan berdasarkan suatu pemikiran tertentu tentang kualitas pendidikan yang diharapkan. Perbedaan pemikiran atau ide akan menyebabkan terjadinya perbedaan dalam kurikulum yang dihasilkan, baik sebagai dokumen mau pun sebagai pengalaman belajar. Oleh karena itu Oliva mengatakan “Curriculum itself is a construct or concept, a verbalization of an extremely complex idea or set of ideas”.
Selain kurikulum diartikan sebagai dokumen, para akhli kurikulum mengemukakan berbagai definisi kurikulum yang tentunya dianggap sesuai dengan konstruk kurikulum yang ada pada dirinya. Perbedaan pendapat para ahli didasarkan pada isu berikut ini: (1) filosofi kurikulum. (2) ruang lingkup komponen kurikulum. (3) polarisasi kurikulum – kegiatan belajar. (4) posisi evaluasi dalam pengembangan kurikulum.
Pengaruh pandangan filosofi terhadap pengertian kurikulum ditandai oleh pengertian kurikulum yang dinyatakan sebagai “subject matter”, “content” atau bahkan “transfer of culture”. Khusus yang mengatakan bahwa kurikulum sebagai “transfer of culture” adalah dalam pengertian kelompok ahli yang memiliki pandangan filosofi yang dinamakan perennialism. Filsafat ini memang memiliki tujuan yang sama dengan essentialism dalam hal intelektualitas. Seperti dikemukakan oleh Tanner dan Tanner  keduanya pandangan filosofi itu berpendapat bahwa adalah tugas kurikulum untuk mengembangkan intelektualitas. Dalam istilah yang digunakan Tanner dan Tanner perennialism mengembangkan kurikulum yang merupakan proses bagi “cultivation of the rational powers: academic excellence” sedangkan essentialism memandang kurikulum sebagai rencana untuk mengembangkan “academic excellence dan cultivation of intellect”. Perbedaan antara keduanya adalah menurut pandangan perenialism “the cultivation of the intellectual virtues is accomplish only through permanent studies that constitute our intellectual inheritance”. Permanent studies adalah konten kurikulum yang berdasarkan tradisi Barat terdiri atas Great Books, reading, rhetoric, and logic, mathematics. Sedangkan bagi essentialism beranggapan bahwa kurikulum haruslah mengembangkan “modern needs through the fundamental academic disciplines of English, mathematics, science, history, and modern languages.”
Perbedaan ruang lingkup kurikulum juga menyebabkan berbagai perbedaan dalam definisi. Ada yang berpendapat bahwa kurikulum adalah “statement of objectives” (McDonald; Popham), ada yang mengatakan bahwa kurikulum adalah rencana bagi guru untuk mengembangkan proses pembelajaran atau instruction (Saylor, Alexander,dan Lewis, 1981) Ada yang mengatakan bahwa kurikulum adalah dokumen tertulis yang berisikan berbagai komponen sebagai dasar bagi guru untuk mengembangkan kurikulum guru (Zais,1976:10). Ada juga pendapat resmi negara seperti yang dinyatakan dalam Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 yang menyatakan bahwa kurikulum adalah “seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaranserta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untukmencapai tujuan pendidikan tertentu” (pasal 1 ayat 19).
Definisi yang dikemukakan terdahulu menggambarkan pengertian yang membedakan antara apa yang direncanakan (kurikulum) dengan apa yang sesungguhnya terjadi di kelas (instruction atau pengajaran). Memang banyak akhli kurikulum yang menentang pemisahan ini tetapi banyak pula yang menganut pendapat adanya perbedaan antara keduanya. Kelompok yang menyetujui pemisahan itu beranggapan bahwa kurikulum adalah rencana yang mungkin saja terlaksana tapi mungkin juga tidak sedangkan apa yang terjadi di sekolah/kelas adalah sesuatu yang benar-benar terjadi yang mungkin berdasarkan rencana tetapi mungkin juga berbeda atau bahkan menyimpang dari apa yang direncanakan. Perbedaan titik pandangan ini tidak sama dengan perbedaan cara pandang antara kelompok akhli kurikulum dengan akhli teaching (pangajaran). Baik akhli kurikulum mau pun pengajaran mempelajari fenomena kegiatan kelas tetapi dengan latar belakang teoritik dan tujuan.




2. PENGENALAN KURIKULUM

Definisi  Kurikulum

Kurikulum dalam Arti Sempit. Secara tradisional (arti sempit), istilah kurikulum diartikan sebagai rencana tentang sejumlah mata pelajaran atau bahan ajaran yang ditawarkan oleh suatu lembaga pendidikan untuk dipelajari oleh siswa dalam mengikuti pendidikan di lembaga itu.  Dalam kamus “Webster’s New International Dictionary”  yang sudah memasukan istilah kurikulum sejak tahun 1953, memberi arti kepada istilah kurikulum sebagai berikut:  (1) sebagai sejumlah  pelajaran yang ditetapkan untuk dipelajari oleh siswa di suatu sekolah atau perguruan tinggi, untuk memperoleh suatu ijazah atau gelar. (2) keseluruhan mata pelajaran yang ditawarkan oleh suatu lembaga pendidikan atau suatu departemen tertentu.
Memang umumnya kurikulum dipahami orang sebagai bahan-bahan tercetak (buku, majalah) berisikan pelajaran, petunjuk-petunjuk, gambar-gambar, soal-soal dan sebagainya. Kata lain  kurikulum sebagai bahan pelajaran (subject matter).  Di sini kurikulum dalam arti sempit menunjuk pada  proses belajar mengajar yang mencakup adalah: Pendidik,  bahan ajar, metode pembelajaran, media pembelajaran, anak didik dan evaluasi hasil belajar.

Kurikulum dalam Arti Luas. Sebelum abad ke-20, istilah kurikulum belum banyak digunakan dalam konteks pendidikan.  Konsep-konsep kurikulum mulai berkembang sejak dipublikasikannya buku “The Curriculum” yang ditulis oleh Franklin Bobbitt (1918). Di sini kurikulum mempunyai arti yang lebih meluas. Kurikulum adalah suatu rencana yang menjadi panduan dalam menyelenggarakan proses pendidikan.
Melanjutkan pemikiran di atas, maka  Saylor, Alexander dan Lewis merumuskan kurikulum sebagai berikut: pertama, kurikulum sebagai rencana tentang mata pelajaran atau bahan-bahan pelajaran. Kedua, kurikulum sebagai rencana tentang pengalaman belajar. Ketiga, kurikulum sebagai rencana tentang tujuan pendidikan yang hendak dicapai. Keempat, kurikulum sebagai rencana tentang tempat belajar.  Tak heran bila Eli Tanya merumuskan  kurikulum berarti “sepanjang hidup belajar, meringkas segala pengalaman dan pengaruh-pengaruh yang terdapat di sekeliling murid. International Council of Religious Education mendefinisikan kurikulum adalah “pengalaman si pelajar di bawah bimbingan.” Dengan demikian kurikulum dalam arti luas menekankan pada institusi pendidikan (Visi, Misi, tujuan dan kurikulum) menuju proses belajar mengajar (Pendidik,  bahan ajar, metode pembelajaran, media pembelajaran, anak didik dan evaluasi hasil belajar).
Berkaitan pemikiran di atas, maka Abdul Rajak Husain mengatakan kurikulum adalah  seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar. Selanjutnya bahwa Engkoswara, guru besar Universitas Pendidikan Indonesia Bandung telah membuat 4 (empat) rumus pengertian kurikulum, lengkap dengan visualisasinya sebagai berikut: Pertama, kurikulum adalah jarak yang harus ditempuh oleh pelari. Kedua, kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran. Ketiga, kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran dan kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan oleh peserta didik. Keempat, kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran dan kegiatan-kegiatan, serta segala sesuatu yang akan berpengaruh dalam upaya pencapaian tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Rumus ini memudahkan kita untuk memahami pengertian kurikulum. Rumus ini sama sekali tidak melenceng dari definisi yang telah dikemukakan para ahli, misalnya Hilda Taba menjelaskan dengan amat singkat bahwa “curriculum is a plan of learning”. Demikian juga bila dibandingkan dengan pengertian kurikulum dalam Pasal 1 butir 19 UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyebutkan bahwa “Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”.

Kurikulum Menggambarkan Dinamika Pembangunan Pendidikan
Susungguhnya kurikulum dapat menggambarkan dinamika pembangunan pendidikan yang ujung-ujungnya berupaya untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Lebih luas lagi juga menggambarkan dinamika pembangunan nasional.
Istilah kurikulum memang belum lahir ketika pemimpin tertinggi negeri ini telah berhasil mengumandangkan teks proklamasi ke seluruh penjuru dunia. Tetapi yang patut kita banggakan, dua tahun sejak proklamasi, negeri ini telah memiliki kurikulum sebagai upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Kurikulum ini dinamakan dengan Rencana Pelajaran 1947.
Lebih dari itu, sejak proklamasi kemerdekaan Indonesia telah menetapkan tujuan yang jelas kemana NKRI akan dibawa. Dasar negara telah ditetapkan sejak prakemedekaan, yakni Pancasila, lengkap dengan lambang negara, motto, lagu kebangsaan, dan bahkan konstitusi yang di dalamnya telah memuat empat tujuan negara yang akan dicapai. Salah satu tujuan itu dirumuskan dengan sangat tepat, yakni “Mencerdaskan Kehidupan Bangsa”.

Dinamika Pengembangan Kurikulum dan Payung Hukumnya
Salah satu faktor yang telah mendorong untuk mengembangkan kurikulum adalah amanat Undang-Undang tentang Sitem Pendidikan Nasional. Kurikulum pertama di Indonesia telah lahir sebagai penjabaran amanat dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1950 tentang Dasar-Dasar Pendidikan dan Pengajaran, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1954, UU Nomor 22 Tahun 1961, UU Nomor 2 Tahun 1989, dan akhirnya UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Di samping itu, tuntutan globalisasi, dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknolgi juga ikut mendorong terjadinya perbaikan dan pengembangan kurikulum. Sejak Indonesia merdeka sampai dengan penerapan Kurikulum 2013, negeri ini telah memiliki sekian banyak kurikulum, yakni: (1) Rencana Pelajaran 1947,  (2) Rencana Pendidikan 1950, (3) Rencana Pendidikan 1958, (4) Rencana Pendidikan 1964, (5) Kurikulum 1968, (6) Kurikulum 1974, (7) Kurikulum 1978, (8) Kurikulum 1984, (9) Kurikulum 1994, (10) Kurikulum 2004,  Kurikulum 2006 dan (11) Kurikulum 2013.
Kelahiran Rencana Pelajaran 1947 memang menjadi kurikulum darurat karena belum ada amanat dari payung hukum yang kuat, karena payung hukumnya baru lahir dengan UU Nomor 4 Tahun 1950 tentang Dasar-Dasar Pendidikan dan Pengajaran. Rencana Pelajaran 1950 sebenarnya merupakan reparasi dari Rencana Pelajaran 1947. Sedang Rencana Pendidikan (?) 1958 telah lahir sebagai implementasi dari UU Nomor 14 Tahun 1954, dan Rencana Pendidikan 1964 merupakan perbaikan dari Rendana Pendidikan 1958, sekaligus  sebagai implementasi UU Nomor 22 Tahun 1961 tentang Sistem Pendidikan Nasional.  Rencana Pendidikan 1964 pun kemudian disempurnakan menjadi Kurikulum 1968, sebagai kurikulum pertama yang menggunakan pendekatan integrasi (inntegrated curriculum) untuk menggantikan pendekatan kurikulum sebelumnya yang selama ini menggunakan pendekatan terpisiah-pisah (separated curriculum). Perbaikan di sana-sini kurikulum telah terjadi yang melahirkan kurikulum, baik yang lahir prematur atau pun yang lahir memang sudah waktunya, yakni Kurikulum 1974, Kurikulum 1978, dan kemudian lahir Kurikulum 1984, dan terakhir Kurikulum KBK pada tahun 1994 yang kemudian menjadi KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), dan sekarang ini telah lahir lagi Kurikulum 2013, yang meneruskan pendekaktan kurikulum terintegrasi atau kini menamakan diri sebagai kurikulum yang menggunakan pendekatan pembelajaran tematik integratif di satuan pendidikan Sekolah Dasar.

Konsep kurikulum
Konsep terpenting yang perlu mendapatkan penjelasan dalam teori kurikulum adalah konsep kurikulum. Ada tiga konsep tentang kurikulum adalah:  kurikulum sebagai substansi, sebagai sistem dan sebagai bidang studi.

Konsep pertama, kurikulum sebagai suatu substansi
Suatu kurikulum, dipandang orang sebagai suatu rencana kegiatan belajar bagi murid-murid di sekolah, atau sebagai suatu perangkat tujuan yang ingin dicapai. Suatu kurikulum juga dapat menunjuk kepada suatu dokumen yang berisi rumusan tentang tujuan, bahan ajar, kegiatan belajar-mengajar, jadwal, dan evaluasi. Suatu kurikulum juga dapat digambarkan sebagai dokumen tertulis sebagai hasil persetujuan bersama antara para penyusun kurikulum dan pemegang kebijaksanaan pendidikan dengan masyarakat. Suatu kurikulum juga dapat mencakup lingkup tertentu, suatu sekolah, suatu kabupaten, propinsi, ataupun seluruh negara.

 Kurikulum sebagai suatu sistem
Sistem kurikulum merupakan bagian dari sistem persekolahan, sistem pendidikan, bahkan sistem masyarakat. Suatu sistem kurikulum mencakup struktur personalia, dan prosedur kerja bagaimana cara menyusun suatu kurikulum, melaksanakan, mengevaluasi, dan menyempurnakannya. Hasil dari suatu sistem kurikulum adalah tersusunnya suatu kurikulum, dan fungsi dari sistem kurikulum adalah bagaimana memelihara kurikulum agar tetap dinamis.

Kurikulum sebagai suatu bidang studi
Ini merupakan bidang kajian para ahli kurikulum dan ahli pendidikan dan pengajaran. Tujuan kurikulum sebagai bidang studi adalah mengembangkan ilmu tentang kurikulum dan sistem kurikulum. Mereka yang mendalami bidang kurikulum mempelajari konsep-konsep dasar tentang kurikulum. Melalui studi kepustakaan dan berbagai kegiatan penelitian dan percobaan, mereka menemukan hal-hal barn yang dapat memperkaya dan memperkuat bidang studi kurikulum.
Seperti halnya para ahli ilmu sosial lainnya, para ahli teori kurikulum juga dituntut untuk:
(1) mengembangkan definisi-definisi deskriptif dan preskriptif dari istilah-istilah teknis,
(2) mengadakan klasifikasi tentang pengetahuan yang telah ada dalam pengetahuan-pengetahuan baru,
(3) melakukan penelitian inferensial dan prediktif,
(4) mengembangkan subsubteori kurikulum, mengembangkan dan melaksanakan model-model kurikulum.
Keempat tuntutan tersebut menjadi kewajiban seorang ahli teori kurikulum. Melalui pencapaian keempat hal tersebut baik sebagai subtansi, sebagai sistem, maupun bidang studi kurikulum dapat bertahan dan dikembangkan.


Unsur-unsur Desain Kurikulum Arti Luas
W.P. Napitupulu merumuskan bahwa komponen kurikulum sebagai berikut: guru – murid -- bahan pelajaran  --  alat-alat pendidikan. Di sini guru memegang peran penting  dan terberat. Keberhasilan proses belajar ditentukan oleh seorang guru. Sementara  Ornstein  mengatakan bahwa proses kurikulum antara caranya (metode  proses belajar-mengajar) dengan materinya (bahan pelajaran). Kedua merupakan proses yang berjalan bersama-sama.   Tetapi rumusan ini sudah tertinggal karena muncul rumusan yang dirangkum oleh Muhammad Ali. Ia  merumuskan komponen-komponen kurikulum sebagai berikut: komponen tujuan, komponen isi atau materi, komponen metode atau organisasi dan komponen evaluasi.  Uraian komponen-komponen di atas sebagai berikut:
Komponen tujuan adalah arah atau sasaran yang hendak dituju oleh proses penyelenggara pendidikan.  Dalam setiap kegiatan sepatutnya mempunyai tujuan, karena tujuan menuntun kepada apa yang hendak dicapai, atau sebagai gambaran tentang hasil akhir dari suatu kegiatan.
Penerapan konsep tujuan kurikulum pertama kali dikemukakan oleh Franklin Bobbit. Prosedur yang digunakan dalam pengembangan kurikulum dengan menerapkan konsep ini adalah dengan  merumuskan tujuan-tujuan. Prosedur Bobbit ini selanjutnya oleh Ralp Tyler lebih dirinci yang pertama kali dimunculkan tahun 1949. Tyler mengatakan bahwa prinsip-prinsip perencanaan kurikulum dan pengajaran dengan mengajukan empat pertanyaan: “Tujuan apa yang ingin dicapai? Pengalaman belajar apa yang perlu disiapkan untuk mencapai tujuan itu? Bagaimana kegiatan-kegiatan belajar itu diorganisasi secara efektif? Bagaimana menilai keberhasilan pencapaian tujuan?”
Komponen isi kurikulum  adalah materi bahan belajar. Wujud isi kurikulum ada beberapa sebagai berikut: pertama, “Uniform Lesson” (pelajaran seragam). Bahan  pelajaran yang sama ditujukan untuk semua golongan umur. Kedua, “Group-graded Lesson” (pelajaran yang disesuaikan dengan kelompok). Bahan pelajaran yang berbeda ditujukan untuk kelompok umur yang berlainan. Ketiga, “Closely-graded Lesson” (pelajaran yang disesuaikan secara ketat). Misalnya bahan pelajaran khusus untuk satu tahun saja. Kelima, buku-buku pelajaran untuk sekolah. Di Indonesia ditujukan untuk pelajaran-pelajaran tingkat SD, SMP, dan SMU. Keenam, bahan-bahan pelajaran lain.
Wujud kurikulum (bahan pelajaran) yang lainnya adalah: pertama, kurikulum denominasi di mana yang diterbitkan oleh denominasi tertentu, untuk kalangan sendiri. Kedua, kurikulum bukan denominasi di mana penerbitnya bukan denominasi, tetapi komersial. Ketiga, kurikulum usaha bersama di mana  diterbitkan dari beberapa denominasi bersama-sama. Keempat, kurikulum yang berpusatkan isi (Content-centered Curriculum) di mana memusatkan pelajaran Alkitab, membahas bagian-bagian Alkitab satu per satu. Kelima, kurikulum yang berpusatkan pengalaman (Experience Centered Curriculum) di mana isinya menitikberatkan pada pengalaman murid, kemudian menghubungkannya dengan Alkitab atau imam Kristen. Keenam, kurikulum berdasarkan studi unit (Unit of Study) di mana tujuannya adalah memberi pelajaran yang lebih luas, baik pengalaman atau pokok pelajaran.
Komponen  metode atau organisasi adalah bagaimana isi kurikulum yang berupa bahan pelajaran disampaikan kepada siswa. Komponen ini juga disebut kegiatan belajar mengajar  atau  “administrasi kurikulum” (di luar negeri disebut “Administration of the Instructional Program”).  Kegiatan ini merupakan pusat dari semua kegiatan-kegiatan sekolah. Semua mengaturan dan pengaturan mengenai: murid agar dapat belajar dengan tenang, guru-guru supaya dapat mengajar dengan teratur, tenang dan tertib pula; penggunaan alat pelajaran yang efektif dan efisien; penggunaan waktu untu belajar, untuk rekreasi, untuk kegiatan co-curriculair; untuk ulangan-ulangan  dan ujian, dan sebagainya. Semua itu bertujuan agar proses belajar mengajar semakin lancar.
Komponen evaluasi adalah bagian yang sangat penting di mana hasil evaluasi dapat memberi petunjuk kepada sasaran yang ingin dituju dapat tercapai atau tidak.

Prinsip-prinsip Pengembangan Kurikulum
Prinsip-prinsip kurikulum dapat dijelaskan sebagai berikut:
Prinsip Relevansi. Dalam Oxford Advanced Dictionary of Current English,  kata relevansi atau relevan mempunyai arti (closely) “connected with what is bappening”, yakni kedekatan hubungan dengan apa yang terjadi.Apabila dikaitkan dengan pendidikan, berati perlunya kesesuaian antara (program) pendidikan dengan tuntunan kehidupan masyarakat (the needs of society). Pendidikan dikatakan relevan bila hasil yang diperoleh akan berguna bagi kehidupan seseorang. Menurut Soetopo dan Soemanto ia mengungkapkan relevansi sebagai  berikut: (1) Relevansi pendidikan dengan lingkungan anak didik.relevansi ini memiliki arti bahwa dalam pengembangan kurikulum,termasuk dalam menentukan bahan pengajaran(subject mattrs),hendaknya disesuaikan dengan kehidupan nyata anak didik.sebagai contoh sekolah yang berada diperkotaan, anak didinya ditawarkan halyang aktual,seperti polusi pabrik,arus perdagangan yang ramai, kematan lalu lintas,dan lain-lain. Atausebaliknya anak-anak yang berada dipedesaan ditawarkan hal-hal yang relevan,misalnya memperkenalkan pertanian kepada anak didik,karena daerah tersebut merrupakandaerah pedesaan yang subur akan pertanian. (2) Relevansi pendidikan dengan kehidupan yang akan datang. Materi atau bahan yang akan diajarkan kepada anak didik hendaklah memberi manfaat untuk persipan masa depan anak didik.Karenanya keberadaan kurikulum disini bersifat antisipasi dan memiliki nilai prediksi secara tajam dan perhitungan. (3) Relevansi pendidikan dengan dunia kerja.Semua orang tua mengharapkan anaknya dapat bekerja sesuai dengan pengalaman pendidikan yang dimilikinya .Begitu juga  halnya dengan anak didik,ia berharapn agar dapat mandiri dan memiliki sumber daya ekonomi yang pantas dengan modal ilmu pengetahuannya.karenanya kurikulum dan proses pendidikan tersebut sedapat mungkin dapat diorientasikan kedunia kerja,tentunya menurut jenis pendidikan, sehingga nantinya pengetahuan teoritik dari bangku sekolah dapat diaplikasikandengan baik dalam dunia kerja. (4) Relevansi pendidikan dengan ilmu pengetahuan.Kemajuan ilmu pendidikan juga membuat maju ilmu pengetahuan dan teknologi. Banyak negara tadinya miskin sekarang menjadi kaya.contohnya Jepang,korea Selatan,Singapura,dan lain-lain.semua ini berkat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi diharapakan kurikulum dapat memberikan peluang pada anak didik untuk mengembangkan ilmu pengetahuandan teknologi,selalu mengembangkanya dan tidak cepat puas.

Prinsip Efektivitas. Prinsip efektivitas yang dimaksudkan adalah sejauh mana perencanaan kurikulum dapat dicapai sesuai dengan keinginan yang telah ditentukan. Dalam proses pendidikan, efektivitasnya dapat dilihat dari sisi, yakni: (1) Efektivitas mengajar pendidik berkaitan dengan sejauh mana kegiatan belajar mengajar yang telah direncanakan dapat dilaksanakan dengan baik. (2) Efektivitas belajar anak didik,berkaitan dengan sejauh mana tujuan-tujuan pelajaran yang diinginkan telah dicapai melalui kegiatan belajar mengajar yang telah dilaksanakan.

Prinsip Efisensi. Prinsip efisiensi sering dikonotasikan dengan prinsip ekonomi,yang berbunyi: modal atau biaya, tenaga dan waktu yang sekcil-kecilnya akan dicapai hasil yang memuaskan.efesiensi proses belajar mengajar akan tercipta, apabila usaha,biaya,waktu,dan tenaga yang digunakan untuk menyelesaikan program pengajaran tersebtu sangat optimal dan hasilnya bisa seoptimalmungkin, tentunya dengan pertimbangan yang rasional dan wajar.

Prinsip Kesinambungan. Prinsip kesinambungan dalam pengembangan kurikulum menunjukan adanya saling terkait antara tingkat pendidikan, jenis program pendidikan, dan bidang studi. Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: (1) Kesinambungan di antara berbagai tingkat sekolah. (2) Kesinambungan diantara berbagai bidang studi. (3) Bahan pelajaran yang diperlukan untuk belajar lebih lanjut pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi hendaknya sudah diajarkan pada tingkat pendidikan sebelumnya atau dibawahnya. (4) Bahan pelajaran yang telah diajarkan pada tingkat pendidikan yang lebih rendah tidak harus diajarkan lagi pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi,sehingga tertinggal dari tumpang tindih dalam pengaturan bahan dalam proses belajar mengajar. (5) Kesinambungan di antara berbagai bidang studi menujukan bahwa dalam pengembangan kurikulum harus memperhatikan hubungan antara bidang studi yang satu dengan lain yang lainya. Misalnya untuk mengubah angka temperatur dari skala celsius ke skala Fahreheit dalam IPA diperlukan ketrampilan dalam pengalian pecahan.

Prinsip Fleksibilitas (Keluwesan). Fleksibilitas berarti tidak kaku, dan ada semacam ruang gerak yang memberikan kebebasan dalam bertindak. Didalam kurikulum,fleksibilitas dapat dibagi menjadi dua macam yakni: (1) Fleksibel dalam memilih program pendidikan. (2) Fleksibelitas dalam pengembangan program pengajaran. Maksudnya adalah dalam bentuk memberikan  kesempatan kepada para pendidik dalam mengembangakan sendiri program-program pengajaran dengan berpatok pada tujuan dan bahan pengajaran diidalam kurikulum yang masih bersifat umum.

Prinsip Berorientasi tujuan. Prinsip berorientasi tujuan berarti bahwa sebelum bahan ditentukan, langkah yang perlu dilakukan oleh seorang pendidik adalah menentukan tujuan terlebih dahulu. Hal ini dilakukan agra semua jam dan aktivitasd pengajaran yang dilaksanakan oleh pendidik maupun anak didik dapat betul-betul terarah kepada tercapainya tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.

Prinsip dan Model Pengembangan Kurikulum. Prinsip ini memiliki maksud bahwa harus ada pengembangan kurikulum secara bertahap dan terus menerus, yakni dengan cara memperbaiki, memantapakan  dan mengembangakan lebih lanjut kurikulum yang sudah berjalan setelah ada pelaksanaan dan sudah diketahui asilnya.

Pendekatan Pengembangan Kurikulum
Para pengembang (developers) telah menemukan beberapa pendekatan dalam pengembangan kurikulum. Yang dimaksudkan pendekatan adalah cara kerja dengan menerapkan straegi dan metode yang tepat dengan mengikuti langkah-langkah pengembangan yang sistimatis agar memperoleh kurikulum yang lebih baik.Pendekatan-pendekatan yang dikembangkan para pengembang sebagai berikut:  (1) Pendekatan Bidang Studi (Pendekatan Subjek atau Disiplin Ilmu. Pendekatan ini menggunkan bidang studi atau matapelajaran sebagai dasar organisasi kurikulum, misalnya matematika, sains, sejarah, IPA dan lainya. Pengembangan dimulai dengan mengidentifikasi secara teliti pokok-pokok bahasan yang akan dibahas,kemudian poko-pokok bahasan tersebut diperinci menjadi bahan-bahan pelajaran yang harus dikuasai,dan akhirnya mengidentifikasi dan mengurutkan pengalaman belajar dan ketrampilan –ketrampilan yang harus dilakukan anak didik. (2) Pendekatan berorentasi pada tujuan. Pendekatan yang berorentasi tujuan ini menempatkan rumusan atau penempatan tujuan yang hendak dicapai dalam posisi sentral, sebab tujuan adalah pemberi arah dalam pelaksanaan proses belajar mengajar. Tujuan matematioka misalnya sama dengan konsep dasar dan disiplinilmu matematika . Prioritas pendekatan ini adalah penalaran Pengetahuan. (3) Kelebihan pendekatan pengembangan kurikulum yang berorientasi pada tujuan adalah: (a) Tujuan yang ingin dicapai jelas bagi penyusun kurikulum. (b) Tujuan yang jelas akan meberikan arahan yang jelas pula didalam menerapkan materi pelajaran, metode, jenis kegiatan, dan alat yang dipergunakan untuk mencapai tujuan. (c) Hasil penilaian yang terarah.


Asas-asas Kurikulum
Dalam perkembangan kurikulum, banyak hal yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan sebelum mengambil suatu keputusan. Apapun jenis kurikulumnya pasti memerlukan asas-asas yang harus dipegang, asas-asas tersebut cukup kompleks dan tidak jarang memiliki hal-hal yang bertentangan, karena harus memerlukan seleks. Perkembangan kurikulum pada suatu negara, baik di negara-negara berkembang,negara terbelakang dan negara-negara maju,bisa dipastikan mempunyai perbedaan-perbedaan yang mungkin mendasar,tetapi tetap ada persamaan. Falsafah yang berlainan, bersifatotoriter, demokratis, sekuler atau religius, akan memberi warna yang berbeda dengan kurikulum yang dimiliki oleh bangsa bersangkutan. Begitu juga apabila dilihat dari masyarakat, organisasi bahan yang digunakan, dan pilihan psikologi belajar dalam mengembangkan kurikulum tersebut. Lebih lanjut akan diureaikan empat asas perkembangan kurikulum sebagai berikut:

Asas Filosofi
Falsafah dalam arti sebenarnya adalah cinta akan kebenaran yang merupakan rangkaian dua pengertian, yakni philein (cinta) dan shopia(kebijakan). Dalam batasan modern, filsafat diartikan sebagi ilmu yang berusaha memahami semua hal yang muncul di dalam keseluruhan lingkup pengalaman manusia,yang berharap agar manusia dapat mengertidan mempunyai pandangan menyeluruh dan sistematis mengenai alam semesta dan tempat manusia didalamnya. Intinya manusia merupakan bagian dari dunia.

Asas Sosiologis
Asas sosiologis mempunyai peranan penting dalam mengembangkan kurikulum pendidikan pada masyarakat dan bangsa dimuka bumi ini.Suatu kurikulum pada prinsipnya mencerminkan keinginan, cita-citatertentu dan kebutuhan mayarakat. Karena itu,sudah sewajarnya kalau pendidikan memerlukan aspirasimasyarakat.dan pendidikan mesti memberi jawaban atas tekanan-tekanan yang datang dari kekuatan sosio-politik-ekonomiyang dominan. Berbagai kesukaran juga akan muncul apabila kelompok-kelompok sosial dalam masyarakat, seperti militer, politik, agama, swasta, dan lain-lain, mengajukan keinginanyang bertentangan dengan kepentingan kelompok masing-masing. Dari sudut pandang sosiologis, dalam sisitem pendidikan serta lembaga –lembaga pendidikan terdapat bahan yang memiliki beragam fungsi bagi kepentingan mayarakat yakni: (1) Mengadakan revisi dan perubahan social. (2) Mempertahankan kebebasan akademis dan kebebasan melaksanakan penelitian ilmiah. (3) Mendukung dan turut memberi kontribusi kepada pembangunan. (4) Menyampaikan kebudayaan dan nilai-nilai tradisional serta mempertahankan status quo. (5) Banyak lagi aspek lain yang turut memberi pengaruh mengenai apa yang harus dimasukan kedalam kurikulum, yakni yang menjadi kebutuhan masyarakat.antara lain. (6) Interaksi yang kompleks antara kekuatan–kekuatran sosial, politik, ekonomi, militer, industri, kultur masyarakat. (7) Berbagai kekuatan dominan,sebagaiman diungkapkan diatas. (8) Pribadi pimpinandan tokoh yang memegang kekuasaan formal. (9) Menganalisis masyarakat dimana sekolah berada. (10) Menganalisis syarat dan tuntutan terhadap individu dalam ruang lingkup kepentingan masyarakat.
Dalam mengambil keputusan mengenai kurikulum, para pengembang mesti merujuk pada lingkungan atau dunia dimana mereka tinggal, merespon berbagai kebutuhan yang dilontarkan atau diusulkanoleh beragam golongan dalam masyarakat.

Asas Psikologis
Konstribusi psikologis terhadap studi kurikulum memiliki dua bentuk, yaitu: (1) Model konseptual dan informasi yang akan membangun perencanaan pendidikan. (2) Berisikan berbagai metode yang diadaptasi untuk penelitian pendidikan. Dalam memilih pengalaman belajar yang akurat,  psikologi secara umum sangat membantu. Teori-teori belajar, teori kognitif, pengembangan emosional, dinamika group, perbedaan kemampuan individu, kepribadian model formasi sikap dan perubahan dan mengetahui motivasi, semuanya sangat relevan dalam merencanakan pengalaman-pengalaman.



Asas Organisator
Peranan asas organisator dalam pengembangan kurikulum adalah mengorganisasikan bahan bagi keperluan pengajaran, salah satu caranya adalah dengan mengorganisasikan bahan berdasarkan topik, tema, kronogi, isu, logika, proses disiplin. Sebagai konklusi dari uraian asas organisator tersebut ada 3 hal utama yang perlu diperhatikan yakni: (1) Tujuan bahan pelajaran: Mengajarkan ketrampilan untuk masa sekarang atau mengajarkan ketrampilan untuk masa depan,untuk membantu sisiwa dalam memecahkan masalah,untuk mengembangkan nilai-nilai, untuk mengembangkan ciri ilmiah, untuk memupuk jiwa warga negara yang baik. (2) Sasaran bahan Pelajaran: Siapkah pelajar itu,apakah latar belakang pendidikan dan pengalamannya, sampai dimana tingkat perkembangannya, bagaimana profil kepribadianya. (3) Pengorganisasian bahan: Bagaimana bahan pelajaran diorganisasi: apakah berdasarkan topik, konsep, kronologi dan lain-lain.


Model-model Kurikulum
Model- model kurikulum terdiri dari empat macam yaitu:

Kurikulum Subjek Akademis
Model kurikulum subjek akademis, yaitu model kurikulum tertua dan sangat praktis mudah disusun, dan mudah digabungkan, serta .mengutamakan isi (subject matter) yang merupakan kumpulan dari bahan ajar atau rencana pembelajaran.
Isi pendidikan diambil dari setiap disiplin ilmu. Sesuai dengan bidang disiplin para ahli, masing- masing telah mengembangkan ilmu secara sisematis, logis dan solid. Para pengembang kurikulum tidak susah- susah menyusun dan mengembangkan bahan sendiri. Mereka tinggal memilih bahan materi ilmu yang telah dikembangkan para ahli displin ilmu, kemudian mengorganisasikan secara sistematis, sesuai dengan tujuan pendidikan dan tahap perkembangan siswa yang akan mempelajarinya. Berkaitan hal di atas, maka ditinjau dari isinya, Sukmadinata  mengklasifikasikan kurikulum model ini menjadi empat kelompok besar sebagai berikut: (1).      Correlated curriculum. Pola organisasi materi atau konsep yang dipelajari dalam suatu peajaran dikorelasikan denga pelajaran lainnya. (2) Unified atau concentrated curriculum. pola organisasi bahan peajaran tersusun dalam tema-tema pelajaran tertentu, yang mencakup materi dari berbagai pelajaran disiplin ilmu. (3) Integrated curriculum. Kalau dalam unified masih tampak warna disiplin ilmunya, maka dalam pola yang integrated warna disiplin ilmu tersebut sudah tidak kelihatan lagi. Bahan ajar diintegrasikan dalam suatu persoalan, kegiatan atau segi kehidupan tertentu. (4) Problem solving curriculum. Pola organisasi yang berisi topik pemecahan masalah sosial yang dihadapi dalam  kehidupan dengan menggunakan pengetahuan dan keterampian yang diperoleh dari berbagai mata pelajaran atau disiplin ilmu.[1]
Pada kurikulum model ini, guru cenderung lebih banyak dimaknai sebagai seseorang yang harus ”digugu” dan ”ditiru”. Menurut Idi,  ada empat cara dalam menyajikan pelajaran dari kurikulum model subjek akademis sebagai berikut:
Materi disampaikan secara hierarkhi naik, yaitu materi disampaikan dari yang lebih mudah hingga ke materi yang lebih sulit. Sebagai contoh, dalam pengajaran pada jenjang kelas yang rendah diperlukan alat bantu mengajar yang masih kongkret. Hal ini dilakukan guna membentuk konsep riil ke konsep yang lebih abstrak pada jenjang berikutnya. Dalam Matematika, misalnya, konsep penjumlahan selalu disampaikan terlebih dahulu sebelum konsep perkalian, karena perkalian untuk bilangan bulat positif dapat dipandang sebagai penjumlahan berulang dari bilangan tersebut.
Penyajian dilakukan berdasarkan prasyarat. Untuk memahami suatu konseptertentu diperlukan pemahaman konsep lain yang telah diperoleh atau dikuasai sebelumnya. Perhatikan 3 x 4, yang mempunyai makna 4 + 4 + 4. Seseorang hanya bisa menghitung perkalian tersebut jika telah memahami dengan baik makna dari penjumlahan. Dengan demikian penjumlahan merupakan prasyarat untuk perkalian.
Pendekatan yang digunakan cenderung induktif, yaitu disampaikan dari hal-halyang bersifat umum menuju kepada bagian-bagian yang lebih spesifik.
Urutan penyajian bersifat kronologis. Penyampaian materi selalu diawali denganmenggunakan materi-materi terdahulu. Hal ini dilakukan agar sifat kronologis/urutan materi tidak terputus.

Kurikulum Humanistik
Aliran ini lebih memberikan tempat utama kepada siswa. Bahwa anak itu memiliki potensi, punya kemampuan, dan punya kekuatan untuk berkembang. Prioritas pendekatan ini adalah pengalaman belajar yang diarahkan terhadap tanggapan minat, kebutuhan, dan kemampuan siswa. Pendekatan ini berpusat pada siswa dan mengutamakan perkembangan unsur afeksi. Pendidikan ini diarahkan kepada pembinaan manusia yang utuh, bukan saja segi fisik dan intelektual, tetapi juga segi sosial dan afeksi (emosi, sikap, perasaan, nilai, dan lain-lain). Hal ini menandakan bahwa pendekatan ini berpegang pada prinsip peserta didik merupakan satu kesatuan yang menyeluruh. Pendidikan lebih menekankan bagaimana mengajar siswa (mendorong siswa), dan bagaimana merasakan atau bersikap terhadap sesuatu. Penganut model kurikulum ini beranggapan bahwa siswa merupakan subjek utama yang mempunyai potensi, kemampuan dan kekuatan yang bisa dikembangkan. Hal ini sejalan dengan teori Gestalt yang mengatakan bahwa individu atau anak merupakan satu kesatuan yang menyeluruh. Pendidikan yang menggunakan kurikulum ini selalu mengedepankan peran siswa di sekolah. Dengan situasi seperti ini, anak diharapkan mampu mengembangkan segala potensi yang dimilikinya. Pendidikan dianggap sebagai unit proses yang dinamis serta merupakan upaya yang mampu mendorong siswa untuk bisa mengembangkan potensi dirinya. Karena itu, seseorang yang telah mampu mengaktualisasikan diri adalah orang yang telah mencapai keseimbangan perkembangan dari aspek kognitif, estetika, dan moral. Dalam proses penerapan di kelas, kurikulum humanistik menuntut hubungan emosinal yang baik antara guru dan siswa. Guru harus bisa memberikan layanan.  yang membuat siswa merasa aman sehingga memperlancar proses belajar mengajar. Guru tidak perlu memaksakan segala sesuatu jika murid tidak menyukainya. Dengan rasa aman ini siswa akan lebih mudah menjalani proses pengembangan dirinya. Kurikulum humanistik merupakan kurikulum yang lebih mementingkan proses dari pada hasil. Sasaran utama kurikulum jenis ini adalah bagaimana memaksimalkan perkembangan anak supaya menjadi manusia yang mandiri. Proses belajar yang baik adalah aktivitas yang mampu memberikan pengalaman yang bisa membantu siswa untuk mengembangkan potensinya. Dalam evaluasinya, guru lebih cenderung  memberikan penilaian yang bersifat subyektif.


Kurikulum Rekontruksi Sosial
Kurikulum ini lebih memusatkan pada problema-problema yang dihadapinya dalam masyarakat. Kurikulum ini bersumber pada aliran pendidika internasional. Dalam aliran ini kurikulum merupakan sebuah kerjasama.
Pandangan rekontruksi sosial di dalam kurikulum dimulai  sekitar tahun1920-an. Harold Rug mulai melihat dan menyadarkan kawan-kawannya bahwa selama ini terjadi kesenjangan kurikulum dengan masyarakat. Ia  menginginkan para siswa dengan pengetahuan dan konsep- konsep baru yang diperolehnya dapat mengidentifikasi dan memecahkan masalah-masalah sosial. Setelah diharapkan dapat menciptakan masyarakat baru yang lebih stabil.
Pada rekontruksionis  tidak mau terlalu menekankan kebebasan individu. Mereka ingin meyakinkan murid-murid bagaimana masyarakat membuat warganya seperti yang ada sekarang dan bagaimana masyarakat memenuhi kebutuhan pribadi warganya melalui konsesus sosial. Perubahan sosial tersebut harus dicapai melaui prosedur demokrasi. Para rekontruksionis sosial menentang intimidasi, menakut nakuti dan kompromi semu. Mereka mendorong agar para siswa mempunyai pengetahuan yang cukup tentang masalah-masalah sosia yang mendesak (crusial) dan kerja sama atau bergotong royong untuk memecahkannya.
·                Desain kurikulum Rekontruksi Sosial.Ada beberapa ciri dari desain kurikulum ini sebagai berikut: (1) Asumsi. Tujuan utamanya adalah menghadapkan para siswa pada tantangan, ancaman, hambatan-hambatan atau gangguan- gangguan yang dihadapi manusia. (2) Masalah- masalah sosial yang mendesak. (3) Pola- pola organisasi. Pola organisasi disusun seperti sebuah roda. Di tengah-tengah sebagai poros dipilih suatu masalah yang menjadi tema utama yang dibahas secara pleno. Topik- topik yang dibahas tersebut merupakan jari- jari. Semua kegiatan jari- jari tersebut dirangkum menjadi satu kesatuan sebagai bingkai.
·                Komponen-komponen Kurikulum. Kurikuum rekontruksi sosial ini memiliki komponen- komponen yang sama dengan model kurikulum lain, namun isi dan bentuk- bentuknya berbeda sebagai berikut: (1) Tujuan dan isi kurikulum. Bahwa tujuan serta isi kurikulum selalu mengalami perubahan setiap tahunnya hal ini disebabkan demi mengikuti perkembangan jaman serta kecanggihan teknologi yang ada.  (2)  Metode. Metode yang digunakan mementingkan minat dan bakat alami yang dimiliki oleh siswanya. (3) Evaluasi. Dalam evaluasi siswa dilibatkan. Keterlibatan mereka terutama dalam memilih, menyusun, dan menilai bahan yang akan diujikan

KurikulumTeknologi
Terdapat korelasi yang positif antara ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan ilmu pengetahuan akan berdampak positif terhadap teknologi yang dihasilkan. Demikian pula sebaliknya, kemajuan teknologi juga berpengaruh besar terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, dan juga terhadap perkembangan model konsep kurikulum.
Penerapan teknologi dalam bidang pendidikan khususnya kurikulum  adalah dalam dua bentuk, yaitu:  bentuk perangkat lunak (software) dan perangkat keras (hardware) penerapan teknologi perangkat keras dalam pendidikan dikenal sebagai teknologi alat (tools technologi), sedangkan penerapan teknologi perangkat lunak disebut juga teknologi sistem (system technologi).
Ciri-ciri Kurikulum Teknologi
Tujuannya diarahkan pada penguasaan kompetensi, yang dirumuskan menjadi hasil belajar siswa. Tujuan yang masih bersifat umum dijabarkan menjadi tujuan-tujuan yang bersifat khusus, yang didalamnya terkandung aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.
Metode pengajarannya bersifat individual, dimana setiap siswa mendapat tugasnya masing-masing sesuai dengan kemampuan tingkat belajarnya. Siswa yang kecepatan belajarnya bagus, sedang maupun lambat mendapat perhatian semua. Tetapi tak menutup kemungkinan para siswa mendapat tugas yang bersifat kelompok untuk mengurangi rasa individual mereka supaya merangsang rasa sosialisasi. Penyampaian materi pada umumnya hanya penegasan kepada para siswa materi yang dipelajari, selanjutnya para siswa belajar mandiri dengan buku-buku dan bahan ajar lainnya.
Bahan ajar atau isi kurikulum diambil dari disiplin ilmu, dengan diramu sedemikian rupa sehingga memudahkan penguasaan suatu kompetensi. Bahan ajar yang besar disusun dari bahan ajar yang kecil sesuai dengan urutannya. Penjabaran seperti ini memudahkan penyampaian materi yang hendak dicapai. Sesuai dengan landasannya, kurikulum  teknologi lebih ditekankan pada sifat ilmiah.
Evaluasi dapat dilakukan kapan saja, setelah siswa mendapat topik pelajaran siswa dapat mengajukan diri untuk dievaluasi. Fungsi evaluasi sebagai umpan balik untuk mengetahui tingkat kemampuan siswa dalam menerima dan memahami topik yang telah disampaikan.   Bentuk evaluasi pada umumnya obyektifitas.
Model kurikulum ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Pengajaran yang menggunakan alat-alat yang berhubungan dengan teknologi baru secara umum lebih menyenangkan. Dari sisi pelaksanaanya model  pengajaran ini pengusaaan siswa jauh lebih tinggi dibandingkan dengan metode lain. Namun demikian, model pengajaran ini memiliki keterbatasan. Model kurikulum ini kurang bias melayani siswa dengan bakat yang berbeda. Model ini  cenderung seragam dengan menggunakan alat yang ada. Keberhasilan siswa tergantung pada teknologi dan juga perasaan mereka terhadap hal tersebut, bila tanggapan siswa positif maka penguasaan materi lebih cepat dan meningkat cepat pula.
Model kurikulum teknologi disesuaikan dengan pemikiran pendidikan. Model ini sangat mengutamakan penguasaan dan pembentukan kompetensi. Model kurikulum teknologi berorientasi pada masa sekarang dan yang akan datang, kurikulum ini juga menekankan pada isi kurikulum. Suatu kompetensi besar dijadikan kompetensi yang lebih kecil sehingga perilaku-perilaku siswa dapat diamati atau diukur.

Jenis Teknologi
Teknologi cetak
Teknologi Audio-video
Teknologi berbasis komputer
Teknologi terpadu


Hubungan Kurikulum dan Rencana Kurikulum
Kurikulum bukan suatu yang statis melainkan dinamis tetapi seseorang tidak dapat menawarkan sebuah kurikulum yang mendapatkan hasil akhir sempurna. Yang ada adalah kurikulum yang efektif dapat memaksimalkan hasil yang maksimal. Karena itu, maka kurikulum terus berkembangan sesuai dengan kebutuhan zaman karenanya kurikulum perlu mempunyai perencanaan. Muhammad Ali menawarkan berbagai perencanaan kurikulum seperti: kurikulum sebagai pengalaman belajar, kurikulum sebagai rencana belajar, kurikulum humanistis, kurikulum sebagai rekonstruksi sosial, kurikulum sebagai teknologi,  kurikulum akademis, dan banyak lagi.


Taksonomi Bloom
Ketiga aspek atau ranah kejiwaan itu erat sekali dan bahkan tidak mungkin dapat dilepaskan dari kegiatan atau proses evaluasi hasil belajar. Benjamin S. Bloom dan kawan-kawannya itu berpendapat bahwa pengelompokkan tujuan pendidikan itu harus senantiasa mengacu kepada tiga jenis domain (daerah binaan atau ranah) yang melekat pada diri peserta didik, yaitu: (1) Ranah proses berfikir (cognitive domain). (2) Ranah nilai atau sikap (affective domain). (3) Ranah keterampilan (psychomotor domain).
Taksonomi Bloom merujuk pada taksonomi yang dibuat untuk tujuan pendidikan. Taksonomi ini pertama kali disosialisasikan Benjamin S. Bloom pada tahun 1956. Dalam hal ini, tujuan pendidikan dibagi menjadi beberapa domain (ranah, kawasan) dan setiap domain tersebut dibagi kembali ke dalam pembagian yang lebih rinci berdasarkan hirarkinya. Taksonomi Bloom, mengatakan bahwa tujuan pendidikan dibagi ke dalam tiga domain, yaitu: (1) Cognitive Domain (Ranah Kognitif), yang berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berpikir. (2) Affective Domain (Ranah Afektif) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri. (3) Psychomotor Domain (Ranah Psikomotor) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek keterampilan motorik seperti tulisan tangan, mengetik, berenang, dan mengoperasikan mesin.
Dari setiap ranah tersebut dibagi kembali menjadi beberapa kategori dan subkategori yang berurutan secara hirarkis (bertingkat), mulai dari tingkah laku yang sederhana sampai tingkah laku yang paling kompleks. Tingkah laku dalam setiap tingkat diasumsikan menyertakan juga tingkah laku dari tingkat yang lebih rendah, seperti misalnya dalam ranah kognitif, untuk mencapai “pemahaman” yang berada di tingkatan kedua juga diperlukan “pengetahuan” yang ada pada tingkatan pertama.

Domain Kognitif
Bloom membagi domain kognisi ke dalam 6 tingkatan. Domain ini terdiri dari dua bagian: Bagian pertama berupa Pengetahuan (kategori 1) dan bagian kedua berupa Kemampuan dan Keterampilan Intelektual (kategori 2-6). Hal tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: (1) Pengetahuan (Knowledge): Berisikan kemampuan untuk mengenali dan mengingat peristilahan, definisi, fakta-fakta, gagasan, pola, urutan, metodologi, prinsip dasar, dsb. Sebagai contoh, ketika diminta menjelaskan manajemen kualitas, orang yg berada di level ini bisa menguraikan dengan baik definisi dari kualitas, karakteristik produk yang berkualitas, standar kualitas minimum untuk produk. (2) Pemahaman (Comprehension): Berisikan kemampuan mendemonstrasikan fakta dan gagasan mengelompokkan dengan mengorganisir, membandingkan, menerjemahkan, memaknai, memberi deskripsi, dan menyatakan gagasan utama: Terjemahan, Pemaknaan dan Ekstrapolasi. Pertanyaan seperti: Membandingkan manfaat mengkonsumsi apel dan jeruk terhadap kesehatan. (3) Aplikasi (Application): Di tingkat ini, seseorang memiliki kemampuan untuk menerapkan gagasan, prosedur, metode, rumus, teori, dsb di dalam kondisi kerja. Sebagai contoh, ketika diberi informasi tentang penyebab meningkatnya reject di produksi, seseorang yg berada di tingkat aplikasi akan mampu merangkum dan menggambarkan penyebab turunnya kualitas dalam bentuk fish bone diagram. (4) Analisis (Analysis): Di tingkat analisis, seseorang akan mampu menganalisis informasi yang masuk dan membagi-bagi atau menstrukturkan informasi ke dalam bagian yang lebih kecil untuk mengenali pola atau hubungannya, dan mampu mengenali serta membedakan faktor penyebab dan akibat dari sebuah skenario yg rumit. Sebagai contoh, di level ini seseorang akan mampu memilah-milah penyebab meningkatnya reject, membanding-bandingkan tingkat keparahan dari setiap penyebab, dan menggolongkan setiap penyebab ke dalam tingkat keparahan yg ditimbulkan. (5) Sintesis (Synthesis): Satu tingkat di atas analisis, seseorang di tingkat sintesa akan mampu menjelaskan struktur atau pola dari sebuah skenario yang sebelumnya tidak terlihat, dan mampu mengenali data atau informasi yang harus didapat untuk menghasilkan solusi yg dibutuhkan. Sebagai contoh, di tingkat ini seorang manajer kualitas mampu memberikan solusi untuk menurunkan tingkat reject di produksi berdasarkan pengamatannya terhadap semua penyebab turunnya kualitas produk. (6) Evaluasi (Evaluation): Dikenali dari kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap solusi, gagasan, metodologi, dsb dengan menggunakan kriteria yang cocok atau standar yg ada untuk memastikan nilai efektivitas atau manfaatnya. Sebagai contoh, di tingkat ini seorang manajer kualitas harus mampu menilai alternatif solusi yg sesuai untuk dijalankan berdasarkan efektivitas, urgensi, nilai manfaat, nilai ekonomis, dsb.

Kecakapan Koqnitif
Upaya pengembangan fungsi koqnitif akan berdampak positif bukan hanya terhadap koqnitif sendiri, melainkan terhadap afektif dan psikomotor. Ada dua macam kecakapan koqnitif siswa yang perlu dikembangkan secara  khusu oleh guru yaitu:  (1) Strategi belajar memahami isi materi pelajaran. (2) Strategi menyakini arti penting isi materi pelajaran dan aplikasinya serta menyerap pesan-pesan moral yang terkandung didalam materi tersebut. Di sini bahwa strategi adalah prosedur mental yang berbentuk tatanan tahapan yang memerlukan upaya yang bersifat koqnitif dan selalu dipengaruhi oleh pilihan koqnitif atau kebiasaan belajar. Pilihan tersebut yaitu menghafal prinsip yang ada dalam materi dana mengaplikasikan prinsip-prinsip tersebut.

Ada Dua Prefensi Kognitif
Dorongan dari luar (motif ekstrinsik) yang mengakibatkan siswa menggarap belajar hanya sebagai alat pencegah ketidakstabilan atau ketidaknaikkan. Aspirasi yang dimilikinya bukan ingin menguasai materi secara mendalam tetapi hanya sekedar lulus  atau naik kelas semata
Dorongan dari dalam (motif Intrinsik), dalam arti siswa tertarik dan membutuhkan materi-materi yang disajikan gurunya.
Guru dituntut untuk mengembangkan dengan kecakapan koqnitif siswa dalam memecahkan masalah dengan pengetahuan yang dimilikinya dan keyakinan terhadap pesan moral yang terkandung dan menyatu dalam pengetahuan.

Kata Kerja Operasional untuk Ramah Afektif  (C1-C6)

Pengetahuan (Cl)
Pemahaman (C2)
Penerapan (C3)
Analisis (C4)
Sintesis (C5)
Penilaian (C6)

Mengutip
Memperkirakan
Menugaskan
Menganalisis
Mengabstraksi
Membandingkan

Menyebutkan
Menjelaskan
Mengurutkan
Mengaudit
Mengatur
Menyimpulkan

Menjelaskan
Mengkategorikan
Menentukan
Memecahkan
Menganimasi
Menilai

Menggambar
Mencirikan
Menerapkan
Menegaskan
Mengumpulkan
Mengarahkan

Membilang
Merinci
Menyesuaikan
Mendeteksi
Mengkategorikan
Mengkritik

Mengidentiflkasi
Mengasosiasikan
Mengkalkulasi
Mendiagnosis
Mengkode
Menimbang

Mendaftar
Membandingkan
Memodifikasi
Menyeleksi
Mengkombinasikan
Memutuskan

Menunjukkan
Menghitung
Mengklasifikasi
Memerinci
Menyusun
Memisahkan

Memberi label
Mengkontrasikan
Menghitung
Menominasikan
Mengarang
Memprediksi

Memberi indek
Mengubah
Membangun
Mendiagramkan
Membangun
Memperjelas

Memasangkan
Mempertahankan
Mengurutkan
Mengkorelasikan
Menanggulangi
Menugaskan

Menamai
Menguraikan
Membiasakan
Merasionalkan
Menghubungkan
Menafsirkan

Menandai
Menjalin
Mencegah
Menguji
Menciptakan
Mempertahankan

Membaca
Membedakan
Menentukan
Mencerahkan
Mengkreasikan
Memerinci

Menyadap
Mendiskusikan
Menggambarkan
Menjelajah
Mengoreksi
Mengukur

Menghafal
Menggali
Menggunakan
Membagankan
Merancang
Merangkum

Menim
Mencontohkan
Menilai
Menyimpulkan
Merencanakan
Membuktikan

Mencatat
Menerangkan
Melatih
Menemukan
Mendikte
Memvalidasi

Mengulang
Mengemukakan
Menggali
Menelaah
Meningkatkan
Mengetes

Mereproduksi
Mempolakan
Mengemukakan
Memaksimalkan
Memperjelas
Mendukung

Meninjau
Memperluas
Mengadaptasi
Memerintahkan
Memfasilitasi
Memilih

Memilih
Menyimpulkan
Menyelidiki
Mengedit
Membentuk
Memproyeksikan

Menyatakan
Meramalkan
Mengoperasikan
Mengaitkan
Merumuskan


Mempelajari
Merangkum
Mempersoalkan
Memilih
Menggeneralisasi


Mentabulasi
Menjabarkan
Mengkonsepkan
Mengukur
Menggabungkan


Memberi kode

Melaksanakan
Melatih
Memadukan


Menelusuri

Meramalkan
Mentransfer
Membatasi


Menulis

Memproduksi

Mereparasi




Memproses






Mengaitkan

Menampilkan




Mensuimulasikan

Menyiapkan




Memecahkan

Memproduksi




Mel.akukan

Merangkum




Mentabulasi

Merekonstruksi




Menyusun






Memproses






meramalkan





Dalam ranah kognitif itu terdapat enam aspek atau jenjang proses berfikir, mulai dari jenjang terendah sampai dengan jenjang yang paling tinggi. Keenam jenjang atau aspek yang dimaksud adalah:
Pengetahuan/hafalan/ingatan (knowledge): Adalah kemampuan seseorang untuk mengingat-ingat kembali (recall) atau mengenali kembali tentang nama, istilah, ide, rumus-rumus, dan sebagainya, tanpa mengharapkan kemampuan untuk menggunkannya. Pengetahuan atau ingatan adalah merupakan proses berpikir yang paling rendah.
Pemahaman (comprehension):  Adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat. Dengan kata lain, memahami adalah mengetahui tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari berbagai segi.  Seseorang peserta didik dikatakan memahami sesuatu apabila ia dapat memberikan penjelasan atau memberi uraian yang lebih rinci tentang hal itu dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Pemahaman merupakan jenjang kemampuan berfikir yang setingkat lebih tinggi dari ingatan atau hafalan.
Penerapan (application): Adalah kesanggupan seseorang untuk menerapkan atau menggunakan ide-ide umum, tata cara ataupun metode-metode, prinsip-prinsip, rumus-rumus, teori-teori dan sebagainya, dalam situasi yang baru dan kongkret. Penerapan ini adalah merupakan proses berfikir setingkat lebih tinggi ketimbang pemahaman.
Analisis (analysis): Adalah kemampuan seseorang untuk merinci atau menguraikan suatu bahan atau keadaan menurut bagian-bagian yang lebih kecil dan mampu memahami hubungan di antara bagian-bagian atau faktor-faktor yang satu dengan faktor-faktor lainnya. Jenjang analisis adalah setingkat lebih tinggi ketimbang jenjang aplikasi.
Sintesis (syntesis): Adalah kemampuan berfikir yang merupakan kebalikan dari proses berfikir analisis. Sisntesis merupakan suatu proses yang memadukan bagian-bagian atau unsur-unsur secara logis, sehingga menjelma menjadi suatu pola yang yang berstruktur atau bebrbentuk pola baru. Jenjang sintesis kedudukannya setingkat lebih tinggi daripada jenjang analisis.
Penilaian/penghargaan/evaluasi (evaluation): Adalah merupakan jenjang berpikir paling tinggi dalam ranah kognitif dalam taksonomi Bloom. Penilian/evaluasi disini merupakan kemampuan seseorang untuk membuat pertimbangan terhadap suatu kondisi, nilai atau ide, misalkan jika seseorang dihadapkan pada beberapa pilihan maka ia akan mampu memilih satu pilihan yang terbaik sesuai dengan patokan-patokan atau kriteria yang ada.



Domain Afektif

Pembagian domain ini disusun Bloom bersama dengan David Krathwol sebagai berikut: (1) Penerimaan (Receiving/Attending): Kesediaan untuk menyadari adanya suatu fenomena di lingkungannya. Dalam pengajaran bentuknya berupa mendapatkan perhatian, mempertahankannya, dan mengarahkannya. (2) Tanggapan (Responding): Memberikan reaksi terhadap fenomena yang ada di lingkungannya. Meliputi persetujuan, kesediaan, dan kepuasan dalam memberikan tanggapan. (3) Penghargaan (Valuing): Berkaitan dengan harga atau nilai yang diterapkan pada suatu objek, fenomena, atau tingkah laku. Penilaian berdasar pada internalisasi dari serangkaian nilai tertentu yang diekspresikan ke dalam tingkah laku. (4) Pengorganisasian (Organization): Memadukan nilai-nilai yang berbeda, menyelesaikan konflik di antaranya, dan membentuk suatu sistem nilai yang konsisten. (5) Karakterisasi Berdasarkan Nilai-nilai (Characterization by a Value or Value Complex). Memiliki sistem nilai yang mengendalikan tingkah-lakunya sehingga menjadi karakteristik gaya-hidupnya.

Kecakapan Afektif
Kebersihan pengembangan koqnitif tidak hanya membuahkan kecakapan koqnitif akan tetapi membuahkan kecakapan afektif. Pemahaman yang mendalam terhadap arti penting materi serta preferensi. Koqnitif mementingkan aplikasi prinsip atau meningkatkan kecakapan afektif para siswa. Peningkatan-peningkatan afektif ini antara lain, berupa kesadaran beragama yang mantap

Kata Kerja Operasional untuk Ramah Afektif  (A1-A5)

Menerima (Al)
Menanggapi (A2)
Menilai (A3)
Mengelola (A4)
Menghayati (A5)

Memilih
Menjawab
Mengasumsikan
Menganut
Mengubah prilaku

Mempertanyakan
Mem bantu
Meyakini
Mengubah
Berakhlak mulia

Mengikuti
Mengajukan
Melengkapi
Menata
Mempengaruhi

Memberi
Mengkompromikan
Meyakinkan
Mengklasifikasikan
Mendengarkan

Menganut
Menyenangi
Memperjelas
Mengkombinasikan
Mengkualifikasi

Mematuhi
Menyambut
Memprakarsai
Mempertahankan
Melayani

Meminati
Mendukung
Mengimani
Membangun
Menunjukkan


Mendukung
Mengundang
Membentuk pendapat
Membuktikan


Menyetujui
Menggabungkan
Memadukan
memecahkan


Menampilkan
Memperjelas
Mengelola



Melaporkan
Mengusulkan
Menegosiasi



Memilih
Menekankan
Merembuk



Mengatakan
Menyumbang




Memilah





Menolak





Menurut Krathwol (1964) klasifikasi tujuan domain afektif terbagi lima kategori  sebagai berikut:

Penerimaan (recerving): Mengacu kepada kemampuan memperhatikan dan memberikan respon terhadap sitimulasi yang tepat. Penerimaan merupakan tingkat hasil belajar terendah dalam domain afektif.
Pemberian respon atau partisipasi (responding): Satu tingkat di atas penerimaan. Dalam hal ini siswa menjadi terlibat secara afektif, menjadi peserta dan tertarik.
Penilaian atau penentuan sikap (valung): Mengacu kepada nilai atau pentingnya kita menterikatkan diri pada objek atau kejadian tertentu dengan reaksi-reaksi seperti menerima, menolak atau tidak menghiraukan. Tujuan-tujuan tersebut dapat diklasifikasikan menjadi “sikap dan opresiasi”.
Organisasi (organization): Mengacu kepada penyatuan nilai, sikap-sikap yang berbeda yang membuat lebih konsisten dapat menimbulkan konflik-konflik internal dan membentuk suatu sistem nilai internal, mencakup tingkah laku yang tercermin dalam suatu filsafat hidup.
Karakterisasi / pembentukan pola hidup (characterization by a value or value complex): Mengacu kepada karakter dan daya hidup sesorang. Nilai-nilai sangat berkembang nilai teratur sehingga tingkah laku menjadi lebih konsisten dan lebih mudah diperkirakan. Tujuan dalam kategori ini ada hubungannya dengan keteraturan pribadi, sosial dan emosi jiwa


Domain Psikomotor
Rincian dalam domain ini tidak dibuat oleh Bloom, tapi oleh ahli lain berdasarkan domain yang dibuat Bloom sebagai berikut: (1) Persepsi (Perception): Penggunaan alat indera untuk menjadi pegangan dalam membantu gerakan. (2) Kesiapan (Set): Kesiapan fisik, mental, dan emosional untuk melakukan gerakan. (3) Guided Response (Respon Terpimpin); Tahap awal dalam mempelajari keterampilan yang kompleks, termasuk di dalamnya imitasi dan gerakan coba-coba. (4) Mekanisme (Mechanism); Membiasakan gerakan-gerakan yang telah dipelajari sehingga tampil dengan meyakinkan dan cakap. (5) Respon Tampak yang Kompleks (Complex Overt Response): Gerakan motoris yang terampil yang di dalamnya terdiri dari pola-pola gerakan yang kompleks. (6) Penyesuaian (Adaptation); Keterampilan yang sudah berkembang sehingga dapat disesuaikan dalam berbagai situasi. (7) Penciptaan (Origination): Membuat pola gerakan baru yang disesuaikan dengan situasi, kondisi atau permasalahan tertentu.

Kecakapan Psikomotor
Keberhasilan pengembangan koqnitif berdampak positif pada perkembangan psikomotor. Kecakapan psikomotor adalah segala amal jasmaniah yang konkrit dan mudah diamati baik kuantitasnya maupun kualitasnya. Kecakapan psikomotor merupakan manifestasi wawasan pengetahuan dan kesadaran serta sikap mentalnya

Contoh Kata Kerja Operasional untuk Ranah Psikomotor (P1-P4)

PENIRUAN (PI)
MANIPULASI (P2)
KETETAPAN (P3)
ARTIKULASI (P4)

Mengaktifkan
Mengoreksi
Mengalihkan
Mengalihkan

Menyesuaikan
Mendemonstrasikan
Menggantikan
Mempertajam

Menggabungkan
Merancang
Memutar
Membentuk

Melamar
Memilah
Mengirim
Memadankan

Mengatur
Melatih
Memindahkan
Menggunakan

Mengumpulkan
Memperbaiki
Mendorong
Memulai

Menimbang
Mengidentifikasikan
Menarik
Menyetir

Memperkecil
Mengisi
Memproduksi
Menjelaskan

Membangun
Menempatkan
Mencampur
Menempel

Mengubah
Membuat
Mengoperasikan
Menskestsa

Membersihkan
Memanipulasi
Mengemas
Mendengarkan

Memposisikan
Mereparasi
Membungkus
Menimbang

Mengkonstruksi
Mencampur






Menurut Davc (1970) klasifikasi tujuan domain psikomotor terbagi lima kategori  sebagai berikut:

Peniruan: terjadi ketika siswa mengamati suatu gerakan. Mulai memberi respons serupa dengan yang diamati. Mengurangi koordinasi dan kontrol otot-otot saraf. Peniruan ini pada umumnya dalam bentuk global dan tidak sempurna.
Manipulasi: Menekankan perkembangan kemampuan mengikuti pengarahan, penampilan, gerakan-gerakan pilihan yang menetapkan suatu penampilan melalui latihan. Pada tingkat ini siswa menampilkan sesuatu menurut petunjuk-petunjuk tidak hanya meniru tingkah laku saja.
Ketetapan: memerlukan kecermatan, proporsi dan kepastian yang lebih tinggi dalam penampilan. Respon-respon lebih terkoreksi dan kesalahan-kesalahan dibatasi sampai pada tingkat minimum.
Artikulasi: Menekankan koordinasi suatu rangkaian gerakan dengan membuat urutan yang tepat dan mencapai yang diharapkan atau konsistensi internal di natara gerakan-gerakan yang berbeda.
Pengalamiahan: Menurut tingkah laku yang ditampilkan dengan paling sedikit mengeluarkan energi fisik maupun psikis. Gerakannya dilakukan secara rutin. Pengalamiahan merupakan tingkat kemampuan tertinggi dalam domain psikomotorik



3. Alkitab  sebagai Teks Buku Kurikulum
Suatu Kajian  Kontekstual antara Teori  dan  Praktek
Oleh Harianto GP

Bab I  PENDAHULUAN

Munculnya kebutuhan kurikulm untuk “the Sunday School” diawali pada permulaan abad 13.  Karena dirasakan proses pengajaran yang kurang begitu sistematis maka perlu disusun dalam kurikulumnya. Barulah dua abad kemudian, kurikulum ditekankan pada pentingnya cara mengajar sebagai faktor keberhasilan mengekspresikan kurikulum yang telah disiapkan oleh “the Sunday School”.  Selanjutnya pada tahun 1815 mulai dirasakan akan kebutuhan kurikulum untuk “catechism” pada Sunday School di Amerika. Maka sejak saat itu,  muncul kesadaran bahwa kurikulum mesti berpusat kepada Alkitab tetapi barulah pada tahun 1825,  Professor James Gill di Amerika mencoba meletakan dasar bahwa Alkitab sebagai jantung kurikulum. Maka tak heran bila menjelang berjalanan  abad 19 Alkitab  sudah menjadi  sebagai  pusat  pengajaran di “church school”, tetapi masih sebatas Alkitab sebagai sebuah pengetahuan. Kondisi ini yang membuat munculnya studi tentang Alkitab di mana studi ini bukan saja mencari pengetahuan, tetapi  juga menekankan kualitas dan  menggunakan pendekatan yang  alkitabiah, yaitu: kemampuan memahami dan menggunakan Alkitab. Dengan demikian otoritas Alkitab mulai dipertanyakan, diperdebatan bahkan semakin diakui kemutlakannya oleh dunia pendidikan.
Berkaitan perkembangan kurikulum yang alkitabiah, maka Alkitab  menjadi sebagai bahan riset untuk memahami makna dari Alkitab itu sendiri. Ada dua cara riset Alkitab yang sedang berkembang sebagai berikut: pertama, pertemuan kenyataan dan logika  yang mendasar bekerja mencari nilai-nilai Alkitab dalam gereja (tidak hanya nilai Alkitab itu sendiri tetapi juga mencari prinsip-prinsip Alkitab). Kedua, yang dituntut oleh para sarjana biblika adalah tanggung jawab teologinya: berteologi dalam nilai-nilai Alkitab. Kelompok ini hanya mengaplikasikan scientific methods untuk studi literatur biblika dan sejarah.
Tulisan ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: apakah yang dimaksud dengan pendekatan yang kontekstual?  Bagaimana keadaan Alkitab dalam kurikulum? Bagaimana merumuskan Alkitab  sebagai teks buku kurikulum suatu kajian kontekstual antara teori dan praktek?

 Bab II pendekatan kontekstual YANG KONTEKSTUAL

Pengertian Kontekstual
Teks (meaning Firman Allah) dan konteks (form budaya: Alkitab, pemberita, responden atau sasaran) merupakan bagian yang tidak dapat diabaikan dalam mengkomunikasikan Injil. Teks dan konteks merupakan elemen-elemen utama sebagai bahan kontekstualisasi. Memahami teks berarti memahami biblika teks secara benar dan tidak dapat dirubah dari arti harafiahnya bahkan teks akan mengisi dan merubah nilai-nilai untuk menghidupkan konteks yang biblika. Memahami konteks berarti mempelajari budaya: Alkitab, pemberita, responden atau sasaran, yang menghidupkan arti teks. Konteks tidak boleh menguasai arti teks tetapi konteks merupakan sarana untuk memperjelas arti teks sehingga bila konteks tidak sesuai dengan teks, maka konteks tersebut dapat disempurnakan atau diganti dengan konteks yang lain.
Jadi, ketika seseorang hendak mengkomunikasikan nilai-nilai Akitab (Injil) maka ia wajib memahami konteks agar ia secara tepat dan semakin efektif memberitakan nilai-nilai Allah tersebut (Injil) kepada komunikan. Tidak hanya itu, tetapi dengan memahami konteks komunikator dapat memutuskan dan menggunakan pendekatan bentuk kontekstualisasi secara tepat dan efektif agar manusia mempunyai: commitment to Jesus, growing relationship to God and His people, and witness to those at the beginning of Commitment to Jesus.
Kontekstualisasi bukan saja untuk responden (suku) terasing di berbagai pelosok tetapi juga dapat untuk masyarakat perkotaan di kota-kota besar di Indonesia.


Teori Pendekatan
Donald A. McGavran sebagai berikut: Pertama, kekuatan untuk merubah seseorang menjadi Kristen tergantung pada ukuran  perubahahan yang dimaksud oleh orang yang melakukan perubahan.  Maka, perlu dipersiapkan pattern of becoming Christian. Teori ini menekankan pada isi kurikulum yang bersifat doktrinal. Kedua, ada suatu kehidupan masyarakat di sebuah kota yang terhalangi oleh sungai. Untuk melakukan perubahan dalam masyarakat tersebut, maka perlu membangun jembatan dan menyeberanginya. “Find the bridges and use them  is  excellent strategy for all who are impelled by the Holy Spirit to share the good news”. Teori ini menekankan pada isi kurikulum yang bersifat perencanaan untuk bertindak pada konteks.
Jadi, “pattern of becoming Christian”  maupun “the bridges” adalah bukan saja suatu kurikulum  untuk mewujudkan visi misioner Allah, tetapi juga memberi solusi yang tepat agar tidak terjadi kesenjangan antara visi dengan hasilnya.

Teori Kontekstualisasi
Komunikator akan berhasil menyampaikan berita kepada pendengarnya, asal keduanya benar-benar berada dalam konteks yang menyatu. Itulah ruang kebudayaan yang sama dan menyatu, antara pemberita di satu pihak dan pendengar di pihak lainnya. Dalam ruang itulah, suatu berita akan disampaikan lewat beragam cara, baik verbal mapun non-verbal, disampaikan lewat beragam sarana dan media. Dengan demikian, responden atau pendengar berkesempatan untuk memasuki kemungkinan, dan mereka dapat memahami dengan baik berita yang sampaikan sehingga pendengar bisa memberikan feedback terhadap berita yang didengarnya.
Proses komunikasi dalam budaya  sebagai berikut: pertama, menggunakan materi budaya yang dapat diterima oleh budaya audiences. Kedua, menggunakan konsep bahasa yang dapat diterima oleh bahasa audiences.  Ketiga, melakukan kontekstualisasi: bentuk dan isi.
Kata “kontektualisasi” berasal dari kata konteks  yang berarti tempat tertentu, lingkungan hidup secara utuh. Lesslie Newbigin  mengatakan bahwa kontekstualisasi adalah pernyataan tentang bagaimana Injil itu “menjadi hidup” di dalam konteks yang khusus. Kemudian Daniels J. Adams menambahkan “teologi kontekstualisasi adalah suatu teologi yang mengutamakan keprihatinannya atas prinsip-prinsip penafsiran iman Kristen dalam situasi lintas budaya dan dalam penafsiran itu setia pada Alkitab.
Lebih dalam lagi, maka David J. Hesselgrave mengatakan, kontekstualisasi adalah penerjemahan Injil Kerajaan yang tidak berubah ke dalam bentuk lintas yang bermakna bagi bangsa-bangsa dalam budaya mereka dan dalam situasi ekstensial mereka. Begitu juga David Royal Brougham menggambarkan  kontekstualisasi  sebagai proses menyampaikan kebenaran-kebenaran mutlak Alkitab kepada pengalaman dan latar belakang sejarah-budaya seseorang, struktur sosial, orientasinya, pemikirannya dan pandangannya mengenai dunia.
Memperlengkapi pemikiran di atas, maka langkah-langkah kontekstualisasi dari Budiman R.L. sebagai berikut. Kontekstualisasi berupa kepercayaan lama (upacara-upacara adat, seni, musi, dan isu-isu penting). Sikap ada tiga sebagai berikut: pertama,  “tolak saja” (berarti menolak kontekstualisasi) akibatnya (1) Injil menjadi asing dan (2) yang lama itu tetap dilaksanakan tetapi secara tersembunyi (sinkretisme). Kedua, “pertimbangkan” (kontekstualisasi yang alkitabiah). Caranya: (1) informasi tentang masalah yang diperoleh. (2) Pelajari arti kata Alkitabiah. (3) Evaluasi unsur lama (memakai, mengubah, atau membuang) dari sudut terang Alkitab, dibimbing oleh Roh kudus. (4) mencoba upacara-upacara, seni, dan sebagainya lalu dampaknya dinilai lagi. (5) membuat rumusan kontekstual yang alkitabiah  yang perlu dilakukan. Ketiga, “terima saja” (kontekstualisasi – sikretisme yang alkitabiah).


Teori Perubahan Paradigma (Paradigm Shift)
Kata “paradigma” berasal dari bahasa Yunani “paradeigma”, artinya “pola”, “model”, atau “contoh”. Paradigma adalah seperangkat gabungan perkiraan dan cara kita memahami kehidupan. Adam Smith mengatakan “power of the mind”.  Paradigma sebagai “filter fisiologis” sehingga kita melihat dunia ini semata-mata melalui paradigma kita.  Jadi, paradigma adalah segala sesuatu yang ada dalam dunia ini yang bersentuhan dengan kehidupan seseorang dan tidak sesuai dengan paradigma ia akan mengalami penolakan, karena sangat sulit untuk melalui “filter kita”.  Tapi, kalau sesuai dengan paradigma seseorang, maka langsung ia terima.
Paradigma memperngaruhi pendapat seseorang. Paradigma mempengaruh keputusan seseorang. Paradigma mempengaruh penerimaan seseorang. Paradigma juga mempengaruh masa depan seseorang dan tujuan hidup seseorang.
Jadi, bila seseorang akan merubah seseorang berarti ia harus merubah paradigma orang tersebut.  Berkaiatan hal tersebut, maka model “Johari” diambil dari nama pertama dua psikolog bernama Joseph Luft dan Harry Lingham. Mereka menekan ada empat perubahan dalam komunikasi interpersonal sebagai berikut:





                                              Known to selft            Not known to self




Known to others                      1 OPEN                       2  BLIND




Not known to others                3 HIDDEN                4 UNKNOWN




Terjadi perubahan bila komunkator mengenal siapakah dirinya dan mengenal siapakah komunikannya. Dengan demikian arah  perubahan yang diinginkan komunikator akan terjadi karena areal komunikasi bersifat terbuka, tidak menyembunyikan sesuatu, tidak mencurigai, tidak merasa dirugikan tetapi sebaliknya. Perubah terjadi karena areal komunikasi terbuka karena kedua belah pihak merasa saling membutuhkan. 

Teori Pendekatan yang Kontekstual
Pendekatan yang komunikator gunakan adalah mengintegrasikan teori-teori di atas dimana ia perlu membuat “jembatan” (mendekati atau terlibat dalam kehidupan yang bersangkutan) untuk mendekati seseorang atau kelompok melalui cara  yang kontekstual. Untuk dapat terlibat dalam kehidupan responden, maka komunikator  mencoba membuka pikiran responden  dengan pendekatan “paradigma shift”. Dengan demikian, maka diharapkan bahwa pendekatan yang dilakukan komunikator dapat membuka  diri responden  akan kehadiran komunikator sehingga responden dapat menerima dan membuka diri kehadiran komunikator. Dengan demikian responden telah siap mengalami perubahan yang diinginkan komunikator.


Bab iII  Alkitab dalam kurikulum

Sumber Otoritas Membangun Kurikulum
Sumber otoritas untuk membangun kurikulum adalah Alkitab. Bagi  Byrne  merumuskan bahwa sumber otoritas dalam membangun kurikulum dimulai dari: (1) in the devine will, (2) in eternal truth which is the humanistic position, (3) in science, dan (4) in society. Di sini Alkitab sebagai sumber  utama dalam membangun kurikulum. Otoritas Alkitab adalah tidak ada kesalahan, semua benar, dan ditulis oleh Allah melalui nabi-nabinya dalam budaya yang berbeda.  Berkaitan hal di atas, maka ada 10 alasan untuk percaya Alkitab sebagai berikut: (1)  Alkitab sungguh jujur (2) ketahanannya, (3) Pernyataannya Mengenai Dirinya Sendiri, (4) Mukjizatnya, (5) Kesatuannya, (6). Keakuratannya dari Segi Sejaraj dan Geografi, (7). Rekomendasi dari Kristus, (8). Keakuratan Ramalannya, (9). Keberlangsungannya, (10). Kuasanya untuk Mengubah Hidup Manusia.  Berkaitan hal di atas, maka Homrighausen mengatakan bahwa: Pertama, karena manusia percaya sehingga Alkitab menjadi mutlak. Kedua, Alkitab adalah  sebuah kitab yang mutlak karena hanya kitab ini saja yang menyampaikan Injil Tuhan Yesus Kristus, ialah kabar tentang Juruselamat yang masuk ke dunia  menebus segala dosa manusia. Ketiga, Akitab menyatakan kepada manusia bagaimana hubungan antara sesama  manusia dengan Allah.
Bahkan  Alkitab berkata: “Ingatlah  juga bahwa  dari kecil engkau  sudah mengenal Kitab Suci yang dapat memberi hikmat  kepadamu dan menuntun  engkau kepada keselamatan  oleh iman kepada Kristus Yesus.  Segala tulisan yang diilhamkan Allah  memang bermanfaat untuk mengajar,  untuk menyatakan  kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan  dan untuk mendidik orang dalam kebenaran” (2 Tim 3:15-16).


Prinsip-prinsip  dalam Kurikulum

Studi Lois E. LeBar mengenai kurikulum  yang God-centered meletakkan Firman Tuhan  sebagai dasar pusat kurikulum karena tidak ada buku yang dapat dibandingkan dengan Firman Tuhan.   Berkaitan di atas, maka Robert L. Woodruff  mengatakan bahan pengajaran  kurikulum berbasis God-centered dapat difokuskan dalam integrasi  antara  matra spiritual, akademik (pengetahuan), dan ministry mission. “Spiritual formation (to be like Jesus), mastering a body of knowledge (to know of high academic) and developing professional skill in ministerial practice (to do proclaim of the Gospel)”.
Lebih tajam lagi James D. Smart menguraikan prinsip-prinsip sebagai berikut: Pertama, “fragmentariness” dimana melihat Alkitab secara holistik tetapi tetap ada dalam batasannya. Jadi, studi Alkitab berarti studi Alkitab secara menyeluruh dalam framenya,  adalah Alkitab. Kedua, “historical framework and background” di mana sejarah dan latar belakang Alkitab dibutuhkan untuk mengarti nilai-nilai Alkitab. Jadi, belajar Alkitab harus belajar sejarah dan latar belakang Alkitab. Ketiga, “the  veil  of moralism” dimana belajar Alkitab berarti belajar moral yang benar. Di sini moral bukan hanya dipahami tetapi juga menjadi ekspresi seseorang yang mempelajarinya. Keempat, “the importance of grading”  dimana diasumsikan bahwa Alkitab adalah pengetahuan yang baik mengenai Allah dan dunia  sehingga yang baik ini diberikan atau diajarkan kepada siapa saja termasuk kepada anak, remaja, pemuda hingga dewasa. Jadi, sesuatu yang baik pasti dibutuhkan oleh setiap manusia.  Kelima,  “the variety of literary  forms” dimana perlunya fleksibel dalam mengajar kepada anak, remaja, atau orang dewasa. Bisa saja  berbicara dengan menggunakan sarana dalam bentuk: sejarah, lengeda,  hymns, hikmat, parable, khotbah, drama, Injil,  atau bentuk surat. Keenam, “the strangeness of the thought forms” artinya  meskipun Alkitab diterjemahkan dari berbagai bahasa Ibrani, Aram, dan Yunani tetapi cara berpikir seseorang dapat ditemukan dalam Alkitab. Ketujuh, “a revelation for now” artinya hingga sekarang Allah dalam Alkitab tetap berkata kepada seseorang mengenai hidup baik di surga maupun di dunia. Perkataan Allah dari dulu sampai sekarang dalam Alkitab masih relevan dalam berbagai kehidupan manusia di dunia.


Sarana  Alkitab  sebagai Teks Buku Kurikulum
James D. Smart menguraikan  sarana Alkitab sebagai teks buku kurikulum sebagai berikut:
Pertama, “Preaching biblical”. Sarana ini dikembangkan olah para sarjana biblika setelah abad 20 dimana mereka mencoba mengembangkan teks Alkitab dalam wilayah berkhotbah. Kedua,  kesaksian hidup setiap hari yang biblika. Dengan demikian ”church school” bukan sekadar studi Alkitab tetapi hidup dalam pelayanan. Ketiga, Alkitab menjadi dasar iman yang diekspresikan dalam segala pencobaan hidup. Jadi tanpa mengetahuan Alkitab maka seseorang tidak mengerti dasar hidupnya.  Berkatan hal tersebut, maka  Homrighausen mengatakan bahwa mengajar Alkitab harus disesusiakan dengan umur murid dengan memakai cara-cara yang efektif. Jadi, studi Alkitab dengan pelayanan adalah suatu bagian yang tidak dapat dipisahkan, bahkan studi Alkitab harus berorientasi kepada pelayanan.

Bab IV merumuskan Alkitab  sebagai
Teks Buku Kurikulum

Teks Alkitab “Yohanes 3:16; 14:6”

Yohanes 3: 16 “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia”.

Kebenaran ayat  tersebut lahir dari atas, yang menekankan kontras antara “spirit” dengan rohani.  Daging adalah kelemahan manusia sebagai ciptaan dan “spirit” adalah kekuatan Allah di surga yang bekerja di dunia (Yes 31:1-3; Yoh 1:13). Jadi keinkarnasian  Allah (spirit) menjadi daging (Yesus) merupakan tindakan penyelamatan “kekal” bagi manusia yang percaya kepada Dia.

Yohanes 14:6 “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku”.

Kebenaran ayat tersebut  menjelaskan  bahwa pewahyuan Yesus yang menjadi ekspresi Injil (bdk. 3:16).  Ini adalah dasar dari doktrin “salvation” yang  berpusat kepada Yesus, dengan tekanan adalah “the Way, the Truth, dan the Life”. Karena itu Yesus mengatakan “tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku”.

Jadi bila disimpulkan pemahaman Yohanes 3:16; 14:6 bahwa adalah   tidak ada jalan lain menuju surga (kehidupan yang kekal). Hal itu karena Yesus adalah  cara hidup yang  harus dijalani secara disiplin oleh pengikut-Nya,  tempat penyangkalan diri dan ketaatan pengikut-Nya  untuk berada dalam  kebenaran-Nya daripada kebenaran dunia, dan tempat penderita di dunia tetapi penderitaan yang dialami oleh pengikut-Nya menjadi tugas Yesus untuk menolongnya. Dengan demikian bahwa  Yesus  adalah Juru Selamat.  Jadi, bila seseorang percaya kepada Yesus sebagai Juru Selamatnya, maka ia mendapat jaminan hidup yang kekal.


Teks Buku Kurikulum

Byrne menegaskan bahwa bila hendak menjadi Alkitab sebagai teks buku kurikulum, maka Alkitab perlu dirumuskan dalam kurikulum yang hendak disampaikan sebagai berikut: Pertama, sifat-sifat dan maksudnya:  sejarah God’s revelation, isi  untuk studi, prinsip-prinsip kebenaran dan berpikir Allah, mengintegrasikan  dan mengkorelasikan kurikulum secara menyeluruh. Kedua, Alkitab sebagai objek secara menyeluruh untuk guru dan murid dalam proses belajar-mengajar: mempersiapkan murid memahami tentang struktur sejarah dan teologi, mentraining murid  bagaimana cara belajar Alkitab, dan menyiapkan murid agar mampu mengkorelasikan nilai-nilai Alkitab dalam mengatasi problema hidup yang dihadapinya.
Pemikiran di atas bukan berhenti pada ladasan teori saja tetapi akan menjadi berhasil dan sangat bermanfaat bila saat ditanam, hidup dan bertumbuh dalam berbagai praktek lapangan. Dengan demikian dibutuhkan benang pengikatnya adalah “kontekstualisasi”. Jadi, agar teks dapat melakukan perubahan hidup  seseorang, maka teks itu sendiri yang adalah nilai-nilai Alkitab perlu diletakan sebagai landasaran teks buku kurikulum. Bukan saja berbicara dalam  proses pendidikan di gereja, tetapi juga di keluarga maupun di kelas-kelas pendidikan formal maupun informal. Bukan saja berbicara kepada orang-orang percaya tetapi juga kepada semua orang yang belum percaya yang berada di seluruh pelosok dunia. Berkaitan di atas, teori dan praktek dicoba untuk dikembangkan dalam berbagai perspektif sebagai berikut:


Teks Buku Kurikulum dalam  Perspektif Biblika


“Yesus adalah Juru Selamat untuk Hidup yang Kekal”

Tujuan
Tujuan teks buku guna memenangkan sebanyak mungkin jiwa-jiwa yang tersesat kepada Yesus  Kristus dalam perspektif biblika.

Ayat Hafalan
 Yohanes 14:6 “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku”.

Pedahuluan
Pelajaran ini memberikan kepada kita gambaran keselamatan kekal melalui Yesus Kristus.

Isi Kurikulum
Jikalau dosa manusia harus dihapuskan, maka haruslah ada seseorang yang tanpa berdosa mengalami penghukuman untuk menggantikan orang-orang yang harus diselamatkan.  Di sini keadilan Allah menuntut Anak manusia (adalah Yesus) harus ditinggikan dengan jalan kematian-Nya di kayu salib. Namun dalam penyalipan Yesus bukan muncul kebenaran Allah, tetapi di sana juga ditunjukan kasih-Nya yang mengagumkan.
Hal tersebut Allah bertujuan supaya orang-orang “tidak binasa”, melainkan  hidup kekal seperti masa kehiduapn Adam dan Hawa sebelum jatuh dalam dosa. Hidup yang kekal inilah yang ingin diberikan Allah kepada setiap orang yang menjadi miliknya (1 Yoh 3:1).  Oleh sebab itu setiap ketuerunan Adam, yaitu setiap orang berdosa, memerlukan kebutuhan yang bersegi tiga: perdamaian, penerangan dan kelahiran kembali. Ketiga kebutuhan ini dapat dipenuhi seluruhnya oleh Yesus Krisus, Juruselamat dunia. Ia adalah jalan kepada Bapa: Ia adalah Kebenaran yang menjelma dan Ia adalah Hidup bagi semua orang yang percaya kepada-Nya.
Yesus Kristuslah  adalah “satu-satunya” jalan kepada Allah. Segala usaha itu sendiri tidak mungkin akan berkenan kepada Allah. Seperti yang dikatakan dalam Alkitab: “Karena tidak ada seorang pun yang dapat meletakkan dasar lain daripada dasar yang telah diletakan: “Dan keselamatan tidak ada di dalam sispapun juga selain di dalam Dia, sebab dibawah kolong langit itu tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan” (Kis 4:12).




Teks Buku Kurikulum dalam Perspektif Filosofis


“Yesus adalah Juru Selamat untuk Hidup yang Kekal”
Tujuan
Tujuan teks buku guna memenangkan sebanyak mungkin jiwa-jiwa yang tersesat kepada Yesus  Kristus dalam perspektif filosofis.

Ayat Hafalan
 Yohanes 14:6 “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku”.

Pedahuluan
Pelajaran ini memberikan kepada kita gambaran keselamatan kekal melalui Yesus Kristus.

Isi Kurikulum
Isi kebenaran adalah  tidak ada jalan lain menuju surga (kehidupan yang kekal) selain melalui Yesus, karena  Yesus  adalah Juru Selamat.  Yesus adalah  kebenaran. Jadi, bila seseorang percaya kepada Yesus sebagai Juru Selamatnya, maka ia mendapat jaminan hidup yang kekal. Jadi bila Yesus yang ada di surga datang keduakalinya ke dunia, maka ia yang percaya dalam keadaan meninggal maka akan dibangkitkan dan dibawa ke surga, tetapi bila ia masih hidup maka Yesus akan mengangkatnya ke surga.   Orang yang percaya itu bersama-sama dengan Yesus hidup selama-lamanya di surga.
Kebenaran ayat tersebut  menjelaskan  bahwa pewahyuan Yesus yang menjadi ekspresi Injil (bdk. 3:16).  Ini adalah dasar dari doktrin “salvation” yang  berpusat kepada Yesus, dengan tekanan adalah “the Way, the Truth, dan the Life”. Karena itu Yesus mengatakan “tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku”.
Kata “the Way” (jalan) menekankan pada tindakan untuk selalu disiplin kepada arah yang dituju. Kalau ia berjalan dalam  “kebenaran” dan “hidup”, maka  ia harus melakukannya dengan penuh penyangkalan diri akan aturan nilai-nilai kebenaran dan hidup itu sendiri.
Kata “the Truth” (kebenaran) menunjuk pada ada dua, yaitu: pertama, “imperative”  untuk percaya kepada seseorang. Kedua, menunjuk kepada identitas dirinya sendiri  bahwa ia menyerahkan dirinya kepada orang yang dipercayai. Jadi, kalau ia percaya kepada Allah berarti juga percaya kepada Yesus sehingga ada tindakan untuk mempercayai.  Jadi kalau seseorang percaya dalam Kristus berarti ia menyerahkan hidupnya kepada Kristus.
Kata “the Life” (hidup) menunjuk pada  menderita karena dunia dimana seseorang sebagai manusia mengalami berbagai pencobaan hidup saat mengikut Yesus. Di sini Yesus dipahami sebagai “the light of the prologue to the Gospel” adalah inklusif, bukan eksklusif. Semua itu, karena  “All truth is God’s truth, as all life is God’s life, but God’s truth and God’s life are incarnate in Jesus”.


Teks Kurikulum dalam Perspektif Doktrinal


“Yesus adalah Juru Selamat untuk Hidup yang Kekal”
Tujuan
Tujuan teks buku guna memenangkan sebanyak mungkin jiwa-jiwa yang tersesat kepada Yesus  Kristus dalam perspektif doktrinal.

Ayat Hafalan
 Yohanes 14:6 “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku”.

Pedahuluan
Pelajaran ini memberikan kepada kita gambaran keselamatan kekal melalui Yesus Kristus secara doktrinal.

Isi Kurikulum
Sebelum Adam berbuat dosa, ia menikmati hak istimewa yang bersegi tiga dalam hubungannya dengan Allah: ia berada di dalam persekutuan dengan Penciptanya; ia mengenal Dia dan ia memiliki hidup yang rohani. Tetapi hubungan bersegi tiga ini diputuskan ketika ia jatuh ke dalam dosa dengan tidak mentaati Allah. Ia dipisahkan dari Allah dan menyembunyikan dirinya daripada Dia.  Dengan percaya akan dusta Iblis, ia tidak sanggup mengerti kebenaran. Hal ini dibuktikan dengan membuat pakaian dari daun ara. Ia juga tidak lagi memiliki hidup rohani itu, karena Allah telah berfirman: “Sebab pada hari engkau memakannya pastilah engkau mati.” Dan firman Allah mau tidak mau harus jadi. Akibatnya semua keturunan Adam di dunia ini mewarisi keadaan yang sama dengan keadaan Bapanya setelah kejatuhan itu. Alkitab berkata: “Apa yang dilahirkan dari daging, adalah daging”. Orang tua yang jatuh akan melahirkan anak yang jatuh juga.
Jadi, tidak ada jalan lain menuju surga (kehidupan yang kekal) selain melalui Yesus, karena  Yesus  adalah Juru Selamat.  Yesus adalah  kebenaran. Jadi, bila seseorang percaya kepada Yesus sebagai Juru Selamatnya, maka ia mendapat jaminan hidup yang kekal. Jadi bila Yesus yang ada di surga datang keduakalinya ke dunia, maka ia yang percaya dalam keadaan meninggal maka akan dibangkitkan dan dibawa ke surga, tetapi bila ia masih hidup maka Yesus akan mengangkatnya ke surga.   Orang yang percaya itu bersama-sama dengan Yesus hidup selama-lamanya di surga.
Jadi bila Yesus yang ada di surga datang keduakalinya ke dunia, maka ia yang percaya dalam keadaan meninggal maka akan dibangkitkan dan dibawa ke surga, tetapi bila ia masih hidup maka Yesus akan mengangkatnya ke surga. Orang yang percaya itu bersama-sama dengan Yesus hidup selama-lamanya di surga.



Teks Kurikulum dalam Perspektif Budaya


“Yesus adalah Juru Selamat untuk Hidup yang Kekal”
Tujuan
Tujuan teks buku guna memenangkan sebanyak mungkin jiwa-jiwa yang tersesat kepada Yesus  Kristus dalam perspektif budaya.

Ayat Hafalan
 Yohanes 14:6 “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku”.

Pedahuluan
Pelajaran ini memberikan kepada kita gambaran keselamatan kekal melalui Yesus Kristus.

Isi Kurikulum
Berita  kebenaran bahwa tidak ada jalan lain menuju surga (kehidupan yang kekal) selain melalui Yesus, karena  Yesus  adalah Juru Selamat.  Yesus adalah  kebenaran. Jadi, bila seseorang percaya kepada Yesus sebagai Juru Selamatnya, maka ia mendapat jaminan hidup yang kekal.
Ketika  berita “Keselamatan Yesus” disampaikan leh Paulus, maka  Paulus dihadapkan pada Formnya adalah religi dan budaya yang ada. Paulus berkomunikasi dengan cara verbal komunikasi (oral communication) dan feedbacknya ada yang “menolak” dan ada yang bertobat (Dionisius yang anggota majelis Areopagus dan Damaris seorang wanita).  Paulus (komunikator)  menyampaikan pesan (Firman Allah) kepada  pendengar (masyarakat Athena yang berada di sekitar Areopagus).
Kontekstualisasi Paulus menggunakan dialog “Allah yang tidak dikenal”  (Kis 17: 16-34). Paulus menggunakan arti baru “Allah yang tidak dikenal” bukanlah dewa bagi orang Athena tetapi Paulus menjelaskan bahwa allah itu tidak jauh tetapi dekat. Ia adalah segala yang ada dan yang hidup (Kis 17:27, tak bersemayam di dalam kuil-kuil pahatan, dan tidak dilayani oleh manusia, sekan-akan serba terbatas. Sebalkiknya, Ia adalah pribadi yang hidup (Kis 17:25). Lalu, Paulus mengajak mereka bertobat (Kis 17:30). Selanjutnya, ia mengungkapkan hal kebangkitan Yesus Kristus sebagai bukti semua manusia bakal berdiri menghadapi pengadilan ilahi (Kis 17:31).

Bab V kesimpulan
Pendekatan yang kontekstual adalah pendekatan yang melakukan melalui jembatan khusus kepada responden,  melakukan kontekstualisasi, dan merubah paradigman shift responden. Pendekatan tersebut diarahkan kepada keterbukaan diri responden sehingga responden akan semakin mudah dirubah.
Bagaimana keadaan Alkitab dalam kurikulum?  Alkitab menjadi sumber otoritas yang tertinggi dalam buku teks kurikulum. Inti dari sumber tertinggi adalah Allah menjadi center dari teks kurikulum yang kemudian  Alkitab diletakan sebagai proses belajar-mengajar. Alkitab menjadi bahan ajar yang dibaca, digali, diikuti ajarannya dan merubahan hidup seseorang dari yang percaya menjadi semakin beriman, dari orang yang semakin beriman menjadi melayani Tuhan dalam segala tantangan yang ada, dan dari orang yang belum percaya menjadi orang yang percaya.
Merumuskan Alkitab  sebagai teks buku kurikulum dapat dilakukan dalam berbagai perspektif  seperti: biblika, filosofis, teologis, atau budaya, tetapi semua itu perlu disesuaikan dengan keadaan responden. Hal tersebut dengan memperhatikan bahwa Alkitab adalah teks yang berisi tentang nilai-nilai ajaran  yang dapat diterima oleh konteks dengan benar dan tepat. ***


Kurikulum Menjadi Bahan Ajar atau Diktat

Bahan Ajar dimulai dari kurikulum dan tujuan yang telah diuraikan oleh institusi pendidikan.  Bila disusun hirakirnya berdasarkan institusi pendidikan maka Kurikulum tersebut  menjadi bahan ajar dengan mengikuti tujuan sebagai berikut:

Visi – Misi – Tujuan – Kurikulum – Bahan Ajar

Bahan Ajar atau Diktat

Panjang atau lamanya bahan Ajar dibuat sesuai dengan jumlah pertemuan di kelas atau di tempat-tempat pertemuan dimana bahan ajar hendak digunakan sebagai bahan pembelajaran.
Isi bahan ajar mencakup unsur-unsur Kognitif (Pengetahuan- mengenal, memahami, mengaplikasi, mengsintesis dan mengevaluasi).
Susunan bahan ajar sebagai berikut:  (1) silabus dan pengantar (masalah-masalah yang actual saat itu); (2) Definisi, unsur-unsur, tujuan dan pentingnya materi tersebut. (3)  Isi Bahan Ajar atau Dikatat  (4) Isi Bahan Ajar atau Diktat; (5) Rumusan …

PEMBUATAN DIKTAT






Latar Belakang


Penjaminan mutu telah menjadi kata kunci dalam dunia pendidikan kita dewasa ini. Hal ini menandakan mulai terjadinya kesadaran bersama akan pentingnya mutu dalam layanan penyelenggaraan pendidikan formal maupun non-formal. Fenomena ini sudah sepatutnya ditanggapi secara positif oleh lembaga-lembaga yang terkait dengan upaya serius dan sistemik dalam peningkatan mutu pendidikan pada semua aspeknya. Salah satu faktor yang sangat penting dalam upaya penjaminan mutu pendidikan adalah memastikan bahwa para pendidik dan tenaga kependidikan memenuhi standar kompetensi dan melakukan pengembangan profesional yang berkelanjutan agar dari waktu ke waktu dapat meningkatkan mutu pembelajaran bagi peserta didik. Pemelajaran peserta didik merupakan salah satu hal paling penting dalam upaya peningkatan mutu pendidikan karena semua kegiatan pendidikan harus bermuara pada terjadinya peningkatan mutu lulusan.
Lembaga diklat formal dapat mempunyai peran cukup sentral untuk meningkatkan mutu para pendidik dan tenaga kependidikan sejauh lembaga tersebut mau berbenah untuk melakukan penjaminan mutu layanan diklatnya.
Adapun untuk penjamin mutu pendidikan salah satunya dengan tercukupinya sumber belajar berupa buku buku sumber bacaan, namun dengan semakin mahalnya buku pelajaran  dan literature yang berkualitas , tenaga fungsional yang bergerak dalam jasa layanan diklat dituntut untuk merumuskan buku buku sebagai bahan ajar

Pengertian Diktat
Pengertian diktat  menurut  Purwadarminta dalam Kamus Besar Indonesia adalah pegangan yang dibuat guru berupa ketikan maupun stensilan, pengertian lain menurut Totok Djuroto Diktat adalah buku pelajaran yang  termasuk kelompok karangan ilmiah  hanya saja dibuatnya bukan berdasarkan hasil penelitian, tetapi materi pelajaraan atau mata kuliah dari suatu  ilmu. Diktat biasanya dibuat oleh guru , dosen  atau widyaiswara  untuk mata kuliah, mata diklat  yang diajarkannya, bisa jadi seorang guru,  dosen dan widyaiswara membuat buku pelajaran atau diktat yang tidak diajarkannya
Dalam bagian lain diktat adalah unit terkecil dari suatu mata pelajaran yang dapat berdiri sendiri dan dapat dipergunakan dalam proses belajar mengajar sebagai alat Bantu diklat yang disusun secara sistematik dari yang mencakup tujuan dan uraian materi.

Prinsip-prinsip Pembuatan Diktat
Ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam penyusunan diktat  antara lain prinsip relevansi, konsistensi dan kecukupan
Prinsip relevansi artinya keterkaitan, materi yang ditulis hendaknya relevan dengan pencapaian standar kompetensi yang ingin dicapai
Prinsip konsistensi artinya keajegan, jika kompetensi dasar yang harus dikuasai empat macam maka bahasan yang ada pada diktat juga harus meliputi empat macam
Prinsip kecukupan artinya materi yang diajarkan hendaknya mencukupi dalam membantu peserta diklat mengusai kompetensi yang akan diajarkan, materi tidak boleh terlalu sedikit dan tidak boleh terlalu banyak, jika terlalu sedikit akan kurang membantu mencapai kompetensi standar sebaliknya jika terlalu banyak akan membuang buang waktu dan tenaga yang tidak perlu untuk mempelajarinya.

Ketentuan-ketentuan Pembuatan Diktat
Sampai saat ini belum ada aturan baku tentang pembuatan diktat yang khusus, namum mengingat diktat  merupakan bagian kecil dari buku paket maka ketentuan  pembuatan diktat hampir sama dengan pembuatan buku paket, antara lain sebagai berikut:

Persyaratan yang Berkaitan dengan Format
Memuat sekurang kurangya materi minimal yang harus dikuasai peserta didik.
Diktat relevan dengan tujuan dan sesuai dengan kemampuan yang akan dicapai
Sesuai dengan ilmu pengetahuan yang bersangkutan
Sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
Sesuai dengan jenjang dan sasaran
Isi dan bahan mengacu pada kompetensi dalam kurikulum

Persyaratan dengan cara penyajian
Uraian teratur
Saling memperkuat dengan bahan lain
Menarik minat dan perhatian peserta
Menangtang dan merangsang peserta didik untuk mempelajari
Mengacu pada aspek koginitif, afektif dan psikomotor
Hindari penyajian yang bertele tele

Persyaratan yang berkaitan dengan Bahasa
Menggunakan bahasa Indonesia yang benar
Menggunakan kalimat yang sesuai dengan kematangan dan perkembangan peserta
Menggunakan istilah, kosakata, symbol yang mempermudah pemahaman
Menggunakan kata kata terjemahan yang dibakukan

Persyaratan yang berkaitan dengan Ilustrasi
Relevan dengan  bahan ajar yang dibuat
Tidak mengunakan kesinambungan antar kalimat. Antar bagian dan antar paragraf.
Merupakan bagian terpadu dari bahan ajar
Jelas, baik dan merupakan hal hal esensial yang membantu memperjelas materi

Bagian Bagian dari Diktat
Diktat sama seperti buku terdiri dari tiga bagian yang mencakup  sebagai berikut:

Bagian Awal yang Berisi
Halaman cover, bersisi tentang judul, pengarang, gambar sampul, dan lingkup penggunaan diktat ( biasanya digunakan untuk lingkungan sendiri ), nama departemen, tahun terbit.
Halaman judul , berisi judul, pengarang/penulis, gambar sampul, lingkup penggunaan, tahun terbit, nama depertemen
Daftar isi, yang membuat, judul bab, sub bab, dan nomor halaman
Daftar lain seperti : daftar gambar, daftar table, daftar lampiran.

Bagian Isi
Bagian ini berisi pokok pokok bahasan yang menjadi inti naskah diktat dan memuat uraian penjelasan, proses operasional atau langkah kerja dari setiap bab maupun sub bab. Dengan demikian paragraf merupakan unit terkecil suatu pokok bahasan. Paragraf tersebut harus saling mendukung dan merupakan suatu kesatuan yang koheren. Apabila diperlukan penjelasan dan uraian dilengkapi dengan table, bagan, gambar dan ilustrasi lain

Bagian Akhir
Pada bagian akhir diktat berisi antara lain  sebagai berikut:
Lampiran, bila lampiran lebih dari satu lembar harus diberi nomor urut arab
Glosarium (jika ada), kata/istilah yang berhubungan dengan uraian diktat sehingga memudahkan pemahaman pembanca
Kepustakaan, ada beberapa cara menuliskan kepustakaan, namun demi keseragaman dipilih satu dari sekian cara tersebut, sengan ketentuan sebagai berikut: (1) Hendaknya digunakan buku acuan yang relevan dengan bahan kajian yang akan ditulis, tidak ketinggalan perkembangan teknologi dan sesuai dengan disiplin ilmu. (2) Kepustakaan disusun dengan urutan  abjad,  urutannya sebagai berikut: Mulyasan,E, 2003, Kurikulum Berbasis Kompetensi, Pt Remaja Rosda Karya, Bandung. (3) Indeks : pencantuman  indeks dimaksudkan sebagai petunjuk untuk mengetahui dengan mudah uraian suatu teori, atau fakta yang terdapat pada halaman tertentu, penulisan indeks dengan pengaturan sebagai berikut: (1) Entri disusun menurut abjad dan tidak bernomor urut. (2) Entri diawali dengan huruf kecil , kecuali berupa nama. (3) Entri diikuti dengan tanda koma dan nomor halaman tempat entri berada.

.
Sistimatika Penulisan Diktat
Penulisan diktat hendaknya didahului dengan penyusunan kerangka penulisan. Kerangka penulisan disusun berdasarkan kosep dasar ilmu yang bersangkutan, sesuai dengan tema dan judul yang akan ditulis.
Penulis diktat hendaknya berpedoman pada kerangka penulisan yang telah disusun , oleh karena itu kerangka harus lengkap dan rinci untuk mempermudah penulisan, isi naskah terdiri dari bab atau unit,setiap bab diberi nomor urut dengan angka romawi dan dilengkapi dengan judul bab. Pecahan bab yang disebut subbab ditulis dengan nomor huruf.

Penggunaan Bahasa Indonesia dalam Penulisan Diktat
Penulisan diktat hendaknya menggunakan bahasa jelas, tepat formal dan lugas. Kejelasan dan ketepatan isi dapat diwujudkan dengan menggunakan kata dan istilah yang jelas`dan tepat, kalimat yang tidak berbelit belit dan struktur alinea yang runtut,kelugasan dan keformalan gaya bahasa digunakan dengan menggunakan kalimat fasif, hindarilah pengunaan kata kata sepeti saya kami,  kemudian tuliskan kegiatan yang dilakukan penulis, seperti penulis atau peneliti tapi inipun hindari sesedikit mungkin.dalam menggunakan bahasa Indonesia baku hendaknya memperhatikan  sebagai berikut:
Kaidah  Bahasa Indonesia yang digunakan adalah ejaan yang   disempunakan (EYD)
Penerapan kaidah Ejaan
Pemakaian tanda baca

Pengetikan Naskah Diktat
Dalam pengetikan naskah diktat ada beberapa hal yang harus diperhatikan
Kertas yang digunakan adalah kertas jenis HVS putih, ukuran kuarto atau polio tergantung selera tetapi umunya ukuran kuarto, bidang pengetikan pun berjarak  4 cm dari tepi kiri, dan 3 cm tepi atas, tepi kanan dan tepi bawah, sebuah alinea tidak dimulai pada bagian halaman yang hanya memuat kurang dari tiga baris.
Diktat ditulis dengan computer yang baku baik jenis huruf maupun ukuran hurufnya, pengetikan dengan menggunakan rata kanan dan tidak boleh mengorbankan aturan spasi atarkata dalam teks.
Awal alinea diketik pada ketukan keenam dari batas kiri bidang pengetikan . sesudah tanda baca titik, titik dua, titik koma, dan koma hendaknya diberi satu ketikan kosong. Istilah tertentu yang belum lazim ditulis digaris bawahi atau ditulis dengan huruf miring. Dalam pengetikan juga harus diperhatkan antara lain sebagai berikut:
Jenis dan ukuran huruf
Modus huruf
Spasi
Tablel dan gambar

Ilustrasi dan Perwajahan
Diktat walaupun dibuat oleh seorang guru, maupun widyaiswara yang pada zaman computer belum banyak dipergunakan ilustrasi belum banyak digunakan, tetapi setelah computer banyak digunakan karena fasilitas untuk pemakaian ilustrasi ada pada komputer , iluntrasi biasa ditulis dan diatur sendiri, karena pengeditan dan perancangan wajah sudah ada fasilitasnya dalam hal ilisutrasi seorang penulis diktat haris memperhatikan masalah masalah  sebagai berikut:
Format diktat agar enak dibaca
9.2 Tata letak untuk mempermudah pemahaman isi buku dan     mendapatkan kenyamanan membaca.
Tipografi yang menyangkut nama dan jenis huruf, panjang baris,
Ilustrasi agar sajian visual yang tidak mungkin disampaikan dengan kata dapat disajikan dengan gambar, ilustrasi snagat menarik jika berupa foto foto yang berwarna..

Petunjuk Teknis Penulisan Diktat
Untuk melakukan penulisan diktat, dibawah ini ada beberapa    petunjuk praktis yang dapat dijadikan pedoman penulisan antara lain


Hal hal yang harus Diperhatikan
Berilah jarak 3 spasi antara table atau gambar dengan teks sebelum dan sesudahnya
Judul table atau gambar diketik pada haaman yang sama dengan table atau gambarnya, penyebutan menggunakan table……atau gambar
Tepi kanan teks tdak harus rata , oleh karena itu kata pada akhir baris tidak harus dipotong. Jika terpaksa dipotong tanda hubungnya ditulis setelah huruf akhir, tanpa disisipi spasi, bukan diletakkan dibawahnya
Tempatkan nomor halaman di pojok kanan atas pada setiap halaman , kecuali pada halaman pertama setiap bab dan halaman bagian awal.
Semua nama pengarang dalam daftar rujukan harus ditulis.
Nama awal atau nama tengah dapat disingkat asalkan dilakuan secara konsisten

Hal Hal yang tidak Boleh Dilakukan
Tidak boleh ada bagian yang kosong pada akhir halaman kecuali jika halaman tersebut merupakan akhir bab
Tidak boleh memotong table atau gambar
Tidak boleh memberi garis vertikal antara kolom pada table kecuali terpaksa
Tidak boleh memberi tanda apapun sebagai tanda berakhirnya suatu bab
Tidak boleh menempatkan sub judul dan identitas table pada akhir halaman
Rincian tidak boleh menggunakan tanda hubung (-) tetapi menggunakan bullet (*) untuk penulisan yang dilakukan dengan menggunakan komputer.
Tidak boleh menambah spasi antarkata dalam suatu baris yang bertujuan meratakan tepi kanan
Daftar rujukan tidak boleh diletakkan di kaki halaman atau akhir setiap bab, daftar rujukan hanya dapat ditempatkan setelah bab akhir

Penutup
Demikian sedikit informasi yang berkaitan dengan teknik pembuatan diktat, diharapkan para widyaiswara mampu memotivasi diri untuk menuangkan ide idenya dalam bentuk diktat yang dapat digunakan dalam pembelajaran, yang sudah barang tentu dapat digunakan sebagai bahan perolehan angka kredit dalam pengembangan profesi. Serta sebagai sumbangsih dalam meningkatkan kualitas  pendidikan bangsa Indonesia.***

Data dari Dikti:
Perbedaan Buku Teks, Buku Ajar dan Buku Diktat
Buku Ajar: Buku ajar adalah buku pegangan untuk suatu matakuliah yang ditulis dan disusun oleh pakar bidang terkait dan memenuhi kaidah buku teks serta diterbitkan secara resmi dan disebar luaskan (Pedoman PAK Dosen 2009).
Buku teks atau buku referensi: adalah suatu tulisan ilmiah dalam bentuk buku yang substansi pembahasannya fokus pada satu bidang ilmu. Buku teks membahas topik yang cukup luas (satu bidang ilmu). Urutan materi dan struktur buku teks disusun berdasarkan logika bidang ilmu (content oriented), diterbit secara resmi untuk dipasarkan (Panduan Penulisan Buku Teks).
Buku Diktat: Diktat adalah bahan ajar untuk suatu matakuliah yang ditulis dan disusun oleh pengajar matakuliah tersebut, mengikuti kaidah tulisan ilmiah dan disebar luaskan kepada peserta kuliah  (Pedoman PAK dosen 2009).

Perbedaan Buku Ajar dan Buku Teks:
Buku Ajar
1. Berusaha menimbulkan minat baca
2. Dirancang & ditulis untuk mahasiswa
3. Menjelaskan tujuan instruksional
4. Dipergunakan oleh dosen dan mahasiswa dalam proses perkuliahan.
5. Disusun berdasar pola belajar yg fleksibel, sistematis dan terstruktur berdasarkan kebutuhan mahasiswa dan kompetensi akhir yang ingin dicapai
6. Fokus pada pemberian kesempatan bagi mahasiswa untuk berlatih
7. Memberi rangkuman
8. Gaya penulisan komunikatif
9. Ada umpan balik
10. Mengakomodasi kesulitan belajar mahasiswa
11. Menjelaskan cara mempelajari bahan ajar
BUKU TEKS
1. Buku teks mengasumsikan minat dari pembaca
2. Untuk pembaca (guru, dosen, mahasiswa, peneliti, umum)
3. Belum tentu menjelaskan tujuan instruksional
4. Dirancang untuk dipasarkan secara luas
5. Disusun secara linear dan strukturnya berdasar logika bidang ilmu
6. Belum tentu memberikan latihan
7. Belum tentu memberi rangkuman
8. Gaya penulisan naratif, tidak komunikatif dan padat
9. Tidak ada mekanisme mengumpulkan umpan balik
10. Tidak mengakomodasi kesulitan belajar
11. Tidak menjelaskan ccara mempelajari buku teks
DIKTAT
Buku Diktat adalah :
• Bahan Ajar Untuk Suatu Mata Kuliah
• Ditulis oleh Pengajar Mata Kuliah Tersebut
• Mengikuti Kaidah Penulisan Ilmiah
• Disebarluaskan Kepada Peserta Kuliah
Angka kredit maksimal untuk buku teks dan buku ajar 20 per buku dengan batas kepatutan 1 buku pertahun, untuk buku Diktat Angka kredit maksimal 5 per buku dengan batas kepatutuan 1 diktat per semester

Kriteria buku yang bisa diajukan untuk peroleh hibah buku teks dan buku ajar silakan baca di:
Panduan hibah buku teks 2015
Panduan hibah buku ajar 2015





6. Teori-teori Kurikulum Konteks
Sejarah Perkembangan Kurikulum di Indonesia

Sejarah kurikulum pendidikan di Indonesia kerap berubah setiap ada pergantian Menteri Pendidikan, sehingga mutu pendidikan Indonesia hingga kini belum memenuhi standar mutu yang jelas dan mantap. Dalam perjalanan sejarah sejak tahun 1945, kurikulum pendidikan nasional telah mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004, 2006 dan 2013. Perubahan tersebut merupakan konsekuensi logis dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan iptek dalam masyarakat berbangsa dan bernegara. Sebab, kurikulum sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat. Semua kurikulum nasional dirancang berdasarkan landasan yang sama, yaitu Pancasila dan UUD 1945, perbedaanya pada penekanan pokok dari tujuan pendidikan serta pendekatan dalam merealisasikannya.
Secara umum ada beberapa pendekatan perkembangan kurikulum yang pernah diterapkan dalam pengembangan kurikulum yang diterapkan dalam dunia pendidikan di Indonesia. Pendekatan tersebut sebagai berikut: (1) Dari awal kemerdekaan sampai pertengahan tahun 1960-an  pendekatan berbasis materi (content based approach). (2) Akhir tahun 1960 –an sampai dengan pertengahan tahun1980-an pendekatan berbasis kompetensi (competence based approach) dan pendekatan belajar tuntas (mastery learning approach). (3) Akhir tahun 1980-an sampai dengan awal 1990-an pendekatan berbasis out come (outcome based approach). (4) tengah tahun1990-an sampai dengan sekarang pendekatan berbasis standar (standard based approach).
Melihat beberapa pendekatan yang telah dilakukan dalam rangka pembenahan kurikulum tersebut dapat ditarik benang merah bahwa penerapan kurikulum hanyalah perubahan disain isi kurikulum tersebut. Dan inilah masalah yang timbul ketika kita akan menerapkan kurikulum yang disesuaikan dengan tuntutan zaman.

Rencana Pelajaran 1947
Awal kurikulum terbentuk pada tahun 1947, yang diberi nama Rencana Pembelajaran 1947. Kurikulum ini pada saat itu meneruskan kurikulum yang sudah digunakan oleh Belanda karena pada saat itu masih dalam proses perjuangan merebut kemerdekaan. Yang menjadi ciri utam kurikulum ini adalah lebih menekankan pada pembentukan karakter manusia yang berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain.Kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai istilah leer plan. Dalam bahasa Belanda, artinya rencana pelajaran, lebih popular ketimbang curriculum (bahasa Inggris). Perubahan kisi-kisi pendidikan lebih bersifat politis: dari orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan nasional. Asas pendidikan ditetapkan Pancasila.
Rencana Pelajaran 1947 baru dilaksanakan sekolah-sekolah pada 1950. Sejumlah kalangan menyebut sejarah perkembangan kurikulum diawali dari Kurikulum 1950. Bentuknya memuat dua hal pokok: daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya, plus garis-garis besar pengajaran. Rencana Pelajaran 1947 mengurangi pendidikan pikiran. Yang diutamakan pendidikan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat, materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian terhadap kesenian dan pendidikan jasmani. Setelah rencana pembelajaran 1947, pada tahun 1952 kurikulum Indonesia mengalami penyempurnaan. Dengan berganti nama menjadi Rentjana Pelajaran Terurai 1952.Yang menjadi ciri dalam kurikulum ini adalah setiap pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari.

Rencana Pelajaran Terurai 1952 “Budaya dan Moral”
Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang disebut Rencana Pelajaran Terurai 1952. “Silabus mata pelajarannya jelas sekali. seorang guru mengajar satu mata pelajaran,” kata Djauzak Ahmad, Direktur Pendidikan Dasar Depdiknas periode 1991-1995. Ketika itu, di usia 16 tahun Djauzak adalah guru SD Tambelan dan Tanjung Pinang, Riau.
Di penghujung era Presiden Soekarno, muncul Rencana Pendidikan 1964 atau Kurikulum 1964. Fokusnya pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral (Pancawardhana). Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah. Pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional prak tis.Usai tahun 1952, menjelang tahun 1964 pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum pendidikan di indonesia. Kali ini diberi nama dengan Rentjana Pendidikan 1964. Yang menjadi ciri dari kurikulum ini pembelajaran dipusatkan pada program pancawardhana yaitu pengembangan moral, kecerdasan, emosional, kerigelan dan jasmani.

Kurikulum 1968
Usai tahun 1952, menjelang tahun 1964, pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum di Indonesia. Kali ini diberi nama Rentjana Pendidikan 1964. Pokok-pokok pikiran kurikulum 1964 yang menjadi ciri dari kurikulum ini adalah: bahwa pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana (Hamalik, 2004), yaitu pengembangan moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan, dan jasmani.
Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari Kurikulum 1964, yaitu dilakukannya perubahan struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum 1968 merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Dari segi tujuan pendidikan, Kurikulum 1968 bertujuan bahwa pendidikan ditekankan pada upaya untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Isi pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, serta mengembangkan fisik yang sehat dan kuat.
Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis: mengganti Rencana Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde Lama. Tujuannya pada pembentukan manusia Pancasila sejati. Kurikulum 1968 menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Jumlah pelajarannya 9.
Djauzak menyebut Kurikulum 1968 sebagai kurikulum bulat. “Hanya memuat mata pelajaran pokok-pokok saja,” katanya. Muatan materi pelajaran bersifat teoritis, tak mengaitkan dengan permasalahan faktual di lapangan. Titik beratnya pada materi apa saja yang tepat diberikan kepada siswa di setiap jenjang pendidikan.

Kurikulum 1975 “memasukan bidang Manajemen”
Kurikulum 1975 sebagai pengganti kurikulum 1968 menekankan pada tujuan,Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif. “Yang melatarbelakangi adalah pengaruh konsep di bidang manejemen, yaitu MBO (management by objective) yang terkenal saat itu,” kata Drs. Mudjito, Ak, MSi, Direktur Pembinaan TK dan SD Depdiknas.
Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Zaman ini dikenal istilah “satuan pelajaran”, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci lagi: petunjuk umum, tujuan instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi. Kurikulum 1975 banyak dikritik. Guru sibuk menulis rincian apa yang akan dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran.

Kurikulum 1984 “psikomotor” – Anak Berbakat
Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut “Kurikulum 1975 yang disempurnakan”. Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL).
Tokoh penting dibalik lahirnya Kurikulum 1984 adalah Profesor Dr. Conny R. Semiawan, Kepala Pusat Kurikulum Depdiknas periode 1980-1986 yang juga Rektor IKIP Jakarta — sekarang Universitas Negeri Jakarta — periode 1984-1992. Konsep CBSA yang elok secara teoritis dan bagus hasilnya di sekolah-sekolah yang diujicobakan, mengalami banyak deviasi dan reduksi saat diterapkan secara nasional. Sayangnya, banyak sekolah kurang mampu menafsirkan CBSA. Yang terlihat adalah suasana gaduh di ruang kelas lantaran siswa berdiskusi, di sana-sini ada tempelan gambar, dan yang menyolok guru tak lagi mengajar model berceramah. Penolakan CBSA bermunculan.

Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999
Kurikulum 1994 bergulir lebih pada upaya memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya. “Jiwanya ingin mengkombinasikan antara Kurikulum 1975 dan Kurikulum 1984, antara pendekatan proses,” kata Mudjito menjelaskan.
Sayang, perpaduan tujuan dan proses belum berhasil. Kritik bertebaran, lantaran beban belajar siswa dinilai terlalu berat. Dari muatan nasional hingga lokal. Materi muatan lokal disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing, misalnya bahasa daerah kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain. Berbagai kepentingan kelompok-kelompok masyarakat juga mendesakkan agar isu-isu tertentu masuk dalam kurikulum. Walhasil,menjelma menjadi kurikulum super padat.Kejatuhan rezim Soeharto pada 1998,diikuti kehadiran suplemen Kurikulum 1999.Tapi perubahannya lebih pada menambah sejumlah materi. Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai dengan undang-undang no. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini berdampak pada sistem pembagian waktu pelajaran, yaitu dengan mengubah dari sistem semester ke sistem caturwulan. Dengan sistem caturwulan yang pembagiannya dalam satu tahun menjadi tiga tahap diharapkan dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat menerima materi pelajaran cukup banyak.
Terdapat ciri-ciri yang menonjol dari pemberlakuan kurikulum 1994, di antaranya sebagai berikut:
Pembagian tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem catur wulan.
Pembelajaran di sekolah lebih menekankan materi pelajaran yang cukup padat (berorientasi kepada materi pelajaran/isi).
Kurikulum 1994 bersifat populis, yaitu yang memberlakukan satu sistem kurikulum untuk semua siswa di seluruh Indonesia. Kurikulum ini bersifat kurikulum inti sehingga daerah yang khusus dapat mengembangkan pengajaran sendiri disesuaikan dengan lingkungan dan kebutuhan masyarakat sekitar.
Dalam pelaksanaan kegiatan, guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi yang melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, dan sosial. Dalam mengaktifkan siswa guru dapat memberikan bentuk soal yang mengarah kepada jawaban konvergen, divergen (terbuka, dimungkinkan lebih dari satu jawaban) dan penyelidikan.
ü  Dalam pengajaran suatu mata pelajaran hendaknya disesuaikan dengan kekhasan konsep/pokok bahasan dan perkembangan berpikir siswa, sehingga diharapkan akan terdapat keserasian antara pengajaran yang menekankan pada pemahaman konsep dan pengajaran yang menekankan keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah.
Pengajaran dari hal yang konkrit ke ha yang abstrak, dari hal yang mudah ke hal yang sulit dan dari hal yang sederhana ke hal yang kompleks.
Pengulangan-pengulangan materi yang dianggap sulit perlu dilakukan untuk pemantapan pemahaman.
Selama dilaksanakannya kurikulum 1994 muncul beberapa permasalahan, terutama sebagai akibat dari kecenderungan kepada pendekatan penguasaan materi (content oriented), di antaranya sebagai berikut :
Beban belajar siswa terlalu berat karena banyaknya mata pelajaran dan banyaknya materi/ substansi setiap mata pelajaran.
Materi pelajaran dianggap terlalu sukar karena kurang relevan dengan tingkat perkembangan berpikir siswa, dan kurang bermakna karena kurang terkait dengan aplikasi kehidupan sehari-hari.

Permasalahan di atas saat berlangsungnya pelaksanaan kurikulum 1994. Hal ini mendorong para pembuat kebijakan untuk menyempurnakan kurikulum tersebut. Salah satu upaya penyempurnaan itu diberlakukannya suplemen kurikulum 1994. Penyempurnaan tersebut dilakukan dengan tetap mempertimbangkan prinsip penyempurnaan kurikulum, yaitu:
Penyempurnaan kurikulum secara terus menerus sebagai upaya menyesuaikan kurikulum dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta tuntutan kebutuhan masyarakat.
Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk mendapatkan proporsi yang tepat antara tujuan yang ingin dicapai dengan beban belajar, potensi siswa, dan keadaan lingkungan serta sarana pendukungnya.
Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk memperoleh kebenaran substansi materi pelajaran dan kesesuaian dengan tingkat perkembangan siswa.
Penyempurnaan kurikulum mempertimbangkan brbagai aspek terkait, seperti tujuan materi pembelajaran, evaluasi dan sarana-prasarana termasuk buku pelajaran.
Penyempurnaan kurikulum tidak mempersulit guru dalam mengimplementasikannya dan tetap dapat menggunakan buku pelajaran dan sarana prasarana pendidikan lainnya yang tersedia di sekolah.

Penyempurnaan kurikulum 1994 di pendidikan dasar dan menengah dilaksanakan bertahap, yaitu tahap penyempurnaan jangka pendek dan penyempurnaan jangka panjang.
Implementasi pendidikan di sekolah mengacu pada seperangkat kurikulum. Salah satu bentuk invovasi yang dikembangkan pemerintah guna meningkatkan mutu pendidikan adalah melakukan inovasi di bidang kurikulum. Kurikulum 1994 disempurnakan lagi sebagai respon terhadap perubahan struktural dalam pemerintahan dari sentralistik menjadi disentralistik sebagai konsekuensi logis dilaksanakannya UU No. 22 dan 25 tentang otonomi daerah.
Pada era ini kurikulum yang dikembangkan diberi nama Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). KBK adalah seperangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai siswa, penilaian, kegiatan belajar mengajar, dan pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam pengembangan kurikulum sekolah (Depdiknas, 2002). Kurikulum ini menitik beratkan pada pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standar performasi tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik, berupa penguasaan terhadap serangkat kompetensi tertentu. KBK diarahkan untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap dan minat peserta didik, agar dapat melakukan sesuatu dalam bentuk kemahiran, ketepatan dan keberhasilan dengan penuh tanggungjawab.
Adapun karakteristik KBK menurut Depdiknas (2002) adalah sebagai berikut:
Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupu klasikal.
Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.
 Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.

Kurikulum 2004
Bahasa kerennya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Setiap pelajaran diurai berdasar kompetensi apakah yang mesti dicapai siswa. Sayangnya, kerancuan muncul bila dikaitkan dengan alat ukur kompetensi siswa, yakni ujian. Ujian akhir sekolah maupun nasional masih berupa soal pilihan ganda. Bila target kompetensi yang ingin dicapai, evaluasinya tentu lebih banyak pada praktik atau soal uraian yang mampu mengukur seberapa besar pemahaman dan kompetensi siswa.
Meski baru diujicobakan, toh di sejumlah sekolah kota-kota di Pulau Jawa, dan kota besar di luar Pulau Jawa telah menerapkan KBK. Hasilnya tak memuaskan. Guru-guru pun tak paham betul apa sebenarnya kompetensi yang diinginkan pembuat kurikulum.
Kurikulum ini dikatakan sebagai perbaikan dari KBK yang diberi nama Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). KTSP ini merupakan bentuk implementasi dari UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yang dijabarkan ke dalam sejumlah peraturan antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan. Peraturan Pemerintah ini memberikan arahan tentang perlunya disusun dan dilaksanakan delapan standar nasional pendidikan, yaitu: (1)standar isi, (2)standar proses, (3)standar kompetensi lulusan, (4)standar pendidik dan tenaga kependidikan, (5)standar sarana dan prasarana, (6)standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan (7)standar penilaian pendidikan.
Kurikulum dipahami sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu, maka dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, pemerintah telah menggiring pelaku pendidikan untuk mengimplementasikan kurikulum dalam bentuk kurikulum tingkat satuan pendidikan, yaitu kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di setiap satuan pendidikan.
Secara substansial, pemberlakuan (baca: penamaan) Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) lebih kepada mengimplementasikan regulasi yang ada, yaitu PP No. 19/2005. Akan tetapi, esensi isi dan arah pengembangan pembelajarantetap masih bercirikan tercapainya paket-paket kompetensi (dan bukan pada tuntas tidaknya sebuah subject matter), yaitu:

Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.
Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.
Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.

Terdapat perbedaan mendasar dibandingkan dengan KBK tahun 2004 dengan KBK tahun 2006 (versi KTSP), bahwa sekolah diberi kewenangan penuh dalam menyusun rencana pendidikannya dengan mengacu pada standar-standar yang ditetapkan, mulai dari tujuan, visi-misi, struktur dan muatan kurikulum, beban belajar, kalender pendidikan hingga pengembangan silabusnya.

Kurikulum  KTSP 2006
Awal 2006 ujicoba KBK dihentikan. Muncullah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Pelajaran KTSP masih tersendat. Tinjauan dari segi isi dan proses pencapaian target kompetensi pelajaran oleh siswa hingga teknis evaluasi tidaklah banyak perbedaan dengan Kurikulum 2004. Perbedaan yang paling menonjol adalah guru lebih diberikan kebebasan untuk merencanakan pembelajaran sesuai dengan lingkungan dan kondisi siswa serta kondisi sekolah berada. Hal ini disebabkan karangka dasar (KD), standar kompetensi lulusan (SKL), standar kompetensi dan kompetensi dasar (SKKD) setiap mata pelajaran untuk setiap satuan pendidikan telah ditetapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional. Jadi pengambangan perangkat pembelajaran, seperti silabus dan sistem penilaian merupakan kewenangan satuan pendidikan (sekolah) dibawah koordinasi dan supervisi pemerintah Kabupaten/Kota. (TIAR)
Kurikulum yang terbaru adalah kurikulum 2006 KTSP yang merupakan perkembangan dari kurikulum 2004 KBK. Kurikulum 2006 yang digunakan pada saat ini merupakan kurikulum yang memberikan otonomi kepada sekolah untuk menyelenggarakan pendidikan yang puncaknya tugas itu akan diemban oleh masing masing pengampu mata pelajaran yaitu guru. Sehingga seorang guru disini menurut Okvina (2009) benar-benar digerakkan menjadi manusia yang professional yang menuntuk kereatifitasan seorang guru. Kurikulum yang kita pakai sekarang ini masih banyak kekurangan di samping kelebihan yang ada. Kekurangannya tidak lain adalah (1) kurangnya sumber manusia yang potensial dalam menjabarkan KTSP dengan kata lin masih rendahnya kualitas seorang guru, karena dalam KTSP seorang guru dituntut untuk lebihh kreatif dalam menjalankan pendidikan. (2) kurangnya sarana dan prasarana yang dimillki oleh sekolah.

KTSP
KTSP yang merupakan penyempurnaan dari Kurikulum 2004 (KBK) adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan atau sekolah. Departemen Pendidikan Nasional mengharapkan paling lambat tahun 2009/2010, semua sekolah telah melaksanakan KTSP. Penyusunan KTSP yang dipercayakan pada masing tingkat satuan pendidikan ini hampir senada dengan prinsip implementasi KBK (Kurikulum 2004) yang disebut Pengelolaan Kurikulum Berbasis Sekolah (KBS). Prinsip ini diimplementasikan untuk memberdayakan daerah dan sekolah dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengelola serta menilai pembelajaran sesuai dengan kondisi dan aspirasi mereka. Prinsip Pengelolaan KBS ini mengacu pada “kesatuan dalam kebijaksanaan dan keberagaman dalam pelaksanaan”.Yang dimaksud dengan “kesatuan dalam kebijaksanaan” ditandai dengan sekolah-sekolah menggunakan perangkat dokumen KBK yang “sama” dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan Nasional. Sedangkan “Keberagaman dalam pelaksanaan” ditandai dengan keberagaman silabus yang akan dikembangkan oleh sekolah masing-masing sesuai dengan karakteristik sekolahnya. KTSP atau Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan adalah sebuah kurikulum operasional pendidikan yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan di Indonesia. KTSP secara yuridis diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Penyusunan KTSP oleh sekolah dimulai tahun ajaran 2007/2008 dengan mengacu pada Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) untuk pendidikan dasar dan menengah sebagaimana yang diterbitkan melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional masing-masing Nomor 22 Tahun 2006 dan Nomor 23 Tahun 2006, serta Panduan Pengembangan KTSP yang dikeluarkan oleh BSNP. Pada prinsipnya, KTSP merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari SI, namun pengembangannya diserahkan kepada sekolah agar sesuai dengan kebutuhan sekolah itu sendiri. KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus. Pelaksanaan KTSP mengacu pada Permendiknas Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan SI dan SKL.

Struktur KTSP
No.
Komponen
Alokasi Waktu KTSP SD



Kelas


Mata pelajaran
1
2
3
4
5
6

A.
Mata pelajaran


T




1.
Pendidikan


E
3
3
3

2.
Pendidikan  Kewarganegaraan

P
M
2
2
2

3.
B.Indonesia

E
A
5
5
5

4.
Matematika

N
T
5
5
5

5.
Ilmu Pengetahuan Alam

D
I
4
4
4

6.
Ilmu Pengetahuan Sosial

E
K
3
3
3

7.
Seni Budaya dan Keterampilan

K

4
4
4

8.
Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesenian

A

4
4
4




T





B.
Mutlok

A






a. Budaya Daerah

N

2
2
2


b. Bahasa Inggris



2
2
2


c. ……………(disesuaikan)



2
2
2

C.
Pengembangan Diri



2*)
2*)
2*)


Jumlah
26
27
28
36
36
36


Keterangan:
1 (Satu) jam pelajaran alokasi waktu 35 menit
Kelas 1, 2 dan 3 pendekatan Tematik, alokasi waktu per mata pelajaran di atur sendiri oleh SD/MI
Kelas 4,5, dan 6 pendekatan mata pelajaran
Sekolah dapat memasukan pendidikan yang berbasis keunggulan lokal dan global, yang merupakan bagian dari mata pelajaran yang diunggulkan.
Mengenal pembelajaran tematis sekolah dapat menentukan alokasi waktu per-mata pelajaran sedangkan dalam PMB menggunakan pendekatan tematis.

Kelebihan dan Kelemahan KTSP

Kelebihan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)
Mendorong terwujudnya otonomi sekolah dalam menyelenggarakan pendidikan. Tidak dapat dipungkiri bahwa salah satu bentuk kegagalan pelaksanaan kurikulum di masa lalu adalah adanya penyeragaman kurikulum di seluruh Indonesia, tidak melihat kepada situasi riil di lapangan, dan kurang menghargai potensi keunggulan lokal.
Mendorong para guru, kepala sekolah, dan pihak manajemen sekolah untuk semakin meningkatkan kreativitasnya dalam penyelenggaraan program-program pendidikan.
KTSP sangat memungkinkan bagi setiap sekolah untuk menitikberatkan dan mengembangkan mata pelajaran tertentu yang akseptabel bagi kebutuhan anak didik. Sekolah dapat menitikberatkan pada mata pelajaran tertentu yang dianggap paling dibutuhkan anak didiknya. Sebagai contoh daerah kawasan wisata dapat mengembangkan kepariwisataan dan bahasa inggris, sebagai keterampilan hidup.
KTSP akan mengurangi beban belajar anak didik yang sangat padat. Karena menurut ahli beban belajar yang berat dapat mempengaruhi perkembangan jiwa anak didik.
KTSP memberikan peluang yang lebih luas kepada sekolah-sekolah plus untuk mengembangkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan.
Guru sebagai pengajar, pembimbing, pelatih dan pengembang kurikulum.
Kurikulum sangat humanis, yaitu memberikan kesempatan kepada guru untuk mengembangkan isi/konten kurikulum sesuai dengan kondisi sekolah, kemampuan anak didik dan kondisi daerahnya masing-masing.
Menggunakan pendekatan kompetensi yang menekankan pada pemahaman, kemampuan atau kompetensi terutama di sekolah yang berkaitan dengan pekerjaan masyarakat sekitar.
Standar kompetensi yang memperhatikan kemampuan individu, baik kemampuan, kecakapan belajar, maupun konteks sosial budaya.
Berbasis kompetensi sehingga peserta didik berada dalam proses perkembangan yang berkelanjutan dari seluruh aspek kepribadian, sebagai pemekaran terhadap potensi-potensi bawaan sesuai dengan kesempatan belajar yang ada dan diberikan oleh lingkungan.
Pengembangan kurikulum di laksanakan secara desentralisasi (pada satuan tingkat pendidikan) sehingga pemerintah dan masyarakat bersama-sama menentukan standar pendidikan yang dituangkan dalam kurikulum.
Satuan pendidikan diberikan keleluasaan untuk menyususun dan mengembangkan silabus mata pelajaran sehingga dapat mengakomodasikan potensi sekolah kebutuhan dan kemampuan peserta didik, serta kebutuhan masyarakat sekitar sekolah.
Pendidik sebagai fasilitator yang bertugas mengkondisikan lingkungan untuk memberikan kemudahan belajar anak didik.
Mengembangkan ranah pengetahuan, sikap, dan keterampilan berdasarkan pemahaman yang akan membentuk kompetensi individual.
Pembelajaran yang dilakukan mendorong terjadinya kerjasama antar sekolah, masyarakat, dan dunia kerja yang membentuk kompetensi peserta didik.
Evaluasi berbasis kelas yang menekankan pada proses dan hasil belajar.
Berpusat pada siswa.
Menggunakan berbagai sumber belajar.
kegiatan pembelajaran lebih bervariasi, dinamis dan menyenangkan

Sedangkan kelemahan dari kurikulum KTSP:
Kurangnnya SDM yang diharapkan mampu menjabarkan KTSP pada kebanyakan satuan pendidikan yang ada. Minimnya kualitas guru dan sekolah.
Kurangnya ketersediaan sarana dan prasarana pendukung sebagai kelengkapan dari pelaksanaan KTSP .
Masih banyak guru yang belum memahami KTSP secara komprehensif baik kosepnya, penyusunannya,maupun praktiknya di lapangan
Penerapan KTSP yang merekomendasikan pengurangan jam pelajaran akan berdampak berkurangnya pendapatan guru. Sulit untuk memenuhi kewajiban mengajar 24 jam, sebagai syarat sertifikasi guru untukmendapatkan tunjangan profesi.


Kurikulum 2013
Kurikulum 2013 ini merupakan Kurikulum yang sedang dalam tahap perencanaan oleh Pemerintah, karena ini  merupakan perubahan dari struktur kurikulum KTSP. Perubahan ini dilakukan karena banyaknya masalah dan salah satu upaya untuk memperbaiki kurikulum yang kurang tepat.
Pengembangan Kurikulum 2013 dilakukan dalam empat tahap, yakni: (1) Penyusunan kurikulum di lingkungan internal Kemdikbud dengan melibatkan sejumlah pakar dari berbagai disiplin ilmu dan praktisi pendidikan. (2) Pemaparan desain Kurikulum 2013 di depan Wakil Presiden selaku Ketua Komite Pendidikan yang telah dilaksanakan pada 13 November 2012 serta di depan Komisi X DPR RI pada 22 November 2012. (3) Pelaksanaan uji publik guna mendapatkan tanggapan dari berbagai elemen masyarakat. Salah satu cara yang ditempuh selain melalui saluran daring (on-line) pada laman http://kurikulum2013.kemdikbud.go.id , juga melalui media massa cetak. (3) Dilakukan penyempurnaan untuk selanjutnya ditetapkan menjadi Kurikulum 2013.
Mulai tahun anak didikan ini (2013/2014), kurikulum SD/SMP/SMA/SMK mengalami perubahan-perubahan antara lain mengenai proses pembelajaran, jumlah mata anak didikan, dan jumlah jam anak didikan. Beberapa hal yang baru pada kurikulum mendatang antara lain:

SD – MI (Sekolah Dasar Madrasah Ibtidaiyah)

Kurikulum 2013 berbasis pada sains.
Kurikulum 2013 untuk SD, bersifat tematik integratif.
Kompetensi yang ingin dicapai adalah kompetensi yang berimbang antara sikap, keterampilan, dan pengetahuan, disamping cara pembelajarannya yang holistik dan menyenangkan.
Proses pembelajaran menekankan aspek kognitif, afektif, psikomotorik melalui penilaian berbasis tes dan portofolio saling melengkapi.
Mata anak didika (MAPEL) SD diantaranya:
Pendidikan Agama
PPKn
Bahasa Indonesia
Matematika
IPA
IPS
Seni Budaya dan Prakarya (Muatan Lokal; Mulok)
Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan (Muatan Lokal;Mulok)
Alokasi waktu per jam pelajaran SD 35 menit
Banyak jam pelajaran per minggu Kelas I = 30 jam, kelas II= 32 jam, kelas III=34 jam, kelas IV, V,VI=36 jam

SMP – MTs (Sekolah Menengah Pertama – Madrasah Tsanawiyah)

Mata pelajaran SMP MTs kurikulum 2013 sebagai berikut:
Mata pelajaran:
Pendidikan Agama dan Budi Pekerti
PPKn
Bahasa Indonesia
Matematika
IPA
IPS
Bahasa Inggris
Seni Budaya (Muatan Lokal)
Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan (Muatan Lokal)
Prakarya (Muatan Lokal)
Alokasi waktu per jam pelajaran SMP = 40 menit
Banyak jam pelajaran per minggu 38 jam

SMA – MA (Sekolah Menengah Atas – Madrasah Aliyah)
Mata pelajaran SMA – MA kurikulum 2013 sebagai berikut:
Pendidikan Agama dan Budi Pekerti
PPKn
Bahasa Indonesia
Matematika
Sejarah Indonesia
Bahasa Inggris
Seni Budaya (Muatan Lokal)
Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan (Muatan Lokal)
Prakarya dan Kewirausahaan (Muatan Lokal)
Alokasi waktu per jam pelajaran SMA = 45 menit
Banyak jam pelajaran per minggu SMA = 39 jam


Kelemahan dan Kelebihan Kurikulum 2013
Kelebihan Kurikulum 2013
Kreatif dan inovatif
Pendidikan karakter juga penting yang nantinya terintegrasi menjadi satu. Misalnya, pendidikan budi pekerti dan karakter harus diintegrasikan ke semua program studi. Di sini kurikulum itu adalah tidak ada perbedaan antara anak desa atau kota. Anak di desa cenderung tidak diberi kesempatan untuk memaksimalkan potensi mereka.
Potensi anak didik perlu dirangsang dari awal, misalnya melalui jenjang pendidikan anak usia dini.
Kunci terpenting adalah kesiapan pada guru.Guru harus terus dipacu kemampuannya melalui pelatihan-pelatihan dan pendidikan calon guru untuk meningkatkan kecakapan profesionalisme secara terus menerus.


Kelemahan Kurikulum 2013
KTSP saja baru menuju uji coba dan ada beberapa sekolah yang belum melaksanakannya. Bagaimana bisa, kurikulum 2013 ditetapkan tanpa ada evaluasi dari pelaksanaan kurikulum sebelumnya
Pemerintah seolah melihat semua guru dan siswa memiliki kapasitas yang sama dalam kurikulum 2013. Guru juga tidak pernah dilibatkan langsung dalam proses pengembangan kurikulum 2013.
Tak adanya keseimbangan antara orientasi proses pembelajaran dan hasil dalam kurikulum 2013. Keseimbangan sulit dicapai karena kebijakan ujian nasional (UN) masih diberlakukan. UN hanya mendorong orientasi pendidikan pada hasil dan sama sekali tidak memperhatikan proses pembelajaran. Hal ini berdampak pada dikesampingkannya mata pelajaran yang tidak diujikan dalam UN. Padahal, mata pelajaran non-UN juga memberikan kontribusi besar untuk mewujudkan tujuan pendidikan.
Pengintegrasian mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia untuk jenjang pendidikan dasar. Dewan Pendidikan DIY menilai langkah ini tidak tepat karena rumpun ilmu mata pelajaran-mata pelajaran itu berbeda.

Perbedaan Struktur Kurikulum KTSP dan Kurikulum 2013

Struktur Kurikulum 2013 anak didikannya lebih sedikit dari pada kurikulum KTSP yaitu yang semula berjumlah 11 mata anak didikan menjadi 7 atau 6  anak didikan. Ke tujuh mata pelajaran tersebut yaitu Pendidikan Agama, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN),  Bahasa Indonesia, Matematika, Pengetahuan Umum, Kesenian, dan Pendidikan Jasmani dan Olahraga Kesehatan (PJOK).
Kelas I-VI  menggunakan metode belajar tematik.
Penambahan waktu mata anak pelajaran.
Pemisahan mata pelajaran IPA dan IPS.

Persamaan Struktur Kurikulum KTSP dan Kurikulum 2013
Dibuat dan dirancang oleh Pemerintah tepatnya oleh Depdiknas.
Beberapa mata pelajaran masih ada yang sama seperti KTSP


7. Teori-teori Kurikulum dalam Berbagai Konteks

Teori kurikulum adalah suatu perangkat pernyataan yang memberikan makna terhadap kurikulum sekolah, makna tersebut terjadi karena adanya penegasan hubungan antara unsur-unsur kurikulum, karena adanya petunjuk perkembangan/penggunaan dan evaluasi kurikulum.
Konsep terpenting yang perlu mendapat penjelasan dalam teori kurikulum adalah konsep kurikulum.
Perkembangan teori kurikulum tidak dapat dilepaskan dari sejarah perkembangannya. Perkembangan kurikulum telah dimulai pada tahun 1890 dengan tulisan Charles dan McMurry, tetapi secara definitif  berawal pada hasil karya Franklin Babbit tahun 1918. Bobbit Bering dipandang sebagai ahli kurikulum yang pertama. Ia perintis pengembangan praktik kurikulum. Bobbit adalah orang pertama yang mengadakan analisis kecakapan atau pekerjaan sebagai cara penentuan keputusan dalam penyusunan kurikulum. Dia jugalah yang menggunakan pendekatan ilmiah dalam mengidentifikasi kecakapan pekerjaan dan kehidupan orang dewasa sebagai dasar pengembangan kurikulum.
Menurut Bobbit, inti teori kurikulum itu sederhana, yaitu: kehidupan manusia. Kehidupan manusia meskipun berbeda-beda pada dasarnya sama, terbentuk oleh sejumah kecakapan pekerjaan. pendidikan berupaya mempersiapkan kecakapan-kecakapan tersebut dengan teliti dan sempurna. Kecakapan-kecakapan yang harus dikuasai untuk dapat terjun dalam kehidupan sangat bermacam-macam, bergantung pada tingkatannya maupun jenis lingkungan. Setiap tingkatan dan lingkungan kehidupan menuntut penguasaan pengetahuan, keterampilan, sikap, kebiasaan, apresiasi tertentu. Hal-hal itu merupakan tujuan kurikulum. Untuk mencapai hal-hal itu ada serentetan pengalaman yang harus dikuasai anak. Seluruh tujuan beserta pengalaman-pengalaman tersebut itulah yang menjadi bahan kajian teori kurikulum.
Werrett W. Charlters (1923) setuju dengan konsep Bobbit tentang analisis kecakapan atau pekerjaan sebagai dasar penyusunan kurikulum. Charters lebih menekankan pada pendidikan vokasional.
Ada dua hal yang sama dari teori kurikulum, teori Bobbit dan Charters adalah: Pertama, keduanya setuju atas penggunaan teknik ilmiah dalam memecahkan masalah-masalah kurikulum. Dalam hal ini mereka dipengaruhi oleh gerakan ilmiah dalam pendidikan yang dipelopori oleh E.L. Thorndike, Charles Judd, dan lain-lain. Kedua, keduanya bertolak pada asumsi bahwa sekolah berfungsi mempersiapkan anak bagi kehidupan sebagai orang dewasa. Untuk mencapai hal tersebut, perlu analisis tentang tugas-tugas dan tuntutan dalam kurikulum disusun keterampilan, pengetahuan, sikap, nilai, dan lain-lain yang diperlukan untuk dapat berpartisipasi dalam kehidupan orang dewasa. Bertolak pada hal-hal tersebut mereka menyusun kurikulum secara lengkap dalam bentuk yang sistematis.

1920: Pendidikan Berpusat kepada Anak
Mulai tahun 1920, karena pengaruh pendidikan progresif, berkembang gerakan pendidikan yang berpusat pada anak (child centered). Teori kurikulum berubah dari yang menekankan pada organisasi isi yang diarahkan pada kehidupan sebagai orang dewasa (Bobbit dan Charters) kepada kehidupan psikologis anak pada saat ini. Anak menjadi pusat perhatian pendidikan. Isi kurikulum harus didasarkan atas minat dan kebutuhan siswa. pendidikan menekankan kepada aktivitas siswa, siswa belajar melalui pengalaman. Penyusunan kurikulum harus melibatkan siswa.
Perkembangan teori kurikulum selanjutnya dibawakan oleh Hollis Caswell. Dalam peranannya sebagai ketua divisi pengembang kurikulum di beberapa negara bagian di Amerika Serikat (Tennessee, Alabama, Florida, Virginia), is mengembangkan konsep kurikulum yang berpusat pada masyarakat atau pekerjaan (society centered) maka Caswell mengembangkan kurikulum yang bersifat interaktif. Dalam pengembangan kurikulumnya, Caswell menekankan pada partisipasi guru-guru, berpartisipasi dalam menentukan kurikulum, menentukan struktur organisasi dari penyusunan kurikulum, dalam merumuskan pengertian kurikulum, merumuskan tujuan, memilih isi, menentukan kegiatan belajar, desain kurikulum, menilai hasil, dan sebagainya.

1947: Tiga Tugas Kurikulum
Pada tahun 1947 di Univeristas Chicago berlangsung diskusi besar pertama tentang teori kurikulum. Sebagai hasil diskusi tersebut dirumuskan tiga tugas utama teori kurikulum sebagai berikurt: (1)  mengidentifikasi masalah-masalah penting yang muncul dalam pengembangan kurikulum dan konsep-konsep yang mendasarinya. (2) menentukan hubungan antara masalah-masalah tersebut dengan struktur yang mendukungnya. (3) mencari atau meramalkan pendekatan-pendekatan pada masa yang akan datang untuk memecahkan masalah tersebut.

1949: Empat Pertanyaan Pokok Inti Kajian Kurikulum
Ralph W. Tylor (1949) mengemukakan empat pertanyaan pokok yang menjadi inti kajian kurikulum adalah: (1) Tujuan pendidikan yang manakah yang ingin dicapai oleh sekolah? (2) pengalaman pendidikan yang bagaimanakah yang harus disediakan untuk mencapai tujuan tersebut? (3) Bagaimana mengorganisasikan pengalaman pendidikan tersebut secara efektif? (4) Bagaimana kita menentukan bahwa tujuan tersebut telah tercapai?
Empat pertanyaan pokok tentang kurikulum dari Tylor ini banyak dipakai oleh para pengembangan kurikulum berikutnya. Dalam konferensi nasional perhimpunan pengembang dan pengawas kurikulum tahun 1963 dibahas dua makalah penting dari George A. Beauchamp dan Othanel Smith. Beauchamp menganalisis pendekatan ilmiah tentang tugas-tugas pengembangan teori dalam kurikulum. Menurut Beauchamp, teori kurikulum secara konseptual berhubungan erat dengan pengembangan teori dalam ilmu-ilmu lain. Hal-hal yang penting dalam pengembangan teori kurikulum adalah penggunaan istilah-istilah teknis yang tepat dan konsisten, analisis dan klasifikasi pengetahuan, penggunaan penelitianpenelitian preckktif untuk menambah konsep, generalisasi atau kaidahkaidah, sebagai prinsip-prinsip yang menjadi pegangan dalam menjelaskan fenomena kurikulum. Berkaitan hal terebut, maka Othanel Smith menguraikan peranan filsafat dalam pengembangan teori kurikulum yang bersifat ilmiah. Menurut Smith, ada tiga sumbangan utama filsafat terhadap teori kurikulum, yaitu dalam:  (1) merumuskan dan mempertimbangan tujuan pendidikan, (2) memilih dan menyusun bahan, dan (3) perluasan bahasa khusus kurikulum.
1964: Teori Kurikulum dari Model Sistem
James B. MacDonald (1964) melihat teori kurikulum dari model sistem. Ada empat sistem dalam persekolahan yaitu:  kurikulum, pengajaran (instruction), mengajar (teaching), dan belajar. Interaksi dari empat sistem ini dapat digambarkan dengan suatu diagram Venn. Melihat kurikulum sebagai suatu sistem dalam sistem yang lebih besar yaitu persekolahan dapat memperjelas pemikiran tentang konsep kurikulum. Penggunaan model sistem juga dapat membantu para ahli teori kurikulum menentukan jenis dan lingkup konseptualisasi yang diperlukan dalam teori kurikulum.
Beauchamp merangkumkan perkembangan teori kurikulum antara tahun 1960 sampai dengan 1965. la mengidentifikasi adanya enam komponen kurikulum sebagai bidang studi, yaitu: landasan kurikulum, isi kurikulum, desain kurikulum, rekayasa kurikulum, evaluasi dan penelitian, dan pengembangan teori.

1966: Analisis Struktural Fungsional
Thomas L. Faix (1966) menggunakan analisis struktural-fungsional yang berasal dari biologi, sosiologi, dan antropologi untuk menjelaskan konsep kurikulum. Fungsi kurikulum dilukiskan sebagai proses bagaimana memelihara dan mengembangkan strukturnya. Ada sejumlah pertanyaan yang diajukan dalam analisis struktural-fungsional ini. Topik dan subtopik dari pertanyaan ini menunjukkan fenomena-fenomena kurikulum. Pertanyaan-pertanyaan itu menyangkut sebagai berikut:  (1) pertanyaan umum tentang fenomena kurikulum. (2) sistem kurikulum. (3) unit analisis dan unsur-unsurnya. (4) struktur sistem kurikulum. (5) fungsi sistem kurikulum. (6) proses kurikulum, dan (7) prosedur analisis struktural-fungsional.

Empat Teori Kurikulum
Alizabeth S. Maccia. (1965) dari hasil analisisnya menyimpulkan adanya empat teori kurikulum, yaitu:
(1) teori kurikulum (curriculum theory),
(2) teori kurikulum-formal (formal-curriculum theory),
(3) teori kurikulum valuasional (valuational curriculum theory), dan
(4) teori kurikulum praksiologi (praxiological curriculum theory).

Teori kurikulum (curriculum Theory atau event theory) merupakan teori yang menguraikan pemilihan dan pemisahan kejadian/peristiwa kurikulum atau yang berhubungan dengan kurikulum dan yang bukan. Menurut Maccia, kurikulum merupakan bagian dari pengajaran, teori kurikulum merupakan subteori pengajaran. Teori kurikulum formal memusatkan perhatiannya pada struktur isi kurikulum. Teori kurikulum valuasional mengkaji masalah-masalah pengajaran apa yang berguna/ berharga bagi keadaan sekarang. Teori kurikulum praksiologi merupakan suatu pengkajian tentang proses untuk mencapai tujuan-tujuan kurikulum. Walaupun mungkin, kita tidak setuju dengan seluruh pendapat Maccia, tetapi is telah berhasil menunjukkan sejumlah dimensi kurikulum yang cukup berharga untuk menjelaskan teori kurikulum.

1967: perbedaan antara Kurikulum dengan Proses Pengembangan Kurikulum
Mauritz Johnson (1967) membedakan antara kurikulum dengan proses pengembangan kurikulum. Kurikulum merupakan basil dari sistem pengembangan kurikulum, tetapi sistem pengembangan bukan kurikulum. Menurut Johnson, kurikulum merupakan seperangkat tujuan belajar yang terstruktur. Jadi, kurikulum berkenaan dengan tujuan dan bukan dengan kegiatan. Berdasarkan rumusan kurikulum tersebut, pengalaman belajar anak menjadi bagian dari pengajaran. Berkaitan hal tersebut, maka Johnson menganalisis enam unsur kurikulum, yaitu:

A curriculum is a structured series of intended learning out comes.
Selection is an essential aspect of curriculum formulation.
Structure is an essential charactistic of curriculum.
Curriculum guide instrcution
Curriculum evaluation involeves validation of both selection and structure.
Curriculum is the criterion for instructional evaluation.

1967: Tiga Unsur Dasar Kurikulum
Jack R. Frymier (1967) mengemukakan tiga unsur dasar kurikulum, yaitu:  aktor, artifak, dan pelaksanaan. Aktor adalah orang-orang yang terlibat dalam pelaksanaan kurikulum. Artifak adalah isi dan rancangan kurikulum. Pelaksanaan adalah proses interaksi antara aktor yang melibatkan artifak. Studi kurikulum menurut Frymier meliputi tiga langkah: perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
Ada beberapa masalah atau isu substansial dalam pembahasan tentang teori kurikulum, yaitu definisi kurikulum, sumber-sumber kebijaksanaan kurikulum, desain kurikulum, rekayasa kurikulum, peranan nilai dalam pengembangan kurikulum, dan implikasi teori kurikulum.
Semua rumusan teori kurikulum diawali dengan definisi. Definisi di sini bukan sekadar definisi istilah, melainkan definisi konsep, isi dan ruang lingkup, serta struktur. Beberapa pertanyaan umum tentang karakteristik kurikulum sebagai bidang studi yang perlu didefinisikan umpamanya, apakah kurikulum merupakan suatu konsep dalam sistem persekolahan? Apakah kurikulum mencakup mengajar dan pengajaran? Sampai sejauh mana kegiatan belajar siswa menjadi bagian kurikulum? Apakah ruang lingkup kurikulum sebagai bidang studi? Beberapa pertanyaan yang lebih khusus, yang lebih berkenaan dengan karakteristik desain kurikulum, umpamanya apakah kurikulum harus memiliki serangkaian tujuan khusus? Apakah kurikulum perlu memiliki sejumlah materi untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut? Apakah kurikulum perlu mengadakan rumusan yang lebih spesifik tentang rencana dan bahan pengajaran? Apakah perlu ada spesifikasi tentang makna perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kurikulum?

Tahun 1980:
Tahun 1990:

Tahun 2000:
Tahun 2010:

Tahun 2013:
Tahun 2015:

Pengembangan Kurikulum

Pengembangan Kurikulum dapat dilakukan dengan beberapa cara sebagai berikut:
Pengembangan Kurikulum Nasional: Visi, Misi  bangsa – SD sampai Perguruan Tinggi (Kurikulum Inti)
Pengembangan Kurikulum Gereja: Visi, Misi Gereja  yang kemudian dijabarkan dalam berbagai kegiatan ibadah (Kurikulum  Ibadah Sekolah Minggu, Remaja-Pemuda, Ibadah Umum, Kurikulum Persekutuan Doa, Kurikulum Persekutuan Wanita atau Pria, Kurikulum Sekolah Orientasi Melayani  dan lainnya).
Pengembangan Kurikulum Berdasarkan  Kebutuhan  Akademis (Kurikulum Konsentrasi)
Pengembangan Kurikulum Institusional: Lembaga Institusi.
Pengembangan Kurikulum Ekstrakulekuler (Hidden Curriculum).
Pengembangan Kurikulum Berdasarkan Kebutuhan Pemakai (Lapangan Kerja).
Pengembangan Kurikulum Berdasarkan Masyarakat.
Pengembangan Kurikulum Berdasarkan Kompetensi Siswa.
Pengembangan Kurikulum Keluarga.
Pengembangan Kurikulum dalam seminar, training dan workshop yang berkelanjutan.
Pengembangan Kurikulum Berbasis  Kognitif
Pengembangan Kurikulum Berbasis Afektif
Pengembangan kurikulum Berbasis Psikomotris
 Pengembang Kurikulum Anak Usia Dini


Contoh: Kurikulum Pendidikan Figur Keteladanan
Oleh Harianto GP

Proses pendidikan  di antara guru dan anak didik mulai menuai gugatan dari orangtuanya. Para orangtua  mulai menggugat karena anaknya mengalami “pelecehan seks” (paedofil)  atau bullying di lembaga pendidikan tersebut. Guru yang “digugu lan ditiru” tidak mampu memberi keteladan hidup  terhadap anak didik justru guru menjadi “momok” yang menekan anak didiknya.
Fenomena tersebut terjadinya:  Pertama,   kasus-kasus “paedofil”  di Jakarta Internasional School, Emon (Sukabumi), Samai dan Sodikin (Tegal), Bali dan Batam.  Dari hasil Studi PSKK UGM yang dimulai pada 2001 menunjukkan selama kurun waktu delapan tahun (1996-2004) terdapat 25 paedofil asal Amerika Serikat, Australia, Inggris, Jerman, Perancis, dan Belanda yang beroperasi di Bali.  Selanjutnya bahwa tercatat bahwa sepanjang tahun 2013 Komnas Perlindungan Anak menerima 3.023 pengaduan kasus kekerasan anak. Jumlah tersebut mengalami peningkatan hingga 60 %  dibanding tahun sebelumnya yang hanya 1.383 kasus. Dari jumlah tersebut 58 % merupakan kasus kejahatan seksual pada anak.
Kedua,  sistem hukum maupun kebijakan di Indonesia belum bisa memberikan perlindungan terhadap anak dari berbagai tindak kekerasan dan ekspolitasi. Karena itu Rabu (14/5)  Pemerintah telah mengadakan pertemuan dengan berbagai kalangan pakar termasuk pendidik  yang  membicarakan sanksi kasus paedofil.  Pemerintah berjanji mengeluarkan Perpu terhadap hal tersebut.
Ketiga,  kejahatan terhadap anak-anak  telah terjadi di semua belahan dunia. Pendidikan Singapura misalnya, diguncang skandal seksual yang melibatkan guru perempuan berusia 32 tahun dan anak didik laki-laki berusia 15 tahun. Singapura juga diguncang kasus penggelapan uang universitas, tindakan cabul, penggunaan narkoba dan skandal seks dengan anak didik. Paling tidak sudah 10 kasus diproses pengadilan tahun ini. Di Amerika Utara, sekitar 15% - 25% wanita dan 5%-15% pria yang mengalami pelecehan seksual saat mereka masih anak-anak. Sebagian besar pelaku pelecahan seksual adalah orang yang dikenal oleh korban mereka adalah:  30% adalah keluarga dari si anak, paling sering adalah saudara laki-laki, ayah, paman, atau sepupu; 60% adalah kenalan lainnya seperti: teman dari keluarga, pengasuh, atau tetangga, orang asing; dan  10% adalah pelanggaran dalam kasus penyalahgunaan seksual anak. Sepanjang  tahun 2011, di Eropa ditangkap 184 anggota yang diduga keluar dari 670 orang yang diidentifikasi dari lingkaran paedofil dengan melibatkan 230 anak-anak sebagai korban.

Hancurnya Moral dan Prestasi Anak Bangsa
Membangun bangsa berarti juga “mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya” (Tujuan Pendidikan Nasional).  Semuannya itu dimulai dari dini adalah menyiapkan anak sejak kecil menuju manusia seutuhnya. Tetapi kenyataan di lapangan,  saya melihat bila persoalan kejahatan terhadap anak-anak tidak segera diatasi maka akan menghancukan peradaban bangsa ini. Telah terjadi pengerusakan integritas moral dan prestasi belajar anak-anak bangsa. Hasil studi yang dilakukan National Youth Violence Prevention Resource Center Sanders (2009) menunjukkan bahwa bullying dapat membuat remaja merasa cemas dan ketakutan, mempengaruhi konsentrasi belajar di sekolah dan menuntun mereka untuk menghindari sekolah. Bila bullying berlanjut dalam jangka waktu yang lama, dapat mempengaruhi self-esteem anak didik, meningkatkan isolasi sosial, memunculkan perilaku menarik diri, menjadikan remaja rentan terhadap stress dan depreasi, serta rasa tidak aman. Bahkan dalam kasus yang lebih ekstrim, bullying dapat mengakibatkan remaja berbuat nekat dan bisa membunuh atau melakukan bunuh diri (commited suicide). Dengan demikian konsentrasi belajar terganggu dan para anak didik terhalang untuk berprestasi.
Penelitian Banks (1993-2009) menunjukkan bahwa perilaku bullying berkontribusi terhadap rendahnya tingkat kehadiran, rendahnya prestasi akademik anak didik, rendahnya self-esteem, tingginya depresi, tingginya kenakalan remaja dan kejahatan orang dewasa. Dampak negatif bullying juga tampak pada penurunan skor tes kecerdasan (IQ) dan kemampuan analisis anak didik. Berbagai penelitian juga menunjukkan hubungan antara bullying dengan meningkatnya depresi dan agresi.

Evaluasi Prestasi Moral
Terjadinya pengerusakan moral dan prestasi belajar anak-anak bangsa tidaklah tepat bila disalahkan pada lembaga pendidikan atau guru tetapi persoalan ada pada moral guru itu sendiri dan moral pelaku di luar guru – yang mereka cenderung  gaya hidupnya abmoral.  Bagi saya adalah:  Pertama, lembaga pendidikan termasuk guru tetap merupakan pelaku utama yang tidak dapat ditolak untuk mendidik anak-anak kita. Meski akibat dari kejahatan terhadap anak-anak membuat  kepercayaan orangtua anak didik terhadap fungsi lembaga pendidikan tersebut jadi semakin merosot itu adalah tantangan meningkatkan kualitas pendidikan. Lingkungan pendidikan belum optimal mampu untuk melahirkan moral dan prestasi belajar anak-anak  bangsa ini sehingga semakin sulit berharap akan lahirnya para pemimpin yang dapat menjadi teladan bagi rakyatnya.
Kedua, guru bukanlah menjadi penghalang pertumbuh anak tetapi guru menyiapkan anak untuk mampu melanjutkan jenjang pendidikan anak yang lebih tinggi lagi. Guru memang mempunyai tugas yang mulia. Guru menjadi sangat penting bagi pendidikan peradaban bangsa ini. Karena itu justru guru wajib memberantas penyebab seseorang menjadi paedofil  atau kejahatan lainnya terhadap anak didik. Berkaitan hal ini sebuah studi yang didanai oleh USA National Institute of Drug Abuse menemukan bahwa "Di antara lebih dari 1.400 perempuan dewasa, pelecehan seksual masa kanak-kanak terkait dengan ketergantungan obat terlarang, alkohol dan gangguan kejiwaan. Rasio keterkaitan itu sangat menyolok: misalnya, perempuan yang mengalami pelecehan seksual non kelamin pada masa kecil 2,83 kali lebih besar ketergantungan obat ketika dewasa dibandingkan dengan perempuan normal." Dengan demikian guru juga bertanggung jawab terhadap anak didiknya  untuk tidak terlibat menjadi pemakai dan pecandu obat terlarang (alkohol).
Ketiga, UU No.14 Tahun 2005  menyebutkan beberapa persyaratan menjadi guru adalah: memiliki kualifikasi akademik (S1 Pendidikan), mempunyai kompetensi, mempunyai sertifikat pendidik serta sehat jasmani-rohani  dan mempunyai kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.  Tetapi bagi saya semua itu perlu ditambah persyaratan “evaluasi prestasi moral (social) kehidupan seorang guru”.  Dengan latar mengetahui belakang prestasi moral (sosial yang baik) maka ia dapat menjalankan tugas sebagai guru secara optimal.

Pendidikan Figur Keteladanan
Membangun peradaban bangsa ini dibutuhkan pendidikan figur keteladanan sebagai “Role Model”. Sebenarnya pendidikan peradaban bangsa memang sudah diselesaikan dengan pendidikan berkarakter moral. Seorang yang berkarakter berarti seseorang memiliki adalah:  Personal Improvement, Social Skill, dan Comprehensive Problem Solving.  Dengan demikian bahwa pendidikan berkarakter moral sebagai proses transfer pengetahuan, perasaan, penentuan sikap dan tindakan terhadap fenomena berdasarkan nilai atau aturan universal sehingga peserta didik mempunyai kepribadian yang berintegritas tinggi terhadap nilai atau aturan tersebut dan mampu melakukan hubungan sosial yang harmonis tanpa mengesampingkan nilai atau aturan yang ia junjung tinggi tersebut. Tetapi  “karakter moral” tersebut perlu dilanjutkan dalam muatan mata pelajaran baik di sekolah dasar hingga perguruan tinggi dengan penekankan Pendidikan Figur Keteladanan sebagai Role Model.
Pendidikan berkarakter moral memerlukan figur keteladanan sebagai role model untuk menegakkan nilai atau aturan yang telah disepakati bersama. Di sinilah peran pendidik khususnya guru, orang tua, masyarakat dan pemerintah sebagai figur teladan agar peserta didik mampu melakukan imitasi terhadap perilaku moral. Jadi  persoalan-persoalan kejahatan sekolah tidak cukup ditangani oleh persyaratan menjadi seorang guru, tetapi juga melihatkan lembaga pendidikan itu sendiri, orangtua, masyarakat dan pemerintah. Integrasi di antara semua itu perlu merumuskan Standard  Operating  Procedure (SOP) yang dikomandoi oleh Pemerintah.


Contoh: Pengembangan Kurikulum PAUD
Kurikulum PAUD adalah seperangkat rencana tentang tujuan pembelajaran anak usia dini yang bekisar antara umur 0 sampai 6 tahun yang bermaksud untuk menumbuhkembangkan potensi-potensi anak secara optimal. Di dalam kurikulum PAUD juga terdapat manajemen yang bertujuan untuk mengelolah secara efektif dan efisien tentang seperangkat pembelajaran yang harus dikuasai oleh peserta didik. Agar kurikulum PAUD dapat dikelola secara efektif dan efisien, maka terdapat prinsip-prinsip sebagai berikut:

Besifat komprehensif. Bahwa kurikulum pembelajaran di dalam PAUD harus secara menyeluruh mengembangkan semua aspek yang ada di dalam diri peserta didik secara optimal.
Sesuai dengan perkembangan peserta didik. Bahwa kurikulum harus mampu melihat perkembangan anak secara usianya. Jadi dapat membuat kegiatan-kegiatan sesuai dengan kematangan emosi dan sosial peserta didik.
Melibatkan orangtua. Karena orangtua merupakan guru pertama bagi anak dan merupakan pendidik utamanya. Oleh karena itu, peran orangtua sangat penting dalam pelaksanan pendidikan.
Melihat kebutuhan anak. Kurikulum harus dapat menampuang kebutuhan, kemampuan, dan minat para peserta didiknya.
Merefleksikan kebutuhan dan nilai-nilai masyarakat. Kurikulum juga harus mampu mengantarkan peserta didik untuk mengenali nilai-nilai budaya yang ada di lingkungan sekitarnya.

Sebuah kurikulum yang sudah teroganisir dengan baik, bisa saja berubah sewaktu-waktu sesuai dengan perubahan-perubahan yang terjadi didalam prosesnya. Dengan demikian, kurikulum dapat diubah dengan menambah, mengurangi dan memperbaiki kurikulum secara berkala. Kurikulum yang sudah berjalan dengan baik akan mudah untuk dievaluasi. Dari hasil evaluasi inilah akan muncul beberapa pertimbangan-pertimbangan sebagai bahann acuan untuk mengembangkan kurikulum PAUD.jika sebuah manajemen PAUD berpegang kepada prinsip-prinsip di atas, maka akan sangat mudah juga untuk dikembangkan.
Pengembangan kurikulum dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan, yaitu:

1) Model Pendekatan Proses Pematangan
Model ini menganggap bahwa setiap kebutuhan anak dipengaruhi sejak bawaan lahirnya. Namun dapat berubah sesuai dengan lingkungan pembentuk kepribadiannya. Terdapat beberapa aspek dalam mengembangkan model ini, yaitu:

Aspek administrative. Dalam aspek ini mengatur tentang tata ruang, bagaimana ruang gerak sang anak dapat berkembang sesuai dengan kebutuhannya yang didesain semenarik mungkin.
Aspek Pendidikan. Pendidikan peserta didik menggunakan tema-tema yang didasarkan kepada minat anak yang diaplikasikan ke dalam beberapa permainan edukatif.
Aspek evaluasi program. Pendekatan proses pematangan ini dikategorikan berhasil jika peserta didik mengalami kemajuan dalam hal perkembangan fisik, kognitif, sosial, moral dan spiritual.

2) Model Pendekatan Tingkah Laku Lingkungan
Pendekatan model ini menganggap bahwa setiap anak dilahirkan dengan membawa “satu batu tulis kosong dan tingkah laku positif dibentuk oleh lingkungan sekitarnya. Komponen-komponen pendekatan model ini adalah:
Komponen Administratif. Konsep tata ruang yang disegdiakan harus bisa menghindarkan peserta didik dari hal-hal yang akan menganggunya ketika belajar. Model pembelajarannya sesuai dengan sarana dan prasarana sebagaimana fungsinya.
Komponen Pendidikan. Aktifitas pembelajarannya berorientasi kepada pencapaian pembelajaran budaya secara khusus. Berbagai aktivitas dirancang dan dihasilkan oleh guru secara langsung.
Komponen Evaluasi Program. Model pendekatan ini dianggap berhasil jika peserta didik telah mencapai hali belajar sesuai dengan target yang diinginkan.



Top of Form
Bottom of Form
Top of Form
Model Pengembangan Kurikulum
Pengembangan kurikulum merupakan bagian yang esensial dari pendidikan. Sasaran yang ingin dicapai bukanlah semata-mata memproduksi bahan pelajaran melainkan lebih untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Pengembangan kurikulum  juga menyangkut banyak faktor, mempertimbangkan isu-isu mengenai kurikulum, siapa yang dilibatkan, bagaimana prosesnya, apa tujuannya, kepada siapa kurikulum itu ditujukan (Kaber, 1988, hal. 75). Pengembangan kurikulum merupakan alat untuk membantu guru melakukan tugasnya mengajar/menyajikan bahan, menarik minat siswa, dan memenuhi kebutuhan masyarakat. Beane, Toepfer dan Allesi menyatakan perencanaan atau pengembangan kurikulum adalah suatu proses di mana partisipan pada berbagai level membuat keputusan tentang tujuan, tentang bagaimana tujuan direalisasi melalui belajar mengajar, dan apakah tujuan dan alat itu serasi dan efektif (Beane, Toepfer, & Allesi, 1986, hal. 56). Model pada dasarnya merupakan pola yang memberikan petunjuk untuk bertindak  pada hampir setiap bentuk aktifitas pendidikan. Seringkali kita kurang cermat dalam menggunakan istilah model di dalam pendidikan. Sebuah model pada prinsipnya harus mampu menawarkan sebuah solusi untuk masalah pendidikan. Sebuah model juga dapat dicoba untuk memecahkan sebuah permasalahan khusus dunia pendidikan. Selain itu, sebuah model biasanya dibuat atau dikembangkan dengan meniru dan memodifikasi sebuah pola model yang lebih besar.
Menurut Nana Syaodih Sukmadinata, “banyak model yang dapat digunakan dalam
 pengembangan kurikulum. Pemilihan suatu model pengembangan kurikulum bukan saja didasarkan atas kelebihan dan kebaikan-kebaikannya serta kemungkinan pencapaian hasil yang optimal, tetapi juga perlu disesuaikan dengan sistem pendidikan dan sistem  pengelolaan pendidikan yang dianut serta model konsep pendidikan mana yang  digunakan”  (Sukmadinata, 1997, hal. 161). Oleh karena itu, para praktisi memiliki tanggung jawab untuk memahami komponen-komponen pokok dalam model-model kurikulum.
Dari uraian di atas maka model pengembangan kurikulum dapat diartikan sebagai  pola yang memberikan petunjuk bagi para praktisi pendidikan untuk membuat keputusan tentang tujuan pendidikan, cara untuk merealisasi tujuan pendidikan, evaluasi ketercapaian tujuan tersebut, serta perbaikannya. Dengan mempelajari dan menguji  berbagai model pengembangan kurikulum, kita dapat menganalisa tahap-tahap pada  permulaan model-model tersebut yang terkandung sebagai bagian penting untuk kita ketahui. Mengunakan sebuah model dalam aktifitas sebagai pengembangan kurikulum dapat menghasilkan efisiensi dan produktifitas pendidikan yang lebih besar

Berbagai Model Pengembangan Kurikulum
Suatu model pengembangan kurkulum pada hakikatnya merupakan pola yang dapat membantu berpikir, konseptualisasi suatu proses, menunjukkan prinsip-prinsip,  prosedur yang dapat menjadi pedoman bertindak dalam aktifitas pendidikan. Pengembangan kurikulum dapat dilakukan dengan berbagai sistem dan cara, dan dituangkan dalam berbagai model. Para ahli kurikulum sering mengembangkan model yang berbeda. Peter F.Oliva dalam bukunya “Developing the Curriculum” menunjukkan  empat macam model berdasarkan ahli yang dipilihnya yaitu :
model Taba
model Tyler
model Saylor Alexander, dan Lewis.
model Oliva.

Model Taba
Model Taba merupakan model pengembangan kurikulum induktif, yaitu mulai dari mengembangkan materi kurikulum yang aktual menuju kepada hal yang umum. Sedangkan tiga model lainnya merupakan model pengembangan kurikulum deduktif, yaitu dimulai dari hal yang umum ke yang khusus, misalnya dimulai dengan menguji kebutuhan masyarakat sampai merumuskan sasaran pengajaran yang khusus. Empat model pengembangan kurikulum yang diuraikan di sini merupakan model  pengembangan linear, artinya menawarkan urutan atau rangkaian tertentu dari sebuah kemajuan melalui berbagai tahap. Istilah “linear” digunakan untuk model-model yang memiliki langkah-langkah dalam rangkaian yang berlangsung dalam sebuah garis lurus dari awal hingga akhir.

Empat model pengembangan kurikulum yang dipaparkan di sini cenderung bersifat  perspektif daripada deskriptif. Model-model tersebut menawarkan apa yang sebaiknya dilakukan oleh para pengembang kurikulum. Sedangkan model deskriptif memiliki  pendekatan yang berbeda. Decker F. Walker dalam tulisannya “ A Naturalistic Model for Curriculum Development ” (1971) menyatakan bahwa usulan model deskriptif yang diistilahkan dengan “naturalistik “  yang memuat tiga unsur utama, yaitu:  platform (program), pertimbangan, dan desain. Platform menjadi dasar dalam  pertimbangan dalam proses pembuatan kebijakan di antara berbagai alternatif kebijakan yang tersedia. Dari beberapa pertimbangan tersebut maka muncul desain kurikulum (Walker, November 1971). Dalam tulisan ini akan dibahas keempat model  pengembangan kurikulum tersebut berdasarakan berbagai literatur. 1. Model Taba Pendapat Hilda Taba mengenai model pengembangan kurikulum dikenal dengan pendekatan akar rumput. Taba berpendapat bahwa kurikulum seharusnya didesain oleh para guru daripada diterima guru dari pemerintah. Selanjutnya, Taba menyatakan bahwa para guru seharusnya memulai proses pengembangan kurikulum dengan mendesain unit-unit pembelajaran di sekolahnya bukan dari desain umum yang luas. Taba menggunakan pendekatan induktif dalam mengembangkan kurikulum. Dalam pendekatan induktif, pengembang kurikulum memulai dari desain khusus dan membangunnya menuju desain umum. Pendekatan ini sebagai tantangan terhadap pendekatan deduktif yang telah ada sebelumnya, yang memulai dari desain umum dan diturunkan ke yang khusus. Model pengembangan kurikulum Taba memuat lima langkah pengembangan, yaitu : (1) membuat unit-unit eksperimen. (2) menguji unit-unit eksperimen. (3) mengadakan revisi dan konsolidasi. (4) mengembangkan kerangka kurikulum. (5)
implementasi dan diseminasi unit-unit baru (Oliva, 1992, hal. 161-162)

Pada langkah pertama, membuat unit-unit eksperimen bersama guru-guru, diadakan studi yang seksama tentang hubungan antara teori dan praktik di dalam unit eksperimen. Taba menentukan delapan langkah dalam kegiatan unit eksperimen ini  adalah:  (1) mendiagnosis kebutuhan. (2) merumuskan tujuan-tujuan. (3) memilih isi. (4) mengorganisasi isi. (5) memilih pengalaman belajar. (6) mengorganisasi aktifitas pembelajaran.  (7) menentukan apa yang dievaluasi serta cara evaluasinya. (8) memeriksa urutan dan keseimbangan.

 Langkah kedua, menguji unit-unit eksperimen. Meskipun unit eksperimen ini telah diuji dalam pelaksanaan di kelas eksperimen, tetapi masi harus diuji di kelas-kelas atau tempat lain untuk menetapkan validitas dan kepraktisannya, serta menghimpun data bagi penyempurnaan.
Langkah ketiga, mengadakan revisi dan konsolidasi. Dari langkah pengujian diperoleh beberapa data, data tersebut digunakan untuk mengadakan perbaikan dan  penyempurnaan. Selain perbaikan dan penyempurnaan diadakan juga kegiatan konsolidasi, yaitu penarikan kesimpulan tentang hal-hal lebih yang bersifat umum yang berlaku dalam lingkungan yang lebih luas. Hal ini dilakukan sebab meskipun suatu unit eksperimen telah cukup valid dan praktis pada suatu sekolah belum tentu demikian juga pada sekolah yang lainnya. Untuk menguji keberlakuannya pada daerah yang lebih luas perlu adanya kegiatan konsolidasi.
Langkah keempat,  mengembangkan kerangka kurikulum.  Apabila dalam kegiatan penyempurnaan dan konsolidasi telah diperoleh sifatnya yang lebih menyeluruh atau berlaku lebih luas, hal itu masih harus dikaji oleh para ahli kurikulum dan para profesional kurukulum lainnya. Kegiatan ini dilakukan untuk mengetahui apakah konsep-konsep dasar atau landasan-landasan teori yang dipakai sudah masuk dan sesuai.
Langkah kelima, implementasi dan diseminasi unit-unit baru, yaitu menerapkan kurikulum baru ini pada daerah atau sekolah-sekolah yang lebih luas. Di dalam langkah ini masalah dan kesulitan-kesulitan pelaksanaan dihadapi, baik  berkenaan dengan kesiapan guru-guru, fasilitas, alat dan bahan lainnya.

Model Tyler
Model Tyler merupakan salah satu dari beberapa model pengembangan kurikulum yang terbaik. Hal ini diketahui dari perhatian khusus yang diberikannya  pada tahap perencanaan. Model Tyler termasuk dalam model pengembangan kurikulum deduktif, yaitu dimulai dari hal yang umum ke yang khusus, misalnya dimulai dengan menguji kebutuhan masyarakat sampai merumuskan sasaran  pengajaran yang khusus. Tyler mengembangkan kurikulum dengan terlebih dahulu mengidentifikasi tujuan umum berdasarkan data dari tiga sumber, yaitu siswa, masyarakat, dan mata  pelajaran. Setelah mengidentifikasi daftar tujuan intruksional umum yang bersumber dari ketiganya, maka tujuan tersebut perlu disaring, diperiksa atau diuji dari dua sudut pandang yaitu pandangan filsafat pendidikan dan sosial serta pandangan  psikologi pembelajaran. Tujuan intruksional umum yang telah periksa melalui dua sudut pandang ini selanjutnya kita kenal sebagai tujuan intruksional khusus.
Model Tyler yang dikembangkan Model Tyler dikembangkan dengan terlebih dahulu terlebih dahulu mengidentifikasi tujuan umum berdasarkan data dari tiga sumber, yaitu siswa, masyarakat, dan mata pelajaran. Data yang diambil dan dianalisa dari siswa adalah data yang terkait dengan minat dan kebutuhan siswa. Langkah selanjutnya dalam menentukan tujuan intruksional umum adalah dengan menganalisis mengenai kehidupan terkini dalam komunitas lokal dan masyarakat. Selanjutnya, analisis dilakukan terhadap mata pelajaran sebagai disiplin ilmunya. Menurut Kaber (1988), salah satu kelemahan model ini adalah memisahkan ketiga sumber tujuan tanpa melihat interaksi antara ketiga sumber tersebut (Kaber, 1988, hal. 89)

Model model Saylor Alexander, dan Lewis

Model model Saylor Alexander, dan Lewis. Cara Pengajaran Setelah rancangan kurikulum disusun maka para guru yang menjadi  bagian dari rencana kurikulum harus menyusun rencana pengajaran. Para guru memilih metode yang menghubungkan antara kurikulum dengan siswa. Pada tahap ini perlu diperkenalkan istilah “tujuan pengajaran”. Selanjutnya para guru menentukan tujuan khusus pengajaran sebelum memilih strategi atau model penyajian.
Evaluasi Setelah implementasi maka langkah selanjutnya adalah evaluasi. Pada tahap ini perencana kurikulum dan guru terlibat secara bersama-sama dalam memilih teknik evaluasi. Saylor, Alexander dan Lewis mengajukan suatu rancangan yaitu : (1) evaluasi dari keseluruhan program pendidikan di sekolah, termasuk tujuan, sub tujuan, sasaran, efektifitas pengajaran, dan  pencapaian siswa dalam bagian tertentu dari program tersebut. (2) evaluasi dari program evaluasi itu sendiri. Proses evaluasi memungkinkan perencana kurikulum untuk menentukan apakah tujuan dan sasaran telah tercapai.

Model Oliva
Model Oliva pengembangan kurilum Oliva merupakan model pengembangan kurikulum deduktif yang menawarkan sebuah proses pengembangan kurikulum sekolah secara lengkap. Oliva menyusun suatu kurikulum yang memenuhi tiga kriteria : sederhana, komprehensif, dam sistematik.
Model Oliva yang dikembangkan  Spesifikasi kebutuhan siswa secara umum Spesifikasi kebutuhan masyarakat Pernyataan tujuan dan filsafat pendidikan, keyakinan tentang belajar Spesifikasi kebutuhan siswa tertentu Spesifikasi kebutuhan masyarakat tertentu Spesifikasi kebutuhan mata  pelajaran Spesifikasi tujuan kurikulum umum Spesifikasi tujuan kurikulum khusus Organisasi dan implementasi kurikulum Spesifikasi tujuan intruksional umum Spesifikasi tujuan intruksional khusus. Seleksi Strategi Seleksi Awal Strategi Evaluasi Evaluasi Kurikulum Evaluasi Pengajaran Implemen-tasi Strategi Seleksi Akhir Strategi Evaluasi

Model pengembangan kurilum Oliva merupakan kombinasi dari dua submodel, yaitu submodel pengembangan kurikulum (komponen I-V dan XII) dan sub model pengajaran (komponen VI-XI). Secara terperinci model tersebut memiliki rincian langkah-langkah sebagai berikut: (1) Spesifikasi kebutuhan siswa umumnya. (2) Spesifikasi kebutuhan masyarakat. (3) Pernyataan filsafat dan tujuan pendidikan. (4)  Spesifikasi kebutuhan siswa tertentu. (5) Spesifikasi kebutuhan masyarakat lingkungan sekolah. (6) Spesifikasi kebutuhan mata pelajaran.  (7) Spesifikasi tujuan kurikulum umum. (8) Spesifikasi tujuan kurikulum khusus . (9) Organisasi dan implementasi kurikulum. (10) Spesifikasi tujuan intruksional umum . (11). Spesifikasi tujuan intruksional khusus. (12)  Seleksi strategi intruksional. (13) Seleksi awal strategi evaluasi. (14) Implementasi strategi pengajaran. (15). Seleksi akhir strategi evaluasi. (16). Evaluasi pengajaran dan modifikasi komponen –komponennya. (17). Evaluasi kurikulum dan modifikasi komponen -komponennya Langkah 1-9 dan 17 merupakan submodel pengembangan kurikulumm sedangkan langkah 10-16 merupakan submodel pengajaran.






Merumuskan Kurikulum dalam Konteks

Tugas-tugas  mahasiswa:

Kurikulum  Berbasis … yang Alkitabiah  dan Penerapannya dalam Pelayanan  di … (institusi).



LAMPIRAN

Kurikulum Pendidikan Tinggi Teologi PAK  (S1-S3).

Bentuk kurikulum tingkat satuan pendidik tinggi yang diselenggarakan oleh program studi merupakan hasil implementasi kaidah dan ketentuan tentang kerangka dasar dan struktur kurikulum serta beban belajar.
Kerangka dasar dan struktur kurikulum serta beban belajar dengan arah dan variasi muatan tersebut dan standar isi ini dikenakan terhadap program studi yang masing-masing menyelenggarakan jenis program pendidikan tertentu di perguruan tinggi menurut jenis dan jenjang pendidikannya, yaitu:

Program Pendidikan  Akademik:  S2, S2, dan S3
Program pendidikan Profesi: Profesi Umum, Profesi Spesial 1 dan Profesi Spesial 2
Program Pendidikan Vokasi: D1, D2, D3, dan D4

Kurikulum S1 Pendidikan Agama Kristen
Beban Studi S.PAK 144 sks-160 sks, terdiri dari: Kurikulum Inti 80 sks dan Kurikulum Institusi (Lokal) 80 sks. Mata kuliah Kurikulum Inti:  Mata Kuliah Pembentukan Kepribadian (MPK): Pendidikan Kewarganegaraan (2 sks), Bahasa Inggris (2 sks), Bahasa Indonesia (2 sks), Logika (2 sks), Filsafat PAK (2 sks), Pengembangan Diri (2 sks), Teologi   Agama-agama (2 sks). Mata Kuliah keahlian (MKK): PPPL (3 sks), PPPB (3 sks), Pengantar Teologia Sistematika, Bahasa Ibrani (3 sks), Bahasa Yunani (3 sks), Konseling Pastoral (2 sks). Mata Kuliah Kuliah Keahlian Berkarya (MKB): Psikologi Perkembangan (2 sks), Psikologi Pendidikan (2 sks), Dasar-dasar Kependidikan (2 sks), Teknologi dan Media Pembelajaran PAK ( 2 sks), Teori-teori Belajar dan Penerapannya dalam PAK (2 sks), Strategi Pembelajaran PAK (2 sks), Perencanaan Pembelajaran PAK (2 sks), Evaluasi Pembelajaran  PAK (2 sks), Pengembangan Kurikulum PAK (2 sks), Manajemen Kependidikan Berwawasan MPMBS (2 sks), Metodologi Penelitian Sosial dan Penelitian Tindakan (3 sks). Mata Kuliah Perilaku Berkarya: Hermeneutik (2 sks), Homiletika (2 sks), Metode-metode Penelaahan Alkitab di Sekolah dan Jemaat (2 sks), Praktik Perencaanaan Pembelajaran PAK (2 sks), Praktik Teknologi Pendidikan dalam PAK ( 2sks), Kode Etik dan Profesionalisme Guru PAK (2 sks), PAK dalam Masyarakat Majemuk (2 sks). Mata Kuliah Berkehidupan Bersama: Skripsi (6 sks) dan PPL (6 sks).

Kurikulum S2 Pendidikan Agama Kristen
Beban studi Program Magister (Stratum 2):  untuk S1 sebidang 36-50 sks, terdiri dari: Kurikulurn Inti 40% dan Kurikulum Institusi  60%  ditentukan  oleh Perguruan tinggi yang bersangkutan. Kurikulum Inti terdiri dari: (1)  Mata Kuliah Keahlian Khusus (MKK): Filsafat Ilmu (2 sks), Metodologi Penelitian (2 sks). (2) Mata Kuliah Keahlian Berkarya (MKB): Sejarah dan Filsafat (PAK) (2 sks), Strategi Pembelajaran dan Kurikulum PAK (2 sks). (3) Mata Kuliah Perilaku Berkarya (MPB): Psikologi Pendidikan Agama Kristen (PAK) (2 sks) dan Tesis (8 sks).

Kurikulum S3 Pendidikan Agama Kristen
Beban studi Program Doktoral: untuk sebidang 42-50 sks, terdiri dari: (1) Kurikulum Inti 6 sks: Colloqium  Biblicum (2 sks), Colloqium Theologicum (2 sks), dan Colloqium Didacticum (2 sks). (2) Kurikulum bidang studi 16-24 sks. (3) Penelitian dan penulisan disertasi (termasuk ujian) (20 sks).   

Kurikulum  S.Pd, M.Pd., dan Dr. (Pendidikan)
Universitas Negeri Surabaya

Program Studi
:
Program Studi untuk program S1 sebagai berikut:

I FIP
1 S1 BIMBINGAN DAN KONSELING
2 S1 TEKNOLOGI PENDIDIKAN
3 S1 PEND. LUAR SEKOLAH
4 S1 PEND. LUAR BIASA
5 S1 PGSD
6 S1 PSIKOLOGI
7 S1 PG-PAUD
8 S1 MANAJ. PENDIDIKAN

I FBS
1 S1 PEND. BHS. INDONESIA
2 S1 PEND. BHS INGGRIS
3 S1 PEND. BHS JERMAN
4 S1 PEND. BHS JEPANG
5 S1 PEND.BHS. DAERAH (JAWA)
6 S1 PEND. SENI RUPA
7 S1 PEND. SENDRATASIK
8 S1 SASTRA INDONESIA
9 S1 SASTRA INGGRIS
10 S1 SASTRA JERMAN
12 S1 PEND. BHS MANDARIN

III FMIPA
1 S1 PEND. MATEMATIKA
2 S1 PEND. FISIKA
3 S1 PEND. KIMIA
4 S1 PEND. BIOLOGI
5 S1 MATEMATIKA
6 S1 FISIKA
7 S1 KIMIA
8 S1 BIOLOGI
9 S1 PEND. SAINS

Program Studi Pascasarjana

PPs UNESA saat ini memiliki beberapa Program Studi:

Program Magister Pendidikan Matematika (S2)
Program Magister Pendidikan Sains (S2)
Program Magister Pendidikan Olahraga (S2)
Program Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra (S2)
Program Magister Manajemen Pendidikan (S2)
Program Magister Pendidikan Dasar (S2)
Program Doktor Pendidikan Matematika (S3)
Program Doktor Ilmu Keolahragaan (S3)
 Program Doktor Pendidikan Bahasa dan Sastra (S3)


Kurikulum

S1 Teknologi Pendidikan
    Kurikulum: Teori Belajar dan Pembelajaran, Pengantar Media Pembelajaran, Pengantar Komunikasi, Desain Pesan, Pengembangan Sumber Daya Manusia, Difusi & Inovasi Pendidikan,  Pengelolaan Sumber Belajar, Evaluasi Media Pendidikan,  Analisis & Pendidikan Sistem, Manajemen Sistem Pelatihan & Proyek,  Sinematografi, Evaluasi Program Pendidikan,  Pengantar Teknologi Pendidikan, Pengembangan Kurikulum, Teknologi Komunikasi Pendidikan, Pengembangan Sistem Pembelajaran, Evaluasi Hasil Belajar, Strategi Pembelajaran,  Teknologi Informasi & Komunikasi, Pembelajaran Individual, Kewirausahaan, Pengembangan Media 3 Dimensi, Pengembangan Media Foto & Slide, Pengembangan Media Audio, Pengembangan Media Video/TV, Pengembangan Media Cetak/Modul. Sumber Daya Pembelajaran: Laboratorium/studio Audio,  Laboratorium/studio Video,  Laboratorium Komputer, Laboratorium/studio Grafis & 3 Dimensi dan Laboratorium/studio Fotografi.

Universitas Negeri Gadjah Mada

Program Studi Pascasarjana

Agama dan Lintas Budaya
Minat Studi Kajian Timur Tengah
Minat Studi Studi Ekonomi Islam
Bioteknologi
Minat Studi Rekayasa Biomedis
Ilmu Lingkungan
Minat Studi Geo-Informasi untuk Manajemen Bencana
Minat Studi Magister Pengelolaan Lingkungan
Minat Studi Magister Teknologi untuk Pengembangan Berkelanjutan
Inter Religious Studies (IRS)
Kajian Budaya dan Media
Minat Studi Manajemen Informasi dan Perpustakaan
Ketahanan Nasional
Minat Studi Magister Perdamaian dan Resolusi Konflik (MPRK)
Magister Kajian Pariwisata
Magister Manajemen Bencana
Magister Manajemen Pendidikan Tinggi
Magister Pengelolaan Infrastruktur dan Pembangunan Masyarakat
Magister Studi Kebijakan
Pengkajian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa
Penyuluhan dan Komunikasi Pembangunan
Studi Kebijakan S3
Studi Kependudukan

Program Studi Doktor (S3)

NO
FAKULTAS
PROGRAM STUDI

1
BIOLOGI
ILMU BIOLOGI

2
EKONOMIKA DAN BISNIS
ILMU AKUNTANSI



ILMU EKONOMI



ILMU MANAJEMEN

3
FARMASI
ILMU FARMASI

4
FILSAFAT
ILMU FILSAFAT

5
GEOGRAFI
ILMU GEOGRAFI

6
HUKUM
ILMU HUKUM

7
ILMU BUDAYA
ILMU-ILMU HUMANIORA



PENGKAJIAN AMERIKA

8
ISIPOL
ILMU POLITIK



ILMU SOSIOLOGI



MANAJEMEN DAN KEBIJAKAN PUBLIK (ILMU ADMINISTRASI NEGARA)



ILMU ADMINISTRASI PUBLIK

9
KEDOKTERAN
ILMU KEDOKTERAN DAN KESEHATAN

10
KEDOKTERAN GIGI
ILMU KEDOKTERAN GIGI

11
KEDOKTERAN HEWAN
ILMU SAINS VETERINER

12
KEHUTANAN
ILMU KEHUTANAN

13
MIPA
ILMU FISIKA



ILMU KIMIA



ILMU KOMPUTER



ILMU MATEMATIKA

14
PERTANIAN
ILMU PERTANIAN

15
PSIKOLOGI
ILMU PSIKOLOGI

16
PETERNAKAN
ILMU PETERNAKAN

17
TEKNIK
ILMU ARSITEKTUR



ILMU TEKNIK ELEKTRO



ILMU TEKNIK GEOLOGI



ILMU TEKNIK GEOMATIKA



ILMU TEKNIK KIMIA



ILMU TEKNIK MESIN



ILMU TEKNIK SIPIL

18
TEKNOLOGI PERTANIAN
ILMU PANGAN



ILMU TEKNIK PERTANIAN

19
SEKOLAH PASCASARJANA
BIOTEKNOLOGI



ILMU LINGKUNGAN



AGAMA DAN LINTAS BUDAYA



INTER-RELIGIOUS STUDIES



KAJIAN BUDAYA DAN MEDIA



KAJIAN PARIWISATA



KEPENDUDUKAN



PENGKAJIAN SENI PERTUNJUKAN DAN SENI RUPA



PENYULUHAN DAN KOMUNIKASI PEMBANGUNAN



STUDI KEBIJAKAN


Kurikulum
Kurikulum. Kurikulum terdiri dari dua kelompok mata kuliah: (1) Mata Kuliah Wajib, dan (2) Mata Kuliah Pilihan. Jumlah sks yang harus ditempuh sebanyak 52.

Mata Kuliah Wajib (37 sks)
Filsafat Pendidikan Operasional                     
3 sks

Metodologi Penelitian dan Evaluasi     
3 sks

Teori Pendidikan Humanis-Religius               
3 sks

Refleksi Pendidikan dalam Perspektif Historis
3 sks

Pendidikan Komparatif                               
3 sks

Kajian Tujuan Pendidikan dalam Beragam Perspektif                                                                 
3 sks

Teori Persekolahan                                     
3 sks

 Proposal Disertasi                                     
3 sks

Seminar Perkembangan Disertasi                 
0 sks

Bahasa Inggris                                                                   
0 sks

Proyek Penulisan Penelitian Disertasi
1 sks

Disertasi
12 sks


Mata Kuliah Pilihan (15 sks)
Teori Pendidikan Fenomenologis                 
3 sks

Kepemimpinan Pendidikan                           
2 sks

Epistemologi Kultural                                 
3 sks

Perencanaan Pendidikan                             
2 sks

Teori-teori Literasi *)                                     
3 sks

Logika Pendidikan                                       
3 sks

Tinjauan Multidimensional Perkembangan Manusia *)                                                                 
3 sks

Pendidikan Multikultural *)
3 sks

Analisis Etnografis                                     
3 sks

Orientasi Baru dalam Pedagogik                 
3 sks

Pend. Global, Internasional, dan Perdamaian**)             
3 sks

Analisis dan Metode Pengembangan Sosial **)                 
3 sks

Telaah Literatur/Bibliografi Agama dan Etnis***)             
3 sks

Komputer dan Perkembangan TI untuk Manajemen dan Pengembangan Perpustakaan***)                   
3 sks

Filosofi, Pemikiran, dan Pengkajian Pengembangan Perpustakaan***)
3 sks


Mata Kuliah Prasyarat (Harus diambil 9 sks)
Analisis Isi Pendidikan**)       
3 sks

Konfigurasi Pendidikan dan Perkembangan Anak**)       
3 sks

Ilmu Pengetahuan, Nilai-nilai, dan Pendidikan**)             
3 sks

Keluarga, Sekolah dan Dunia Kerja**)                               
3 sks



Universitas Negeri Jakarta
Program Studi S1

Fakultas Ilmu Pendidikan:
Psikologi
Teknologi Pendidikan
Manajemen Pendidikan
Pendidikan Luar Biasa
Pendidikan Luar Sekolah
Bimbingan Konseling
Pendidikan Guru Anak Usia Dini
Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Pendidikan Guru Dosen


Program Studi Pascasarjana
Pada saat ini Program Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta memiliki program sebagai berikut:
Program Magister:
1. Teknologi Pendidikan
2. Pendidikan Bahasa
3. Pendidikan Olahraga
4. Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup
5. Manajemen Pendidikan
6. Penelitian dan Evaluasi Pendidikan
7. Pendidikan Anak Usia Dini
8. Pendidikan Dasar
9. Pendidikan Sejarah
10. Lingusitik Terapan
11. Manajemen Lingkungan
12. Manajemen Olahraga
13. Magister Manajemen Fakultas Ekonomi
Program Doktor:
1. Teknologi Pendidikan
2. Pendidikan Bahasa
3. Pendidikan Olahraga
4. Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup
5. Manajemen Pendidikan
6. Penelitian dan Evaluasi Pendidikan
7. Pendidikan Anak Usia Dini
8. Manajemen Lingkungan
9. Manajemen Sumber Daya Manusia


Universitas Pendidikan Indonesia

Program Studi S1


FIP  http://fip.upi.edu
1. Program Studi Administrasi Pendidikan
2. Program Studi Bimbingan dan Konseling
3. Program Studi Pendidikan Luar Sekolah
4. Program Studi Pendidikan Luar Biasa
5. Program Studi Teknologi Pendidikan
6. Program Studi Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (PGPAUD)
7. Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD)
8. Program Studi Psikologi
9. Program Studi Perpustakaan dan informasi

FPIPS  http://fpips.upi.edu
1. Program Studi  Pendidikan Kewarganegaraan
2. Program Studi Pendidikan Sejarah
3. Program Studi Pendidikan Geografi
4. Program Studi Ilmu Pendidikan Agama Islam
5. Program Studi Manajemen Resort & Lesur
6. Program Studi Manajemen Pemasaran Pariwisata
7. Program Studi Manajemen Industri Katering
8. Program Studi Pendidikan IPS
9. Program Studi Pendidikan Sosiologi
10. Program Studi Ilmu Komunikasi

FPBS  http://fpbs.upi.edu
1. Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
2. Program Studi Pendidikan Bahasa Daerah
3. Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris
4. Program Studi Pendidikan Bahasa Jerman
5. Program Studi Pendidikan Bahasa Arab
6. Program Studi Pendidikan Bahasa Jepang
7. Program Studi Pendidikan Bahasa Perancis
8. Program Studi Pendidikan Seni Rupa
9. Program Studi Pendidikan Seni Musik
10. Program Studi Pendidikan Seni Tari
11. Program Studi Bahasa Inggris
12. Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia

FPMIPA  http://fpmipa.upi.edu
1. Program Studi Pendidikan Matematika
2. Program Studi Matematika
3. Program Studi Pendidikan Biologi
4. Program Studi Biologi
5. Program Studi Pendidikan Fisika
6. Program Studi Fisika
7. Program Studi Pendidikan Kimia
8. Program Studi Kimia
9. Program Studi Pendidikan Ilmu Komputer
10. Program Studi Ilmu Komputer
11. International Program on Science Education (IPSE)

FPTK  http://fptk.upi.edu
1. Program Studi Pendidikan Teknik Arsitektur
2. Program Studi Pendidikan Teknik Bangunan
3. Program Studi Pendidikan Teknik Elektro
4. Program Studi Pendidikan Teknik  Mesin
5. Program Studi Pendidikan Kesejahteraan Keluarga
6. Program Studi Pendidikan Tata Boga
7. Program Studi Pendidikan Tata Busana
8. Program Studi Pendidikan Teknologi Agroindustri
9. Program Studi Teknik Elektro
10. Program Studi Teknik Sipil
11. Program Studi Teknik Arsitektur

FPOK  http://fpok.upi.edu
1. Program Studi Pendidikan Kepelatihan Olahraga
2. Program Studi Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi (PJKR)
3. Program Studi Ilmu Keolahragaan
4. Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Pendidikan Jasmani (PGSD Penjas)

FPEB  http://fpeb.upi.edu
1. Program Studi Pendidikan Akuntansi
2. Program Studi Pendidikan Manajemen Bisnis
3. Program Studi Pendidikan Manajemen  Perkantoran
4. Program Studi Pendidikan Ekonomi
5. Program Studi Manajemen
6. Program Studi Akuntansi


Program Studi Pascasarjana

Program Magister Pendidikan (S2)
Administrasi Pendidikan dengan konsentrasi:
Perencanaan Pendidikan
Manajemen Persekolahan
Supervisi Pendidikan
Bimbingan dan Penyuluhan dengan konsentrasi:
Pendidikan Konselor
Pendidikan Anak Berbakat
Pendidikan Anak Usia Dini
Tes dan Pengukuran
Pendidikan Kebutuhan Khusus/PLB
Penelitian dan Evaluasi Pendidikan
Pengembangan Kurikulum dengan konsentrasi:
Pengembangan Kurikulum Pendidikan Dasar
Pengembangan Kurikulum Pendidikan Menengah
Pengembangan Kurikulum Pendidikan Tinggi
Pengembangan Kurikulum Pendidikan
Teknologi Pendidikan
Pengembangan Kurikulum Pendidikan Guru
Pendidikan Seni
Pendidikan Luar Sekolah dengan konsentrasi:
Pelatihan dan Pengembangan SDM
Penyuluhan Masyarakat
Pendidikan Kehidupan Keluarga
Pendidikan Jarak Jauh
Pendidikan IPS dengan konsentrasi:
Pendidikan IPS SD
Pendidikan Sejarah
Pendidikan Geografi
Pendidikan Ekonomi
Pendidikan Bisnis
Pendidikan Kewarganegaraan
Pendidikan IPA dengan konsentrasi:
Pendidikan IPA SD
Pendidikan Fisika Sekolah Lanjutan
Pendidikan Kimia Sekolah Lanjutan
Pendidikan Biologi Sekolah Lanjutan
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Bumi dan Antariksa
Pendidikan Lingkungan
Pendidikan Matematika dengan konsentrasi:
Pendidikan Matematika SD
Pendidikan Matematika Sekolah Menengah
Pendidikan Bahasa Indonesia dengan konsentrasi:
Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing
Pendidikan Bahasa Inggris
Pendidikan Bahasa Jepang
Linguistik
Pendidikan Umum/Pendidikan Nilai dengan konsentrasi:
Pendidikan Nilai Moral
Pendidikan Keagamaan
Filsafat dan Teori Pendidikan
Pendidikan Olahraga
Magister Manajemen Bisnis
Pendidikan Teknologi Kejuruan
Program Doktor Pendidikan (S3)
Administrasi Pendidikan dengan konsentrasi:
Manajemen Pendidikan
Pengawasan Pendidikan
Kebijakan Pendidikan
Pembiayaan Pendidikan
Manajemen Sistem Informasi Pendidikan
Bimbingan dan Penyuluhan dengan konsentrasi:
Konseling Sekolah
Konseling Perguruan Tinggi
Konseling Keluarga dan Setting Kemasyarakatan
Konseling Karier
Konseling Lintas-Budaya
Tes dan Pengukuran dalam Konseling
Pendidikan Luar Biasa
Pengembangan Kurikulum dengan konsentrasi:
Kurikulum Sekolah
Kurikulum Pendidikan Tenaga Kependidikan
Teknologi Informasi dalam Pendidikan
Pendidikan Luar Sekolah dengan konsentrasi:
Pendidikan Orang Dewasa
Pelatihan dan Pengembangan SDM
Pendidikan Jarak Jauh
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial dengan konsentrasi:
Pendidikan Kewarganegaraan
Pendidikan Sejarah
Pendidikan Geografi
Pendidikan Ekonomi
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam
Pendidikan Matematika
Pendidikan Bahasa Indonesia
Pendidikan Bahasa Inggris
Pendidikan Umum/Pendidikan Nilai dengan konsentrasi:
Filsafat dan Teori Pendidikan
Sosiologi Pendidikan
Antropologi Pendidikan
Pendidikan Olahraga



Universitas Pendidikan Indonesia

Kurikulum S1
Jumlah sks Program S1 berkisar antara 144-150 sks dengan komponen sebagai berikut: (1) Mata Kuliah Umum (MKU) dengan jumlah sks sebanyak 14 sks, terdiri atas: Pendidikan Agama (2 sks), Pendidikan Kewarganegaraan (2 sks), Pendidikan Bahasa Indonesia (2 sks), Pendidikan Lingkungan Sosial, Budaya, dan Teknologi (PLSBT) (2 sks), Seminar Pendidikan Agama (2 sks), Pendidikan Jasmani dan Olahraga (2 sks) dan Kuliah Kerja Nyata (2 sks).  (2) Mata Kuliah Keahlian (MKK) Program Studi Kependidikan dengan jumlah sks berkisar antara 100-106 sks, terdiri atas: MKK Fakultas (6-12 sks), MKK Program Studi (72-78 sks), MKK Pilihan dapat merupakan: MK Pilihan Bebas, MKPP, MKKT atau MK Konsentrasi Akademik Kependidikan (16-18 sks). (3) MKP Program Kependidikan guru dengan jumlah sks sebanyak 30 sks, terdiri atas: MKDP untuk Kependidikan Guru (16 sks): Landasan Pendidikan (2 sks), Perkembangan Peseta Didik (2 sks), Bimbingan dan Konseling (3 sks), Pengembangan Kepribadian Guru (2 sks), Komunikasi Pendidikan (2 sks), Kurikulum dan Pembelajaran (3 sks), Pengelolaan Pendidikan (2 sks). MKKP Bidang Studi Teoretik untuk Program Studi Kependidikan Guru (14 sks): Belajar dan Pembelajaran Bidang Studi (2 sks), Evaluasi Pembelajaran Bidang Studi (2 sks), Perencanaan Pembelajaran Bidang Studi (2 sks), Media Pembelajaran Bidang Studi (3 sks), Pembelajaran Mikro Bidang Studi (2 sks), Metode Penelitian Pendidikan Bidang Studi (3 sks).


Universitas Negeri Malang

Program Studi
Fakultas dan Program Studi S1

Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP)
 Bimbingan dan Konseling (S1,S2,S3) Pendididkan Guru SD (S1)
 Teknologi Pendidikan (S1) Pendidikan Guru PAUD (S1)
 Teknologi Pembelajaran (S2,S3)  Pendidikan Luar Biasa (S1)
 Administrasi Pendidikan (S1)
 Manajemen Pendidikan (S2,S3)
 Pendidikan Luar Sekolah (S1, S2)

Fakultas Sastra (FS)
 Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, Bahasa & Sastra Indonesia (S1)
dan Daerah (S1) Bahasa dan Sastra Inggris (S1)
 Pendidikan Bahasa Indonesia (S2,S3) Pendidikan Seni Tari dan Musik (S1)
 Pendidikan Bahasa Inggris (S1,S2,S3) Pendidikan Seni Rupa (S1)
 Pendidikan Bahasa Arab (S1) Desain Komunikasi Visual (S1)
 Pendidikan Bahasa Jerman (S1) Game Animasi (D3)
 Pendidikan Bahasa Mandarin (S1) Perpustakaan (D3)

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA)
 Pendidikan Matematika (S1, S2, S3) Matematika (S1)
 Pendidikan Fisika (S1, S2) Fisika (S1)
 Pendidikan Kimia (S1, S2) Kimia (S1)
 Pendidikan Biologi (S1, S2, S3) Biologi (S1)
 Pendidikan IPA (S1)

Fakultas Ekonomi (FE)
 Pendidikan Ekonomi (S1, S2, S3) Manajemen (S1, S2)
 Pendidikan Tata Niaga (S1) Manajemen Pemasaran (D3)
 Pend. Administrasi Perkantoran (S1) Akuntansi (D3, S1)
 Pendidikan Akuntansi (S1) Ekonomi & Studi Pembangunan (S1)

Fakultas Teknik (FT)
 Pendidikan Kejuruan (S2) Pendidikan Teknik Elektro (S1)
 Pendidikan Teknik Mesin (S1) Teknik Elektro (D3)
 Pendidikan Teknik Otomotif (S1) Teknik Elektronika (D3)
 Teknik Mesin (D3) Pendidikan Tata Boga (S1)
 Pendidikan Teknik Bangunan (S1) Pendidikan Tata Busana (S1)
 Teknik Sipil (S1) Tata Boga (D3)
 Teknik Sipil dan Bangunan (D3) Tata Busana (D3)
 Pendidikan Teknik Informatika (S1)

Fakultas Ilmu Keolahragaan (FIK)
 Pendidikan Jasmani dan Kesehatan (S1)
 Pendidikan Kepelatihan Olahraga (S1)
 Ilmu Keolahragaan (S1)

Fakultas Ilmu Sosial (FIS)
 Pendidikan Sejarah (S1)
 IImu Sejarah (S1)
 Pendidikan Geografi (S1, S2, S3)
 Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (S1)
 Pendidikan IPS (S1)
 Geografi (S1)

Fakultas Pendidikan Psikologi (FPPsi)
 Psikologi (S1)

Program Studi Pascasarjana
Pascasarjana U Negeri Malang  memiliki Program Studi Magister (S2) dan Doktor (S3) sebagai berikut:
MAGISTER(S2):
Teknologi Pembelajaran
Manajemen Pendidikan
Bimbingan dan Konseling
Pendidikan Luar Sekolah
Pendidikan Bhs Indonesia
Pendidikan Bhs Inggris
Pendidikan Biologi
Pendidikan Matematika
Pendidikan Kimia
Pendidikan Geografi
Pendidikan Kejuruan
Pendidikan Ekonomi
Pendidikan Dasar
Pendidikan Fisika
Pendidikan Bisnis dan Manajemen
Manajemen
DOKTOR (S3):
Teknologi Pembelajaran
Manajemen Pendidikan
Bimbingan dan Konseling
Psikologi Pendidikan
Pendidikan Bhs Indonesia
Pendidikan Bhs Inggris
Pendidikan Biologi
Pendidikan Ekonomi
Pendidikan Matematika
Pendidikan Geografi
Pendidikan Kejuruan






PENYEBARAN, PENGELOMPOKAN DAN STANDAR NILAI LULUS MINIMAL
KURIKULUM INTI PRODI PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN
NO
KODE MK
SKS
MATA KULIAH
SEMESTER
NILAI
MINIMA
L





1
2
3
4
5
6
7
8


Mato Kuliah Pembentukan Kepribadian (MPK)

1.
02.01.01.1.2010
2
Pendidikan Kewarganegaraan
2







C

2
02.01.02.1.2010
2
Bahasa Inggris
2







C

3
02.01.03.1.2010
2
Bahasa Indonesia
2







C

4
02.01.04.2.2010
2
Logika

2






C

5
02.01.05.2.2010
2
Filsafat Pendidikan Agama Kristen

2






C

6
02.01.06.2.2010
2
Pengembangan Din i

2






C

7
02.01.07.4.2010
2
Teologi Aga ma-Aga ma



2




C















Mata Kuliah Keahlian (MKK)

8
02.02.01.1.2010
3
Pembimbing Pengetahuan PL
3







B

9
02.02.02.2.2010
3
Pembimbing Pengetahuan PB

3






B

10
02.02.03.3.2010
2
Pengantar Teologia Sistimatika


3





B

11
02.02.04.1.2010
3
Bahasa Ibrani
3







B

12
02.02.05.2.2010
3
Bahasa Yunani

3






B

13
02.02.06.6.2010
2
Konseling Pastoral





2


B

',iota Kuliah Keahlian Berkarya (MKB)

14
02.03.01.2.2010
2
Psikologi Perkembangan

2






B

15
02.03.02.2.2010
2
Psikologi Pendidikan

2






B

16
02.03.03.1.2010
2
Dasar-dasar Kependidikan
2







B

17
18
02.03.04.4.2010
02.03.05.2.2010
2
2
Teknologi dan Media Pembelajaran PAK
Teori-Teori Be!ajar Dan Penerapannya
Dalam PAK

2

2




B

19
02.03.06.5.2010
2
Strategi Pembelajaran PAK




2



B

20
02.03.07.6.2010
3
Perencanaan Pembelajaran PAK





3


C

21
02.03.08.7.2010
2
Evaluasi Pembelajaran PAK






2

B

22
02.03.09.7.2010
2
Pengembangan Kurikulum PAK






2

B

23
02.03.10.4.2010
2
Manajemen Kependidikan Berwawasan
MPMBS



2




B

24
02.03.11.7.2010
3
Metodologi Penelitian Sosial dan
Penelitian Tindakan






3

C

Mat Kuliah Perilaku
a Berkarya

:5
02.03.12.4.2010
2
Hermeneutik



2




B

26
02.03.13.5.2010
2
Homiletika




2



B

77
02.03.14.5.2010
2
Metode-Metode Penelaahan Alkitab Di
Sekolah Dan Jemaat




2



B

28
02.03.15.7.2010
2
Praktik Perencaan Pembelajaran PAK






2

B

29
02.03.16.7.2010
2
Praktik Teknologi Pendidikan Dalam PAK






2

B

30
02.03.17.4.2010
2
Kode Etik Dan Profesionalisme Guru PAK



2




B

31
02.03.18.6.2010
2
PAK Dalam Masyarakat Majemuk





2


B

".'fata Ku//oh Berkehidupan Bersama (MBB),

32
02.03.19.8.2010
6
Skripsi







6
B

33
02.03.20.8.2010
6
PPL







6
C

Jumlah 80 SKS
14
11
11
8
6
6
6
12





KEPUTUSAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 535 TAHUN 2001
TENTANG
PEDOMAN PENYELENGGARAAN PROGRAM PASCASARJANA
PENDIDIKAN TINGGI TEOLOGI DAN UJIAN NEGARA
MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA

Menimbang: a. bahwa program-program studi pendidikan tinggi agama/teknologi Kristen di Indonesia mengalami perkembangan,di antaranya adalah Program /Paseasarjana Pendidikan Tinggi Teologi;
b. bahwa untuk kelancaran, ketertiban dan pengawasan pelaksanaan Program Pascasarjana Pendidikan Tinggi Teologi pada pendidikan tinggi agama teologi Kristen baik kelembagaan, proses belajar mengajar, kualitas dan sumber daya manusia agar dapat berfungsi secara optimal sesuai dengan tujuan, maka dipandang perlu menetapkan Pedoman Penyelenggaraan Program Pascasarjana Pendidikan Tinggi Teologi dan Ujian Negara;
Mengingat:
Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan
Nasional;
Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 1999 tentang Pendidikan Tinggi;
Keputusan Presiden RI Nomor 19 Tahun 1999 tentang Pendirian Sekolah Tinggi Agama (Kristen) Protestan Negeri (STAICPN);
Keputusan Presiden RI Nomor 102 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen;
Keputusan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 0361U11993 tentang Gelar dan Sebutan Lulusan Perguruan Tinggi;
Keputusan Menteri Agama Nomor 180 Tahun 1997 tentang PenyelenggaraanPendidikanTinggiTeologi jurusanTeologi/Kependetaan dan Jurusan Pendidikan Agama Kristen (PAK) serta Ujian Negara;
Keputusan Menteri Agama Nomor 73 A Takun 1998 tentang Pengangkatan Personalia Badan Konsorsium Pendidikan Tinggi Bidang Ilmu Teologi (Kristen) Protestan Tahun 1998 s/d 2003;
Keputusan Menteri Agama Nomor 102 A Tahun 1998 tentang Pedoman Pendirian Dan Pembinaan Perguruan Tinggi Agama/ Teologi (Kristen) Protestan Swasta (PTA/TKPS);
Keputusan Menteri Agama Nomor 102 B Tahun 1998 tentang Persyaratan Status Terdartar, Diakui dan Disamakan Program Diploma Dan Sarjana Perguruan Tinggi Agama/Teologi Kristen Protestan Swasta (PTA/TKPS);
Keputusan Menteri Agama Nomor 163 Tahun 1999 tentang Gelar Dan Sebutan Gelar Pendidikan Tinggi Teologi;
Keputusan Menteri Agama Nomor 385 Tahun 1999 tentaug Bentuk Dan Isi Ijazah Program Stratum Satu (S1) Pendidikan Tinggi Teologi;
Kepututsan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 232/U/2000 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa;
Keputusan Menteri Agama Nomor 1 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen Agama.

Memperhatikan: Kesepakatan Pimpinan Perguruan Tinggi Teologi Se Indonesia pada Pertemuan Konsultasi tanggal 13 16 Agustus 2001 di Cisarua Bogor, Jawa Barat.

MEMUTUSKAN:
Menetapkan: KEPUTUSAN MENTERI AGAMA REPUBLIKINDONESIA TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PROGRAM PASCASARJANA PENDIDIKAN TINGGI TEOLOGI DAN UJIAN NEGARA.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam keputusan ini yang dimaksud dengan:
Pendidikan Tinggi adalah kelanjutan penchdikan menengah yang diselenggarakan untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakal yang memiliki kemampuan akademik danlatau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan/atau menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian.
Perguruan tinggi adalah satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi yang dapat berbentuk sekoIah tinggi, institut dan universitas.
Perguruan tinggi agama/teologi Kristen adalah satuan pendidikan tinggi di lingkungan agarna Kristen yang menyelenggarakan pendidikan tinggi di bidang ilmu agama/teologi Kristen melalui lernbaga-lernbaga pendidikan tinggi seperti sekolah tinggi agama/ teologi Kristen dan fakultas teologi pada institut atau universitas.
Pendidikan akademik adalah pendidikan yang diarahkan pada penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian dan diselenggarakan oleh sekolah tinggi, institut dan universitas.
Program Pasca sarjana adalah pendidikan akademik yang terdiri atas Prograrn Magister dan Program Doktor.
Program studi adalah kesatuan rencana belajar sebagai pedoman ptnyelenggaraan pendidikan akademik yang diselenggarakan atas dasar suatu kurikulum.
Prograrn studi adalah pendidikan akademik yang menyelenggarakan Pendidikan Ilmu Agama Kristen, antara lain Pendidikan Teologi, Pendidikan Agama Kristen (PAK), Musik Gerejawi, Missiologi, Pastoral Konseling, Sosiologi Agama dan Kepemimpinan Kristen.
Penyelenggaraan pendidikan adalab penyelenggaraan pendidikan program, pascasarjana pendidikan tinggi agama/teologi Kristen yang mengacu kepada kebutuhan yang ditetapkan oieh pemerintah terutama menyangkut kurikulum, proses pembelajaran, ujian negara maupun ketentuan mengenai tenaga pengajar.
Kurikulum pendidikan pascasarjana adalah seperangkat rencana dan pengetahuan mengenai isi, bahan kajian, pelajaran, cara penyampaian dan penilaiannya yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar pada program pascasarjana.
Kelompok Mata Kuhah Pengembangan Kepribadian (MPK) adalah kelompok bahan kajian dan pelajaran untulz mengembangkan manusia indonesia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, berkepribadian mantap, mandiri serta mempunyai rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Kelompok Mata Kuliab Keilmuan dan Ketrampilan (MKK) adalah kelompok bahan kajian dan pelajaran yang ditunjukkan terutama untuk memberikan landasan penguasaan ilmu dan ketrampilan tertentu.
Kelompok Mala Kuliah Keablian Berkarya (MKB) adalah kelompok baban kajian dan pelajaran yang bertujuan menghasilkan tenaga ahli dengan kekaryaan berdasarkan ilmu dan ketrampilan tertentu.
Kelompok Mata Kuliah Perilaku Berkarya (MPB) adalah kelompok bahan kajian dan pelajaran yang bertujuan untuk membentuk sikap dan perilaku yang diperlukan seseorang dalam berkarya menurut tingkat keablian berdasarkan ilmu keterampilan.
Kelompok Mata Kubah Berkehidupan Bermasyarakat (MBB) adalah kelompok bahan kajian dan pelajaran yang diperlukan seseorang untuk dapat memahami kaidah berkehidupanbermasyarakat.
Semester adalah satuan waktu kegiatan yang terdiri dari 16 (enam belas) sampai 18 (delapan belas) kali perkuliahan atau kegiatan terjadwal lainnya, berilzut lzegiatan iringannya termasuk (dua) kali kegiatan penilaian (ujian tengah semester dan akbir semester).
Sistem Kredit Semester adalah suatu sistem penyelenggaraan pendidikan dengan menggunakan Satuan Kredit Semester (SKS) untuk menyatakan beban studi mabasiswa, beban kerja dosen dan beban penyelenggaraan program.
Satuan Kredit Semester selanjutnya disingkat SKS adalab takaran penghargaan terhadap pengalaman belajar yang diperoleh selama satu semester melalui kegiatan terjadwal per minggu sebanyak 1-2 jam perkuhahan, 2 jam kegiatan terstruktur dan sekitar jam kegiatan mandiri.
Ujian Negara adalab ujian yang diselenggarakan oleh negara yaitu Departemen Agama eq. Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Kristen.
Menteri adalah Menteri Agama Republik Indonesia.
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Kristen.

BAB II
TUJUAN PROGRAM PASCASARJANA AGAMA/TEOLOGI KRISTEN
Pasal 2
Program Magister (Stratum 2) diarahkan pada hasil lulusan yang memiliki kualifilzasi sebagai berikut:
Mempunyai kemampuan mengembangkan dan memutahirkan ilmu agama/ teologi Kristen dengan cara menguasai, memahami pendekatan, metode dan disertai ketrampilan penerapannya.
Mempunyai kemampuan memecahkan permasalahan di bidang agama/teologi Kristen melalui kegiatan penelitian cjan pengembangan berdasarkan kaidah
Mempunyai kemampuan mengembangkan kinerja profesionalnya yang ditunjukkan dengan ketajamart analisis permasalahan, keserbaeakupan (tinjauan, kepaduan pemecahan masalah dalam berprofesi sebagai teolog dan pendidik Kristen.
Program Doktor (Stralum 3) diarahkan pada hasil lulusan yang memiliki kualifikasi sebagai berikut:
a. Mempunyai kernampuan mengembangkan konsep ilmu agama/teologi Kristen melalui penelitian.
b. Mempunyai kemampuan mengelola, memimpin dan mengembangkan program penelitian di bidang agama/teologi Kristen.
c. Mempunyai kemampuan pendekatan interdisipliner dalam berkarya di bidang agama/ teologi Kristen serta keahliannya.

BAB III
VISI DAN MISI
PROGRAM PASCASARJANA AGAMA/TEOLOGI KRISTEN
Bagian Pertama
Visi
Pasal 3
Program Pascasarjana Agama/Teologi bertujuan untuk menghasilkart hilusan yang mampu melayani Gereja dan masyarakat Kristen melalui kemampuan berteologi, mendidik, mengajar komprehensif dan berwawasan oikumenis.
Lulusan yang bermutu dicirikan oleb integritas kepribadian yang tinggi, keahhan dalam bidang Agama/Teologi Kristen, kemampuan meneliti, kemampuan mentransfer pengetahuan sebagai teolog dan penclidik Kristen.

Bagian Kedua
Misi
Pasal 4
Menyelenggarakan kegiatan pendidikan dalam suasana akademik dan edukatif dengan mengembangkan ilmu agama/teologi sebagai dasar analisis dan prediksi dalam memahami an memecahkan berbagai masalah kemanusiaan berdasarkan prinsip akuntabilitas.
Mengembangkan gagasan -gagasan baru sebagai sumbangsih bagi ilmu agama/teologi Kristen.
BAB IV
PROFIL LULUSAN PASCASARIANA AGAMA/TEOLOGI KRISTEN
Bagian Pertama
Profil Dasar
Pasal 5
Mampu mengamalkan nilai-nilai ke Kristenan yang bersumber pada iman dan pengharapan Kristiani.
Mampu mengamalkan nilai-nilai moral dan budi pekerti luhur.
Mampu bertindak selaku warga negara yang bertanggung jawab sesuai dengan kaidah dalam berbangsa dan bernegara.
Profil dasar ini tercermin dalam seluruh kegiatan pendidikan pascasarjana, baik kegiatan perkuliakan maupun bimbingan penelitian.
Bagian Kedua
Profil Teologi
Pasal 6
Mampu menggunakan pengetahuan ilmu agamalteologi atau ketra pastoral yang mengabdikan diri kepada luhan di dalam gereja dan konteks Indonesia, Asia dan dunia.
Mampu menguasai dan menerapkan ilmu agama/teologi cialam rangka Kristen dan para pekerja gereja yang memiliki kompetensi teolog.
Menguasai paradigma konsep pendekaLan prinsip ilmu agama/teologi.
Memperhhatkan etika profesi sebagai teolog.
Profil teolog ini dibentuk menurut Kelompok Mata Kuliah Keahlian Berkarya (MKB) dan Mata Kuliah Perilaku Berkarya (MPB).

Bagian Ketiga
Profil Pendidik
Pasal 7
Menguasai paradigma pendekatan, konsep, prinsip serta teori yang relevan dengan Pendidikan Agama Kristen (PAK).
Mampu menggunakan pengetahuan dan ketrampilan dalam kawasan Pendidikan Agama Kristen.(PAK), mengajar/mendidik serta menemukan jawaban terhadap permasalahan yang kompleks.
Mampu menguasai dan menerapkan strategis, metode dan teknik dalam bidang Pendidikan Agama Kristen (PAK) dalam rangka melakukan kegiatan pendidikan.
Memperhatikan etika profesi selaku pendidik.
Profil pendidik ini dibentuk melalui Kelompok Mata Kuhah Keahlian Berkarya (MKB) dan Mata Kuhah Perilaku Berkarya (MPB).

Bagian Keempat
Profil Peneliti
Pasal 8
Mampu menguasai Lakekat keilmuan baik ontologi, axiologi, epistemologi penyusunan teori maupun fungsi kegunaannya dalam keLidupan sehari-hari.
Mampu menerapkan pengetahuan ilmu agama/teologi yang dikuasai sebagai acuan bagi pemecahan masalah yang dihadapi melalui kegiatan penelitian sesuai dengan prosedur keilmuan.
Mampu memanfaatkan ilmu agama/teologi sebagai landasan bagi pengembangan
Mampu mengkomunikasikan hasil penelitian berdasarkan prosedur keilmuan.
Memperhatikan etika keilmuan dalam melakukan kegiatan penehtian dan keilmuan.
Profil peneliti ini dibentuk melalui Kelompok Mata Kuhah Keilmuan dan Ketrampilan (MICK) dan Kelompok Mata Kuliah Perilaku Berkarya (MPB).



BAB V
BEBAN DAN MASA STUDI

Pasal 9
Behan studi Program Magister (Stratum 2) bagi peserta yang berpendidikan SI sebidang, sekurang-kurangnya 36 (tiga puluh enam) SKS dan sebanyak-banyaknya 50 (lima puluh) SKS yang dijadwalkan untak 4 (empat) semester dan paling lama 10 (sepuluh) semester termasuk penyusunan tesis.
Beban studi Program Magister bagi peserta yang berpendidikan SI tidak sebidang sekurangkurangnya 80 (delapan puluh) SKS sebanyak-banyaknya 94 (sembilan puluh empat) SKS yang dijadwalkan untuk 8 (delapan) semester dengan lama studi selambat-lambatnya 11 (sebelas) semester.
Beban studi Program Doktor (S3) bagi peserta yang berpendidikan S2 sebidang, sekurang-kurangnya 42 (empat puluh dua) SKS dan sebanyak-banyaknya 50 (lima puluh) SKS yang dijadwalkan untuk 4 (empat) semester dan paling lama 10 (sepuluh) semester.


BAB VI
KURIKULUM INTI DAN KURIKULUM INSTITUTIONAL

Pasal 10
Kurikulum Pascasarjana Agama/Teologi terdiri atas
Kurikulum Inti
Kurikulum Institusional
Kurikulum Inti merupakan kelompok bahan kajian dan pelajaran yang harus dicakup dalam suatu program studi yang dirumuskan dalam kurikulum yang berlaku secara nasional yang ditetapkan oleh Menteri Agama Republik Indonesia.
Kurikulum Institusional merupakan sejumlah bahan kajian dan pelajaran yang merupakan tambahan dari kelompok ilmu dalam kurikulum inti, yang ditentukan oleh perguruan tinggi agama/teolog Kristen yang bersangkutan dengan memperhatikan keadaan dan kebutuhan lingkungan serta ciri khas perguruan tinggi agama/teologi yang bersangkutan.
Kurikulum Institusional ditetapkan dengan persetujuan Direktur jenderal Bimbingan Masyarakat Kristen Departemen Agama Republik Indonesia.


Pasal 11
Kurikulum Inti Pascasarjana terdiri atas:
Kelompok Mata Kuliah Keilmuan dan Ketrampilan (MKK);
Kelompok Mata Kuliah Keahlian Berkarya (MKB);
Kelompok Matu Kuliah Perilalzu Berkarya (MPB);
Kelompok Mata Kuliah Berkehidupan Bermasyarakat (MBB).
Kurikulum Inti Pascasarjana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berjumlah antara 40% dari jumlah satuan kredit semester kurikulum program pascasarjana.

Pasal 12
Kurikulum Inti Pascasarjana Program Magister (S2) Studi Teologi/Kependetaan terdiri dari:
Mata Kuliah Keilmuan dan Ketrampilan (MKK)
Filsafat Ilmu 2 SKS
Metedologi Penelitian 2 SKS
............ 4 SKS
Mata Kuliah Keahlian Berkarya (MKB)
Teologi Biblika 2 SKS
Teologi Sistematika 2 SKS
............4 SKS
Mata Kuliah Perilaku Berkarya (MPB)
Etika Terapan 2 SKS
Tesis 8 SKS
............10 SKS
Mata Kuliah Berkehidupan Bermasyarakat (MBB)
Teologi Kontemporer 2 SKS
Jumlah 20 SKS

Kurikulum institusional Magister (Stratum 2) Program Studi Teologi/Kependetaan sebanyak 60 % dari keseluruhan kurikulum ditentukan oIeh perguruan tinggi agama/ teologi yang bersangkutan dalam struktur yang sama dengan Kurikulum Inti dengan persetujuan Direktur Jenderal.

Pasal 13
Kurikulurn Inti Pascasarjana (Stratum 2) Program Studi Pendidikan Agama Kristen (PAK) terdiri dari

Mata Kuliah Keahlian Khusus (MKK)
Filsafat Ilmu 2 SKS
Metodologi Penelitian 2 SKS
................4 SKS
Mata Kuliah Keahlian Berkaraya (MKB)
Sejarah dan Filsafat (PAK) 2 SKS
Strategi Pembelajaran dan Kurikulum PAK 2 SKS
...............4 SKS
Mata Kuliah Perilaku Berkarya (MPB)
Psikologi Pendidikan Agama Kristen (PAK) 2 SKS
Tesis 8 SKS
...............10 SKS

Mata Kuliah Berkehidupan Bermasyarakat (MBB)
Pendidikan Agama Kristen dalam Masyarakat Majemuk 2 SKS
Jumlah    20 SKS
Kurikulum Institusional Magister (Stratum 2) Program Studi Pendidikan Agama Kristen (PAK) sebanyak 60 % dari keseluruhan kurikulum oleh perguruan tinggi agama/teologi yang bersangkutan dalam struktur yang sama dengan Kurikulum Inti dengan persetujuan Direktur Jenderal.

Pasal 14
Kurikulum Inti Magister (Stratum 2) Program Studi Missiologi dan seterusnya :
Mata Kuliah Keilmuan dan Ketrampilan (N1KK)
Filsafat Ilmu 2 SKS
Metodologi Penelitian 2 SKS
..................4 SKS
Mata Kuhah Keahlian Berkarya (MKB)
Sejarah dan Filsafat Misi 2 SKS
Teologi Misi 2 SKS
............ 4 SKS
Mata Kuliah Perilaku Berkarya (MPB)
Strategi Misi 2 SKS
Tesis 8 SKS
.............10 SKS
Mata Kuliah Berkehidupan Bermasyarakat (MBB)
Komunikasi Lintas Budaya 2 SKS
Jumlah 20 SKS

Kurikulum Institusional Magister (Stratum 2) Program Studi Misiologi sebanyak 60 % dari keseluruhan kurikulum ditentukan oleh perguruan tinggi agama/teologi yang bersangkutan dalam struktur yang sama dengan Kurikulum Inti dengan persetujuan Direktur Jenderal.

Pasal 15
Kurikulum Inti Magister (Stratum 2) Program Studi Pastoral Konseling
Mata Kuliah Keilmuan dan Ketrampilan(MKK)
Filsafat ilmu 2SKS
Metodologi Penelitian 2SKS
...............4SKS
Mata Kuliah Keahlian Berkarya (MKB)
Konseling Pastoral 2SKS
Konseling Krisis 2SKS
...............4 SKS
Mata Kuliah Perilaku Berkarya (MPB)
Psikologi Kepribadian Sosial 2 SKS
Tesis 8 SKS
...............10 SKS
Mata Kuhall Berkehidupan Bermasyarakat (MBB)
Penggembalaan Lintas Budaya 2 SKS
Jumlah 20 SKS
Kurikulum Institusional Magister (Stratum 2) Program Studi Pastoral Konseling sebanyak 60 % dari keseluruhan kurikulum ditentukan oleh perguruan tinggi agama/ teologi yang bersangkutan dalam struktur yang sama dengan kurikulum inti dengan persetujuan Direktur Jenderal.

Pasal 16
Kurikulum Inti Magister (Stratum 2) Program Studi Sosiologi Agama
Mata Kuliah Keilmuan dan Keterampilan (MKK)
Filsafat Ilmu 2 SKS
Metodologi Penelitian 2 SKS
...............4 SKS
Mata Kuliah Keahlian Berkarya (MKB)
Teori-teori Sosial 2 SKS
Anusis Masalah-masalah Sosial Kontemporer 2 SKS
...............4 SKS
Mata Kuliah Perilaku Berkarya (MPB)
Psikologi Kepribadian 2 SKS
Tesis 8 SKS
...............10 SKS
Mata Kuliah Berkehidupan Bermasyarakat (MBB)
Gereja dan Masyarakat 2 SKS
Jumlah 20 SKS

Kurikulum Institutional Magister (Stratum 2) Program Studi Sosiologi Agama sebanyak 60 % dari keselurunan kurikulum ditentukan oleh perguruan tinggi agama/ teologi yang bersangkutan dalam struktur yang sama dengan Kurikulum Inti dengan persetujuan Direktur Jenderal.

Pasal 17
(1) Kurikulum Inti Magister (Stratum 2) Program Studi Musik Gerejawi
Mata Kuliah Keilmuan dan keterampilan (MKK)
Filsafat Ilmu 2SKS
Metodelogi Penelitian 2 SKS
...............4 SKS
Mata Kuliah Keahlian Berkarya (MKB)
Sejarah dan Filsafat Musik Gerejawi 2SKS
Komposisi Musik Gerejawi 2SKS
...............4 SKS
Mata Kuliah Perilaku Berkarya (MPB)
Hymnologi 2SKS
Tesis 8SKS
...............10 SKS
Mata Kuliah Berkehidupan Bermasyarakat (MBB)
Ibadah dan Musik Gerejawi 2 SKS
Jumlah 20 SKS

Kurikulum Institusional Magister (Stratum 2) Program Studi Musik Gerejawi sebanyak 60 % dari keseluruhan kurikulum ditentukan oleh perguruan tinggi agama/ teologi yang bersangkutan dalam struktur yang sama dengan Kurikulum Inti dengan persetujuan Direktur Jenderal.

Pasal 18
Kurikulum Inti Master (Stratum 2) Program Studi Kepemimpinan Kristen
Mata Kuhah Keahhan clan Ketrampilan (MKK)
Filsatat 2 SKS
Metoclologi Penelitian 2 SKS
..................4 S KS

Mata Kuhah Keahhan Berkarya (MKB)
Manajemen Gereja 2 SKS
Administrasi Gereja 2 SKS
................4 SKS
Mata Kuliah Perilaku Berkarya (MPB)
Analisis Masalah-masalah Manajemen dan Administrasi Gereja Kontemporer 2 SKS
Tesis 8 SKS
...............10 SKS
Mata Kuliah Berkehidupan Bermasyarakat (MBB)
Kepemimpinan Kristen 2 SKS
Jumlah 20 SKS

Kurikulum Institusional Magister (Stratum 2) Program Studi Kepemimpinan Kristen sebanyak 60 % dari keseluruhan kurikulum ditentukan oleh perguruan tinggi agama teologi yang bersangkutan dalam struktur yang sama dengan Kurikulum Inti dengan persetujuan Direktur Jenderal.

Pasal 19
Berdasarkan kebutuhan dan perkembangan ilmu agama/teologi, perguruan agama/teologi dapat mengajukan penambahan program studi.
Penetapan penambahan Program Studi tersebut ditetapkan oleh Direktur Jenderal.

Pasal 20
Bagi peserta didik yang berpendidikan Stratum Satu (SI) tidak sebidang, diharuskan menempuh beberapa mata kuliah tambahan berkisar antara 34 - 44 SKS.
Mata Kuliah sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) dapat dipilih dari mata kuliahsebagai berikut:
Pengantar Perjanjian Lama (PL) 3 SKS
Pengantar Perjanjian Baru (PB) 3 SKS
Bahasa Ibrani 3 SKS
Bahasa Yunani 3 SKS
Sejarah Gereja 2 SKS
Teologi Alkitab 2 SKS
Pengantar Sosiologi Agama 2 SKS
Pengantar Musik Gerejawi 2 SKS
Hermeneutika 3 SKS
Teologi Sistematika 6 SKS
Etika 3 SKS
Misiologi 2 SKS
Pendidikan Agama Kristen (PAK) 2 SKS
Homeletika 3 SKS
Konseling Kristen 2 SKS
Kepemimpinan Kristen 2 SKS
Jumlah 44 SKS
Jumlah beban studi yang harus ditempuh oleh peserta didik berpendidikan Stratum Satu (SI) tidak sebidang berkisar antara 80 - 94 SKS.

Pasal 21
Kurikulum Inti Program Doktor (Stratum 3) akan diatur tersendiri dalam Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia.
Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat didelegasikan kepada Direktur Jenderal.

BAB VII
SISTEM BELAJAR MENGAJAR

Pasal 22
Proses Belajar Mengajar dilaksanakan dalam kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
Tatap muka/perkuliahan +Seminar + Kologium;
Bimbingan Oleh Komisi Pembimbing/Promotor;
Konsultasi dengan pimpinan dan staf program studi;
Konsultasi dengan pimpinan pascasarjana;
Konsultasi dengan koinisi konsultasi akademik.
Proses belajar mengajar diarahkan pada penguasaan pengetahuan pada tatanan lilosol’is, metodologis, teknis/teologis dan praktis.
Proses belajar mengajar diarahkan untuk membentuk kemandirian yang kuat serta pengembangan diri selanjutnya ( learning to learn ).
Proses belajar mengajar diarahkan pada kematangan intelektual, yaitu sikap dan prilaku yang mencerminkan perkembangan kepribadian yang matang dalam wacana intelektual (intellectual discourse).
Penguasaan pengetahuan diarahkan pada "the state of the art yang memungkinkan seseorang mengetahui perkembangan mutakhir dan disiplin ilmu agama/teologi.


Pasal 23
Perkuliahan dilaksanakan secara tatap muka, studi mandiri, seminar yang terdiri dari 1 - 2 jam kegiatan terstruktur dan 1 - 2 jam kegiatan mandiri.
Perkuliahan dilaksanakan dalam 16 - 18 minggu termasuk Ujian Tengah Semester dan Ujian Akhir Semester.
Proses Penyelesaian Stuck Pascasarjana Agama/Teologi terdiri dari
Tahap Pertama mencakup:
Kurikulum Inti dan Institusional dan diakhiri dengan Ujian Komprehensip berupa ujian tertulis dan/atau penulisan makalah kualifikasi, jika dinyatakan lulus dapat dilanjutkan pada tahap kedua.
Tahap kedua mencakup:
Seminar usulan tesis/disertasi, seminar instrumen (kisi-kisi clan alat pengumpul data) dilanjutkan dengan ujian tesis/disertasi.


Pasal 24
Admisi, readmisi serta transfer peserta didik diatur tersendiri oleh pimpinan perguruan tinggi agama/teologi yang bersangkutan dengan mengindahkan ketentuan baku berdasarkan tingkat akreditasi program studi.
Proses dan tata cara studi diatur tersendiri oleh perguruan tinggi agama/teologi yang bersangkutan.

BAB VIII
TENAGA PENGAJAR

Pasal 25
Kualifikasi Dosen Program Magister (Stratum 2) ditentukan sebagai berikut:
Minimal bergelar Doktor dengan jabatan Lektor Kepala;
Dosen bergelar Magister dapat menjadi anggota tim pengajar yang dikoordinir oleh seorang Dosen bergelar Doktor.
Kualifikasi Dosen Program Doktor (S3) ditentukan sebagai berikut:
Minimal bergelar Doktor dengan jabatan Guru Besar Madya;
Dosen bergelar Doktor dapat menjadi anggota tim pengajar yang dikoordinir oleh seorang Dosen dengan jabatan Guru Besar


BAB IX
SISTEM PENILAIAN HASIL BELAJAR

Pasal 26
Terhadap kegiatan clan kemajuan belajar peserta didik dilakukan penilaian secara berkala yang dapat berbentuk ujian, pelaksanaan tugas dan pengamatan oleh Dosen. Ujian terdiri dari
Ujian Tengah Semester, Ujian Akhir Semester, Ujian Komprehensip dan Ujian Tesis/ Disertasi.


Pasal 27
Penilaian hasil belajar dinyatakan dengan huruf A,B,C,D dan E yang masing-masing bernilai 4, 3, 2, 1 dan 0.
Indeks Prestasi Kumulatif terdiri dari:
Program Magister Minimal = 2,5
Program Doktor Minimal = 3,30

Pasal 28
Predikat kelulusan terdiri dari 3 (tiga) tingkat yaitu: memuaskan, sangat Memuaskan dan Dengan Pujian.
Nilai judicium adalah sebagai berikut:
Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 2,75 - 3,40 : Memuaskan
indeks P restasi Kumulatif (IPK) 3,41 - 3,70 : Sangat Memuaslzan
Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3,70 - 4,00 : Dengan Pujian

BAB X
PENGHENTIAN STUDI

Pasal 29
Perguruan tinggi agama/teologi dapat menetapkan penghentian studi berdasarkan kriteriayang diatur dalam statuta masing-masing perguruan tinggi agama/teologi.
Ketetapan sebagaimana tersebut dalam ayat (1) tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan ditetapkan dengan penuh kebijaksanaan.


BAB XI
UJIAN NEGARA

Pasal 30
Ujian negara pascasarjana agama/teologi Kristen dilaksanakan oleh Departemen Agama cq. Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Kristen Departemen Agama RI.
Perguruan tinggi agama/teologi Kristen yang telah mendapat status, akreditasi dari pemerintah cq. Departemen Agama, dapat mengikuti ujian negara.
Tata cara dan penentuan status akreditasi diatur/ditentukan oleh Direktur Jenderal.
Peserta ujian negara telah mempunyai Nomor Induk Departemen Agama (NIDA).
Peserta ujian negara telah lulus ujian lokal/ujian kualifikasi termasuk ujian tesis/disertasi.
Hal-hal yang menyangkut Pelaksanaan Ujian Negara diatur/ditentukan oleh Direktur jenderal.


BAB XII
MATA KULiAII UJIAN NEGARA

Pasal 31
Mata kuliah ujian Negara pascasarjana agama/teologi Program Studi Teologi terdiri dari;
Teologi Biblika 2 SKS
Teologi Kontemporer 2 SKS
Etika Terapan 2 SKS
.................6 SKS



BAB XIII
IJAZAH

Pasal 32
Bagi peserta yang telah dinyatakan lulus ujian negara oleh Panitia Pusat Ujian. Negara berhak mendapatkan ijazah.
Ijazah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditandatangani oleh Ketua clan Sekretaris Panitia Pusat Ujian Negara dan disahkan olah Direktur Jenderal.
Ijazah sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) memiliki kewenangan yang sama dengan ijazah perguruan tinggi negeri yang setaraf.

BAB XIV
PENUTUP

Pasal 33
Hal-hal yang belum diatur di dalam keputusan ini akan diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal.
Ketentuan lain yang tidak diatur dalam keputusan ini telap berlaku sebagaimana mestinya.
Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di : Jakarta
Pada Tanggal : 14 Desember 2001










KEPUTUSAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 59 TAHUN 2004
TENTANG
PEDOMAN PENYELENGGARAAN PROGRAM PASCASARJANA
STATUM TIGA DOKTOR TEOLOGI DAN UJIAN NEGARA
MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA

bahwa program-program Studi Teologi di Indonesia telah mengalami perkembangan, di antaranya adalah Program Paseasarjana Stratum Tiga Doktor Teologi.

Menimbang: a. bahwa untuk pelaksanaan Program Paseasarjana Stratum Tiga Doktor Teologi dan Ujian Negara, maka dipandang perlu menetapkan Pedoman Penyelenggaraan Program Paseasarjana Stratum Tiga (S3) Doktor Teologi dan Ujian Negara.
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b di atas perlu menetapkan Keputusan Menteri Agama Republik. Indonesia tentang Pedoman Penyelenggaraan Program Pascasarjana Stratum Tiga (S3) Doktor Teologi dan Ujian Negara.
Mengingat:
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 1999 tentang Pendidikan Tinggi.
Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 1999 tentang Pendirian Sekolah Tinggi Agama (Kristen) Protestan Negeri (STAKPN).
Keputusan Presiden Nomor 102 Takun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen, sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 45 Tahun 2002.
Keputusan Presiden Nomor 109 Tahun 2001 tentang Unit Organisasi an Tugas Eselon I Departemen sebagaimana telah cliubah dengan Keputusan Presiden Nomor 47 Tahun 2002.;
Keputusan. M.enteri Agama Nomor 180 Iahun 1997 tentang PenyelenggaraanPendidikan inggiTeologiJurusanTeologi/Kependetaan clan Jurusan Pendidilzan Agama Kristen (PAK) serta Ujian Negara, yang terakhir dirubah dengan Keputusan Menteri Agama Nomor 534 Tabun 2001.
Keputusan. Menteri Agama Nomor 73 A Tahun 1998 tentang Pengangkatan Personalia Badan Konsorsium Pendidikan Tinggi Bidang Ilmu Teologi (Kristen) Protestan Tahun 1998 sid 2003.
Keputusan M.enteri Agama Nomor 102 A Tahun. 1998 tentang Pedoman Pendirian dan Pembin.aan Perguruan Tinggi Agama/ Teologi (Kristen) Protestan Swasta (PTA/TKPS).
Keputusan Menteri Agama Nomor 102-B Tahun 1998 tentang Persyaratan Status Terdaf-tar, Diakui clan Disamalzan Program Diploma dan Sarjana Perguruan Tinggi Agama/Teologi Kristen Protestan Swasta (PTA/TKPS);
10.Keputusan M.enteri Agama Nomor 163 Tahun. 1999 tentang Gelar Pendidikan Tinggi Teologi.
Keputusan Menteri Agama Nomor 385 Tahun 1999 tentang Bentuk dan Isi Ijazah Program Stratum Satu (SI) Pendidikan, Tinggi Teologi.
Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 212/U/1999 ten.tang Pedoman Penyelenggara Program Doktor.
Keputusan Menteri Pendidilzan Nasional Nomor 232/U/2000 tentang Pedoman Penyusunan Kurilzulum Pendidilzan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasisiwa,
Keputusan Menteri Agama Nomor 1 Tahun. 2001 tentang Keduduka.n, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi clan Tata Kerja Departemen Agama.
Keputusan Menteri Agama Nom.or 535. Tahun 2001 tentang Pedornan Penyelenggaraan Program Pascasarjana. Perguruan Tinggi Teologi clan Ujian Negara.

Memperhatikan :
Hasil Pertemuan Konsultasi Pimpinan Perguruan Tinggi Teologi Se- Indonesia clan Badan Konsorsium Teologi Tentang Penyempurnaan Kurikuluni Program Pascasarjana Stratum Tiga (S3) PA.K/Teologi tanggal 27 - 29 Mei 2001 di Jakarta.
Hasil Pertemuan Konsultasi Pimpinan Perguruan Tinggj Teologi e-Indonesia Jan Badan Konsorsjum Teologi pada penvempurnaan Kurikulum Program Paseasarjana Stratum Tiga (S3) PAK/Teologi tanggal 23 - 26 Oktober 2002 di Cisarua Bogor jawa Barat.

MEMUTUSKAN
Menetapkan: KEPUTUSAN MENTERI AGAMA TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PROGRAM PASCASARJANA STRATUM TIGA DOKTOR TEOLOGI DAN UJIAN NEGARA

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan:
Program Pascasarjana Stratum Tiga adalah penclidikan akademik yang menghasilkan lulusan dengan gelar Doktor Teologi.
Teologi adalah Teologi Kristen.
rogram Studi adalah kesatuan rencana belajar sebagai pedoman penyelenggaraan pendidikan akademik yang diselenggarakan atas dasar suatu kurikulum.
Program Studi Teologi pada atas Stratum Tiga (S3) meliputi berbagai bidang ilmu yang tercakup Ilmu disiplin Teologi.
Penyelenggaraan pendidikan adalah penyelenggaraan pendidikan Program Paseasarjana Stratum Tiga (S3) yang rnengacu kepada ketentuan peraturan perundang-undangan tentang pendidikan tinggi yang ditetapkan oleh pemerintah untuk mernenuhi kebutuhan gereja dan masyarakat Indonesia.
Kurikulum pendidikan Pascasarjana Stratum Tiga (S3) adalah seperangkat rencana clan pengetahuan mengenai isi maupun bahan kajian dan pelajaran serta cara penyampaian dan penilaiannya yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar pada program Pascasarjana.
Semester adalah satuan waktu kegjatan yang berdiri dari 16 sampai 18 kali perkuliahan atau kec,iatan terjadwal Iainnya, herikut kegiatan iringannya termasuk 2 kali kegiatan penilaian (ujian tengad semester clan akhir semester).
Sistem Kredit Semester (SKS) adalah suatu sistem penyelenggaraan pendidikan dengar, menggunakan satuan kredit semester (sks) untuk menyatakan beban studi mahasiswa, beban kerja dosen, dan beban penyelenggaraan program.
Satuan kredit semester adalah takaran penghargaan terhadap pengalaman belajar yang diperoleh selama satu semester melalui kegiatan terjadwal per minggu sebanyak 1-2 jam perkuliahan atau 2 jam kegiatan terstruktur dan sekitar 1-2 jam kegiatan mandiri.
Ujian Negara adalah ujian disertasi yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi penyelenggara Program Paseasarjana Stratum Tiga (S3) bersama dengan Panitia Pusat Ujian Negara.
Sebidang dalam Teologi adalah satu rumpun dalam disiplin ilnau Teologi Contoh rumpun yang sama antara lain adalah Biblika, Historika, Sistematika.
Tidak sebidang dalam Teologi adalah sama-sama dalam bidang Teologi tetapi berbeda rumpunnya, contoh tidak serumpun antara lain adalah antara Historika dengan Biblika antara Sistematika dengan Praktika.
Menteri adalah Menteri Agama Republik Indonesia
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bimas Kristen Departemen Agama RI.

BAB II
VISI DAN MISI PROGRAM DOKTOR TEOLOGI

Pasal 2
Visi Program Doktor Teologi adalah mengembangkan Teologi sebagai disiplin ilmu, meningizatkan kualitas pendidikan Teologi, dan mengbasilkan sumber daya manusia yang berkualitas bagi gereja dan masyarakat Indonesia.
Pasal 3
Visi Program Doktor Teologi adalah:
Menyelenggarakan program Doktor Teologi yang menghasilkan lulusan dengan kualifikasi sebagai peneliti, pendidik, dan ahli di bidang Teologi.
Menyelenggarakan program Doktor Teologi yang memenuhi standar pendidikan tingkat Doktoral dengan:
mengintensifkan kegiatan penelitian dan pengembangan teologi.
meningkatkan kualitas lembaga penclidikan Teologi dengan menyebarluaskan karya-karya ilmiah/hasil penelitian yang bermanfaat bagi pelayanan dan pengembangan di tengah-tengah gereja dan masyarakat.

BAB III
TUJUAN PROGRAM DOKTOR TEOLOG1

Pasal 4
Program Doktor Teologi bertujuan menghasilkan lulusan yang memiliki kualifikasi sebagai berikut:
Mempunyai kompetensi mengembangkan konsep Teologi melalui penelitian.
Mempunyai kompetensi mengelola, memimpin, dan mengembangkan program Pendidikan Teologi
Mempunyai kompetensi pendekatan interdisipliner dalam berkarya di bidang Teologi sesuai dengan keahliannya.
Mempunyai kompetensi sebagai pelayan gerejawi yang memiliki wawasan akademis dan tanggap terhadap masalah-masalah pengembangan gereja dan masyarakat.
Mempunyai kompetensi menganalisis dan memecahkan masalah kegerejaan dan kemasyarakatan dengan menggunakan disiplin Teologi.

BABIV
PROFIL LULUSAN DOKTOR TEOLOGI

Pasai 5
Profil lulusan Doctor Teologi;

menguasai disiplin Teologi sesuai dengan bidang keilmnannya.
cakap melakukan penelitian dibidang keilmuannya.
cakap mengembangkan bidang keilmuannya.
cakap mendidik dalam bidang keilmuannya.
cakap menyebarluaskan ilmunya.
cakap mengimplementasikan ilmunya secara bertanggung jawab.

BAB V
BEBAN DAN MASA STUDI

Pasal 6
Beban studi Program Doktor Teologi bagi peserta yang berpenclidikan S2 sebidang, sekurang-kurangnya 42 (empat puluh dua ) sks dan sebanyak-banyaknya 50 ( lima puluh. ) sks, yang dijadwalkan untuk 4 ( empat ) semester dan paling lama 10 (sepuluh) semester termasuk penulisan disertasi.
Beban studi Program Doktor Teologi bagi peserta yang berpendidikan 52 tidak sebidang sekurang-kuranguya 80 ( delapan puluh ) sks sebanyak-banyaknya 94 ( sembilan puluh empat) sks. yang dijadwalkan untuk 8 ( delapan ) semester dan paling lama 14 (empat belas) semester termasuk penulisan disertasi.

Pasal 7
Jumlah mata lzuhah tambahan (matrikulasi) bagi mahasiswa lulusan 52 tidak sebidang sejumlalh 38 - 44 sks ditetapkan oleh Perguruan Tinggi Teologi penyelenggara program Doktor Teologi yang bersangkutan dengan persetujuan oleh Direktur. Jenderal Bimas Kristen Departemen Agama.
Rincian mata kubah tersebut diatas dan panduan penyusunan mata-mata kuhab diatur tersendiri oleh Perguruan Tinggi Teologi penyelenggara program Doktor Teologi yang bersangkutan dengan persetujuan Direktur Jenderal Bimas Kristen Departemen

BAB VI
KURIKULUM
Pasal 8
Kerangka kurikulum Program Pascasarjana Stratum Tiga (S3) Doktor Teologi adalah sebagai berikut:
Untuk yang sebidang 42 sks - 50 sks terdiri dari:
Kurikulum Inti (bersama) 6 sks lerdiri dari:
Colloqium Diblicum (Percakapan tentang perkembangan Biblika mutakhir)
Colloqium Thcologicum (Percapakapan tentang perkembangan Teologi)
Colloqium Didacticum (Percapakapan tentang Kependidikan)
Kurikulum bidang studi 16 - 24 sks
Penelitian dan penulisan disertasi (termasuk ujian)....................... 20 sks
Untuk yang Tidak sebidang 80 -- 94 sks tlerdiri dari:
Kurikulum Matrikulasi................................................................... 38 - 44 sks
Kurikulum Inti................................................................................ 6 sks
Kurikulum bidang studi.................................................................. 16 - 24 sks
Penelitian dan Penulisan disertasi (termasuk ujian..)..................... 20 sks
Kurikulum Inti (bersama) terdiri dari Colloqium Biblicum, Colligium Tbeologicum dan Colloquim Didaeticum.
Rincian keseluruhan kurikulum disusun oleb penyelenggara program stratum tiga Doktor Teologi dengan persetujuan Direktur Jenderal.Bimas Kristen Departemen Agama.

BAB. VII
SISTEM DAN PROSES PEMBELAJARAN

Pasal 9
Sistem Pembelajaran dilakukan melalui kegialan sebagai berikut:
perkuliahan
seminar dan lokakaryanya
colloqium(Kolokium)
penelitian
studi Mandiri
asistensi Pembelajaran
bimbingan/konsultasi/Tutorial

Pasal 10
Proses pembelajaran diarahkan pada:
penguasaan pengetabuan pada tatanan filosofis, metodologi, teknis/teologis dan praktis
pembentukan kemandirian serta pengembangan diri secara konsisten
kematangan intelektual
ketajaman daya tangkap yang memungkinkan seseorang mengetabui perkembanganmutakinr dalam gereja, masyarakat dan dunia.

Pasal 11
Prosedur dan Mekanisme pembelajaran
seluruh kegiatan pembelajaran dalam satu semester dilaksanakan dalam 16-18 minggu
prosedur penyelesaian studi Doktor Teologi terdiri dari:
tahap Pertama : Ujian komprehensip
tahap Kedua : Seminar Usulan Disertasi
tahap Ketiga : Ujian Disertasi

BAB VIII
PROSEDUR ADMINISTRASI

Pasal 12
Seluruh prosedur administrasi diatur tersendiri oleh Perguruan Tinggi Teologi yang bersangkutan dengan mengindahkan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


BAB IX
TENAGA PENGAJAR

Pasal 13
Kualifikasi Dosen Program Doktor (S3) adalah sebagai berikut:
bergelar Doktor di bidang T'eologi yang bersifat akademik.
untuk menjadi pembimbing utama berpengalaman mengajar di perguruan tinggi Teologi minimal 3 tahun sesudah Doktor dan sudah menjadi pembimbing pendamping dan anggota Tim pembimbing.
untuk menjadi pembimbing pendamping berpengalaman mengajar di Perguruan Tinggi Teologi sejak yang bersangkutan lulus dari Program Doktor.
Kepangkatan akademik minimal LEKTOR (yang diatur oleh Departemen Agama RI)

BAB X
SISTEM PENILAIAN HAS1L BELAJAR

Pasal 14
Kegiatan dan kemajuan belajar mahasiswa dinilai secara berkala yang terdiri dari : Ujian komprehensip; seminar usulan Disertasi; dan Ujian Disertasi

Pasal 15
penilaian hasil belajar dinyatakan dengan huruf A, D, C, D dan E masing-masing 4, 3,2,1 dan 0
indeks Prestasi Kumulatif (IPK) minimum agar lulus untuk program Doktor adalah IPK = 3,30
Pasal 16
predikat kelulusan terdiri dari 3 (tiga) tingkat yaitu memuaskan, sangat memuaskan, dan dengan Pujian.
nilai yudicium adalah sebagai berikut:
indeks Prestasi Kumulatip (IPK) 3,30 - 3,50 Memuaskan
indeks Prestasi Kumulatip (IPK) 3,51 - 3,70 Sangat Memuaskan
indeks Prestasi Kumulatip (IPK) 3,71 - 4,00 Dengan Pujian


BAB XI
PENGHENTIAN STUDI

Pasal 17
Perguruan Tinggi Teologi dapat menetapkan penghentian studi mahasiswa berdasarkan kriteria yang diatur dalam peraturan akademik masing-masing perguruan Tinggi Teologi.
Ketetapan sebagaimana tersebut dalam ayat (1) tidalz boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB XII
UJIAN NEGARA

Pasal 18
Peserta ujian negara sebagaimana dimaksud pada pasal 1 (10) adaIah mahasiswa yang sudah lulus ujian komprehensip dan seminar proposal
Tata eara yang menyangkut pelaksanaan ujian negara diatur oleh Perguruan Tinggi ieologi penyetenggara dengan persetujuan Direktur Jenderal Dimbingan Masyarakat Kristen Departemen Agama RI.
Peserta ujian Negara telah memiliki NIDA ( Nomor Induk Departemen Agama)


BAB. XIII
IJAZAH DAN GELAR

Pasal 19
Bagi peserta yang telah dinyatakun lulus ujian negara berhak mendapatkan Ijazah dengan gelar Doktor Teologi (Dr.)
Ijazah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditandatangani oleh Panitia Pusat Ujian Negara, Pimpinan Perguruan Tinggi Teologi dan ditandasahkan oleh Direktur Jenderal Bimas Kristen Departemen Agama RI.
Ijazah sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) memiliki kewenangan yang sama dan setaraf dengan ijazah Perguruan Tinggi Negeri.



BAB XIV
PENUTUP

Pasal 20
Hal-hal yang belum diatur di dalam Keputusan ini akan diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal.
Ketentuan-kentuan lain sejauli tidak bertentangan dengan Keputusan ini tetap berlaku. (3.) Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 18 Februari 2004






EKO BASUKI, S.Pd.K.
NIM: 02.11.074/M.Pd.K

Book Review
Nasution, S.  Th… Kurikulum & Pengajaran. Jakarta: Bumi Aksara.

Rangkuman

Pengertian Kurikulum
Kurikulum di pandang sebagai suatu rencana yang di susun untuk melancarkan proses belajar-mengajar di bawah bimbingan dan tanggung jawab sekolah atau lembaga pendidikan beserta staf pengajarnya.
Kurikulum bukan hanya meliputi semua kegiatan yang di rencanakan melainkan juga peristiwa-peristiwa yang terjadi di bawah pengawasan sekolah, jadi selain kegiatan kurikuler yang formal juga kegiatan yang tak formal. Kurikulum yang formal meliputi sebagai berikut: (1)  Tujuan pelajaran, umum dan spesifik. (2) Bahan pelajaran yang tersusun sistematis. (3) Strategi belajar-mengajar serta kegiatan-kegiatannya. (4) Sistem evaluasi untuk mengetahui hingga mana tujuan tercapai
Kurikulum yang tak formal antara lain: pertunjukan sandiwara, pertandingan antar kelas atau antar sekolah, perkumpulan berbagai hobby, pramuka, dan lain-lain.
Salah satu pengalaman dalam pengembangan kurikulum ialah prinsip-prinsip yang di kemukakan oleh Ralp Tyler (1949). Ia mengemukakan  kurikulum di tentukan oleh  4 faktor atau asas utama yaitu: (1) Aspek filosofis. (2) Aspek sosiologi. (3) Aspek Psikologi. (4) Bahan pelajaran.
Proses pengembangan Kurikulum
Dalam pengembangan kurikulum terdapat dua proses utama yakni: (1) Pedoman kurikulum meliputi sebagai berikut: (a) Latar belakang yang berisi rumusan falsafah dan tujuan lembaga pendidikan, populasi yang menjadi sasaran, rasional bidang studi atau matakuliah,struktur organisasi bahan pelajaran. (b) Silabus yang berisi matapelajaran secara lebih terinci yang di berikan yakni skope (ruang lingkup ) dan Squence-nya (urutan pengajarannya). (c) Desain evaluasi termasuk strategi revisi atau perbaikan kurikulum mengenai: bahan pelajaran (scope dan sequence), organisasi bahan dan strategi intruksionalnya. (2) Pedoman instruksional untuk tiap matapelajaran yang di kembangkan berdasarkan silabus.

Pedoman Kurikulum
Pedoman kurikulum disusun untuk menentukan dalam garis besarnya: Apa yang akan di ajarkan (ruang lingkup atau  scope)?  Kepada siapa diajarkan. Apa sebab di ajarkan dengan tujuan apa? Dalam urutan yang bagaimana (sequence).

Langkah-langkah dalam Pengembangan Pedoman Kurikulum
Kumpulkan keterangan mengenai faktor-faktor yang turut menentukan      kurikulum serta latar belakangnya.
Tentukan matapelajaran atau matakuliah yang akan di ajarkan
Rumuskan tujuan tiap mata pelajaran.
Tentukan hasil belajar yang diharapkan dari siswa dalam tiap        matapelajaran
Tentutakan topik-topik tiap mata pelajaran
Tentukan syarat-syarat yang dituntut dari siswa
Tentukan bahan yang harus di baca oleh siswa
Tentukan strategi mengajar yang serasi serta sediakan berbagai      sumber/alat peraga proses belajar mengajar.
Tentukan alat evaluasi hasil belajar siswa serta skala penilaiannya
Buat desain rencana penilaian kurikulum secara kesuluruhan dan        strategi perbaikannya.

Pedoman Instruksional
Pedoman Instruksional di peroleh atas usaha pengajar untuk menguraikan isi pedoman kurikulum agar lebih spesifik sehingga lebih mudah untuk mempersiapkannya sebagai pelajaran dalam kelas. Dengan demikian apa yang diajarkan benar-benar bersumber dari pedoman kurikulum. Namun pedoman instruksional juga mendapat kritikan karena pedoman instruksional terlampau membatasi kebebasan dan kreativitas guru. Pedoman instruksional yang terinci menentukan tujuan instruksional yang spesifik dengan bahan yang khusus pula. Seperti kita ketahui tujuan instruksional khusus pada umumnya terlampau mengutamakan hasil belajar tingkatan kognitif rendah berupa fakta dan informasi yang tidak merangsang siswa untuk berfikir.

Langkah-langkah mendesain Pedoman Instruksional
Untuk mendesain pedoman instruksional dapat di perhatikan langkah-langkah berikut:
Tentukan satu atau dua tujuan untuk tiap topik yang di sebut silabus     matapelajaran, atau biasa TIU ( Tujuan Instruksional umum)
Rumuskan tujuan instruksional khusus ( TIK ) sehingga dapat diamati dan di ukur hasilnya.
Tentukan dua atau tiga macam kegiatan belajar bagi tiap tujuan khusus.
Sediakan sumber dan alat belajar mengajar yang sesuai.
Buat desain penilaian hasil dan kemajuan belajar, cara menilai, alat       menilau untuk tiap tujuan khusus.

Mutu Pendidikan
Pendekatan pengembangan kurikulum dengan menyusun pedoman kurikulum dan pedoman instruksional bertujuan untuk meningkatkan mutu sekolah dan universitas dengan meningkatkan efektivitas mengajar dengan melakukan hal-hal berikut:
Menentukan kerangka umum kurikulum yang dapat di setujui bersama.
Menetapkan standar  minimal untuk tiap matapelajaran atas persetujuan      bersama, agar tiap guru yang mengajarkan matapelajaran yang sama akan berusaha mencapai standar minimal itu, bahkan bila mungkin melebihinya.
Menyediakan sumber belajar dan memanfaatkannya sepenuhnya.
Membantu tenaga pengajar muda dalam merencanakan pelajaran dan dalam proses belajar agar dapat memenuhi standar yang di tetapkan.
Menjamin diadakannya revisi kurikulum secara teratur.


BAB II
DETERMINAN KURIKULUM

Determinan kurikulum atau yang biasa di sebut asas-asas kurikulum. Ada 4 determinan kutirikulum sebagai berikut:
Determinan fisolosofis. Mengembangkan kurikulum tidak hanya menonjolkan falsafah pribadinya, akan tetapi harus mempertimbangkan falsafah negara. Ada 4 alisran utama dalam filsafat yaitu: (1) idealisme, ( 2) realisme, ( 3) pragmatisme, ( 4) eksistensialisme.
Determinan sosiologis. Tiap kurikulum mencerminkan keinginan, cita-cita, tuntutan dan kebutuhan masyarakat. Sekolah memang mendirikan oleh dan untuk masyarakat. Sudah sewajarnya pendidikan harus memperhatikan dan merespons terhadap suara-suara dalam masyarakat.
Determinan psikologis. Determinan ini mempunyai dua dimensi yang saling berkaitan yaitu: (a) Teori belajar. (b). Hakikat pelajar secara individual antara lain berkenaan dengan taraf: motivasi, kesiapan,  kematangan intelektual, kematangan emosional, latar belakang pengalaman.  Teori-teori belajar utama. Ada lima kelompok teori belajar utama yaitu: (1)  Behaviorisme. Seorang behaviorism memandang pelajar sebagai organisme yang merespon terhadap stimulus dari dunia sekitarnya, yang di kenal sebagai S-R atau S-O-R (O = organisme).(2)  Psikologi daya. Menurut penganut aliran ini , belajar ialah mendisiplin dan menguatkandaya-daya mental terutama daya pikir, melalui latihan mental yang ketat. (3) Perkembangan kognitif. Tokoh-tokoh utama aliran ini ialah Jhon Dewey dan Jean Piaget.  Jean Piaget adalah peniliti yang menggunakan metode kualitatif dengan melakukan observasi dan wawancara yang cermat tentang kelakuan anak. Berdasarkan studi inilah ia menemukan tingkat-tingkat perkembangan intelektual anak, yakni tingkat pra-operasional,operasi konkrit dan operasi formal. Jean Piaget menemukan 4 tahap utama dalam perkembangan kognitif-intelektual; (1) tahap senso-motoris, (2) tahap pra-operasional, (3) tahap pra-operasional konkrit, (4) tahap operasional formal.  (4). Teori lapangan (teori Gestalt). Teori lapangan menggunakan konsep behaviorisme dan perkembangan kognitif dengan memasukan unsur "O" (=Organisasi, Individu) di dalam rumus S - R menjadi S - O – R. (5) Teori kepribadian. Ada 5 watak yang mempengaruhi pola motivasi individu yaitu: (1) tipe amoral, (2) tipe “expendient”, (3) tipe konformis, (4) tipe “irrational conscientious”, (5) tipe altruistik rasional.
Tingkatan kebutuhan menurut A Maslow yaitu:  (1) Perwujudan diri (Self actualization). (2) Harga diri (The need for self-esteem). (3) Dicintai dan diterima (The need for love and bilonging). (4) Rasa aman (Safety-related needs). (5) Kebutuhan fisiologis (Psysiological needs).

BAB III
PENDEKATAN-PENDEKATAN DALAM PENGEMBANGAN KURIKULUM
Pendekatan bidang studi ( pendekatan Subjek atau disiplin ilmu). Pendekatan ini menggunakan bidang studi atau matapelajaran sebagai dasar organisasi kurikulum, misalnya matematika, sains, sejarah, IPA, IPS dan sebagainya seperti yang lazim kita dapati dalam sistem pendidikan kita sekarang di semua sekolah dan universitas.
Pendekatan Interdisipliner. Masalah dalam kehidupan tidak hanya melibatkan satu disiplin, akan tetapi memerlukan berbagai ilmu secara interdisipliner dalam pengembangan kurikulum Ada beberapa pendekatan interdisipliner yaitu: (a) pendekatan “Broad- Field”, (b)pendekatan kuriulum inti, (c) pendekatan kurikulum inti di perguruan tinggi, (d) pendekatan kurikulum Fusi.
Pendekatan rekonstruksionisme. Pendekatan ini juga disebut rekonstruksi sosial karena memfokuskan kurikulum pada masalah-masalah penting yang di hadapi dalam masyarakat, seperti polusi, ledakan penduduk, rasialisme, interdepensi global kemiskinan, malapetaka akibat kemajuan teknologi,perang dan damai, keadilan sosial, HAM dll.
Pendekatan Humanistik. Pendekatan humanistik dalam kurikulum didasarkan atas asumsi-asumsi berikut: (1) siswa akan lebih giat belajar dan bekerja bila harga dirinya di kembangkan sepenuhnya. (2) siswa yang diturut-sertakan dalam perencanaan dan pelaksanaan pelajaran akan merasa bertanggung jawab atas keberhasilannya dan sebagainya.
Pendekatan humanistik tampak terutama dalam proses interaksi dalam kelas, dalam suasana belajar, dalam cara menyajikan pelajaran, jadi bukan dalam orientasi falsafahnya.
Pendekatan “Accountability”. Accountability atau pertanggungjawaban lembaga pendidikan tentang pelaksanaan tugasnya kepada masyarakat, akhir-akhir ini tampil sebagai pengaruh yang penting dalam dunia pendidikan, pendekatan ini mulai mendominasi kurikulum dalam seperempat abad akhir-akhir ini.
Pendekatan pembangunan Nasional. Hingga batas  tertentu kurikulum ini terdapat di semua sekolah pendekatan ini mengandung tiga unsur: (1)pendidikan kewarnegaraan, (2) pendidikan sebagai alat pembangunan nasional, (3) pendidikan ketrampilan praktis bagi kehidupan sehari-hari.

BAB IV
TUJUAN PENGAJARAN

Tujuan Pengajaran. Kita telah mengenal tingkatan tujuan dalam pengembangan kurikulum yaitu tujuan institutioal yaitu tujuan yang ingin di capai suatu lembaga pendidikan seperti SD,SM dan perguruan tinggi. Tujuan institusional ,kurikuler, dan mata pelajaran biasanya dicantumkan dalam  bepedoman kurikulum sedangkan tujuan matapelajaran beserta tujuan instruksional umum dan tujuan instruksional khusus terdapat dalam pedoman instruksional.Hasil belajar siswa di rumusan sebagai tujuan instruksional umum  yang di nyatakan dalam bentuk yang lebih spesifik dan merupakan komponen dari tujuan umum mata kuliah atau bidang studi.
Tujuan instruksional umum (TIU)
Tujuan instruksional khusus ( TIK)

BAB V
STRATEGI DAN SUMBER MENGAJAR
Rasional. Strategi dan sumber mengajar bagian yang sangat penting dalam pengembangan kurikulum agar apa yang di rencanakan dapat dilaksanakn dengan sebaik-baiknya. Dengan adanya perencanaan yang cermat mengenai strategi dan sumber mengajar lebih terjamin bahwa kurikulum dapat di wujudkan dan apa yang di ajarkan di kuasai dan dimiliki siswa.
Strategi mengajar. Strategi  mengajar adalah pendekatan umm dalam mengajar dan tidak begitu terinci dan bervariasi di banding dengan kegiatan belajar siswa seperti yang di cantumkan dalam secara instruksional atau persiapan satuan pelajaran.
Sumber mengajar. Sumber mengajar sudah harus di usahakan pada tingkat pedoman kurikulum. Sumber mengajar berupa bahan cetakan, buku pelajaran atau buku referensi, majalah, transparansi. Proyektor, diagram, permainan simulasi, tape, audio  dan video,peta, gambar, dan segala alat serta bahan lainnya yang dapat menunjang proses belajar mengajar.

BAB VI
MENDESAIN RENCANA EVALUASI KURIKULUM

Dasar-dasar Evaluasi Kurikulum. Evaluasi kurikulum bermacam-macam tujuannya, yang paling penting di antaranya yaitu: (1)  Mengetahui hingga manakah siswa mencapai kemajuan ke arah tujuan yang telah di tentukan, menilai efektivitas kurikulum, menentukan faktor biaya, waktu, dan tingkat keberhasilan kurikulum. (2) Desain evaluasi kurikulum mungkin bagian yang paling di anaktirikan dalam pengembangan pedoman kurikulum, dan proses evaluasi mungkin aspek yang paling disalah gunakan dan paling tidak di pahami, akan tetapi sebaliknya evaluasi kurikulum bagian yang paling sulit untuk di laksanakan. Kesulitan evaluasi ialah bahwa, khususnya di perguruan tinggi, para dosen dan guru merasa di kekang akademisnya lalu di pandang sebagai alat kontrol mengenai apa yang mereka ajarkan dan bagaimana mengajarkannya, adapula menganggap bahwa evaluasi itu hanya pemborosan waktu dan tenaga.

Desain Evaluasi
Desain evaluasi menguraikan tentang ( 1) data yang harus dikumpulkan, (2) analisis data untuk membuktikan nilai dan efektivitas kurikulum. Ada lima langkah desain evaluasi yaitu : a) merumuskan tujuan evaluasi. b) medesain proses dan metodologi evaluasi, c) menspesifikkan data yang di perlukan untuk menyusun instrumen bagi proses pengumpulan data, d) mengumpulkan, menyusun, dan mengolah data, e) menganalisis data dan menyusun laporan mengenai hasil-hasil kesimpulan dan rekomendasi.
Tujuan evaluasi. Tujuan evaluasi yang komprehensif dapat di tinjau dari tiga dimensi, yakni dimensi I ( formatif-sumatif), dimensi II ( proses- produk), dan dimensi III ( operasi keseluruhan proses kurikulum atau hasil belajar siswa)
Proses dan Metodologi penilaian. Terdapat berbagai model evaluasi, model yang  digunakan bergantung pada tujuan evaluasi, waktu dan biaya yang tersedia dan tingkat kecermatan dan kespesifikan yang di inginkan. Ada lima model diantaranya : (1)Model diskrepansi provus, (2)model kontingensi-kontingensi stake, (3) model CIPP Sufflebeam,( 4) model transformasi Kualitatif eisner, (5) model Lingkaran –tertutup Corrigan.

BAB VII
DESAIN RENCANA INSTRUKSIONAL PENGAJARAN EFEKTIF

Dasar desain instruksiona. Intruksional memiliki dua dimensi diantaranya adalah: (1) Dimensi kognitif,pengetahuan, ketrampilan. (2)  Dimensi afektif, kematangan, tanggung jawab, inisiatif siswa.Dalam dimensi instruksional yakni dalam situasi kelas yang akan di beri pelajaran, harus di usahakan agar terdapat keselrasan antara kedua dimensi itu, yakni antara bahan dan kemampuan siswa.


Pengajaran efektif
Ahli berperndapat bahwa Pengajaran yang efektif merupakan proses sirkuler, yaitu berupa lingkaran yang setidak-tidaknya terdiri atas 4 komponen adalah: (1) Mengadakan asesmen, mendiagnosis = asesmen atau diagnosis diadakan beberapa fase yakni: (a) pada permulaan proses instruksional. (b) selama proses mengajar. (c) pada akhirnya, masing-masing asesmen mempunyai tujuan sendiri. (2) Perncanaan = perencanaan pengajaran terjadi dua tingkatan yaitu: (a) tingkat kurikulum umum. (b) tingkat instruksional yang spesifik untuk pengajaran dalam kelas ( tingkat mikro). (3) Mengajar efektif. (4) Reinforcement dan latihan = salah satu fungsi mengajar yang paling penting ialah membantu siswa melatih dan memantapkan pelajaran.

BAB VIII
MENGEMBANGKAN KETRAMPILAN BERPIKIR DAN MEMECAHKAN MASALAH

Kompleksitas pemecahan masalah. Pemecahan masalah bukan perbuatan yang sederhana, akan tetapi lebih kompleks dari pada yang di duga pemecahan masalah memerlukan ketrampilan berpikir yang banyak ragamnya termasuk mengamati, melaporkan, mendeskripsi, menganalisis, mengklasifikasi, menafsirkan , mengritik, meramalkan, menarik kesimpulan dan membuat generalisasi berdasarkan informasi yang di kumpulkan dan di olah.
Pendekatan-pendekatan dalam pemecahan masalah. Masalah dapat di hadapi dengan berbagai macam pendekatan bergantung pada kondisi dimana kita berada, pendekatan itu dapat bersifat reaktif, antisipasif, reflektif, atau implusif.
Tipe-tipe berpikir. Kebanyakan pemikiran yang efektif menggunakan cara berpikir divergen dan konvergen pada saat tertentu. Berpikir divergen tampaknya paling bermanfaat pada taraf seseorang memulai proses  pemecahan masalah. Pada saat itu ia menjajagi lingkupan dan batas-btas masalah, mencari dan memproses informasi sambil mengembangkan hipotesis dan pertanyaan yang perlu di cari jawabannya.
Seorang berpikir konvergen bila ia dapat mengendalikan masalah yang di hadapinya. Masalah itu di analisisnya dalam komponen yang lebih kecil yang dapat di pecahkannya.
Proses pemecahan masalah. Langkah-langkah pemecahan masalah yang paling terkenal ialah apa yang di kemukanan oleh Jhon Dewey, yakni: (1) mengidentifikasi dan merumuskan masalah, (2) mengemukakan hipotesa, (3) mengumpulkan data,(4) menguji hipotesis, (5)mengambil kesimpulan.
Cara mengembangkan ketrampilan berpikir taraf tinggi. Proses pemecahan masalah siswa harus menguasai unsur-unsur ketrampilan atau sub skills sebagai syarat bagi proses berpikir.
Unsur-unsur ketrampilan berpikir. (1) mengamati, (2) melaporkan, (3) mengklasifikasi, (4) memberi label, (5) menyusun dan mengurutkan,(6) menginterpretasi, (7) membuat inferensi, (8) memecahkan  problema.

BAB IX
PERENCANAAN INSTRUKSIONAL UNTUK TUJUAN AFEKTIF

Pendidikan afektif, khususnya pendidikan nilai-nilai sejak  dulu telah menjadi bagian integral bagi  pendidikan. Apa gunanya pandai jika tak berakhlak.
Tujuan pendidikan nilai-nilai.Pendidikan nilai-nilai adalah proses membantu siswa menjajaki nilai-nilai yang mereka miliki secara kritis agar meningkatkan mutu pemikiran dan perasaan mereka tentang nilai-nilai. Pendidikan nilai-nilai setidaknya mencakup 4 dimensi utama yaitu: (1) identifikasi nilai-nilai personal dan sosial yang hakiki, (2) inkuiri filosofis atau tinjauan mendalam secara rasional tentang nilai-nilai itu, (3) respons afektif dan emotif terhadap nilai-nilai itu, (4) mengambil keputusan berhubung dengan nilai-nilai itu berdasarkan inkuiri dan respons.

BAB X
PENDIDIKAN AFEKTIF, PERSPEKTIF,
HISTORIS DAN MODEL-MODEL PENDIDIKAN AFEKTIF

Pengaruh filosofi sosial dalam pendidikan afektif. Ada 4 garis pikiran yang memberi pengaruh besar terhadap hakikat pendidikan afektif di dunia barat. Pendekatan-pendekata ini di wakili oleh: (1)Thomas Hobbes,(2) Jean Jaeques, (3) immanuel kant, (4) emile Durkheim.
Pengaruh psikologi terhadap pendidikan afektif. Ada tiga tokoh psikologi yang memberi sumbangan besar kepada pendidikan afektif. Di antaranya : (1) Sigmund freud, (2) Jean Piaget,(3) Jhon Dewey
Pengaruh teori kepribadian terhadap pendidikan afektif. Ada teori kepribadian yang mencoba menjelaskan perkembanga dimensi afektif berdasarkan ciri-ciri moral dalam kepribadian seperti kejujuran, kerelaan dan berkorban dll. Ada pula teori lain yang mengambil pandangan humanistik terhadap motivasi manusia.


Evaluasi secara Keseluruhan Buku

Evaluasi Bagian-bagian Tertentu Buku

Penutup
Buku ini membantu dalam  mengembangkan kurikulum, karena semua orang yang bertanggung jawab dalam dunia pendidikan akan selalu terlibat dengan masalah kurikulum, dalam buku ini juga menguraikan langkah-langkah untuk menerjemahkan pedoman kurikulum menjadi pedoman instruksional dan hal-hal berkenaan dengan masalah-masalah tersebut.
Guru di harapkan mampu memberikan ketrampilan memecahkan masalah terhadap siswa. Hanya saja buku ini terlalu rumit dan penggunaan bahasa yang sangat susah untuk dipahami sehingga perlunya pemahaman yang intensif.Maka dibutuhkan banyak waktu untuk mempelajarinya serta mendiskusikan bersama kelompok untuk memahaminya. ***



TUGAS BOOK REVIEW

Program : M.Pd.K. (S2)
Mata Kuliah : Kurikulum Kontekstual
Mahasiswa : Eric Ananda L
NIM : 02.11.069

Book Review
Hope S. Antone. 2010. Pendidikan Kristiani Kontekstual: Mengembangkan Realitas Kemajemukan dalam Pendidikan Agama. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Ringkasan
Selama beberapa waktu yang cukup lama, pendidikan Kristiani di Asia memiliki kecenderungan mengikuti orientasi teologis gerakan pekabaran injil pada masa permulaan. Pendidikan Kristiani juga memakai dan sangat bergantung pada bahan-bahan dari dunia Barat (Eropa dan Amerika Serikat) yang “diimpor” dari luar Asia yang pada dasarnya sangat berbeda nilai budaya dan pemikirannya. Seiring berjalannya waktu, realita adanya intoleransi dan konflik antar agama yang kerap terjadi dan terus meningkat frekuensinya di berbagai tempat di Asia, membuat para pendidik Kristen Asia disadarkan dan ditantang untuk memikirkan kembali teologi dan praktik pendidikan yang sesuai dan bisa diterima masyarakat dalam konteks Asia. Salah satu jalan adalah mengembangkan pluralisme agama di dalam pluralitas agama-agama di Asia, tujuannya agar Pendidikan Kristiani menekankan dialog dengan orang Asia dari komunitas agama lain. Ungkapan yang dapat digunakan adalah “undangan untuk bergabung dalam komunitas meja makan” sebagai metafora bagi pendidikan agama yang membahas pluralitas dan pluralisme, berbagai peluang yang ditawarkan untuk berdialog dengan persoalan-persoalan seperti globalisasi, ketidakadilan, fundamentalisme, dan sebagainya. Buku ini menjelaskan persoalan dasar dan prospek bagi masa depan pendidikan Kristiani dan pendidikan Agama serta merangsang orang untuk merefleksikan secara lebih strategis dalam konteks dan keberagaman sebagai suatu elemen yang tak terpisahkan dari dunia masa kini.

Evaluasi Secara Keseluruhan Buku
Teologi Asia telah mengalami krisis identitas, karena sering didominasi oleh pemikiran teologis Barat dan khususnya baru-baru ini oleh teologi pembebasan dari Amerika Latin dan teologi pembebasan orang-orang keturunan Afrika-Amerika di Amerika Serikat sehingga sulit menemukan apa yang benar-benar berbeda dalam teologi Asia dibandingkan teologi yang lain. Dalam hal ini bisa dikatakan teologi Asia tidak memiliki identitas diri yang sejati. Identitas yang sejati akan muncul bila kita mulai merasakan dan mengungkapkan kata-kata yang relevan dalam situasi kita, tentunya harus didasarkan pada konteks Asia dan berbicara pada realitas spesifik di wilayahnya. Realitas ini juga mencakup kondisi sosial ekonomi, politik, dan tidak lupa juga kemajemukan budaya dan agama serta bagaimana hal ini berdampak pada kehidupan orang-orang di Asia. Upaya teologi dan pendidikan yang kontekstuallah yang akan berhasil menjawab kebutuhan masyarakat Asia yang sangat majemuk. Teori pendidikan yang kontekstual berarti teori tersebut harus dinamis ketimbang statis sehingga akan tiba waktunya bagi teori itu untuk diubah, dimodifikasi, dibuat mutakhir dan digantikan dengan yang lain karena suatu konteks hidup memerlukan suatu teori pendidikan yang hidup. Bagi pendidikan Kristiani atau pendidikan Agama, para pendidik Kristen harus selalu mengingat dan mendapatkan kembali visi Kristus sendiri mengenai kepenuhan hidup bagi semua orang. Pendidikan agama yang ekumenis dan pluralis akan lebih baik bila dilakukan melalui upaya kolektif dan kolaboratif.
Pergumulan Hope Antone dalam melihat tugas pendidikan Kristen dalam konteks Asia adalah: Hope melihat bahwa pendidikan kristiani dalam konteks Asia sangat baragam dengan budaya dan agama. Bahwa ada berbagai budaya dan berbagai agama di Asia yang mau atau tidak mau orang-orang Asia hidup di dalamnya dan bersamanya. Secara khusus bagi orang Krsiten Asia yang merupakan kelompok minoritas, hal ini tentu merupakan ancaman, dalam arti bahwa dapatkah pendidikan kristiani bergerak melampaui pendektannya yang sering bersifat tertutup dan defensif, serta lebih terbuka terhadap realitas budaya yang lebih luas? Hal ini sesungguhnya yang merupakan pergumulan Hope. Karena konteks Asia yang sangat beragam inilah yang mendorong Hope untuk menyerukan pengembangan suatu pluralism agama-agama di dalam pluralitas agama-agama di Asia, untuk mengubah pendidikan kristiani mereka menjadi pendidikan agama yang menekankan multilog dengan orang Asia dari komunitas agama lain. Karena itu, menurut Hope, konteks Asia memerlukan teori dan praktik pendidikan baru karena teori pendidikan juga dibentuk oleh konteks masyarakatnya. Konteks ikut membentuk teori pendidikan, pendidikan di Asia yang majemuk menyiratkan kemajemukan teori pendidikan. Pada konteks Asia, pendidikan dalam bidang agama tidak hanya menyiratkan kemajemukan dari teori-teori pendidikan, tetapi juga bahwa teori-teori pendidikan ini harus berusaha mengangkat persoalan-persoalan yang menekan dari kemajemukan agama. Penulis mengawali bukunya dengan menekankan konteks sebagai kekuatan besar yang memengaruhi orang-orang karena faktor di mana, kapan dan dengan siapa mereka tinggal. Kekuatan-kekuatan sosial ini yang menurutnya sering diabaikan.

Evaluasi Bagian-Bagian Tertentu Buku

Konsep Teologi yang Dibangun, Menanggapi Tantangan
Konsep teologi yang diusulkan Hope adalah teologi misi. Pada konteks yang sangat plural ini ia sangat menekankan teologi misi karena tujuannya adalah misi dan bukan membawa seseorang pada agama orang lain. Kemudian teologi kontekstual yang mengedepankan prinsip ekumenis dan multicultural yang perlu ditanggapi secara serius dalam membangun pendekatan terhadap pluralitas yang ada. Selanjutnya adalah teologi pluralis dengan gerakkan pluralismenya yang relevan dengan konteks Asia.
Antone menggunakan gambaran dan metafora lain tentang interelasi yang positif di antara masyarakat Asia. Gambaran itu sudah sangat akrab dengan kebudayaan mereka, yaitu percakapan di meja makan (mealtable sharing). Kemajemukan di Asia begitu beragam sehingga yang terjadi bukan dialog, melainkan “multilog” (multilogue) dari beragam agama. Multiarah dari “dialog”, yang disebut “multilog”, bukan hanya terjadi di antara agama-agama tetapi juga terjadi di antara sesama penganut agama tertentu.
Ungkapan “undangan untuk bergabung dengan komunitas meja makan” sebenarnya mengung kan tiga metafora sekaligus. Pertama, suatu komunitas yang dibangun di sekeliling meja dan yang memberikan visi atau tujuan yang ke arahnyalah Pendidlikan Agama berharap bergerak maju. Kedua, meja makan yang di sekitarnya orang-orang berkumpul bersama, yang menggambarkan muatan dan makanan (pendidikan untuk kehidupan) yang dipersiapkan dan dilayani Pendidikan Agama. Ketiga, undanganyang secara alami bersifat terbuka kepada semua orang karena is bersifat bersahabat, mengajak, hangat, dan ramah serta yang mencerminkan proses dan praktik dalam Pendidikan Agama.
Percakapan di meja makan menggambarkan suatu praktik yang biasa dilakukan di banyak tempat di Asia. Hal ini juga menjelaskan suatu praktik yang juga biasa dilakukan pada masa-masa awal zaman Alkitab. Gambaran mengenai undangan mencermin kan keramahtamahan Yesus yang berlimpah, yang membagikan makanan kepada orang-orang yang lapar, yang memecah-mecahkan roti bersama orang yang tersingkirkan dan berdosa, serta yang menawarkan persahabatan bagi orang yang kesepian dan terpinggirkan. Undangan ini mencerminkan gaya hidup Yesus sendiri yang sangat berbelas kasih terhadap orang-orang dan juga mencerminkan persatuan yang penuh sukacita dengan mereka, tidak memandang siapa mereka sebenarnya, tetapi hanya karena sangat berarti sebagai anak-anak Allah. Oleh karena itu, menggunakan metafora ini adalah suatu upaya untuk memulihkan sesuatu yang sudah ada di sana sejak semula, baik dalam arti kultural maupun alkitabiah. Metafora ini sangat kaya akan visi, muatan, dan proses Pendidikan Agama yang ekumenis. secara keseluruhan, percakapan di meja makan menjadi simbol yang sangat kaya menge nai apa yang dipedulikan oleh semua agama dan bagaimana seharusnya ben tuk Pendidikan Agama itu, yang disimbolkan oleh makanan, serta persatuan, yang disimbolkan oleh berbagi makanan.
Implikasi teologinya terhadap prinsip dan praktek pendidikan Kristen.
Implikasi bagi tugas pendidikan Kristen dalam gereja, keluarga dan sekolah meliputi:

Persiapan
Gagasan undangan terbuka dan keramahtamahan dari percakapan di meja makan menyiratkan persiapan yang disengaja, prakarsa yang tulus, dan kepekaan yang tajam dari para pelaku atau pendidik Pendidikan Agama. Dengan kata lain persiapan yang disengaja memerlukan perencanaan dan strategi yang hati-hati, dalam arti melibatkan pemeriksaan seksama sikap ekslusif yang diwariskan dalam pemikiran, teologi, pengajaran, tingkah laku dan tindakan.
Dengan demikian dalam mempersiapkan suatu pendidikan Kristen di Asia para pelaku pendidikan teristimewa para pendidik baik di lingkungan keluarga, gereja maupun sekolah harus mengembangkan sikap, perspektif, dan gaya hidup pluralisme. Persiapan itu harus dilakukakan dengan sengaja penuh kesadaran dana perencanaan yang matang guna mencapai tujuan yang diharapkan.

Tujuan
Pendidikan Agama dilaksanakan dengan alasan hal ini merupakan wujud kesetiaan kepada Allah melalui Yesus Kristus yang telah menunjukkan kasihNya bagi dunia dengan menciptakan hubungan-hubungan yang bermakna dengan semua orang tanpa membedakan latar belakang mereka. Keramahan Allah yang melimpah ini adalah teladan bagi para pelaku pendidikan telah ditunjukkan dalam praktik meja makan.
Makna yang terkandung dalam suatu perjamuan di meja makan adalah mengundang dan mengajak dengan menyajikan kebutuhan mendasar manusia yaitu makan dan minum, maka pendidikan agama juga bertujuan untuk mengundang dan mengajak untuk menghadirkan kebutuhan yang paling manusiawi, memahami, rekonsiliasi, penyembuhan dan pendamaian yang dibutuhkan di Asia dan dunia.
Dengan demikian Pendidikan agama yang dilakukan dalam keluarga, sekolah dan gereja harus dapat mengajak dan mengundang orang atau peserta didik untuk dipenuhi kebutuhannya, Karena itu para pendidik dalam melaksanakan pendidikan agama harus memahami dan mengenal apa kebutuhan mendasar dari peserta didik.

Muatan atau Bahan
Sama seperti makanan apa yang tersedia di atas meja makan, siapa yang menyediakannya, dan bagaimana menyediakannya agar dapat memenuhi kebutuhan mendasar dari orang yang memakannya, maka makanan sebagai muatan Pendidikan Agama Kristen dapat bersifat harfiah maupun kiasan.
Makanan dalam arti harfiah mengacu pada bahan makanan yang tersebar di berbagai komunitas yang berbeda di Asia. Makanan secara harahiah ini yang menjadi simbol bagi kebutuhan paling lazim bagi orang Asia walau ada perbedaan bahasa, ras, budaya dan agama.
Dalam arti kiasan muatan pendidikan agama adalah apa yang sangat dibutuhkan oleh orang Asia untuk menghayati kehidupan dalam kepenuhannya, apa arti hidup damai, dan sebagainya.
Implikasinya bagi pelaksanaan pendidikan di lingkungan keluarga, gereja dan sekolah adalah para pelaku pendidikan khususnya para pendidik atau pengajar setelah menyadari apa yang menjadi kebutuhan para peserta didiknya baik itu anggota keluarga, jemaat maupun siswa, maka yang harus dilaksanakan adalah mengetahui apa yang diperlukan guna memenuhi kebutuhan itu. Materi-materi apa yang hendak diajarkan baik secara teori maupun praktik, bagaimana mendapatkan dan menyajikan materi itu dalam kepelbagian latar belakang yang ada pada peserta didik.

Metodologi
Pendidikan agama yang berdasarkan pada metafora meja makan mengandung metodologi berbagi yang mendalam, jujur, terbuka, partisipatoris dan dialogis. Mengambil pendekatan yang mengundang bukan memaksakan atau memerintah.
Dalam pelayanan pendidikan di keluarga, gereja dan sekolah, metode yang dapat dipakai adalah diskusi, curah pendapat, sharing, main peran yang dapat membangun komunikasi dan merasakan apa yang dirasakan orang lain. Atau membangun kepekaan dan kepedulian terhadap pendapat dan persoalan orang lain.

Para Pendukung
Sama dengan makna yang terkandung dalam jamuan meja makan adalah adanya kerja sama yang baik dari mereka yang menyiapkan jamuan itu, maka pelaksanaan pendidikan agama dalam keluarga, sekolah dan gereja juga saling membutuhkan satu dengan yang lain bahkan membutuhkan pihak lain guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan, Kerja sama itu dapat dilakukan dengan kelompok dari sesama agama ataupun dengan pemeluk agama yang lain. Di gereja, misalnya warga jemaat dan pelayan yang dipercayakan untuk melaksanakan proses pendidikan juga membutuhkan kerja sama dengan orang tua, para guru di sekolah baik persekutuan Kristen yang lain atau agama yang lain guna melaksanakan proses pendidikan.

Penutup


Nama: Muharoma Chomsatuol F., S.Th
Program: S2 (M.Pd.K.)

BOOK REVIEW
Sudjana, Hanna. Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah.2008. Bandung: Sinar Baru Algesindo.

Ringkasan
Salah satu aspek yang berpengaruh terhadap keberhasilan pendidikan nasional adalah aspek kurikulum. Kurikulum merupakan salah satu komponen yang memiliki peran yang strategis dalam sistem pendidikan kurikulum merupakan suatu sistem program pembelajaran untuk mencapai suatu tujuan institusional pada lembaga pendidikan, sehingga kurikulum memegang peranan penting bagi sekolah untuk meningkatkan kualitas para peserta didik.
Pembinaan kurikulum di sekolah ditujukan untuk menjaga, mempertahankan dan mengupayakan agar kurikulum yang telah disusun dan diberlakukan berjalan sebagaimana mestinya, sehingga tujuan-tujuan pendidikan sesuai dengan tingkat dan jenisnya dapat dicapai oleh para siswa. Sedangkan pengembangan kurikulum merupakan upaya lebih lanjut dari pembinaan agar diperoleh nilai tambah menuju peningkatan proses dan kualitas pendidikan di sekolah. Tugas dan tanggungjawab pembinaan dan pengembangan kurikulum di sekolah ada pada kepala sekolah dan guru disamping para supervisor dan tenaga administrator. Oleh sebab itu para kepala sekolah dan guru tidak hanya dituntut menguasai kurikulum dengan segala perangkatnya tetapi juga perlu memiliki wawasan sikap dan kemampuan dalam membina dan mengembangkannya.
Pada Bab I membahas tentang hakikat kurikulum dalam pendidikan yakni tentang pendidikan kurikulum pengajaran, landasan kurikulum, guru dan kurikulum.
Bab II membahas tentang komponen kurikulum yakni antara lain tujuan kurikulum, isi dan struktur kurikulum, strategi pelaksanaan kurikulum dan evaluasi kurikulum.
Bab III membahas tentang organisasi kurikulum antara lain subject matter curriculum, kurikulum aktivitas (Activity curriculum), kurikulum inti (core curriculum).
Bab IV membahas tentang pembinaan kurikulum pendidikan nasional, meliputi : kebijaksanaan pembinaan dan pengembangan kurikulum, pembinaan kurikulum pendidikan dasar, pembinaan kurikulum pendidikan menengah, permasalahan pembinaan dan pengembangan kurikulum.
Bab V membahas tentang pembinaan kurikulum di sekolah, meliputi tentang hakikat pembinaan kurikulum di sekolah, ruang lingkup pembinaan kurikulum, guru dan upaya pembinaan kurikulum, peranan kepala sekolah dalam pembinaan kurikulum.
Bab VI membahas tentang evaluasi kurikulum, yang berisi tentang hakikat evaluasi kurikulum, dimensi evaluasi kurikulum, prinsip evaluasi kurikulum, bentuk evaluasi kurikulum, langkah-langkah evaluasi kurikulum.
Bab VII membahas tentang prosedur pembaharuan kurikulum, langkah kerja pembaharuan kurikulum, mekanisme pembaharuan kurikulum, masalah-masalah dalam proses mekanisme pembaharuan kurikulum.
Bab VIII membahas tentang unsur-unsur baru dalam kurikulum, yang berisi tentang hakikat unsur baru dalam kurikulum, tujuan dan program unsur baru, pengembangan kurikulum muatan lokal.


Evaluasi  secara Keseluruhan Buku
Dari hasil pembacaan terhadap buku Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah tulisan Dr. H. Nana Sudjana ini ada beberapa kekuatan dan kelemahan yang terdapat di dalamnya. Dari segi kekuatan buku ini adalah terletak pada fokus pembahasannya yang mengupas pentingnya pembinaan kurikulum. Pembahasan mengenai pembinaan kurikulum ini sangat penting mengingat secara factual selalu terjadi kesenjangan yang lebar antara kurikulum potensial dengan kurikulum actual, atau dalam istilah lain antara kurikulum in book dengan kurikulum in action. Fakta di lapangan sering kali menunjukkan kurikulum yang ideal secara konseptual dalam tataran implementasi menjadi “amburadul” atau setidaknya tidak sepenuhnya sesuai dengan harapan karena kurangnya sosialisasi apalagi pembinaannya secara berkelanjutan. Tidak jarang guru sebagai ujung tombak pelaksana kurikulum dibuat kebingungan disebabkan rendahnya pemahaman terhadap konsep kurikulum itu sendiri. Sebagai contoh dalam kurikulum KTSP dengan semangat desentralisasi dan pemberdayaan potensi lokal satuan pendidikan sering kali dipandang bukan sebagai upaya pemberdayaan tapi “pemperdayaan” yakni pengalihan beban tugas atau kebijakan dari atas ke bawah. Hal ini tampaknya belum dibarengi studi analisis kesiapan dan kemampuan pada tingkat operasional di tingkat bawah. Apalagi mengingat disparitas kualitas pendidikan yang sangat lebar dan luasnya sasaran kurikulum di Negara kita. Perubahan kebijakan dari sentralisasi kepada desentralisasi tidak serta merta diikuti perubahan budaya dan paradigma yang tentunya membutuhkan waktu yang tidak singkat.
Kenyataanya adalah ketika kebijakan sudah berparadigma desentralisasi, pada level bawah orang masih berfikir sentralistik sehingga ketika satuan pendidikan menyusun dokumen KTSP sering ditemukan hanya mengadopsi atau bahkan plagiasi milik sekolah lain. Di sinilah letak urgensi pembinaan kurikulum. Secara umum,buku ini masih sangat relevan sebagai bahan kajian dan referensi bagi para praktisi pendidikan dalam implementasi kurikulum.
Selain kekuatan sebagaimana dipaparkan di atas ada beberapa kelemahan yang terdapat di dalam buku ini, antara lain masih adanya istilah-istilah teknis yang saat ini sudah tidak relevan dan aktual untuk digunakan, seperti istilah GBPP, satuan pelajaran, tujuan instruksional dan lain-lain. Namun tentunya karena buku ini lahir dalam konteks penerapan kurikulum era 1980an dan 1990an justru ini dapat menjadi nilai lebih buku ini karena dari perspektif historis ini justru mampu menjelaskan dan menggambarkan sejarah perjalanan penerapan kurikulum di Indonesia. Selain hal itu, buku ini tidak membedakan secara jelas antara istilah pengembangan kurikulum dengan pembaharuan kurikulum dan menganggap keduanya sebagai istilah yang identik dan interchangeable. Padahal secara prinsip keduanya tidak sepenuhnya identik. Meskipun keduanya sama-sama ada kontinuitas dengan penerapan kurikulum sebelumnya namun untuk pembaharuan kurikulum kontinuitas itu tampaknya lebih kecil. Pembaharuan berarti mengambil hal-hal yang baru dan membuang yang telah usang. Sedangkan pengembangkan lebih kepada tetap mempertahankan hal yang lama disertai upaya untuk meningkatkannya. Dari penjelasan ini tampaknya penulis buku ini kurang konsisten dalam menggunakan istilah pengembangan kurikulum dengan pembaharuan kurikulum. Pada judul dan kupasan landasan teoritik penulis lebih menggunakan istilah pengembangan kurikulum namun dalam kupasan isi buku istilah pengembangan kurikulum tidak muncul dan berganti menjadi pembaharuan kurikulum.




Evaluasi secara Bagian-Bagian Tertentu Buku

Hakikat Kurikulum dalam Pendidikan
Saya setuju dengan pendapat penulis bahwa kurikulum sangat penting sebab merupakan ujung tombak keberhasilan suatu sekolah. Peranan guru sangat penting sebagai pelaksana pembelajaran di Sekolah. Secara umum kemampuan guru yang paling utama adalah: menguasai bidang keilmuwan yang diajarkanya, terampil melaksanakan proses pengajaran sehingga mampu mendidik dan mengajar siswa, bersikap positive thingking. Disinalah pentingnya kompetensi profesional guru dalam mewujudkan dan melaksanakan kurikulum, sehingga niat dan harapan dalam kurikulum potensial dapat dikuasai dan dimiliki anak didik. Secara umum kompetensi guru mengacu kepada tiga hal, yaitu: kompetensi pribadi, kompetensi profesional, dan kompetensi kemasyarakatan.

Pembinaan Kurikulum Nasional
Fakta di lapangan sering kali menunjukkan bahwa kurikulum tidak sepenuhnya sesuai dengan harapan karena kurangnya sosialisasi apalagi pembinaannya secara berkelanjutan. contoh dalam kurikulum KTSP dengan semangat desentralisasi dan pemberdayaan potensi lokal satuan pendidikan sering kali dipandang bukan sebagai upaya pemberdayaan tapi “pemperdayaan” yakni pengalihan beban tugas atau kebijakan dari atas ke bawah. Hal ini tampaknya belum dibarengi studi analisis kesiapan dan kemampuan pada tingkat operasional di tingkat bawah. Apalagi mengingat disparitas kualitas pendidikan yang sangat lebar dan luasnya sasaran kurikulum di Negara kita. Perubahan kebijakan dari sentralisasi kepada desentralisasi tidak serta merta diikuti perubahan budaya dan paradigma yang tentunya membutuhkan waktu yang tidak singkat.

Penutup
Pembinaan kurikulum adalah kegiatan mempertahankan dan menjaga pelaksanaan kurikulum yang ada dengan maksud untuk mencapai hasil yang lebih baik. Dapat disimpulkan Bahwa pengembangan kurikulum merupakan suatu proses yang merencanakan, menghasilkan suatu alat yang lebih baik dengan di dasarkan pada hasil penilaian terhadap kurikulum yang telah berlaku, sehingga dapat memberikan kondisi belajar-mengajar yang lebih baik atau Pengembangan kurikulum adalah kegiatan untuk menghasilkan kurikulum baru melalui langlah-langkah penyusunan kurikulum atas dasar hasil penilaian yang di lakukan selama periode waktu tertentu.
Pembinaan kurikulum merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi proses pendidikan di suatu negara. Di Indonesia, pembinaan kurikulum dilaksanakan secara Struktural, Fungsional, Kolegial dan Personal.
Ruang lingkup pembinaan kurikulum di sekolah mencakup semua komponen kurikulum terutama yang mempengaruhi anak didik. Adanya peran dan posisi yang berbeda antara kepala sekolah dengan guru, maka ruang lingkup pembinaan kurikulum dapat dibedakan menjadi dua kategori, yakni pembinaan kurikulum
Sebagai Kepala Sekolah, guru dan staf lainnya sebaiknya dalam merencanakan suatu pembelajaran agar peserta didiknya berhasil dalam mencapai tujuan pembelajaran, maka perlu kerjasama yang kompak dalam menentukan perencanaan yang akan di sampaikan. Khususnya dalam kurikulum pendidikan, harus tetap terjaga supaya berjalan dengan baik.***

Nama: Januari Sarumaha, S.Th

Book Review
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2013. Pengembangan Kurikulum:
 Teori dan Praktek. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Ringkasan
Kurikulum sebagai rancangan pendidikan mempunyai peranan yang cukup besar dalam menentukan jenis dan kualitas pengetahuan serta pengalaman yang memungkinkan para lulusan memiliki wawasan global. Berdasarkan perkembangannya, kurikulum memiliki tiga konsep, yakni kurikulum sebagai substansi, sebagai sistem dan sebagai bidang studi. Jika konsep-konsep tersebut diterapkan dalam kurikulum maka teori kurikulum dapat dirumuskan sebagai suatu perangkat pernyataan yang memberikan makna terhadap kurikulum sekolah yang terjadi karena adanya penegasan hubungan antara unsur-unsur kurikulum, karena adanya petunjuk perkembangan, penggunaan dan evaluasi kurikulum.
Dalam pengembangan kurikulum, terdapat beberapa landasan utama yakni landasan filosofis (cinta akan kebijakan), landasan psikologis (setiap individu memiliki aspek psikologis yang berbeda-beda), landasan sosial budaya (tujuan, isi, dan proses pendidikan harus sesuai dengan kondisi, karakteristik, kekayaan dan perkembangan masyarakat tertentu) serta perkembangan ilmu dan teknologi (ilmu pengetahuan tidak hanya untuk ilmu, melainkan untuk bidang-bidang lain / “teknologi”). Proses pelaksanaan dan hasil pendidikan sangat ditentukan oleh landasan-landasan tersebut. Jadi jika, landasan-landasan tersebut “kokoh” maka manusia (dalam hal ini para lulusan) akan kokoh pula, tetapi jika lemah maka manusia akan “ambruk”.
Pendidikan terdiri atas empat aliran dan hal tersebut menjadi acuan utama dalam macam-macam model konsep kurikulum. Model konsep kurikulum dari teori pendidikan klasik disebut kurikulum subjek akademis, pendidikan pribadi disebut kurikulum humanistik, teknologi pendidikan disebut kurikulum teknologis dan pendidikan interaksionis disebut kurikulum rekonstruksi sosial. Kurikulum subjek akademis lebih mengutamakan isi pendidikan, yang diambil dari setiap disiplin ilmu. Kurikulum humanistik dibangun atas dasar konsep aliran pendidikan pribadi dari John Dewey (progressive education) dan J.J. Rousseau (romantic education). Aliran ini lebih mengutamakan siswa, karena siswa adalah yang pertama dan utama dalam pendidikan. Kurikulum interaksionis lebih memusatkan perhatian pada masalah-masalah yang dihadapinya dalam masyarakat. Sedangkan kurikulum teknologis lebih menekankan pada media yang digunakan. Jika dahulu, menggunakan teknologi sederhana seperti papan tulis dan kapur, pena dan tinta, sabak dan grip dll. Dalam tahap perkembangan selanjutnya, kurikulum menggunakan teknologi yang lebih maju, seperti audio dan kaset video, overhead projector, film slide, motion film, mesin pengajaran, computer, CD-rom dan internet.
Kurikulum dapat diumpamakan sebagai suatu organisme manusia ataupun binatang, yang memiliki susunan anatomi tertentu. Komponen-komponen dari anatomi tubuh kurikulum adalah tujuan, isi atau materi, proses atau sistem penyampaian dan media serta evaluasi. Hal-hal yang berkaitan dengan pengorganisaian komponen-komponen kurikulum tersebut disebut desain kurikulum. Penyusunan desain kurikulum dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu dimensi horizontal (berkenaan dengan penyusunan dari lingkup isi kurikulum) dan vertikal (penyusunan sekuens bahan berdasarkan urutan kesukaran).
Konsep kurikulum ada yang mengutamakan isi dan ada yang mengutamakan konsep. Keberhasilan pengajaran atau pelaksanaan suatu kurikulum sangat dipengaruhi kondisi dan aktivitas siswa, guru serta para pelaksana kurikulum lainnya seperti kondisi lingkungan fisik, sosial budaya dan psikologi sekitar serta kondisi dan kelengkapan sarana-prasarana baik di sekolah maupun dalam keluarga. Hal pokok dalam proses pendidikan adalah peranan struktur bahan dan hal tersebut menjadi pusat kegiatan, proses belajar menekankan pada berpikir intuitif, masalah kesiapan dalam belajar, dorongan untuk belajar serta cara membangkitkan minat dan motif belajar.
Prinsip-prinsip pengembangan kurikulum terdiri atas dua, yakni prinsip umum dan prinsip khusus. Prinsip umum terdiri atas prinsip relevansi, fleksibilitas, kontinuitas, praktis dan efektivitas. Sedangkan prinsip khususnya berkenaan dengan penyusunan tujuan pendidikan, isi pendidikan, pengalaman belajar dan penilaian. Pihak-pihak yang turut berpartisipasi dalam pengembangan suatu kurikulum administrator pendidikan, ahli pendidikan, ahli kurikulum, ahli bidang ilmu pengetahuan, guru-guru dan orang tua murid serta tokoh-tokoh masyarakat. Dengan demikian, jika semua pihak bekerja sama, saling membangun, mau bekerja sesuai dengan bagiannya masing-masing dan tidak ada pihak yang dirugikan, maka kurikulum dapat diterapkan dan dikembangkan dengan baik. Tetapi, jika ada suatu pihak yang bekerja tidak sesuai dengan bidangnya atau ada pihak yang dirugikan (tidak ada kesesuaian antara pekerjaan dengan feedback / gaji), maka penerapan dan pengembangan kurikulum akan mengalami banyak hambatan.
Dalam pengembangan kurikulum, terdapat banyak model yang dapat digunakan, di antaranya the administrative model (inisiatif dan gagasan pengembangan datang dari para administrator pendidikan serta menggunakan prosedur administrasi), the grass roots model (inisiatif dan gagasan pengembangan datang dari guru-guru atau sekolah), beaucham’s system (dikemukakan oleh Beauchamp). Beauchamp mengemukakan lima langkah dalam pengembangan suatu kurikulum, yakni menetapkan arena atau lingkup wilayah, menetapkan personalia, organisasi dan prosedur pengembangan kurikulum, implementasi kurikulum serta evaluasi kurikulum. The demonstration model (diprakarsai oleh sekelompok guru atau sekelompok guru bekerja sama dengan ahli yang bermaksud mengadakan perbaikan kurikulum), taba’s inverted model (dikemukakan Taba). Menurut Taba, langkah-langkah dalam pengembangan kurikulum adalah mengadakan unit-unit eksperimen bersama guru-guru, menguji unit eksperimen, mengadakan revisi dan konsolidasi, pengembangan keseluruhan kerangka kurikulum serta implementasi dan diseminasi. Roger’s interpersonal relations model yang dikemukakan Rogers, the systematic action-research model yang didasarkan pada asumsi bahwa perkembangan kurikulum merupakan perubahan sosial, dan yang terakhir adalah emerging technical models yang berpendapat bahwa perkembangan bidang teknologi dan ilmu pengetahuan serta nilai-nilai efisiensi efektivitas dalam bisnis juga mempengaruhi perkembangan model-model kurikulum.
Evaluasi kurikulum memegang peranan penting baik dalam penentuan kebijaksanaan pendidikan pada umumnya, maupun pada pengambilan keputusan dalam kurikulum. Hasil evaluasi kurikulum juga dapat digunakan oleh guru, kepala sekolah dan para pelaksana pendidikan lainnya dalam memahami dan membatu perkembangan siswa, memilih bahan pelajaran, memilih metode dan alat-alat bantu pelajaran, cara pemilihan serta fasilitas pendidikan lainnya. Evaluasi kurilukum sulit dirumuskan secara tegas karena berkenaan dengan fenomena-fenomena yang terus berubah, objeknya adalah sesuatu yang berubah-ubah sesuai dengan konsep kurikulum yang digunakan dan evaluasi kurikulum merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh manusia yang sifatnya berubah. Peranan kebijaksanaan dalam kurikulum khususnya, pendidikan umumnya minimal berkenaan dengan evaluasi sebagai moral judgement, evaluasi dan penentuan keputusan, evaluasi, dan konsensus nilai.
Evaluasi kurikulum merupakan suatu tema yang luas, meliputi banyak kegiatan, meliputi sejumlah prosedur bahkan dapat merupakan suatu lapangan studi yang berdiri sendiri. Evaluasi kurikulum juga merupakan suatu fenomena yang multifaset, memiliki banyak segi. Berkaitan dengan perkembangan evaluasi kurikulum yang berkenaan dengan evaluasi kurikulum sebagai fenomena sejarah, suatu elemen dalam proses sosial dihubungkan dengan perkembangan pendidikan, maka model evaluasi yang dapat digunakan adalah evaluasi model penelitian, evaluasi model objektif dan model campuran multivariasi.
Pendidikan berintikan interaksi antara pendidik (guru) dan peserta didik (siswa) untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan. Sebagai pendidik profesional, guru bukan saja dituntut melaksanakan tugasnya secara profesional, tetapi juga harus memiliki pengetahuan dan kemampuan profesional. Berdasarkan konsep pendidikan ditemukan perbedaan peranan guru. Pertama, dalam konsep pendidikan klasik, guru berperan sebagai penerus dan penyampai ilmu.  Kedua, konsep teknologi pendidikan, guru adalah pelatih kemampuan. Ketiga, konsep interaksional guru berperan sebagai mitra belajar. Keempat, konsep pendidikan pribadi, guru lebih berperan sebagai pengarah, pendorong dan pembimbing. Peranan guru baik dalam model sentralisasi maupun desentralisasi dapat dilihat dalam tahap perancangan, pelaksanaan dan evaluasi. Oleh karena itu, seorang guru hendaknya seorang yang telah belajar di lembaga pendidikan guru yang sesuai dengan standar atau sesuai dengan model pendidikan guru berdasarkan kompetensi (competence based teacher education).
Pengembangan kurikulum tidak dapat dilepas pisahkan dengan ilmu lain. Karena, landasan utama pengembangan kurikulum adalah landasan filosofis, landasan psikologis, landasan sosial budaya serta perkembangan ilmu dan teknologi.  Oleh karena, pihak-pihak yang berpartisipasi dalam pengembangan kurikulum hendaknya mempelajari bahkan harusnya fasih dalam bidang filsafat, psikologis, paham keadaan sosial budaya Negara, kabupaten atau kecamatan sebagai tempat/daerah berlakunya kurikulum serta mampu mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi. Sangat disayangkan, jika pihak yang terus terlibat dalam pengembangan kurikulum (administrator, guru dan orang tua), tidak bisa mengetik atau mengoperasikan komputer dan tidak mau mempelajari psikologi anak didik.

Evaluasi  secara Keseluruhan Buku
Evaluasi dari keseluruhan buku adalah: Tidak ada pengertian kurikulum yang merupakan “pendirian” atau kesimpulan dari penulis. Penulis hanya menjabarkan beberapa pengertian kurikulum dari berbagai sumber. Tetapi, dari hasil sumber yang dijabarkan dapat disimpulkan bahwa penulis menyetujui pengertian kurikulum secara sempit, yakni kurikulum merupakan rancangan pembelajaran (hlm 3), kumpulan mata-mata pelajaran yang harus disampaikan guru dan harus dipelajari siswa (hlm 4) dan dari pembagian kurikulum, yakni official atau written curriculum merupakan kurikulum resmi yang tertulis dan merupakan acuan bagi pelaksanaan pengajaran dalam kelas serta actual curriculum merupakan kurikulum nyata yang dilaksanakan oleh guru-guru (hlm 194).
Secara keseluruhan isi buku ini sangat bagus dan sesuai dengan judulnya, Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktik. Selain itu, buku ini juga memaparkan macam-macam model konsep kurikulum tanpa menyinggung jenis kurikulum tentang iman di agama tertentu. Menurut saya, penulis hanya berfokus pada pengembangan kurikulum secara umum.


Evaluasi Bagian-bagian Tertentu Buku

Pengembangan Kurikulum
Pihak-pihak yang berpartisipasi dalam pengembangan kurikulum adalah administrator pendidikan, ahli pendidikan, ahli kurikulum, ahli bidang ilmu pengetahuan, guru-guru dan orang tuan murid serta tokoh-tokoh masyarakat. Dari pihak-pihak tersebut yang secara terus menerus terlibat dalam pengembangan kurikulum adalah administrator, guru dan orang tua. Oleh karena, itu seorang guru, haruslah menjadi seorang guru yang profesional. Sebagai pendidik profesional, guru bukan saja dituntut melaksanakan tugasnya secara profesional, tetapi juga harus memiliki pengetahuan dan kemampuan profesional. Guru harus menempuh studi di bidang keguruan, seperti FKIP, IKIP, STKIP. Berkaitan dengan keterlibatan orang tua dalam pengembangan kurikulum, masih kurang berjalan dengan baik. Karena masih banyak orang tua yang tidak menyadari akan tugas tersebut. Mengingat, tugas ini sangat penting memberi muatan tulisan tentang peranan orang tua dalam pengembangan kurikulum.

Evaluasi Kurikulum
Pada bagian B. Konsep Kurikulum (hlm 174) dikatakan bahwa kurikulum merupakan daerah studi intelek yang cukup luas. Pada bagian ini, saya kurang setuju karena menurut saya kurikulum hendaknya tidak hanya menjadi bagian dari intelek (kognitif) tetapi juga harus menyentuh afektif dan psikomotorik.

Penutup





Nama: ERNA SETIYANINGRUM

Book Review
Rusman.2012. Manajemen Kurikulum. Jakarta: Rajawali.

Ringkasan
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran  untuk mencapai tujuan pendidkan tertentu. Menurut Saylor, Alexander, dan Lewis (1974) kurikulum merupakan segala upaya sekolah untuk mempengaruhi siswa agar dapat belajar, baik dalam ruangan kelas maupun di luar sekolah. Sementara itu, Harold B. Alberty (1965) memandang kurikulum sebagai semua kegiatan yang diberikan kepada siswa di bawah tanggung jawab sekolah (all of the activities that are provided for students by the school)
Manajemen kurikulum adalah sebagai suatu system pengolahan kurikulum yang  kooperatif, komprehensif, sistemik, dan sistematik dalam rangka mewujudkan ketercapaian tujuan kurikulum. Dalam pelaksanaannya, manajemen kurikulum harus dikembangkan sesuai dengan konteks Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Oleh karena itu, otonomi yang diberikan pada lembaga pendidikan atau sekolah dalam mengelola kurikulum secara mandiri dengan memprioritaskan kebutuhan dan ketercapaian sasaran dalam visi dan misi lembaga pendidikan atau sekolah tidak mengabaikan kebijaksanaan nasional yang telah di tetapkan.
Manajemen kurikulum merupakan bagian integral dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Lingkup manajemen meliputi perencannaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan evaluasi kurikulum. Pada tingkat satuan pendidikan kegiatan kurikulum nasional (standar kompetensi/kompetensi dasar) dengan kebutuhan daerah dan kondisi sekolah yang bersangkutan, sehingga kurikulum tersebut merupakan kurikulum yang integritas dengan peserta didik maupun dengan lingkungan dimana sekolah itu berada.
Produkivitas, hasil yang akan diperoleh dalam kegiatan kurikulum merupakan aspek yang harus di pertimbangkan dalam manajemen kurikulum.
Demokrativitas, pelaksanaan manajemen kurikulum harus berasaskan demokrasi yang menempatkan pengelola, pelaksana dan subjek didik pada posisi yang seharusnya dalam melaksanakan tugas dengan penuh tanggung jawab untuk mencapai tujuan kurikulum.
Kooperatif, untuk memperoleh  hasil yang diharap kan dalam kegiatan mana jemen kurikulum perlu adanya kerja samayang positif dari berbagai pihak yang terlibat.
Efektivitas dan efisiensi, rangkaian kegiatan manajemen kurikulum harus mempertimbangkan efektivitas dan efesiensi untuk mencapai tujuan kurikulum sehingga kegiatan manajemen kurikulum tersebut memberikan hasil yang berguna dengan biaya, tenaga, dan waktu yang relatif singkat.
Mengarahkan visi, misi, dan tujuan yang ditetapkan dalam kurikulum, proses manajemen kurikulum harus dapat memperkuat dan mengarahkan visi, misi, dan tujuan kurikulum.
Tugas dan peran kepala sekolah yang harus dimiliki berkenaan dengan manajemen kurikulum, yaitu berhubungan dengan kompetensi kepala sekolah dalam memahami sekolah sebagai system yang harus dipimpin dan dikelola dengan baik, diantaranya adalah pengetahuan tentang manajemen itu sendiri. Kemampuan dalam mengelola ini nantinya akan dijadikan sebagai pegangan cara berpikir, cara mengelola, dan cara menganalisis sekolah dengan cara berpikir seorang manajer.
Evaluasi kurikulum secara legal formal tertuang dalam pasal 57 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional sebagai dasar bagi pelaksanaan evaluasi kurikulum. Isi dari Pasal 57 ayat (1) berbunyi “evaluasi dilakukan dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional sebagai bentuk akunbilitas penyelenggarakan pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan” , selanjutnya ayat (2) menyebutkan “Evaluasi dilakukan terhadap peserta didik, lembaga, dan program pendidikan pada jalur formal dan nonformal untuk semua jenjang, satuan, dan jenis pendidikan”
Kriteria kenaikan kelas harus dipahami betul oleh kepala sekolah maupun guru sehingga tidak terjadi kesalahan dalam mengambil suatu keputusan yang keliru.
Bahan ajar yang dipelajari siswa sebaiknya tidak hanya berdasarkan pada buku teks pelajaran, melainkan perlu menggunakan  dan mengembangkan berbagai bahan ajar melalui media dan sumber belajar yang sesuai dengan topik bahasan.
Kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran dan pelayanan konseling untuk membantu pengembangan siswa sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat (interest) mereka melalui kegiatan yang secara khusus di selenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di sekolah atau madrasah.
Keberhasilan suatu kurikulum akan optimal apabila didukung oleh kegiatan ekstrakurikuler dan kokurikuler yang dikelola secara efektif dan profesional.
Perencanaan kurikulum adalah perencanaan kesempatan-kesempatan belajar yang dimaksudkan untuk membina siswa kearah perubahan tingkah laku yang di inginkan dan menilai sampai mana perubahan-perubahan telah terjadi pada diri siswa. Di dalam perencanaan kurikulum minimal ada lima hal yang memengaruhi perencanaan dan pembuatan keputusan, yaitu filosopis, konten/materi, manajemen pembelajaran, pelatihan guru, dan system pembelajaran.
Kurikulum adalah semua pengalaman yang telah direncanakan untuk mempersiapkan siswa mencapai tujuan pendidikan. Perencanaankurikulum mencakup pengumpulan, pembentukan, sintesis, menyeleksi informasiyang relevan dari berbagai sumber. Kemudian informasi yang didapat digunakan untuk mendesain pengalaman belajar sehingga siswa dapat memperoleh tujuan kurikulum yang diharapkan.
Tujuan perencanaan kurikulum dikembangkan dalam bentuk kerangka teori dan penelitian terhadap kekuatan sosial, pengembangan masyarakat, kebutuhan, dan gaya belajar siswa. Beberapa keputusan harus dibuat ketika merencanakan kurikulum dan keputusan tersebut harus mengarah pada spesifikasi berdasarkan kriteria. Merencanakan pembelajaran merupakan bagian yang sangat penting dalam perencanaan kurikulum karena pembelajaran mempunyai pengaruh terhadap siswa daripada kurikulum itu sendiri.
Kurikulum inti merupakan bagian dari kurikulum terpadu (integrated curriculum). Beberapa karakteristik yang dapat di kaji dalam kurikulum ini adalah (1) kurikulum ini direncanakan secara berkelajutan (continue) selalu berkaitan dan di rencanakan secara terus-menerus; (2) isi kurikulum yang dikembangkan merupakan rangkaian dari pengalaman yang saling berkaitan; (3) isi kurikulum selalu mengambil atas dasar masalah maupun problema yang di hadapi secara aktual; (4) isi kurikulum cenderung mengambil atau mengangkat subtansi yang bersifat pribadi maupun sosial ; (5) isi kurikulum ini lebih di fokuskan berlaku untuk semua siswa sehingga kurikulum ini sebagai kurikulum umum, tetapi subtansinya bersifat problema, pribadi, sosial, dan pengalaman yang terpadu.
Menurut S. Hamid Hasan (2008:32), evaluasi kurikulum dan evaluasi pendidikan memiliki karakteristik yang tak terpisahkan. Karakteristik itu adalah lahirnya berbagai definisi untuk suatu istilah teknis yang sama. Demikian pula dengan evaluasi yang diartikan oleh berbagai pihak dengan berbagai pengertian. Hal tersebut disebabkan filosofi keilmuan yang dianut seseorang berpengaruh terhadap metodologi evaluasi, tujuan evaluasi, dan pada gilirannya terhadap pengertian evaluasi.
Lima fungsi penting evaluasi pendidikan menurut Eisner (1979), yaitu (1) untuk mendiagnosis; (2) untuk merevisi kurikulum; (3) untuk membandingkan; (4) untuk mengantisipasi kebutuhan pendidikan; dan (5) untuk menentukan apakah tujuan pembelajaran sudah tercapai.
Tujuan evaluasi adalah penyempurnaan kurikulum dengan cara mengungkapkan proses pelaksanaan kurikulum yang telah berhasil mencapai tujuan yang telah di tetapkan.
Evaluasi kurikulum di maksudkan untuk memeriksa kinerja kurikulum secara keseluruhan di tinjau  dari berbagai kriteria. Indikator  kinerja yang dievaluasi adalah efektivitas, efesien, relevansi, dan kelayakan (feasibility) program.
Teori konstruktivisme dalam belajar adalah suatu pendekatan dimana siswa harus secara individual menemukan dan mentransformasikan informasi yang kompleks, memeriksa informasi dengan aturan yang ada dan merevisi bila perlu (Soejadi dalam teti sobari, 2006:15). Menurut salvin (2007), pembelajaran kooperatif menggalak siswa berinteraksi secara aktif dan positif dalam kolompok. Ini membolehkan pertukaran ide dan pemeriksaan ide sendiri dalam suasana yang tidak terancam, sesuai dengan falsafah konstruktivisme. Dengan demikian, pendidikan hendaknya mamu mengondisikan dan memberikan dorongan untuk dapat mengoptimalkan dan membangkitkan potensi siswa, menumbuhkan aktivitas serta daya cipta (kreatifitas) sehingga akan menjamin terjadinya dinamika di dalam proses pembelajaran. Dalam teori konstruktivisme Ini lebih mengutamakan pada pembelajaran siswa yang di hadapkan pada masalah-masalah kompleks untuk dicari solusinya, selanjutnya menemukan bagian bagian yang lebih sederhana atau keterampilan yang di harapkan. Model pembelajaran ini di kembangkan dari teori belajar konstruktivisme yang lahir dari gagasan piaget dan Vygotsky. Berdasarkan penelitian piaget yang pertama dikemukakan bahwa pengetahuan itu di bangun dalam pikiran anak. (Ratna, 1988:181).
Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan bentuk pembelajaran dengan cara  siswa belajar dan bekerja dalam kelompok kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen.
Pada hakikatnya cooperative learning sama dengan kerja kelompok. Oleh karena itu, banyak guru yang mengatakan tidak ada sesuatu yang aneh dalam cooperative learning karena mereka beranggapan telah bisa melakukan pembelajaran cooperative learning dalam bentuk belajar kelompok. Walaupun sebenarnya tidak semua belajar kelompok dikatakan cooperative learning seperti di jelaskan Abdulhak (2001:19-20), “pembelajaran cooperative dilaksanakan melalui sharing proses antara peserta belajar sehingga dapat mewujudkan pemahaman bersama diantara peserta belajar itu sendiri”.
Dalam pembelajaran ini akan tercipta sebuah interaksi yang lebih luas, yaitu interaksi dan komunikasi yang dilakukan antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa, dan siswa dengan guru (multi way traffic communication).
Pembelajaran kooperatif adalah strategi pembelajaran yang melibatkan partisipasi siswa dalam satu kelompok kecil untuk saling berinteraksi” (Nurulhayati, 2002:25). Dalam system belajar yang kooperatif, siswa belajar bekerja sama bersama anggota lainnya. Dalam model ini siswa memiliki dua tanggung jawab, yaitu mereka belajar untuk dirinya sendiri dan membantusesame anggota kelompok untuk belajar. Siswa belajar bersama dalam sebuah kelompok kecil dan mereka dapat melakukan seorang diri.
Cooperative learning merupakan kegiatan belajar siswa yang dilakukan dengan cara berkelompok. Model Pembelajaran kelompok adalah kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. (Sanjaya 2006:239).
Tom V. Savage (1987:217) mengemukakan bahwa cooperative learning merupakan suatu pendekatan yang menekankan kerja sama dalam kelompok. Pembelajaran cooperative adalah strategi pembelajaran yang melibatkan partisipasi siswa dalam system belajar kooperatif siswa belajar bekerja bersama anggota lainya. (Nurulhayati 2002:25).
Pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar dalam kelompok. Ada unsur dasa pembelajaran kooperatif yang membedakan dengan pembelajaran kelompok yang dilakukan asal-asalan. Pelaksanaan prinsip dasar pokok system pembelajaran kooperatif dengan benar akan memungkinkan guru mengelola kelas lebih efektif. Dalam pembelajaran kooperatif proses pembelajaran tidak harus belajar dari guru kepada siswa. Siswa dapat saling membelajarkan sesame siswa lainnya. Pembelajaran oleh rekan sebaya (peer-teaching) lebih efktif daripada pembelajaran oleh guru.
Cooperation learning adalah teknik pengelompokan yang di dalamnya siswa bekerja terarah pada tujuan belajar bersama dalam kelompok kecil yang umumnya terdiri dari 4-5 orang. Belajar cooperative adalah pemanfaatan kelompok kecil dalam pembelajaran yang memungkinkan siswa bekerja bersama untuk memaksimalkan belajar mereka dan belajar anggota lainnya dalam kelompok tersebut (Johnson dalam Hasan, 1996).

Evaluasi Secara Keseluruhan Buku

Evaluasi Bagian-bagian Tertentu Buku

Penutup


Nama: Libertin Gea S.Pd.K

Book Review
Mu’in, Fatchul. 2011. Pendidikan Karakter: Konstruksi teoretik & Praktik. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Ringkasan
Pendidikan nasional beberapa tahun terakhir ini mencanangkan pendidikankarakter sebagai salah satu solusi yang ditawarkan guna meredam ataupun membenahi karakter bangsa yang dalam beberapa tahun terakhir ini terasa kurang nyaman dirasakan. Banyaknya kasus korupsi dihampir semua tempat, telah mencoreng wajah pendidikan. Karena pendidikan berandil besar dalam pembentukan karakter masyarakat Indonesia, sehingga kasus semacam itu merupakan tamparan besar bagi pendidikan dinegeri ini. Belum lagi kasus-kasus lain yang menambah daftar hitam dunia pendidikan indonesia, kekerasan dalam pendidikan, hingga pada percabulan terhadap peserta didik, telah menjadi resah masyarakat Indonesia.
Pendidikan nasional menurut banyak kalangan, bukan  hanya belum berhasil meningkatkan kecerdasan dan keterampilan anak didik, melainkan gagal dalam mebentuk karakter dan watak kepribadian (Nation and character building), bahkan terjadi kebobrokan moral. Karena hal inilah pendidikan karakter menjadi sangat penting bagi pendidikan nasional. Pembentukan karakter di Indonesia sebenarnya bukan marupakan sesuatu hal yang baru. Pembentukan karakter dan pembangunan bangasa menjadi semboyan yang kuat dizaman kepemimpinan presiden repubilk Indonesia pertama . Ir. Soekarno. Beliau sering menyerukan pentingnya pembentukan karakter bangsa yang dapat menjadikan negara Indonesia sebagai bangsa yang bermartabat, terutama bangsa yang bebas dari penjajahan yang membuat bangsa kita berada dalam kekuasaan perbudakan dan penjajahan oleh bangsa lain.
Fatchul mu’in juga menegaskan bahwa salah satu kriteria karakter utama adalah karakter strength dimana karakter tersebut berkontribusi besar dalam mewujudkan sepenuhnya potensi dan cita-cita seseorang dalam membangun kehidupan yang baik, yang bermanfaat bagi dirinya, orang lain dan bangsanya. Dari beberapa uraian tersebut dapat kita nyatakan bahwasanya karakter ialah jati diri yang melekat pada individual dengan menunjukan nilai-nilai perilaku tetentu yang membedakan antara individu yang satu dengan yang lain. Dari pengertian karakter tersebut dapat dikatakan pula bahwa pembentukn karkater (character building) adalah proses membentuk jati diri seorang individu agar melekat pada individu tersebut dan menunjukan nilai-nilai perilaku tertentu yang dapat membedakan antar individu yang satu dengan yang lain.
Selain itu, Futchal Mu’in juga memaparkan beberapa wadah atau tempat pembentukan karakter antara lain sebagai berikut: (1) Pendidikan (sekolah). (2) Masyarakat. (3) Keluarga.
Ketiga wadah tersebut merupakan pusat dari segala pembentukan karakter, menjadikan anak yang jujur, religius, tanggung jawab, toleransi, disiplin, bekerja keras, mandiri, cerdas, demokratis, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, komunikatif, cinta damai, peduli, kreatif, gotong royong.

Evaluasi secara Keseluruhan Buku
Buku ini sangat membantu para pendidik, orang tua dan masyarakat dalam membenahi karakter buruk yang sedang marak di Indonesia ini. Seperti yang diuraikan penulis diatas dimana ada 3 wadah yang menjadi pusat pembentukan karakter manusia yaitu pendidikan, keluarga dan masyarakat. Jika salah satu gagal dalam membina dan mengarahkan anak menjadi lebih baik, maka itu akan berdampak besar bagi orang banyak dan juga untuk dirinya sendiri. Namun ketiga wadah tersebut merupakan gambaran secara umum masih belum menemukan langkah-langkah yang tepat dalam membenahi karkater yang sedang marak saat ini, kurangnya

Evaluasi Bagian-bagian Tertentu Buku

Evaluasi Bagian Guru sebagai  Tulang Punggung Pendidikan dan Karakter
Jelas bahwa mengajar bukanlah tugas yang remeh-temeh, profesi guru bukan sekedar melakukan pekerjaan biasa, melainkan juga memenuhi panggilan hati dan melakukan perjalan spiritual. Selain itu guru juga harus menyadari perannya sebagai agen pembebasan kebudayaan yang ingin mengubah tatanan dengan cara memasok kesadaran, pengetahuan, menciptakan kebudayaan dan pencerahan bagi para anak didiknya, sekaligus pembela kemanusiaan dalam hubungan  antar manusia yang hubungannya tidak memanusiakan. Tujuan dari proses  pembebasan adalah keadilan yang harmoni sosial agar manusia benar-benar manusiawi, yang dengan situasi  ini setiap orang terbebas dari hambatan untuk mengetahui dan memahami dunianya sehinga pengetahuan bukanlah barang yang mahal dan bisa mengasingkan atau dijual belikan.
Yang manjadi pertanyaan bagi kita seorang pendidik “sudahkan kita menyadari apa tugas dan tanggung jawab kita terhadap generasi bangsa ini? Apakah kita seorang pendidik  yang di idolakan anak didik dalam keteladanan sikap dan tanggung jawab kita, ataukah jadi beban bagi anak karena karakter  kita? Melalui buku ini kita bisa belajar dan mengerti seperti apa seharusnya pendidik yang baik dan di idolakan.

Evaluasi Bagian Pembentukan Karakter Anak Bagian dari Keluarga
Keluarga perannya dalam membentuk karakter anak sangat besar, karena keluarga adalah pusat dari kehidupan anak, seperti apa anak dibentuk dalam keluarga seperti itu hasilnya ketika berada dilingkungan masyarakat. Dalam buku ini memaparkan beberapa peran orang tua dalam membentuk karakter anak antara lain sebagai berikut: (1) Merangsang pemikiran kritis dan dialektis anak-anak agar mereka memahami bagaimana hubungan antara manusia satu dengan yang lainnya berjalan.  (2) Mengajari mereka bukan hanya menolong dalam bentuk pemberian melainkan tindakan dan keterlibatan. (3) Bawa mereka pada realitas kehidupan sejati, tunjukan realitas kemiskinan pada meraka, tunjukan fakta kesebgsaraan di kalangan rakyat pada mereka dan jelaskan apa sebabnya kesengsaraan itu. (4) Jangan memanjakan anak, beri latihan kedisiplinan, kenalkan pada nilai-nilai dan prinsip tetapi juga jangan otoriter  memperlakukan anak. (5) Tanamkan nila cinta dan saling menghargai pada sesama dan yakinkan bahwa mereka hidup didunia ini untuk menyelematkan semua orang, bukan dirinya sendiri.
Dari pemaparan diatas, seperti apakah peran kita sebagai orang tua dalam membina karakter anak, sudakan kita melakukan tanggung jawab ataukah hanya sekedar membesarkan anak tanpa memperhatikan karakter? Jika hal ini yang terjadi maka kemerosotan moral anak akan meningkat.
  Penulis memberikan satu strategi  dalam membina karakter anak didalam keluarga yaitu “disiplin tanpa kasih adalah otoriter dan kasih tanpa disiplin adalah memanjakan anak” dari kata tersebut kita mengerti peran yang seharusnya yaitu mengasihi yang disertai dengan disiplin.



Penutup
Pendidikan karakter menjadi isu yang sangat hangat sejak dicanangkan oleh pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono dalam peringatan hari pendidikan nasional, pada 2 Mei 2010. Mengingat kerusakan moral kini bukan hanya terjadi dikalangan birokrasi pemerintah dan aparat penegak hukum, melainkan juga sudah meracun seluruh masyarakat. Salah satu penyebab terjadinya kemunduran moral bangsa tersebut adalah lemahnya pendidikan karakter. Jadi melalui buku pendidikan karakter ini kita bisa belajar bagaimana semestinya membenahi karakter yang sedang bobrok saat ini. Melalui buku ini juga kita mengerti tugas dan tanggung jawab kita sebagai pendidik, orang tua, dan lingkungan masyrakat. Bukan hanya sekedar menjadi pendidik, atau orang tua tetapi memiliki beban dan tanggung jawab yang mulia dari Tuhan yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa, menjadikan lebih baik, taat kepada Tuhan, sesama dan hukum yang ada didunia ini.




A Manual for Writers of Research Papers, Theses,
and Dissertations Turabian Quick Guide
KATE L. TURABIAN


A Manual for Writers
of Research Papers, Theses, and Dissertations
Turabian Quick Guide
Kate L. Turabian’s Manual for Writers of Research Papers, Theses, and Dissertationspresents two basic documentation systems: notes-bibliography style (or simply bibliography style) and author-date style (sometimes called reference list style). These styles are essentially the same as those presented in The Chicago Manual of Style, sixteenth edition, with slight modifications for the needs of student writers.
Bibliography style is used widely in literature, history, and the arts. This style presents bibliographic information in footnotes or endnotes and, usually, a bibliography.
The more concise author-date style has long been used in the physical, natural, and social sciences. In this system, sources are briefly cited in parentheses in the text by author’s last name and date of publication. The parenthetical citations are amplified in a list of references, where full bibliographic information is provided.
Aside from the use of notes versus parenthetical references in the text, the two systems share a similar style. Click on the tabs below to see some common examples of materials cited in each style. For a more detailed description of the styles and numerous specific examples, see chapters 16 and 17 of the 8th edition of Turabian for bibliography style and chapters 18 and 19 for author-date style. If you are uncertain which style to use in a paper, consult your instructor.

notes-bibliography style: sample citations
The following examples illustrate citations using notes-bibliography style. Examples of notes are followed by shortened versions of citations to the same source. For more details and many more examples, see chapters 16 and 17 of Turabian. For examples of the same citations using the author-date system, click on the Author-Date tab above.
Book
One author
1. Malcolm Gladwell, The Tipping Point: How Little Things Can Make a Big Difference (Boston: Little, Brown, 2000), 64–65.
2. Gladwell, Tipping Point, 71.
Gladwell, Malcolm. The Tipping Point: How Little Things Can Make a Big Difference. Boston: Little, Brown, 2000.
Two or more authors
1. Peter Morey and Amina Yaqin, Framing Muslims: Stereotyping and Representation after 9/11 (Cambridge, MA: Harvard University Press, 2011), 52.
2. Morey and Yaqin, Framing Muslims, 60–61.
Morey, Peter, and Amina Yaqin. Framing Muslims: Stereotyping and Representation after 9/11. Cambridge, MA: Harvard University Press, 2011.
For four or more authors, list all of the authors in the bibliography; in the note, list only the first author, followed by “et al.” (“and others”):
1. Jay M. Bernstein et al., Art and Aesthetics after Adorno (Berkeley: University of California Press, 2010), 276.
2. Bernstein et al., Art and Aesthetics, 18.
Bernstein, Jay M., Claudia Brodsky, Anthony J. Cascardi, Thierry de Duve, Aleš Erjavec, Robert Kaufman, and Fred Rush. Art and Aesthetics after Adorno. Berkeley: University of California Press, 2010.
Editor or translator instead of author
1. Richmond Lattimore, trans., The Iliad of Homer (Chicago: University of Chicago Press, 1951), 91–92.
2. Lattimore, Iliad, 24.
Lattimore, Richmond, trans. The Iliad of Homer. Chicago: University of Chicago Press, 1951.
Editor or translator in addition to author
1. Jane Austen, Persuasion: An Annotated Edition, ed. Robert Morrison (Cambridge, MA: Belknap Press of Harvard University Press, 2011), 311–12.
2. Austen, Persuasion, 315.
Austen, Jane. Persuasion: An Annotated Edition. Edited by Robert Morrison. Cambridge, MA: Belknap Press of Harvard University Press, 2011.
Chapter or other part of a book
1. Ángeles Ramírez, “Muslim Women in the Spanish Press: The Persistence of Subaltern Images,” in Muslim Women in War and Crisis: Representation and Reality, ed. Faegheh Shirazi (Austin: University of Texas Press, 2010), 231.
2. Ramírez, “Muslim Women,” 239–40.
Ramírez, Ángeles. “Muslim Women in the Spanish Press: The Persistence of Subaltern Images.” In Muslim Women in War and Crisis: Representation and Reality, edited by Faegheh Shirazi, 227–44. Austin: University of Texas Press, 2010.
Preface, foreword, introduction, or similar part of a book
1. William Cronon, foreword to The Republic of Nature, by Mark Fiege (Seattle: University of Washington Press, 2012), ix.
2. Cronon, foreword, x–xi.
Cronon, William. Foreword to The Republic of Nature, by Mark Fiege, ix–xii. Seattle: University of Washington Press, 2012.
Book published electronically
If a book is available in more than one format, cite the version you consulted. For books consulted online, include an access date and a URL. If you consulted the book in a library or commercial database, you may give the name of the database instead of a URL. If no fixed page numbers are available, you can include a section title or a chapter or other number.
1. Isabel Wilkerson, The Warmth of Other Suns: The Epic Story of America’s Great Migration (New York: Vintage, 2010), 183–84, Kindle.
2. Philip B. Kurland and Ralph Lerner, eds., The Founders’ Constitution (Chicago: University of Chicago Press, 1987), chap. 10, doc. 19, accessed October 15, 2011, http://press-pubs.uchicago.edu/founders/.
3. Joseph P. Quinlan, The Last Economic Superpower: The Retreat of Globalization, the End of American Dominance, and What We Can Do about It (New York: McGraw-Hill, 2010), 211, accessed December 8, 2012, ProQuest Ebrary.
4. Wilkerson, Warmth of Other Suns, 401.
5. Kurland and Lerner, Founders’ Constitution.
6. Quinlan, Last Economic Superpower, 88.
Wilkerson, Isabel. The Warmth of Other Suns: The Epic Story of America’s Great Migration. New York: Vintage, 2010. Kindle.
Kurland, Philip B., and Ralph Lerner, eds. The Founders’ Constitution. Chicago: University of Chicago Press, 1987. Accessed October 15, 2011. http://press-pubs.uchicago.edu/founders/.
Quinlan, Joseph P. The Last Economic Superpower: The Retreat of Globalization, the End of American Dominance, and What We Can Do about It. New York: McGraw-Hill, 2010. Accessed December 8, 2012. ProQuest Ebrary.

Journal article
In a note, list the specific page numbers consulted, if any. In the bibliography, list the page range for the whole article.
Article in a print journal
1. Alexandra Bogren, “Gender and Alcohol: The Swedish Press Debate,” Journal of Gender Studies 20, no. 2 (June 2011): 156.
2. Bogren, “Gender and Alcohol,” 157.
Bogren, Alexandra. “Gender and Alcohol: The Swedish Press Debate.” Journal of Gender Studies 20, no. 2 (June 2011): 155–69.
Article in an online journal
For a journal article consulted online, include an access date and a URL. For articles that include a DOI, form the URL by appending the DOI to http://dx.doi.org/ rather than using the URL in your address bar. The DOI for the article in the Brown example below is 10.1086/660696. If you consulted the article in a library or commercial database, you may give the name of the database instead.
1. Campbell Brown, “Consequentialize This,” Ethics 121, no. 4 (July 2011): 752, accessed December 1, 2012, http://dx.doi.org/10.1086/660696.
2. Anastacia Kurylo, “Linsanity: The Construction of (Asian) Identity in an Online New York Knicks Basketball Forum,” China Media Research 8, no. 4 (October 2012): 16, accessed March 9, 2013, Academic OneFile.
3. Brown, “Consequentialize This,” 761.
4. Kurylo, “Linsanity,” 18–19.
Brown, Campbell. “Consequentialize This.” Ethics 121, no. 4 (July 2011): 749–71. Accessed December 1, 2012. http://dx.doi.org/10.1086/660696.
Kurylo, Anastacia. “Linsanity: The Construction of (Asian) Identity in an Online New York Knicks Basketball Forum.” China Media Research 8, no. 4 (October 2012): 15–28. Accessed March 9, 2013. Academic OneFile.
Magazine article
1. Jill Lepore, “Dickens in Eden,” New Yorker, August 29, 2011, 52.
2. Lepore, “Dickens in Eden,” 54–55.
Lepore, Jill. “Dickens in Eden.” New Yorker, August 29, 2011.
Newspaper article
Newspaper articles may be cited in running text (“As Elisabeth Bumiller and Thom Shanker noted in a New York Times article on January 23, 2013, . . .”) instead of in a note, and they are commonly omitted from a bibliography. The following examples show the more formal versions of the citations.
1. Elisabeth Bumiller and Thom Shanker, “Pentagon Lifts Ban on Women in Combat,”New York Times, January 23, 2013, accessed January 24, 2013, http://www.nytimes.com/2013/01/24/us/pentagon-says-it-is-lifting-ban-on-women-in-combat.html.
2. Bumiller and Shanker, “Pentagon Lifts Ban.”
Bumiller, Elisabeth, and Thom Shanker. “Pentagon Lifts Ban on Women in Combat.” New York Times, January 23, 2013. Accessed January 24, 2013. http://www.nytimes.com/2013/01/24/us/pentagon-says-it-is-lifting-ban-on-women-in-combat.html.
Book review
1. Joel Mokyr, review of Natural Experiments of History, ed. Jared Diamond and James A. Robinson, American Historical Review 116, no. 3 (June 2011): 754, accessed December 9, 2011, http://dx.doi.org/10.1086/ahr.116.3.752.
2. Mokyr, review of Natural Experiments of History,752.
Mokyr, Joel. Review of Natural Experiments of History, edited by Jared Diamond and James A. Robinson. American Historical Review 116, no. 3 (June 2011): 752–55. Accessed December 9, 2011. http://dx.doi.org/10.1086/ahr.116.3.752.
Thesis or dissertation
1. Dana S. Levin, “Let’s Talk about Sex . . . Education: Exploring Youth Perspectives, Implicit Messages, and Unexamined Implications of Sex Education in Schools” (PhD diss., University of Michigan, 2010), 101–2.
2. Levin, “Let’s Talk about Sex,” 98.
Levin, Dana S. “Let’s Talk about Sex . . . Education: Exploring Youth Perspectives, Implicit Messages, and Unexamined Implications of Sex Education in Schools.” PhD diss., University of Michigan, 2010.
Paper presented at a meeting or conference
1. Rachel Adelman, “ ‘Such Stuff as Dreams Are Made On’: God’s Footstool in the Aramaic Targumim and Midrashic Tradition” (paper presented at the annual meeting for the Society of Biblical Literature, New Orleans, Louisiana, November 21–24, 2009).
2. Adelman, “Such Stuff as Dreams.”
Adelman, Rachel. “ ‘Such Stuff as Dreams Are Made On’: God’s Footstool in the Aramaic Targumim and Midrashic Tradition.” Paper presented at the annual meeting for the Society of Biblical Literature, New Orleans, Louisiana, November 21–24, 2009.
Website
A citation to website content can often be limited to a mention in the text or in a note (“As of July 27, 2012, Google’s privacy policy had been updated to include . . .”). If a more formal citation is desired, it may be styled as in the examples below. Because such content is subject to change, include an access date and, if available, a date that the site was last modified.
1. “Privacy Policy,” Google Policies & Principles, last modified July 27, 2012, accessed January 3, 2013, http://www.google.com/policies/privacy/.
2. Google, “Privacy Policy.”
Google. “Privacy Policy.” Google Policies & Principles. Last modified July 27, 2012. Accessed January 3, 2013. http://www.google.com/policies/privacy/.
Blog entry or comment
Blog entries or comments may be cited in running text (“In a comment posted to The Becker-Posner Blog on February 16, 2012, . . .”) instead of in a note, and they are commonly omitted from a bibliography. The following examples show the more formal versions of the citations.
1. Gary Becker, “Is Capitalism in Crisis?,” The Becker-Posner Blog, February 12, 2012, accessed February 16, 2012, http://www.becker-posner-blog.com/2012/02/is-capitalism-in-crisis-becker.html.
2. Becker, “Is Capitalism in Crisis?”
Becker, Gary. “Is Capitalism in Crisis?” The Becker-Posner Blog, February 12, 2012. Accessed February 16, 2012. http://www.becker-posner-blog.com/2012/02/is-capitalism-in-crisis-becker.html.
E-mail or text message
E-mail and text messages may be cited in running text (“In a text message to the author on July 21, 2012, John Doe revealed . . .”) instead of in a note, and they are rarely listed in a bibliography. The following example shows the more formal version of a note.
1. John Doe, e-mail message to author, July 21, 2012.



Bottom of Form

No comments:

Post a Comment

Misi Kristus Sedunia

PELAJARAN SEKOLAH MINGGU

  TANGGAL   PELAJARAN SEKOLAH MINGGU KATEGORI Babak pertama        ...