Wednesday 15 March 2017

BIBLIOLOGI: DOKTRIN ALKITAB

Ev. David Kristanto


PENDAHULUAN

Ajaran/Doktrin Alkitab akan menarik dipelajari jika dimulai dengan satu pertanyaan klasik, “Bagaimana manusia dapat mengenal Allah?” Allah yang didefinisikan sebagai satu Pribadi yang Mahabesar pastilah tidak dapat dikenal oleh kemampuan manusia manapun. Bagaimanakah mungkin manusia yang dipenuhi dengan kelemahan dapat mencapai pengenalan akan Allah yang Mahabesar? Bukankah Allah penuh dengan kesempurnaan? Maka tidaklah mungkin untuk mengenal Allah melalui akal budi kepintaran manusia.

Satu-satunya cara yang mungkin untuk manusia dapat mengenal Allah adalah melalui penyataan Allah kepada manusia. Dan satu-satunya waktu yang mungkin untuk manusia dapat mengenal Allah adalah ketika Allah berkenan menyatakan diri-Nya kepada manusia. Ketika seseorang berkenan untuk mengenal Allah, maka ia akan mencari segala pengetahuan yang ia dapat ketahui tentang Allah. Tetapi, ia hanya dapat mencari segala pengetahuan tentang Allah tersebut melalui akal budinya yang terbatas dalam kelemahan manusiawi. Sedangkan ketika Allah berkenan untuk dikenal oleh seseorang, maka Ia dalam segala kesempurnaan-Nya akan menganugerahkan pengetahuan tentang diri-Nya kepada manusia yang terbatas tersebut. Maka manusia yang terbatas pun, akan dimampukan oleh Allah untuk mengenal diri-Nya.



Dengan demikian, sebanyak apa pun pengetahuan tentang Allah yang dihasilkan oleh manusia melalui akal budinya yang terbatas akan selalu tidak berharga. Karena betapa pun manusia giat meraba-raba pengetahuan tentang Allah melalui keterbatasannya, tidaklah mungkin ia dapat menemukan pengetahuan yang benar tentang Dia yang tak terbatas, tetapi apabila Allah sendiri yang memberikan pengetahuan tentang diri-Nya kepada manusia, maka mustahil Ia memberikan pengetahuan yang salah tentang diri-Nya sendiri!

Jika demikian, apakah Allah telah menyatakan diri-Nya kepada manusia? Apakah Allah merupakan Pribadi yang ingin dikenal oleh manusia? Jawaban bagi kedua pertanyaan ini adalah “ya”! Lalu, bagaimanakah cara Allah menyatakan diri-Nya kepada manusia?


PENYATAAN UMUM

Pertama-tama, Allah menyatakan diri melalui penyataan umum. Calvin menyebut penyataan umum sebagai Kitab Alam. Alam semesta yang dijadikan Tuhan menjadi bukti dari ke-Mahakuasaan-Nya. Alam semesta yang luas dalam segala kerumitan dan keindahannya begitu mempesona bagi insan pribadi manusia, hal tersebut membuat sebagian manusia mencari sosok pencipta alam semesta yang mengagumkan tersebut. Tetapi, bagi sebagian manusia lainnya, hal tersebut justru membuat diri mereka menyembah alam semesta dan menyatakan alam semesta sebagai Allah mereka. Dalam kasus suku-suku di Indonesia, bahkan pohon-pohon, batu-batuan, dan macam-macam benda alam yang besar seringkali disembah sebagai Allah.

Memang benar Allah menciptakan semesta untuk memancarkan kemuliaan-Nya kepada manusia. Pemazmur mengatakan, “Langit menceritakan kemuliaan Allah, dan cakrawala memberitakan pekerjaan tangan-Nya.”[1] Sungguh merupakan suatu hal yang sangat indah, bila setiap manusia yang memandang kepada alam semesta ciptaan Allah dapat langsung melihat dan mengakui kemuliaan-Nya yang terpancar. Tetapi hal tersebut sudah tidak mungkin lagi terjadi di dunia yang sekarang karena dosa. Sedikitnya ada tiga kerusakan yang ditimbulkan dosa dalam sistem penyataan umum atau Kitab Alam ini.

1.    Kerusakan Manusia

Titus 1:15 menyatakan kepada kita, “Bagi orang suci semuanya suci; tetapi bagi orang najis dan bagi orang tidak beriman suatupun tidak ada yang suci, karena baik akal maupun suara hati mereka najis.” Ayat ini berbicara mengenai keadaan manusia berdosa yang belum disucikan oleh darah Kristus. Manusia berdosa pada hakekatnya memiliki akal dan suara hati yang najis, sehingga tak mampu lagi mengenali hal-hal yang suci. Sedangkan dalam Roma 3:23, Rasul Paulus menegaskan bahwa setiap orang telah berbuat dosa. Maka tak ada satu pun manusia yang mampu mengenal hal-hal yang suci apalagi Allah sebelum mengalami penebusan Kristus.

2.    Kerusakan Hubungan Manusia Dengan Allah

Rm. 3:11 mengatakan, “Tidak ada seorangpun yang berakal budi, tidak ada seorangpun yang mencari Allah.” Melalui ayat di atas, Alkitab menjelaskan kepada kita, bahwa manusia tidak lagi mampu berhubungan dengan Allah sebagaimana pertama kali diciptakan setelah kejatuhannya dalam dosa. Bahkan tak seorang pun mencari Allah. Jangankan berelasi, memiliki keinginan untuk mencari Allah saja tidak. Itulah natur manusia berdosa. Hal tersebut membuat manusia tidak mungkin mengenal Allah melalui alam semesta di sekitarnya.

3.    Kerusakan Alam Semesta

Tetapi kita tidak boleh lupa, bawha setelah dosa masuk ke dalam dunia, dosa tidak hanya merusak manusia, tetapi juga merusak semesta ciptaan Allah. Alkitab menyatakannya di dalam kitab Kejadian 3:17-18, sebagai berikut:

17 Lalu firman-Nya kepada manusia itu: "Karena engkau mendengarkan perkataan isterimu dan memakan dari buah pohon, yang telah Kuperintahkan kepadamu: Jangan makan dari padanya, maka terkutuklah tanah karena engkau; dengan bersusah payah engkau akan mencari rezekimu dari tanah seumur hidupmu:

18 semak duri dan rumput duri yang akan dihasilkannya bagimu, dan tumbuh-tumbuhan di padang akan menjadi makananmu;

19 dengan berpeluh engkau akan mencari makananmu, sampai engkau kembali lagi menjadi tanah, karena dari situlah engkau diambil; sebab engkau debu dan engkau akan kembali menjadi debu."

Perhatikanlah kata terkutuk dalam ayat 17. Alam semesta sudah tidak lagi berfungsi sebagaimana mestinya, yaitu menceritakan kemuliaan Allah seperti yang dikatakan Mzm. 19:2. Bahkan alam semesta menjadi terkutuk karena kerusakan yang ditimbulkan oleh dosa di dalam dunia. Hal ini membuat alam semesta ciptaan Allah tidak mungkin lagi menyatakan kemuliaan Allah kepada manusia.


PENYATAAN KHUSUS

Atas kasih-Nya yang besar kepada manusia ciptaan-Nya, Allah menganugerahkan kepada manusia penyataan-Nya yang kedua, yaitu Kitab Suci Alkitab yang adalah Firman-Nya. Penyataan Allah yang kedua ini seringkali disebut Penyataan Khusus. Setelah pencemaran dosa atas manusia dan seluruh semesta, Alkitab merupakan satu-satunya cara yang sempurna bagi manusia untuk mengenal Allah. H. Henry Meeter, salah seorang ahli teologi Calvinis menulis:

Fakta ini menjelaskan eksistensi kitab yang kedua, Alkitab, atau penyataan khusus yang kita miliki hari ini. Kitab ini menjadi keharusan oleh sebab dosa. Ketika manusia terjatuh ke dalam dosa, ia dan alam berubah. Akal budi manusia menjadi gelap sehingga ia tidak dapat melihat hal-hal sebagaimana adanya; dan alam menjadi terdistorsi, seperti tersirat dalam pernyataan di Kitab Kejadian tentang “semak duri dan rumput duri.” Alam di masa kini tetap merupakan cermin yang memantulkan kebajikan Allah, tetapi oleh karena dosa ia telah menjadi cermin yang melengkung. Sudah tentu, sebuah cermin yang melengkung membuat benda-benda terlihat jelek dan berubah bentuk, sangat berbeda dari bentuk yang sebenarnya.[2]

Sebagaimana seseorang takkan bisa mengetahui wajahnya yang sebenarnya menggunakan cermin yang melengkung, demikian pula kita tidak dapat mengetahui kebenaran tentang Allah melalui penyataan umum (alam semesta). Beberapa teolog berpendapat bahwa penyataan umum melalui alam semesta masih memungkinkan seseorang mengetahui keberadaan/eksistensi Allah. Secara sederhana, mereka berpendapat bahwa dengan memandang alam semesta, seseorang bisa mengetahui keberadaan sosok pribadi Allah. Hal itu dibuktikan dengan kepercayaan akan eksistensi Allah dari beberapa filsuf yang menyelidiki alam semesta.

Pendapat itu mungkin saja benar, tetapi tetap saja pengetahuan tentang keberadaan Allah tidaklah cukup bagi manusia, sebab pengetahuan yang demikian tidak membuat manusia menjadi berelasi dengan Allah, atau pun mengenal Allah dengan benar. Dan yang terutama, pengetahuan yang demikian akan Allah (sebatas mengetahui Allah ada) tidak mampu menghasilkan Iman yang menyelamatkan.

Tetapi bagaimanakah kita dapat mengetahui bahwa Alkitab adalah satu-satunya Firman Allah yang merupakan penyataan khusus dari Allah sendiri? Kita dapat mengetahuinya melalui bukti internal dan juga bukti eksternal.

1.    Bukti Internal

Yang saya maksudkan dengan bukti internal adalah pengajaran Alkitab mengenai dirinya sendiri. Apabila dijadikan bentuk pertanyaan, maka dapat dinyatakan dengan pertanyaan, “Apakah yang dikatakan Alkitab mengenai Alkitab?” Memang benar apabila ada yang mengatakan bahwa pembuktian tidak boleh dilakukan oleh diri sendiri, karena pembuktian yang demikian adalah tidak sah. Tetapi sebenarnya Alkitab bukanlah dirinya sendiri.

Alkitab yang kita pegang memang merupakan satu buku saja. Tetapi sebenarnya, Alkitab adalah kumpulan dari 66 kitab, 39 diantaranya dari perjanjian lama dan 27 dari perjanjian baru dengan banyak penulis dan kurun waktu penulisan lebih dari 1000 tahun. Dalam kesatuannya tersebut, Alkitab tidaklah saling menjatuhkan, melainkan saling meneguhkan antar satu kitab dan lainnya. Cukup banyak dijumpai dalam Alkitab, bahwa kitab tertentu bersaksi mengenai kitab yang lainnya. Tetapi hanya dua bagian Alkitab saja yang akan kita bahas, yaitu apa yang Alkitab katakan mengenai Perjanjian Lama dan apa yang Alkitab katakan mengenai Perjanjian Baru. Bukti Internal pertama adalah pengajaran Tuhan Yesus sendiri mengenai Kitab Suci Perjanjian Lama.

Matius 5:17-20
17 Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya.

18  Karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titikpun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi.

19  Karena itu siapa yang meniadakan salah satu perintah hukum Taurat sekalipun yang paling kecil, dan mengajarkannya demikian kepada orang lain, ia akan menduduki tempat yang paling rendah di dalam Kerajaan Sorga; tetapi siapa yang melakukan dan mengajarkan segala perintah-perintah hukum Taurat, ia akan menduduki tempat yang tinggi di dalam Kerajaan Sorga.

Ketiga ayat di atas merupakan pengajaran Tuhan Yesus yang sangat populer disebut “Khotbah Di Bukit”. Dalam khotbah-Nya yang terkenal tersebut Tuhan Yesus menyisipkan kesaksian dari diri-Nya sendiri atas kewibawaan Kitab Suci perjanjian lama. Ayat 17 menyatakan dengan tegas bahwa Tuhan Yesus tidak datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Kedua kitab tersebut ketika disebut secara bersamaan menunjuk kepada Kitab Suci perjanjian lama secara keseluruhan.

Penggunaan partikel Yunani  (“e” artinya “atau”) dan bukan καί (“kai” artinya “dan”) dalam ayat 17 memberikan makna bahwa sebutan ‘hukum Taurat’ dan ‘kitab para nabi’, bisa dipertukarkan untuk menyebutkan Alkitab Perjanjian Lama.[3] Makna dapat dipertukarkan tersebut adalah hukum Taurat dan kitab para nabi memiliki kedudukan setara dalam pandangan Tuhan Yesus. Hal ini membuktikan bahwa Tuhan Yesus mempercayai keseluruhan Alkitab Perjanjian Lama sebagai suatu kesatuan yang sederajat.

Dalam ayat 18, Tuhan Yesus menyatakan bahwa tidak ada satu huruf pun dalam hukum Taurat yang akan ditiadakan. Iota adalah huruf terkecil dalam bahasa Yunani. Jadi maksud Tuhan Yesus, huruf terkecil pun tidak akan ditiadakan, melainkan pasti digenapi! Semuanya baru akan tergenapi setelah lenyap langit dan bumi. Hal ini hanya mungkin disampaikan Tuhan Yesus jika Alkitab Perjanjian Lama tidak mengandung kesalahan dan merupakan Firman-Nya sendiri.

Dalam ayat 19, Tuhan Yesus menyatakan dengan tegas kepada para pengikut-Nya bahwa sikap dan kepatuhan terhadap peraturan-peraturan dalam hukum Taurat menempatkan seseorang pada posisi yang tinggi dalam Kerajaan Sorga. Sedangkan ketidakpatuhan murid-murid-Nya akan membawa mereka kepada posisi yang rendah. Tetapi perlu diperhatikan, Tuhan Yesus tidak sedang mengajarkan jalan keselamatan melalui perbuatan baik! Perhatikan pula bahwa Ia sedang mengajar kepada para pengikut-Nya, bukan kepada orang yang belum percaya.

Ia mengajarkan kepada murid-murid-Nya, bahwa kepatuhan terhadap peraturan-peraturan hukum Taurat akan memberi berkat atau pahala rohani. Sedangkan ketidakpatuhan terhadap Perjanjian Lama akan membuat murid-murid-Nya miskin secara rohani. Hal ini hanya mungkin terjadi apabila hukum Taurat adalah benar-benar Hukum Allah sendiri yang tak mengandung kesalahan. Karena tidak mungkin hukum manusia mampu mempengaruhi kedudukan rohani seseorang dalam Kerajaan Sorga. Bukti kedua adalah pengajaran Rasul Paulus mengenai Kitab Suci Perjanjian Baru.

2 Timotius 3:16
Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran.

Kata “tulisan” dalam bahasa Yunani γραφή (dibaca: “grafe”) merujuk kepada Kitab Suci Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.[4] Sedangkan kata “yang” seharusnya diterjemahkan “adalah”.[5] Maka bentuk yang tepat dari ayat ini adalah, “Seluruh Alkitab adalah diilhamkan dan bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran.” Alkitab bahasa Inggris seperti KJV, NKJV, NIV sudah menggunakan bentuk yang tepat. Bahkan Alkitab NIV (New International Version) lebih menggunakan kata “God-breathed” (dinafaskan Allah) daripada kata “diilhamkan”.

Hal tersebut disebabkan oleh kata asli Yunani dari diilhamkan tersebut secara harafiah berarti dinafaskan Allah. Maka tidaklah berlebihan apabila menyatakan Allah hidup dalam tulisan-tulisan Alkitab! Masih banyak ajaran Alkitab yang menyatakan kewibawaan Alkitab, tetapi tidak mungkin membahas semuanya, dan saya rasa kedua teks Alkitab di atas telah cukup mewakili baik kewibawaan PL maupun PB.

2.    Bukti Eksternal

Selain dari pengakuan Alkitab mengenai Alkitab sendiri, kita juga dapat mengetahui Alkitab adalah Firman Allah melalui bukti-bukti diluar Alkitab. Dua apologet Kristen, Josh McDowell dan Don Stewart ketika ditanya mengenai, “Apakah yang membuat Alkitab begitu istimewa?”, menyatakan:

Salah satu alasan mengapa Alkitab berbeda dari buku-buku lainnya adalah kesatuannya. Meskipun Kitab ini ditulis oleh banyak orang, namun sifat kesatuannya telah menampakkan tangan Yang Mahakuasa. Alkitab ditulis dalam periode kira-kira 1500 tahun oleh lebih dari 40 orang penulis yang berbeda. Penulis-penulis ini berasal dari latar belakang yang bermacam-macam, misalnya: Yosua (seorang panglima angkatan bersenjata), Daniel (seorang perdana menteri), Petrus (seorang nelayan), dan Nehemia (seorang juru minuman). Penulis-penulis berbagai kitab itu telah menulis di tempat-tempat yang berbeda, misalnya: di padang gurun (Musa), di penjara (Paulus), di tempat pembuangan di Patmos (Yohanes). Tulisan-tulisan alkitabiah itu disusun di tiga benua yang berbeda (Afrika, Asia, Eropa), dan dalam tiga bahasa yang berbeda (Ibrani, Arami, dan Yunani). Isi Alkitab menguraikan banyak persoalan yang kontroversial. Namun demikian, Alkitab tetaplah merupakan satu kesatuan. Dari awal sampai akhir terbentanglah hanya satu cerita, yaitu mengenai rencana keselamatan Allah bagi manusia.[6]

Boleh dikatakan kutipan tersebut menyatakan adanya kesatuan Alkitab. Kesatuan tersebut adalah mustahil untuk tercapai tanpa tuntunan Allah kepada setiap penulis Alkitab. Coba saja saudara bayangkan, mungkinkah seorang nelayan seperti Petrus dapat menulis suatu karya sastra yang setara dengan kualitas karya sastra seorang perdana menteri negara terbesar di dunia yaitu Daniel? Memahami pikirannya saja sudah tidak mungkin! Apalagi membuat suatu karya sastra yang nilainya setara. Bahkan dapat dikatakan apa yang dikemukakan Petrus baik dalam Injil Markus (memang Markus yang menulis tetapi hampir seluruh data dan gagasannya berasal dari Petrus) maupun dalam surat-suratnya yaitu 1 dan 2 Petrus telah melanjutkan apa yang ditulis Daniel sang perdana menteri besar tersebut dalam kitabnya.

Kemudian bila kita memperhatikan jangka waktu penulisan kitab-kitab tersebut yang begitu jauh maka sangat mustahil kesatuan tersebut tercapai tanpa tuntunan Allah. Misalnya, ayah saya mengenal Roma Irama jauh lebih baik dari saya dan anak saya nanti. Tetapi anak saya dan cucu saya, mungkin tidak akan lagi mengenal Roma Irama. Hal tersebut terjadi oleh alasan yang sangat sederhana, orang-orang biasa menyebutnya “beda zaman” atau “udah ga zaman”. Tetapi dalam Alkitab, perbedaan ratusan tahun bahkan lebih dari 1000 tahun tersebut tidak membuat pandangan Alkitab mengenai suatu hal menjadi saling bertentangan.

Saya akan jelaskan dengan beberapa contoh. Dalam Alkitab, baik PL maupun PB, seluruh umat Tuhan selalu membicarakan Mesias. Dalam PL, Mesias yang akan datang, sedangkan dalam PB selalu dibicarakan mengenai Mesias yang telah datang. Istilah “Sang Mesias” tak pernah menjadi sesuatu yang kadaluarsa atau “basi” dalam Alkitab. Padahal terdapat selang waktu lebih dari 1000 tahun antara penulisan kitab pertama dan penulisan kitab terakhir Alkitab.

Dalam Alkitab, terdapat hanya satu jalan keselamatan yaitu melalui iman kepada sang Mesias, hanya satu Mesias, yaitu Yesus yang menyelamatkan dunia. Satu Allah yaitu Allah Tritunggal yang kekal. Satu pandangan mengenai manusia yaitu diciptakan baik dan sempurna di mata Allah tetapi kemudian menjadi rusak karena kejatuhan dalam dosa. Satu hubungan seksual yang benar yaitu antara wanita dan pria yang telah menikah, dan masih banyak lagi. Saya bahkan berani mengatakan bahwa Alkitab adalah benar-benar satu dalam pandangannya mengenai segala hal dalam hidup ini. Jika saudara tidak percaya, silahkan baca Alkitab saudara dan buktikanlah sendiri!

Melalui pengalaman setiap kita disekolah, kita menemukan bahwa setiap manusia memiliki pandangan yang sangat berbeda-beda satu dengan yang lainnya. Saudara pasti pernah mengalami perbedaan pendapat dengan teman sekelas saudara. Pandangan yang berbeda tentang hidup, tentang politik, tentang uang, tentang yang baik dan jahat, salah dan benar, dan macam-macam perbedaan pandangan lainnya. Hal itulah yang memicu adanya diskusi dan perdebatan dalam kelas sewaktu kita mengalami masa belajar.

Tetapi coba saudara pikirkan, satu kelas, usia yang tidak beda jauh, tinggal satu kota, dan memiliki latar belakang pendidikan yang sama tetap membuat saudara dan teman sekelas saudara berbeda pendapat! Apalagi jika pendapat saudara dibandingkan dengan pendapat orang yang hidup 1000 tahun lalu! Pasti jauh berbeda. Tetapi perbedaan yang demikian tidak terdapat dalam Alkitab yang ditulis dalam rentang waktu sekitar 1500 tahun.

Bukti eksternal kedua adalah penggenapan nubuat-nubuat dalam Alkitab. Banyak sekali penggenapan nubuat dalam Alkitab yang kelihatannya tidak masuk akal, tetapi dibuktikan dengan jelas sekali di dalam sejarah umat manusia. Memang tidak semua nubuat dalam Alkitab telah digenapi, tetapi tidak semua juga nubuat dalam Alkitab belum digenapi.  Tetapi ada nubuat dalam Alkitab yang telah digenapi. Penggenapan terbesar nubuat tersebut memuncak dalam kelahiran Sang Mesias melalui seorang perawan. Nubuat tersebut terdapat dalam Yes 7:14. Tetapi ayat tersebut dalam Alkitab Indonesia saya rasa diterjemahkan dengan kurang tepat sehingga menghilangkan inti berita nubuatnya, sedangkan Alkitab bahasa Inggris pada umumnya jauh lebih tepat dalam penerjemahannya. Mari kita bandingkan:

Alkitab Indonesia Terjemahan Baru, Lembaga Alkitab Indonesia:
Sebab itu Tuhan sendirilah yang akan memberikan kepadamu suatu pertanda: Sesungguhnya, seorang perempuan muda mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki, dan ia akan menamakan Dia Imanuel. (Isa 7:14)

King James Version ,New King James Version, dan New American Standard Bible:
Therefore the Lord himself shall give you a sign; Behold, a virgin shall conceive, and bear a son, and shall call his name Immanuel. (Isa 7:14)

New International Version:
Therefore the Lord himself will give you a sign: The virgin will be with child and will give birth to a son, and will call him Immanuel. (Isa 7:14)

Dari hasil perbandingan diatas, kita dapat melihat dengan jelas, bahwa apa yang diterjemahkan oleh Alkitab Indonesia Terjemahan Baru (Versi Alkitab Bahasa Indonesia yang paling umum digunakan di Indonesia) sebagai perempuan muda, dalam Alkitab bahasa Inggris yang umum dipakai diterjemahkan sebagai a virgin (seorang perawan). Istilah perempuan muda tersebut dalam bahasa Ibrani menggunakan kata עַלְמָה (`almah) yang artinya seorang perawan muda, wanita muda dalam usia siap menikah, dan bisa juga seorang perempuan yang baru menikah.[7] Tetapi kata tersebut cenderung diterjemahkan sebagai seorang perawan. Pada akhirnya dalam kitab Injil kita mengerti, bahwa apa yang dirujuk oleh nubuat tersebut sesungguhnya adalah seorang perawan yang akan segera menikah, yaitu Maria Ibu Tuhan Yesus. Cuplikan uraian John Calvin terhadap istilah “perempuan muda” tersebut sangatlah membantu kita untuk memahaminya.

Komentar Calvin atas istilah “perempuan muda”:
“For what wonderful thing did the Prophet say, if he spoke of a young woman who conceived through intercourse with a man? It would certainly have been absurd to hold out this as a sign or a miracle.”[8] (Apa hebatnya perkataan sang nabi, jika ia mengatakan seorang wanita muda yang menjadi hamil melalui hubungan seksual dengan seorang pria? Hal itu pasti akan menjadi menggelikan untuk menerima hal ini sebagai suatu tanda atau suatu mukjizat.)

Sebagian komentar Calvin yang saya kutip diatas mengenai istilah “perempuan muda” dalam Yes 7:14 tersebut, sangatlah tajam dalam menjelaskan kemustahilan istilah tersebut merujuk kepada seorang perempuan muda yang sudah tidak perawan. Selain itu, jika kita mengikuti terjemahan dari Alkitab bahasa Indonesia versi ITB di atas maka arti dari nubuat tersebut menjadi kabur. Besar kemungkinannya, bahwa penerjemah Alkitab bahasa Indonesia tersebut sudah terpengaruh oleh teologi liberal sehingga menerjemahkannya menjadi perempuan muda. Padahal terjemahan tersebut tampaknya tak lazim digunakan dalam Alkitab bahasa Inggris. Maka jelas sekali istilah “perempuan muda” tersebut sesungguhnya lebih tepat diartikan sebagai seorang perawan.

Setiap orang Kristen pasti mengetahui, bahwa Yesus lahir dari seorang perawan Maria. Tetapi seringkali yang melemahkan kesaksian kewibawaan Alkitab kita adalah ketidaktahuan orang-orang Kristen pada umumnya bahwa kelahiran Yesus yang supra-natural tersebut telah dinubuatkan ratusan tahun sebelum Yesus dilahirkan. Bahkan nubuatan pertama kelahiran sang Mesias kedunia sebenarnya telah dinubuatkan lebih dari 1000 tahun sebelum kelahiran Yesus! Nubuat tersebut dalam dunia teologi biasa disebut proto-evangelium (Injil yang pertama). Dimanakah nubuat tersebut berada? Dalam Kejadian 3:15, ketika dikatakan bahwa keturunan Hawa akan meremukkan kepala si ular. Lalu nubuatan Kej 3:15 itu terus mengalami perkembangan sehingga memuncak dalam Yes 7:14.

Masih banyak sekali penggenapan nubuat lainnya yang telah disampaikan oleh sejarah untuk menjadi kesaksian kewibawaan Alkitab bagi kita yang hidup di waktu kemudian, tetapi agaknya tak akan mungkin membahas semua hal tersebut dalam bagian ini. Untuk hal-hal tersebut, saudara bisa membaca buku-buku mengenai penggenapan nubuat dalam Alkitab. Mungkin salah satu buku yang paling lengkap membahas hal itu adalah buku Every Prophecy Of The Bible hasil karya alm. Prof. John F. Walvoord, mantan rektor Dallas Theological Seminary. Buku itu membahas seluruh nubuat dari Kejadian sampai Wahyu baik yang telah digenapi maupun yang belum digenapi. Buku tersebut juga telah diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia dan diterbitkan oleh Yayasan Kalam Hidup.

Bukti eksternal ketiga adalah kesesuaian fakta-fakta sejarah dalam Alkitab dengan hasil penemuan arkeologi. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mendefinisikan Arkeologi sebagai, “Ilmu tentang kehidupan dan kebudayaan zaman kuno berdasarkan benda peninggalannya, spt patung dan perkakas rumah tangga; ilmu purbakala.”[9] Josh Mc Dowell dan Don Stewart menyatakan mengenai arkeologi dan sejarah dalam Alkitab:

“Selama 100 tahun yang baru lalu ini arkeologi telah membuktikan sebagian catatan sejarah yang terdapat dalam Alkitab. Misalnya: dua kota yang disebutkan dalam Alkitab, yaitu Sodom dan Gomora, selama bertahun-tahun telah dianggap berhubungan dengan mitologi. Akan tetapi, penggalian-penggalian yang belum lama berselang dilakukan di Tell Mardikh, yang sekarang dikenal sebagai tempat kota Ebla, telah menemukan kira-kira 15.000 lempengan tanah liat. Beberapa daripadanya telah diterjemahkan, dan ada yang menyebutkan Sodom dan Gomora. Pembuktian arkeologis lainnya meliputi bukti bahwa pernah ada seorang penguasa bernama Belsyazar; suku bangsa Het bukan saja pernah ada, melainkan juga memiliki daerah kekuasaan yang luas; juga pernah memerintah seorang raja bernama Sargon, dan hal-hal yang menyinggung sejarah dalam Kisah Para Rasul dapat dibuktikan ketepatannya. Sedemikian jauh, penemuan-penemuan arkeologi telah membuktikan, dan sama sekali tidak membantah hal-hal yang bersifat historis dalam catatan Kitab Suci.”[10]

Bukti eksternal keempat adalah keuniversalan Alkitab. Arkeolog terkemuka W. F. Albright mengatakan, “Isi Alkitab jauh melampaui semua kepustakaan agama yang ditulis sebelumnya, dan lebih mengesankan dari semua kepustakaan yang ditulis sesudahnya dalam hal kesederhanaan beritanya yang nampak langsung serta keuniversalan himbauannya kepada orang-orang di segala tempat dan di sepanjang waktu.”[11]

Tak ada satu karya sastra pun di dunia ini yang dapat berbicara kepada seluruh umat manusia di segala zaman selain daripada Alkitab, hal itu hanya mungkin terjadi karena satu hal. Karya sastra mana pun selain Alkitab dibuat oleh manusia yang tidak kekal, sedangkan Alkitab adalah satu-satunya karya Allah yang kekal bagi orang-orang pilihan-Nya di segala zaman dan tempat.


FUNGSI ALKITAB

Dalam bagian pendahuluan kita telah mengetahui bahwa Penyataan Umum tidak mampu memimpin manusia kepada iman kepada Allah yang benar. Lalu, jika pengetahuan yang digali dari alam semesta yaitu Penyataan Umum tidak dapat menghasilkan iman, apakah Alkitab sebagai Penyataan Khusus memberikan pengetahuan yang menghasilkan Iman untuk keselamatan? Tentu saja, Alkitab mengatakan dalam surat Roma 10:17, “Jadi, iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus.”

Sebelum membahas ayat 17, mari melihat ayat 14 dari Roma pasal 10. Alkitab mengatakan, “Tetapi bagaimana mereka dapat berseru kepada-Nya, jika mereka tidak percaya kepada Dia? Bagaimana mereka dapat percaya kepada Dia, jika mereka tidak mendengar tentang Dia. Bagaimana mereka mendengar tentang Dia, jika tidak ada yang memberitakan-Nya?” Perhatikanlah kalimat yang kedua, “Bagaimana mereka dapat percaya kepada Dia, jika mereka tidak mendengar tentang Dia?” Perkataan ini jelas sekali menekankan pemberitaan Injil Kristus, karena tanpa pengetahuan akan Injil Kristus tidak mungkin seseorang beroleh iman yang memimpin kepada keselamatan.

Lalu, mari perhatikan ayat 17. Dikatakan iman timbul dari pendengaran oleh firman Kristus. Melalui penafsiran yang sederhana saja dan tidak terlalu terperinci, kita sudah dapat mengerti, bahwa yang dimaksudkan oleh ayat ini adalah tanpa mengetahui firman Tuhan maka tidaklah mungkin seseorang beroleh iman kepada Allah. Tetapi bagaimana dengan membaca Alkitab? Apakah memberikan iman juga? Karena ayat ini berkata dengan pendengaran dan bukan dengan pembacaan? Tentu saja. Ayat ini ditulis dengan kata pendengaran karena pada saat itu Alkitab perjanjian baru belum ada dalam bentuk tertulis, maka segala Firman Allah dalam perjanjian baru hanya diberitakan mula-mula oleh para rasul, lalu kemudian oleh setiap jemaat yang sudah mengerti Injil Kristus. Tetapi ayat itu tidak menyatakan bahwa iman tidak bertumbuh melalui pembacaan Firman.

Paulus menasihatkan kepada Timotius, “Ingatlah juga bahwa dari kecil engkau sudah mengenal Kitab Suci yang dapat memberi hikmat kepadamu dan menuntun engkau kepada keselamatan oleh iman kepada Kristus Yesus.”[12] Istilah kitab dalam ayat 15 tersebut menggunakan kata Yunani γράμμα (gramma) yang artinya suatu tulisan, dan dapat berarti juga tulisan suci perjanjian lama.[13] Tetapi melihat Paulus menambahkan kata “suci” pada istilah kitab tersebut, maka dapat dipastikan bahwa yang dimaksud adalah Kitab Suci Perjanjian Lama yang sudah dalam bentuk tertulis di zaman Timotius hidup.

Lalu dikatakan bahwa Kitab Suci yang tertulis tersebut dapat memberikan hikmat kepada Timotius dan menuntun kepada keselamatan oleh iman dalam Kristus Yesus. Terjemahan tersebut saya rasa kurang tepat, dan yang lebih sesuai adalah terjemahan Alkitab New King James Version yang mengatakan, “which are able to make you wise for salvation through faith which is in Christ Jesus.[14] Artinya dalam bahasa Indonesia secara sederhana adalah “yang dapat membuat kamu bijaksana/mengerti akan keselamatan melalui iman dalam Kristus Yesus.” Hal ini jelas, bahwa tidak hanya pendengaran akan Kristus yang mampu memimpin seseorang kepada iman yang benar, tetapi juga pembacaan Alkitab.

Jadi fungsi utama Alkitab adalah untuk memimpin manusia kepada iman dan pengenalan yang benar akan Allah. Pertama-tama memberikan iman kepada pembaca yang belum percaya, lalu kemudian menumbuhkan iman yang telah diberikan kepada pembaca yang telah percaya melalui pengenalan yang semakin mendalam akan Allah yang benar. Maka tak seorang pun dapat dikatakan memiliki iman yang kuat tanpa mengenal Allah dengan benar dan mendalam. Di sisi lain, kita telah mengetahui bahwa pengenalan akan Allah hanya bisa tercapai melalui pembelajaran Alkitab.

Dari kedua sisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa orang yang memiliki iman yang kuat pastilah mempelajari Alkitab secara sungguh-sungguh dan mendalam. Apabila ada seseorang yang rajin berdoa, bernyanyi, berpuasa, dsbnya, tetapi tidak pernah mempelajari Alkitab secara sungguh-sungguh, lalu kemudian mengaku memiliki iman yang kuat, maka iman tersebut adalah iman yang palsu! Suatu omong kosong besar, apabila dikatakan seseorang bisa memiliki iman yang kuat tanpa belajar Alkitab! Superman pun kalau memang dia pernah hidup tidak bisa begitu!

Dalam bagian ini saya tidak menyatakan bahwa setiap orang yang membaca Alkitab dapat memperoleh iman. Saya hanya menyatakan bahwa pada hakekatnya, Alkitab itu sendiri sebagai penyataan khusus diberikan Allah kepada manusia untuk memimpin kepada iman dan pengenalan akan diri-Nya. Tetapi pada akhirnya kita akan mengerti bahwa hanya orang-orang pilihan Allah yang diberi pencerahan/iluminasi oleh Allah Roh Kudus yang mampu memperoleh iman melalui pembacaan Alkitab.


KANON ALKITAB

Apakah sesungguhnya arti kata kanon? Seorang ahli teologi reformed, Jakob Van Bruggen menyatakan arti kata kanon sebagai tongkat besi yang lurus, lalu berkembang artinya menjadi tongkat pengukur.[15] Secara sederhana kata kanon dapat diartikan sebagai ukuran dan suatu standar. Apabila kata kanon dikenakan kepada Kitab Suci itu dapat berarti kitab yang menjadi tolak ukur. Secara sederhana, apabila suatu tulisan kuno dikatakan Kitab kanonik, itu berarti kitab yang diilhamkan Allah, kitab yang menjadi standar kebenaran Kristen. Sedangkan Kitab non-kanonik, itu berarti kitab yang tidak diilhamkan Allah. Kitab tersebut mungkin sama nilainya dengan suatu karya sastra kuno yang bernilai tinggi, tetapi tidak menjadi tolak ukur kebenaran Kristen.

Salah satu pertanyaan yang paling sering dilontarkan mengenai Alkitab adalah mengenai kanonisasi Alkitab. “Bukankah kanon Alkitab itu ditentukan oleh Gereja? Bagaimana jika Gereja salah dalam menentukan mana yang termasuk kitab kanonik, dan mana yang termasuk kitab non-kanonik?” Pertanyaan ini merupakan pertanyaan yang umum yang sebenarnya menyatakan betapa besarnya kesalahpahaman orang Kristen pada umumnya mengenai proses kanonisasi Alkitab.

Pertama-tama kita harus mengerti apa yang menjadi perdebatan mengenai tulisan yang diilhamkan Tuhan dalam Gereja Katolik Roma dan Gereja Protestan. Gereja Katolik Roma dalam Katekismus Baltimore (P. 1327) menyatakan bahwa, “kita bisa mengetahui tulisan kuno mana yang diilhamkan dan yang mana yang tidak hanya melalui Tradisi (yang dipelihara di dalam Gereja Katolik Roma).”[16] Jadi secara sederhana menyatakan bahwa kitab mana yang diilhamkan dan yang tidak, sepenuhnya bergantung kepada keputusan Gereja. Tetapi tidaklah demikian dalam Gereja Protestan. Gereja Protestan selalu menekankan prinsip sola scriptura (hanya Alkitab saja). Bahkan Gereja Protestan sejati selalu menekankan, bahwa seluruh Gereja dalam segala tatanan organisasi maupun hukum pemerintahan Gerejawi harus sesuai dengan prinsip-prinsip Alkitab. Jadi dalam Gereja Katolik Roma, Gereja yang mengatur Alkitab, sedangkan dalam Gereja Protestan, Alkitab yang mengatur Gereja.

Yang kedua, berkenaan dengan kanon. Perlu sekali ditegaskan, bahwa tidak ada satu pun konsili atau sidang sinode Gereja yang menetapkan kanonisasi Alkitab. Tidak ada satu pun konsili yang diselenggarakan untuk memilih lalu menentukan kitab mana yang termasuk diilhamkan Allah (kanonik) dan yang tidak diilhamkan Allah (non-kanonik). Lalu bagaimana dengan konsili Kartago?  Jakob Van Bruggen menyatakan mengenai konsili Kartago sebagai berikut:

Bunyinya sebagai berikut, “Diputuskan bahwa selain Kitab-kitab Suci kanonik, tak dibenarkan pembacaan sesuatu pun di bawah nama Kitab-Kitab Suci ilahi. Kitab-kitab Suci kanonik itu sebagai berikut....” Dari judul itu nyata bahwa “Kitab-kitab suci kanonik” sudah merupakan sesuatu yang terkenal. Yang dipersoalkan bukan pembatasan tulisan-tulisan itu, melainkan perjanjian bahwa sejak itu buku-buku rohani lainnya tidak akan lagi dibacakan dalam “Pembacaan Kitab Suci” di gereja. Dari Surat Paskah Athanasius, kita misalnya tahu bahwa Ajaran keduabelas Rasul dan Hermas kadang-kadang dibacakan di gereja-gereja. Juga Hieronymus dalam naskahnya “De Viris Illustribus” memperlihatkan bahwa ada gereja-gereja Yunani yang memberi tempat kepada buku Hermas dalam pembacaan Kitab Suci di gereja. Tetapi sinode Carthago memandang perlu membatasi liturgi pembacaan Alkitab sampai kitab-kitab kanonik. Untuk pengecekan, daftar itu dilampirkan, hingga tak mungkin terjadi pelanggaran. Semua buku yang tidak termasuk tulisan-tulisan kanonik yang disebut, sejak itu tidak dibenarkan lagi untuk dibacakan dalam kebaktian.[17]

Dari kutipan diatas, sangat jelas sekali bahwa apa yang dirumuskan oleh konsili Kartago bukanlah pembatasan kitab-kitab kanonik, melainkan pembatasan penggunaan kitab-kitab non-kanonik. Kitab-kitab non-kanonik tersebut sudah biasa dibacakan dalam pertemuan-pertemuan jemaat waktu itu, kitab-kitab non-kanonik tersebut sepertinya meliputi ajaran-ajaran para Rasul yang diteruskan oleh tradisi Gereja pada saat itu dan juga mungkin ajaran-ajaran para pengajar terkemuka dalam zaman itu. Jadi, pada saat itu sudah dapat dipastikan bahwa Kitab-kitab suci kanonik telah tersebar luas dan diterima oleh Gereja pada waktu itu.

Kapankah Perjanjian Baru selesai ditulis? Ahli-ahli Perjanjian Baru pada umumnya menerima bahwa surat Wahyu (Kitab kanonik terakhir) ditulis oleh Rasul Yohanes pada tahun 90-95 TM dan surat tersebut pada mulanya ditujukan Yohanes kepada Gereja-Gereja yang mengalami penganiayaan dari pemerintah Romawi.[18] Dalam pasal-pasal terakhir surat Wahyu Yohanes tersebut dinyatakan kepada Gereja Tuhan yang sejati, bahwa pada akhirnya seluruh dunia akan ditaklukkan oleh Kristus. Pada saat itu Gereja bersama dengan Kristus akan beroleh kemenangan kekal. Jelas sekali surat ini ditulis Yohanes dalam ilham Roh Kudus sebagai penghiburan rohani kepada jemaat yang teraniaya.

Mungkinkah surat dari Rasul Yohanes yang begitu penting ini tidak disebarluaskan kepada jemaat? Mustahil! Pastilah surat Wahyu yang sangat penting dan memberi penghiburan pada hati jemaat yang mulai goyah oleh penganiayaan pada waktu itu, segera disebarluaskan secepat mungkin. Dengan tersebarnya kitab Wahyu tersebut, maka Alkitab Perjanjian Baru telah selesai disebarkan.

Kemudian, perlu diketahui bahwa setelah terbentuknya Perjanjian Baru, Kitab-Kitab Perjanjian Baru tersebut kerap kali mengalami serangan dari berbagai ajaran sesat. Misalnya melalui ajaran Marcion yang mulai terkenal pada tahun 150 TM. Ajaran Marcion ini menyatakan bahwa Allah dalam perjanjian lama adalah suka menghukum dan Allah dalam perjanjian baru adalah Allah yang baik dan penuh kasih. Maka Marcion memiliki kanon sendiri yang menolak Perjanjian Lama dan terdiri hanya dari Injil Lukas beserta beberapa surat Paulus.[19] Dalam kanon Marcion yang ia buat sendiri itu pun, ia menghilangkan bagian-bagian yang bertentangan dengan ajarannya sendiri.

Maka oleh karena kesesatan ajaran Marcion yang tersebar luas pada saat itu, Gereja zaman itu harus melindungi Kitab-kitab Suci yang telah diterima secara kanonik. Jakob Van Bruggen menambahkan, “Apa yang sejak dulu ada dalam penerimaan dan penerapan gerejawi, di masa kemudian memerlukan perlindungan tetapi bukan penyelesaian.”[20]Akhirnya dapat disimpulkan, bahwa puncak dari perlindungan yang dilakukan Gereja terhadap Kitab kanonik memuncak dalam konsili Kartago.

Yang ketiga, kanon yang telah terbentuk, yaitu 39 Kitab Suci Perjanjian Lama, dan 27 Kitab Suci Perjanjian Baru, sesungguhnya hampir dapat dikatakan tidak pernah diragukan. Mulai dari selesainya penulisan PB yaitu awal abad 2 sampai kepada zaman reformasi, Gereja Katolik maupun Gereja Protestan tidak pernah meragukan kanon Alkitab yang telah dibentuk. Persoalan yang timbul dari Gereja Katolik adalah apakah orang harus puas hanya dengan Kitab Suci.[21]

Gereja Katolik tidak pernah mempermasalahkan kanon Alkitab yang sudah ada, permasalahannya adalah Gereja Katolik menambah kanon yang sudah ada dengan Deuterokanonika. Wikipedia mencatat, “Istilah Deuterokanonika pertama kali digunakan pada tahun 1566 oleh orang-orang Kristen yang sebelumnya beragama Yahudi dan teolog Katolik Sixtus dari Siena untuk menyebut naskah-naskah Kitab Suci Perjanjian Lama yang kanonisitasnya ditetapkan bagi umat Katolik oleh Konsili Trente.”[22] Maka perlu diingat, bahwa sebelum konsili Trente menetapkan Deuterokanonika, maka jumlah kitab kanonik Katolik adalah sama dengan Protestan!

Di luar Gereja pun, kanon hampir dapat dikatakan tidak pernah dikritik atau pun diragukan. Kritik kanon baru dimulai sekitar pertengahan abad ke-18, pada waktu itu pandangan sekitar kanon mulai berubah.[23] Kritik tersebut tidak didasarkan oleh keberatan teologis, tetapi kritik tersebut didasarkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan pada masa itu dipandang sebagai sesuatu yang bebas, dan seharusnya mampu untuk menguji kanon Alkitab. Maka jelas sekali terlihat, bahwa keraguan atas kanon Alkitab baru muncul seiring dengan perkembangan iptek. Hal tersebut pada dasarnya bukanlah suatu keberatan terhadap perkara teologis, melainkan cenderung disebabkan oleh pertentangan perkembangan iptek terbaru dengan ajaran Alkitab.

Yang keempat, lalu bagaimana awal mula Gereja menerima bagian Kitab-Kitab kanonik? Bagaimana Gereja pada zaman itu mengetahui perbedaan tulisan yang diilhamkan Allah dan yang tidak diilhamkan Allah? Belum ada jawaban yang pasti mengenai hal ini. Saya sendiri belum pernah menemukan suatu teori yang memuaskan mengenai hal ini. Secara teologis, kita mengerti bahwa setiap orang yang diberi iluminasi/pencerahan oleh Roh Kudus akan mengerti dan mengenal suara Tuhan Yesus, Sang Gembala Yang Agung secara rohani. Kita juga mengerti secara teologis dan telah teruji oleh sejarah, bahwa Allah sendiri dari zaman ke zaman selalu menjaga kemurnian Firman-Nya dari tangan-tangan yang najis. Hal tersebut terbukti melalui bagaimana Tuhan menjaga kemurnian Kitab Suci sekalipun umat Tuhan baik Israel dalam masa PL dan Gereja dalam masa PB seringkali ingin dibinasakan oleh kerajaan-kerajaan dunia yang besar.

Di atas semuanya, saya percaya bahwa Allah sendiri menuntun jemaat-Nya dalam mengenali suara-Nya yang benar dalam Kitab-Kitab Suci yang diilhamkan Allah. Pembentukan Alkitab dari awal sampai kepada kesempurnaannya yaitu 39 Kitab Perjanjian Lama, dan 27 Kitab Perjanjian Baru memang misterius. Tetapi hasil akhirnya, yaitu Alkitab itu sendiri, adalah sangat membuktikan ke-Ilahian dirinya sendiri.


NASKAH-NASKAH ALKITAB

Dalam bagian ini, ada dua hal penting yang harus kita ketahui, yang pertama adalah naskah asli Alkitab telah hilang hingga saat ini. Hal tersebut menyebabkan naskah Alkitab yang kita miliki saat ini hanyalah naskah salinan. Oleh sebab itu, maka doktrin Inerrancy yaitu ajaran bahwa Alkitab tidak memiliki kesalahan, hanya dapat diberlakukan kepada naskah asli Alkitab yang telah hilang. Sedangkan untuk naskah salinan Alkitab yang kita miliki saat ini, terdapat kesalahan, tetapi sangat sedikit, para ahli mengatakan mungkin dibawah 1%. Kesalahan tersebut dapat kita jumpai misalnya dalam 2 Taw. 22:2 dengan 2 Raj. 28:6.

Hal terpenting kedua adalah naskah salinan tersebut, meski mengandung sedikit kesalahan, tetap dapat dipercayai. Dalam bagian fungsi Alkitab kita melihat, bahwa Alkitab diberikan kepada manusia untuk menuntun setiap orang pilihan-Nya kepada iman yang membawa keselamatan. Tentu saja kesalahan naskah Alkitab saat ini yang dibawah 1% tersebut tidak mempengaruhi fungsi Alkitab untuk menuntun orang pilihan kepada iman yang benar. Jika demikian, seperti apakah naskah salinan Alkitab yang kita miliki saat ini?

1.    Naskah-Naskah Perjanjian Lama

Naskah Perjanjian Lama yang kita miliki saat ini adalah naskah Laut Mati yang ditemukan mulai dari tahun 1947. Sebelum ditemukan naskah-naskah Laut Mati tersebut, salinan lengkap Perjanjian Lama dalam bahasa Ibrani yang paling tua ialah Codex Babylonicus Petropalitanus yang berasal dari tahun 1008 M, lebih dari 1.400 tahun setelah Perjanjian Lama dilengkapkan. Sedangkan naskah Laut Mati tersebut sekitar 1000 tahun lebih tua dari Codex Babylonicus Petropalitanus. Apa yang dapat kita temukan dari penemuan terbesar Alkitab tersebut adalah ketelitian orang-orang Yahudi dalam menyalin naskah-naskah Perjanjian Lama. Setelah naskah-naskah Laut Mati dibandingkan dengan naskah yang 1000 tahun lebih baru, hanya terdapat sangat sedikit perbedaan.[24]

Hal tersebut memberikan suatu keyakinan yang kuat kepada kita akan naskah-naskah Perjanjian Lama, bahwa Allah turut serta dalam proses penyalinan tersebut sehingga Firman-Nya dapat terjaga. Memang Allah mengizinkan kesalahan-kesalahan yang kecil terjadi dalam proses penyalinan, tetapi hal tersebut tidak membuat peran Penyataan Khusus Allah melalui Alkitab Perjanjian Lama menjadi rusak.

2.    Naskah-Naskah Perjanjian Baru

Sedikitnya ada tiga jenis naskah Perjanjan Baru yang kita miliki. Naskah-naskah salinan berbahasa Yunani, naskah-naskah terjemahan, dan kutipan-kutipan teks Perjanjian baru oleh Bapak-Bapak Gereja. Saat ini terdapat 5.550 salinan naskah berbahasa Yunani, 18.000 salinan naskah terjemahan, dan 86.000 kutipan oleh Bapak-Bapak Gereja yang berbeda-beda. Dua naskah salinan utama yaitu Codex Vaticanus (325 M) dan Codex Sinaiticus (350M) adalah suatu salinan yang lengkap, dan bertanggalkan tidak lebih dari 250 tahun sejak waktu penyusunannya. Jarak waktu tersebut adalah jauh lebih singkat dibandingkan kebanyakan karya-karya kuno lainnya.[25]


KEWIBAWAAN ALKITAB

Ajaran reformasi selalu menekankan bahwa Alkitab dalam bahasa aslinya adalah Firman Allah yang diilhamkan. Hal itu membuat Alkitab menjadi bukan sekedar buku biasa, melainkan Firman Allah yang berwibawa Ilahi. Karena Alkitab yang pertama ditulis adalah wahyu Allah yang khusus kepada manusia, maka Alkitab tidak mungkin salah. Ajaran mengenai ketaksalahan Alkitab tersebut disebut dengan istilah inerrancy (ketakbersalahan Alkitab).

Dan apabila kita percaya bahwa Alkitab dalam bahasa aslinya adalah Firman Allah, maka kita akan mempercayai dan menekankan kewibawaannya dalam segala pengajaran gereja maupun praktek kehidupan rohani sehari-hari. Pengakuan Iman Westminster menyatakan:

Tapi jika Alkitab adalah Firman Allah, maka jelas Alkitab harus memiliki otoritas ilahi dalam dirinya sendiri. Dan memang jika Alkitab memiliki otoritas Ilahi di dalam dirinya, maka Alkitab tidak bisa dan tidak perlu tergantung kepada hal lain apa pun (selain Allah sendiri). Otoritas hanya bisa tergantung kepada hal yang lebih tinggi daripada dirinya sendiri. Otoritas manusia hanya bisa tergantung kepada otoritas manusia, dengan syarat otoritas yang menjadi tempat bergantung lebih tinggi. Oleh karena itu, otoritas seorang duta besar kepada negara lain bergantung kepada otoritas menteri dalam negeri, dan menteri dalam negeri berada di bawah otoritas presiden, (Luk. 7:7-8). Tapi Allah adalah otoritas tertinggi. Ucapan seorang duta besar mungkin saja didukung oleh ucapan menteri dalam negeri. Tapi siapa yang bisa mendukung Firman Allah selain Allah sendiri?[26]

Kutipan di atas menyatakan pengakuan terhadap kewibawaan Alkitab sebagai Firman Allah sendiri. Otoritas Allah yang memberikan Firman-Nya secara tertulis ada dalam Alkitab. Apabila saudara menolak apa yang disampaikan Alkitab, artinya saudara menolak apa yang disampaikan oleh Allah! Itulah inti dari kewibawaan Alkitab sebagai Firman Allah. Maka, segala sesuatu yang diajarkan gereja Tuhan yang sejati haruslah sesuai dan didasarkan oleh Alkitab semata, dan perbuatan hidup sehari-hari dari setiap pengikut Kristus haruslah berpadanan dengan Alkitab.

Tetapi pandangan reformasi yang begitu tinggi dan mulia tersebut mulai mengalami kemunduran yang drastis di zaman post-modern ini. Pada zaman sekarang, nampaknya teologi liberal merupakan suatu trend yang melampaui teologi yang menekankan kewibawaan Alkitab sebagai Firman Allah. Apa itu teologi liberal? Paul Enns menyatakan mengenai teologi liberal sebagai berikut:

Liberalisme menyatakan bahwa teologi-teologi yang ada, adalah hasil dari rasionalisme dan eksperimentalisme dari para filsuf dan ilmuwan. Liberalisme menempatkan penalaran manusia dan penemuan-penemuan ilmiah pada tempat utama; segala sesuatu yang tidak sepakat dengan penalaran dan ilmu pengetahuan harus ditolak. Sebagai akibatnya, liberalisme telah menolak doktrin historik dari iman Kristen, karena berhubungan dengan mukjizat dan supranatural: Inkarnasi Kristus, kebangkitan tubuh Kristus, dan semacamnya.[27]

Kita harus memperhatikan apa yang dikatakan Paul Enns mengenai landasan berpikir teologi liberal. Ia mengatakan, “Liberalisme menempatkan penalaran manusia dan penemuan-penemuan ilmiah pada tempat utama; segala sesuatu yang tidak sepakat dengan penalaran dan ilmu pengetahuan harus ditolak.” Dapat disimpulkan bahwa mereka menempatkan nalar mereka di atas kewibawaan Alkitab. Jadi ketika Alkitab bertentangan dengan nalar pemikiran mereka, maka mereka akan mengatakan bahwa Alkitab pasti salah! Mengenai pandangan kaum liberal atas kewibawaan Alkitab, Paul Enns menjelaskan, “Kaum liberal memandang Alkitab sebagai buku biasa, bukan diinspirasikan secara khusus.”[28]

Mengerikan sekali apabila melihat situasinya saat ini. Teologi liberal yang jelas-jelas menolak kewibawaan Alkitab sebagai Firman Allah menjadi trend di zaman ini! Abad dua puluh satu sesungguhnya merupakan era dimana teologi liberal telah menggerogoti gereja. Bahkan, gereja-gereja beraliran protestan di Indonesia telah sangat banyak terpengaruh oleh aliran teologi liberal. Hal itu dimulai dari pengaruh sekolah-sekolah teologi yang menjadi mitra utama gereja-gereja aliran protestan yang besar di Indonesia. Sekolah-sekolah teologi tersebut sebelumnya merupakan sekolah-sekolah teologi yang sangat menekankan kewibawaan Alkitab, tetapi sekarang terkenal karena liberalisme dalam berteologi. Dr. Arnold Tindas menyatakan:

Di Indonesia sudah beredar buku-buku, yang dalam pembahasannya sangat merendahkan nilai Alkitab sebagai firman Allah. Buku-buku tersebut di antaranya adalah Alkitab di Dunia Modern, terjemahan dari buku The Bible in the Modern World, karangan James Barr dan Di Sini Kutemukan, karangan Wismoadi Wahono. Barr, dalam tulisannya, menyangkal relevansi Alkitab dnegan dunia modern, dan menganggap Alkitab sudah kedaluarsa. Buku ini mendapat kritikan keras ketika mula-mula dipakai dalam seminar teologi Perjanjian Lama di STT Duta Wacana Yogyakarta. Tapi akhirnya mendapat sambutan yang hangat dari para mahasiswa.[29]

Mari bayangkan sejenak situasinya. Para profesor teologi, dosen-dosen teologi, pendeta-pendeta, mahasiswa teologi, dan pengajar-pengajar Alkitab di Gereja tidak lagi percaya bahwa Alkitab adalah Firman Allah yang berwibawa. Sungguh mengerikan bukan? Masa depan Gereja di tangan mereka sungguh suram! Gereja di tangan pengajar-pengajar yang menyesatkan tersebut akan menjadi Gereja yang melakukan apa yang benar di mata jemaatnya masing-masing, bukan melakukan apa yang benar di mata Alkitab. Dan yang lebih hebat lagi. Mengingat banyaknya pengajar teologia dan pendeta yang menganut teologi liberal, maka Gereja yang ga karu-karuan tersebut sesungguhnya sudah ada di depan mata kita!

Saya harap ketika kita melihat kerusakan Gereja yang sedemikian besar, hal tersebut membuat kita menjadi terpacu, terdorong dengan kuat untuk sungguh-sungguh mempelajari Alkitab kita dengan cinta akan Tuhan yang mendalam. Memang telah saya sampaikan sebelumnya, bahwa Alkitab yang ada ditangan kita saat ini bukanlah Alkitab yang sempurna. Tetapi, Alkitab ditangan kita saat ini adalah tetap Alkitab yang layak dipercaya, karena hampir seluruh bagiannya dapat dipastikan adalah Firman Allah yang hidup! Karena itu marilah setiap kita mempelajari Alkitab, dan mewujudkan apa yang dikatakannya dalam kehidupan kita dengan segenap hati, tenaga, dan pikiran kita, karena hanya itulah satu-satunya Firman Allah yang diberikan secara tertulis kepada manusia, dan dapat dimengerti oleh setiap manusia pilihan-Nya.


[1]Mazmur 19:2, Alkitab Indonesia TB, LAI.

[2]H. Henry Meeter, Pandangan-pandangan Dasar Calvinisme (Surabaya: Penerbit Momentum, 2009), 19.

[3]Arnold Tindas, Inerrancy: Ketaksalahan Alkitab, cet. 4 (Tangerang: Harvest International Theological Seminary, 2007), 181.

[4]Ibid., 200.

[5]Ibid., 202.

[6]Josh McDowell & Don Stewart, Jawaban (Malang: Gandum Mas, 2005), 11-12.

[7]Bibleworks 8

[8]Calvin’s Commentaries
                

[10]Josh McDowell dan Don Stewart, Jawaban (Malang: Gandum Mas, 2005), 36-37.

[11]Ibid., 13.

[12]2 Timotius 3:15

[13]Bible Works 8

[14]2 Timotius 3:15b
                 
[15]Jakob Van Bruggen, Siapa Yang Membuat Alkitab? (Surabaya: Penerbit Momentum, 2010), 11.

[16]G. I. Williamson, Pengakuan Iman Westminster (Surabaya: Penerbit Momentum, 2009), 12.

[17]Jakob Van Bruggen, Siapa Yang Membuat Alkitab (Surabaya: Penerbit Momentum, 2010), 66.

[18]Walter M. Dunnett, Pengantar Perjanjian Baru (Malang: Gandum Mas, 2011), 103.

[19] Jakob Van Bruggen, Siapa Yang Membuat Alkitab (Surabaya: Penerbit Momentum, 2010), 50.

[20]Ibid., 67.

[21]Ibid., 13.

[22] http://id.wikipedia.org/wiki/Deuterokanonika

[23] Jakob Van Bruggen, Siapa Yang Membuat Alkitab (Surabaya: Penerbit Momentum, 2010), 14.
                 
[24] Josh McDowell dan Don Stewart, Jawaban (Malang: Gandum Mas, 2005), 39.

[25]Ibid., 14.
                  
[26]G. I. Williamson, Pengakuan Iman Westminster (Surabaya: Penerbit Momentum, 2009), 11-12.
                 
[27]Paul Enns, The Moody Handbook Of Theology,  jilid II (Malang: Literatur SAAT, 2010), 195.

[28]Ibid., 199.

[29]Arnold Tindas, Inerrancy: Ketaksalahan Alkitab, cet. 4 (Tangerang: Harvest International Theological Seminary, 2007), 12.

No comments:

Post a Comment

Misi Kristus Sedunia

PELAJARAN SEKOLAH MINGGU

  TANGGAL   PELAJARAN SEKOLAH MINGGU KATEGORI Babak pertama        ...