Tuesday 20 June 2017

SEKOLAH TINGGI TEOLOGI POKOK ANGGUR INDONESIA
“Paper”
Dosen : Ps. Dr. Eko Basuki, M.Pd.K
CONTOH PAPER UNTUK       ANAK-ANAK KU 







                                                                                                 
Disusun Oleh
                                      Nama                           : e b
                                      Nim                             :
                                      M. K                            : Spiritualitas II
                                      Semester                      : III (Pastoral)


SURABAYA, OKTOBER 2017



BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
           
Edwards adalah pencetus pertama kebagunan rohan di Amerika Serikat pada tahun 1734-1735. Ia dilahirkan pada tahun 1703 di Northampton, Massachussets, Amerika Serikat. Edwards belajar pada Universitas Yale dan setelah menyelesaikan pendidikannya menjadi pendeta pembantu di Northampton. Setelah neneknya, Solomon Stoddard, meninggal, Edwards menjadi pendeta penuh di sana. Ia seorang yang pandai, cerdas, dan sangat saleh. selain dikenal sebagai seorang teolog dan psikolog ia juga dikenal sebagai revivalist.

Edwards mengalami pertobatan pada tahun 1727. Kisah pertobatannya ditulis dalam catatan hariannya. Ia adalah seorang Calvinisme yang sejati. Ia mempertahankan ajaran Calvin tentang predestinasi dan pemeliharaan Allah. Menurut Edwards, manusia yang telah jatuh ke dalam dosa berada dalam keadaan tanpa pengharapan untuk memperoleh keselamatan-keselamatan adalah anugerah Allah semata-mata. Ia sangat ant dengan pengajaran Arminisme, karena hal itulah ia diusir dari Northampton pada tahun 1750.
            Setelah pengusirannya dari Northampton ia memulai perjalanan untuk kebanguna rohani di Stockbridge. Di sini ia menghasilkan beberapa tulisannya yang terpenting seperti The Great Christian Doctrine of Original Sin Degended (Ajaran Kristen yang Pokok mengenai Dosa Asal), Treatise on the Freedom of the Will (Risalah mengenai Kehendak Bebas). Pada tahun 1750 Edwards menjadi direktur New Yersey College, yang kemudian menjadi Unversitas Princenton. Edwards meninggal pada tahun 1758 karena terserang wabah cacar. Edwards merupakan seorang revivalist yang berhasil memperkembangkan suatu teologi yang baik.[1]

Tujuan
            Tujuan dari Penulisan Paper ini adalah agar pembaca lebih lagi mengetahui bagaimana perjalanan kehidupan rohani Jonathan Edwards. Karena ketika hanya membaca latar belakangnya saja, akan membuat seseorang penasaran bagaimana perjalanan dan apa saja yang dialami oleh Jonathan Edwards. Untuk memenuhi rasa penasaran itu mari membaca paper ini dengan seksama, agar anda dapat mengetahui siapa Jonathan Edwards.           
BAB II
PEMBAHASAN

Pengertian Spiritualitas
Spiritualitas berasal dari akar kata spare (Latin) yang memiliki arti: menghembus, meniup, mengalir. Dari kata kerja spare terjadi pembentukan kata benda spiritus atau spirit, yang memiliki arti: hembusan, tiupan, aliran udara. Kata itu kemudian mengalami perkembangan arti menjadi: udara, hawa yang dihisap, nafas hidup, nyawa roh, hati, sikap, perasaan, kesadaran diri, kebesaran hati, keberanian.
Dalam Alkitab, spirit ditulis dalam bahasa asli: ruakh (Ibrani) dan pneuma (Yunani). Arti kata ruakh atau pneuma dalam Alkitab adalah “nafas atau udara yang menggerakkan dan menghidupkan”. Pengertian ini sama dengan pengertian spirit yang sering kita pakai, yaitu ‘semangat’. Semangat atau spirit yang kita butuhkan untuk bergerak dan hidup. semangat atau spirit ini hanya kita miliki di dalam Holy Spirit (Roh Kudus).
Jadi, dari kata itu sendiri, spiritualitas dapat dipahami sebagai sumber semangat untuk hidup, bertumbuh, dan berkembang dalam semua bidang kehidupan di dunia ini, baik secara pribadi maupun bersama orang lain, yang kita peroleh di dalam perjumpaan dengan Allah, sesama dan diri sendiri.[2]          

Kehidupan Pribadi Jonathan Edwards
            Kita banyak mengetahui tentang kehidupan Edwards berasal dari tulisannya sendiri seperti Resolutons (Ketetapan Hati), Catatan hariannya, Personal Narrative (Narasi Pribadi), dan dari surat-suratnya. East Windsor, Connecticut terbukti sebagai sebuah tempat pelatihan bagi calon pendeta dan sarjana muda ini, dan yang juga mempersiapkan dirinya bagi studinya di perguruan tinggi. Edwards menerima gelar sarjananya dari Yale, dan tetap belajar di sana untuk gelar magsternya, dan selama dua tahun lag sebagai seorang dosen. Masa-masa di Yale diselingi dengan tugas penggembalaan singkat di New York City. Pada tahun 1727, Edwards menjadi asisten pendeta di Northampton, Massachusetts, dan kemudian menikah dengan sarah Pierrepont, yang menjadi pendamping sepanjang hidupnya.
            Northampton merupakan rumah bagi keluarga Edwards hingga tahun 1750. Selama tinggal di sana, jemaatnya mengalami sejumlah kebangunan rohani dan seluruh koloni menikmati kebangunan rohani besar. Edwards kemudian pindah ke kota perbatasan di Stockbridge, Massachusetts, melayani suku Mohican dan Mohawk. Ia juga menulis sejumlah risalah selama tujuh tahun dia di sana. Pada akhir tahun 1757, yayasan perguruan tinggi Princenton mengundangnya menjadi presiden. Edwards memulai jabatan itu pada bulan januari dan melayani di sana hingga hari kematiannya yang tidak disangka-sangka pada tanggal 22 Maret 1758.

Pengajaran yang dianut
Edwards belajar Alkitab, katekismus, dan warisan yang kaya dari man Purritan dan Reformed dari ayah ibunya. Edward juga menerima pendidikan untuk bidang pelayanan penggembalaan dari ayahnya. Pengalaman Timothy selama 61 tahun sebagai gembala bagi jemaatnya di East Windsor menyediakan banyak kondisi yang naik-turun di mana Edwards bisa memandang berbagai sudut berkenan dengan menggembalakan suatu domba. Meskipun hanya menerbitkan sebuah khotbah saja seumur hidupnya. Edwards juga belajar bahasa Yunani dan bahasa Ibrani agar dapat membaca teks Alkitab dalam bahasa aslinya di samping teks-teks Yunani klasik dalam bdang kesusasteraan dan filsafat.[3]
Edwards adalah pembela ajaran Calvinis melalui khotbah-khotbah yang dikemukakannya. Tanpa ia sadari, hal itu mengakibatkan jemaatnya ikut bangkit. Peristiwa ini kemudian dikenal dengan nama The Great Awakening (Kebangunan Rohani Besar), yang meluas pada seluruh gereja di Amerika Utara.[4] Selain khotbah-khotbahnya, Jonathan Edwards juga memiliki sejumlah tulisan yang isinya adalah pembelaan terhadap predestinasi Calvin.[5] Edwards menerima ide tentang kehendak bebas secara sangat terbatas, dengan pengertian manusia bebas berlaku menurut kehendak mereka masing-masing.
Pada tahun 1734, Edwards mewartakan pesan Calvinis tentang kebenaran atas dasar iman dengan gencar. Akibatnya, dalam waktu setahun hampir seluruh penduduk dewasa di Massachusetts, Northampton menjadi Kristen. Pada tahun berikutnya ia pergi ke Stockbridge sebagai penginjil bagi orang Indian. Pada tahun 1757 ia menerima undangan menjadi rektor New Jersey College (sekarang Princenton University) dan ia menerimanya. Tidak lama setelah itu Edwards meninggal karena cacar pada 1758, akibat suntikan anti cacar yang diterimanya ketika wabah penyakit itu melanda tempat pelayanannya.
Edwards adalah pembela dan sekaligus pengkritik kebangunan rohani di zamannya. Hal ini terlihat dari khotbahnya yang terkenal, Sinners in The Hand of an Angry God (Orang-orang Berdosa di Tangan Allah yang Murka), yang menekankan secara khusus tentang murka Allah, sehingga menyebabkan kebangunan rohani. Ia dikenal sebagai pejuang yang tidak kenal mundur terhadap Arminianisme, karena tetap gencar mengemukakan ajaran Calvinis. Edwards pernah disebut filsuf Amerika terbesar karena karya Freedom of Willnya. Ia juga adalah bapak teologi New England. Ajaran teologinya kemudian dilanjutkan oleh putranya Jonathan Edwards Junior (1745-1801), yang menghasilkan Teologi New Heaven dari Charles Finney.

Kehidupan Spiritualitas Jonathan Edwards
            pada tahun 1734-1735, kebangunan-kebangunan rohani meledak di Northampton dan di kota-kota tetangganya. Edwards mencatat peristiwa-peristiwa dan kisah-kisah pertobatan di dalam karyanya A Faithful Narrative (Sebuah Narasi yang setia). Kehidupan pribadi Edwards sangat memikat hat banyak orang. Edwards menjadikan dirinya terkenal sebagai sosok sarjana pada usia muda, yang memimpin salah satu mimbar paling bergengsi di New England pada saat berusia dua puluh enam tahun, dan kemudian melayani sebagai seorang utusan injil bagi suku-suku asli Amerika dan mengakhiri hidupnya sebagai presiden di Princeton. Selain kehidupan pribadinya yang menggugah hati tetapi dia juga adalah seorang yang paling menonjol dari antara para pendeta. Menjadi seorang pendeta melibatkan dua hal utama: berkhotba dan tugas penggembalaan. Edwards cemerlang dalam keduanya. Khotbah-khotbahnya merefleksikan perhatiannya yang cermat terhadap teks, analisis theologi yang tajam, dan penerapan yang anggun dan tepat.
            Ia juga tahu bagaimana cara menggembalakan. Memang dia memiliki kecenderungan tidak banyak bicara; dia lebih banyak berada di rumah bersama dengan buku-bukunya daripada dengan orang-orang, dan dia lebih banyak menyerahkan hal bercengkerama kepada sarah. Tetapi dia juga mau mengambil waktu untuk mengunjungi jemaatnya, khususnya mereka, dalam perkataan orang-orang Puritan, yang “cemas jiwanya.” Ia menaruh mendalam terhadap mereka yang berada dalam penggembalaannya. Bahkan sesudah tidak melayani lagi di Northampton, dia meneruskan hubungan denga korespondensi, menjawab banyak pertanyaan dari para mantan jemaatnya. Hingga pada akhirnya edwards masih tetap menjadi tokoh yang abadi dan menark perhatian banyak orang karena devosinya yang total kepada Allah. Dalam diri Edwards, kita melihat keseluruhan pribadi – hati, jiwa, akal budi, dan kekuatan – yang diserahkan kepada Allah. Memang ada kebiasaan sekarang ini untuk mengadu kepala dengan hati, dan biasanya kepalalah yang kalah. Polaritas yang demkan adalah sesuatu yang asng bagi Edwards. Ia tidak hanya memberi tempat bagi keduanya secara timbal balik. Devosi total yang demikian tidak hanya dijalaninya sebentar, tetapi justru nyata disepanjang hidupnya.[6]

Tantangan yang dihadapi
            Ketika mengadakan perjalanan dari Northampton ke Boston selama musim panas pada bulan Juli tahun 1731, pikiran-pikran Edwards tertuju tanpa ragu pada khotbah yang akan dkhotbahkannya. Berbicara dhadapan para rohaniawan dan pejabat Boston dalam ceramah hari kamis akan cukup dapat melemaskan bahkan pendeta-pendeta yang paling berpengalaman sekalipun. Namun ini bukanlah pertemuan umum yang biasa. Dalam minggu pertama pada bulan Juli, ceramah hari kamis berkatan dengan upacara wisuda Harvard. Seluruh alumni akan ada di sana, memenuhi gedung yang tersedia. Hari itu tidak hanya pertemuan biasa, tetapi Edwards bukanlah pembicara tipikal untuk perstiwa demikian.
            Kata pengantar pada versi terbitan untuk khotbah yang muncul kemudian menyingkapkan serangan-serangan terhadap Edwards, bahkan sebelum dia melangkah menuju mmbar. Pertama, dia masih muda. Pada usia 28 tahun, Edwards dipandang sangat kurang berpengalaman dan kurang hikmat dibanding para pendengarnya. Seperti yang disebutkan dalam kata pengantar, “Tanpa suatu kesukaran sedikit pun pengarang yang mash muda dan lugu ini diizinkan tampil sebagai seorang pengkhotbah dalam ceramah umum kita ini.” kata pengantar ini juga menambahkan suatu ucapan terima kasih dari para pendeta Boston bahwa pelayanan yang baik dari “gemabala yang dihormati,” Solomon Stoddard, tampaknya berada di tangan yang baik, yaitu cucunya.
            Sebagai orang Yale, Edwards berada dalam suatu posisi yang lemah. Merasa takut akan adanya penyusupan para penganut Latitudinarianisme ke dalam Harvard, pendeta-pendeta tertentu berkumpul bersama membentuk Yale di Connecticut. Latitudinarianisme secara sederhana berarti “bertoleransi terhadap gerakan atau kebebasan berpikir.” Dalam hal ini, mereka bertoleransi terhadap kebebasan berpikir dari para penganut pengakuan Iman Westminster dan Calvinisme Ortodoks. Orang-orang yang prihatin dengan pembaharuan di Harvard memandang gerakan kebebasan berpikir ini sebagai kemiringan yang licin yang pada akhirnya akan membawa Harvard, dan dalam hal ini seluruh New England, ke dalam arus theologi yang mengerikan.
            Oleh karena itu, Yale mulai dengan sebuah komitmen yang kuat terhadap Calvinisme ortodoks. Pada suatu waktu sekitar tahun 1720, yaitu selama masa Edwards menjadi mahasiswa, “kemurtadan” yang keji terjadi. Edwards tetap bersih dalam peristiwa ini, di samping ia mengkritiknya. Beberapa dosen mengumumkan pada saat wisuda bahwa mereka akan meninggalkan Kongregasionalisme dan menjadi orang-orang Anglikan. Mereka tidak hanya mengganti bentuk pemerintahan kebijaksanaan  gereja mereka, tetapi juga telah meninggalkan Calvinisme, lalu bergabung dengan kelompok latitudinarian Anglikanisme. Harvard mungkin punya beberapa tokoh kongregasionalisme dan beberapa tokoh Calvinis yang tidak secara penuh berkomitmen pada Calvinisme, tetapi tidak pula menjadi induk golongan Anglikan dan juaga tidak bertoleransi terhadap orang-orang Arminian. Di manakah posisi theologis lulusan Yale yang istimewa ini adalah sesuatu yang sangat ingin diketahui orang-orang Boston.[7]






















BAB III
KESIMPULAN
           
Sebagai kesimpulan yang dapat di ambil adalah Edwards adalah seorang pendeta koloni New England, dia merupakan seorang tokoh kunci pada masa kebangunan Rohani Besar (Great Awakening), dia seorang presiden di Princenton untuk waktu yang singkat sebelum hidupnya berakhir secara tragis. Edwards mempunyai pribadi yang luar biasa yang mampu memkat hati banyak orang. Ia mengetahui bagaimana cara menggembalakan yang baik. Walaupun ia cenderung tidak banyak bicara, dan lebih banyak  di rumah dengan buku-bukunya. Tetapi dia mau mengambil waktu untuk mengunjungi jemaatnya, khususnya mereka, yang cemas jiwanya. Ia juga menaruh kepedulian mendalam terhadap mereka yang  berada dalam penggembalaan. Bahkan sesudah tdak melayani lagi Northampton, dia meneruskan hubungan dengan korespondensi, menjawab banyak pertanyaan dari mantan jemaatnya.
            Edwards adalah seorang yang pandai, cerdas dan sangat saleh. ia dikenal sebagai seorang revivalist di samping sebagai seorang teolog dan pskolog. Ia adalah pencetus pertama kebangunan rohani di Amerika Serikat pada tahun 1734-1735. Edwards merupakan seorang revivalist yang berhasil memperkembangkan suatu teologi yang baik. Edwards adalah pembela ajaran Calvinis melalui khotbah-khotbah yang dikemukakannya. Tanpa ia sadari, hal itu mengakibatkan jemaatnya ikut bangkit. Peristiwa ini kemudian dikenal dengan nama The Great Awakening (Kebangunan Rohani Besar), yang meluas pada seluruh gereja di Amerika Utara. Selain khotbah-khotbahnya, Jonathan Edwards juga memiliki sejumlah tulisan yang isinya adalah pembelaan terhadap predestinasi Calvin. Edwards menerima ide tentang kehendak bebas secara sangat terbatas, dengan pengertian manusia bebas berlaku menurut kehendak mereka masing-masing.
IMPLIKASI
            Yang dapat di contoh dari tokoh Jonathan Edwards yaitu jadilah pribadi yang luar biasa, yang selalu menyerahkan segalanya kepada Tuhan, mampu membangkitkan semangat kerohanian orang-orang yang lemah. Memiliki waktu dan kepedulian terhadap orang-orang yang membutuhkan.








[1]F. D. Wellem, Riwayat Hidup Singkat Tokoh-tokoh dalam Sejarah Gereja (Jakarta: Bpk. Gunung Mulia, 2003) 72.
[2]Widi Artanto, “Spiritualitas Pelayanan: Perjumpaan dengan Allah dan Sesama” dalam “Pelayan, Spiritualitas, & Pelayanan”, (Yogyakarta: Taman Pustaka Kristen, 2012), hlm. 7
[3]F. D. Wellem, Riwayat Hidup Singkat Tokoh-tokoh dalam Sejarah Gereja (Jakarta: Bpk. Gunung Mulia, 2003) 17-19
[4]Tony Lane. Runtut Pijar, Sejarah Pemikiran Kristiani  (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007) Hlm. 158-160.
[5] Justo L. Gonzales, The Story of Christianity v.2.( New York: HarperSan Fransisco,1985)
[6]F. D. Wellem, Riwayat Hidup Singkat Tokoh-tokoh dalam Sejarah Gereja (Jakarta: Bpk. Gunung Mulia, 2003) 3-6

[7]F. D. Wellem, Riwayat Hidup Singkat Tokoh-tokoh dalam Sejarah Gereja (Jakarta: Bpk. Gunung Mulia, 2003) 59-61

No comments:

Post a Comment

Misi Kristus Sedunia

PELAJARAN SEKOLAH MINGGU

  TANGGAL   PELAJARAN SEKOLAH MINGGU KATEGORI Babak pertama        ...